FALLING LEAVES

Chapter 5: "Save You"

Lai Guanlin, Yoo Seonho, with Kim Samuel | friendship, school-life, fluff, slight!psychology, slight!bromance | 1,2k words | PG15

.

.

"Sebenarnya aku tidak tahu, Hyung. Tapi, sejak saat itu Seonho seperti memiliki eatingdisorder."

Lai Guanlin masih terduduk sendiri di bangkunya—pikirannya melayang dengan bibir terkatup rapat dan telapak tangannya terkepal erat. Jelas sekali sikapnya terlihat sangat aneh. Pemuda Taiwan itu tengah memikirkan cerita Samuel tadi pagi. Yeap, Samuel sudah menceritakan semuanya. Pemuda Kim itu sudah tidak tahan lagi melihat sikap Seonho yang semakin menyebalkan. Siapa tahu dengan menceritakan kepada sahabat kecilnya, Seonho bisa berubah menjadi seperti dulu lagi.

"He has insecuties and overthinking, Hyung. Seumur hidupnya dia tidak pernah menjadi korban ejekan seluruh siswa ... dia hanya trauma. Setelah melihat salah satu teman kami di-bully karena berat badannya, dan Seonho yang melihatnya saat itu hanya melarikan diri tanpa membantunya, dia mulai menunjukkan perilaku yang aneh. Dan semuanya terasa semakin ganjil saat keesokan harinya, teman kami itu ... err, meninggal dunia. Seonho bilang andai saat saat itu dia menyelamatkan teman kami itu, mungkin tidak akan ada kabar duka cita."

Buku-buku jemari Guanlin mulai memutih, dia ingin marah. Dia ingin menghajar siapa pun yang membuat Seonho menjadi seperti sekarang ini. Trauma atas kejadian sialan itu membuat sahabat kecilnya sakit—ugh, ini mengesalkan! Seonho tidak berhak menerima semuanya. Ini bukan salah Seonho.

Tapi Guanlin tahu, Seonho memang bisa saja terlalu berlebihan memikirkan sesuatu. Dia menyalahkan diri sendiri atas sesuatu yang tidak pernah dilakukannya. Dia sudah pasti menyalahkan dirinya sendiri lantaran tidak bisa menyelamatkan temannya itu. Guanlin paham; mungkin hal itu—perasaan menyesal dan bersalah yang menggunung—yang membuat Seonho berubah. Membuat Seonho tiba-tiba membenci makanan (dan selalu menolak untuk makan), karena hal-hal itu membuatnya teringat pada teman malangnya dan rasa bersalah yang belum hilang di dalam dadanya.

"Kukira tak akan separah itu, Muel-ah. Oke, aku mengerti jika dia menyesal dan marah dengan dirinya sendiri, tapi—"

"Hyung, kautahu sekolah di sini seperti apa, bukan? Kasus seperti itu tak hanya terjadi sekali—atau dua—tapi hampir setiap hari, kalau kau lebih perhatian lagi. Dan, begitulah Seonho yang menjadi semakin trauma melihat semua orang di-bully hanya karena masalah berat badan. Ketakutannya semakin menjadi-jadi."

Oh? Seonho-ya, ini semua bukan salahmu.

Guanlin tidak bisa diam saja. Seonho sama sekali tidak berhak menerima semua ini. Toh, sekalipun dia makan lima kali sehari, Guanlin tahu betul jika Seonho tak akan menjadi gendut. Benar, Guanlin hanya perlu meyakinkan Seonho bahwa semuanya baik-baik saja—dia akan mencoba untuk membujuk Seonho.

Maka, setelah memejamkan mata sejenak dan (sedikit) berdoa, Guanlin mulai beranjak dari tempat duduknya. Ruang kelas yang sudah melompong sejak enampuluh menit yang lalu itu lantas benar-benar kehilangan penghuni terakhirnya saat Guanlin sudah menyeret langkahnya keluar. Sepanjang tungkainya yang terayun menyusuri koridor, Guanlin mengembangkan senyum seiring dengan semakin kuat tekadnya untuk membantu Samuel 'mengembalikan' Seonho menjadi seperti dulu lagi. Pemuda jangkung itu cukup percaya diri—hei, dia sudah mengenal Seonho selama beberapa tahun—dan dia yakin jika usahanya akan berhasil.

.

.

"Hyung mengajakku ke sini lagi?" Seonho mengerucutkan bibirnya ketika dirinya sudah duduk di hadapan Guanlin, di dalam sebuah kedai pizza.

Pemuda yang lebih tua hanya berikan sebuah cengiran dan mengangguk pelan. "Kau tidak suka? Hyung sedang lapar dan kautahu betul kalau aku tidak suka makan sendiri, bukan?" Guanlin mengacak-acak surai Seonho sebelum beranjak dari kursi dan melangkah menuju konter pemesanan.

Sementara mengamati Guanlin yang mulai menjauh, Yoo Seonho tampak mengembuskan napas berat. Seonho kesal setengah mati—ah, dia juga sangat gugup hingga rasa-rasanya sampai ingin membenturkan kepala pada kaca di sebelahnya. Tadi, ketika Seonho baru ingin menjejakkan kakinya di dalam kamar, Guanlin tiba-tiba datang dan lekas menyeretnya menuju ke sini.

Ugh, seharusnya aku tidak pernah mengiakan ajakan Guanlin.

Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mungkin makan lagi setelah kemarin menghabiskan begitu banyak makanan sementara aku tidak berhasil memuntahkan semuanya ...

"Hei, kenapa kau terlihat begitu kesal, Seonho-ya? Kau benar-benar tidak suka datang ke sini bersamaku?"

Si pemuda Yoo mengangkat pandangannya hingga kedua maniknya bertabrakan dengan milik Guanlin. Selama beberapa sekon dia tampak hilang arah setelah berusaha menyelami arti tatap teman kecilnya itu. Tatapan Guanlin sangat hangat dan Seonho selalu menyukainya. Seberkas perasaan bersalah menggumpal di dada Seonho—

"Hyung,"

"Seonho-ya,"

Keduanya meengeluarkan suara dalam waktu yang bersamaan. Guanlin sempat terkekeh lalu menyuruh Seonho untuk melanjutkan kalimatnya terlebih dahulu. Sementara Seonho tampak ragu sebelum menarik napas dalam dan menatap Guanlin lekat-lekat. Selama beberapa sekon saling berpandangan dalam diam, Seonho kemudian berdeham pelan dan mulai mengatakan sesuatu.

"I got eating disorder, Hyung." Yoo Seonho menarik napas lantas mengembuskannya perlahan. Dia masih memandang Guanlin—yang tak menunjukkan sebuah perubahan ekspresi. "Aku sudah tidak makan lima kali sehari seperti dulu. Aku sudah tidak suka pizza. Aku—"

"Hyung sudah tahu semuanya." Guanlin memutus pembicaraan Seonho, membuat sepasang manik pemuda yang lebih pendek darinya itu sontak melebar. "Samuel sudah menceritakan semuanya," ujar Guanlin lagi. Dia menangkap perubahan raut muka Seonho lalu lekas-lekas menggenggam jemari Seonho yang tampak gemetar.

Guanlin tersenyum kecil. "It's okay. Hyung akan membantumu. Kau akan segera sembuh, Seonho-ya."

"T-tapi, Hyung ..."

Seolah-olah tak menghiraukan protes dari Seonho, Guanlin segera menyodorkan sepotong pizza ke arah sahabatnya itu. Dia mengirim isyarat kepada Seonho untuk segera memakannya. Namun, saat melihat tangan Seonho masih bergetar—tampak ragu—Guanlin memutuskan untuk membagi lagi potongan pizza tersebut menjadi dua bagian yang lebih kecil. Dia memasukkan satu potongan kecil itu ke dalam mulutnya lalu mengarahkan potongan lainnya ke depan mulut Seonho.

"Aku akan memaksamu makan. Tidak mau tahu. Ayo buka mulutmu!" pinta Guanlin sembari membagikan cengirannya yang tampan.

Akhirnya Seonho membuka mulutnya dan potongan kecil pizza itu berakhir masuk ke dalam sana. Guanlin menyuruhnya menelan makanan tersebut jika gigi-giginya menolak untuk mengunyahnya. Seonho hanya melotot sebal dan mulai mengunyah perlahan-lahan. Pandangan Guanlin masih terpaku pada pemuda di hadapannya. Seonho memang masih terlihat sangat kesusahan membiasakan dirinya lagi untuk mengunyah dan menelan makanan tersebut, tapi Guanlin tidak akan menyerah. Dia akan terus memaksa Seonho untuk makan—oh, menemaninya makan juga—dan selalu mengawasinya agar tidak memuntahkan makanannya lagi.

"Hyung, jangan memaksaku memakan semua ini lagi!" Akhirnya Seonho mengudarakan protes setelah Guanlin terus-terusan menyuapkan potong demi potong pizza itu ke dalam mulut Seonho. "U-uh, bagaimana kalau nanti aku jadi gendut, huh?"

Bibir Seonho mengerucut sebal. Dia menyilangkan kedua tangan di depan dada sembari menatap Guanlin nyalang. Namun, alih-alih 'merasa terserang' Guanlin malah tergelak. Oh, sudah lama sekali tidak melihat Seonho yang merajuk.

"Hei, kau itu tidak gendut, Yoo Seonho! Sudah cukup menyiksa dirimu sendiri dan ingat baik-baik kau itu sama sekali tidak gendut, Bodoh."

"U-uh, tetap saja, Hyung—"

"Lagipula gendut pun tak masalah buatku. Itu lebih baik daripada kau mati, tahu. Cepat habiskan pizza-nya! Hyung lebih suka Seonho yang makan lima kali sehari, bukan Seonho yang membenci makanan seperti ini. Kau mau kutinggalkan ke Taiwan lagi, huh?" Guanlin menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sementara kedua tangan juga disilangkan di depan dada. Sorotnya menatap tajam presensi Seonho yang tengah memandangnya dengan tatapan tak percaya. Si pemuda Yoo mengatupkan bibirnya dan menggumamkan beberapa kata yang tak jelas.

"... janganpergilagi," ucap Seonho samar, lantas mencoba menggerakkan tangannya untuk meraih sebuah garpu dan menusuk sepotong pizza.

"Kaumengatakan apa Yoo Seonho? Hyung tidak mendengarnya." Guanlin terkekeh kecil sebelum menyembunyikan tawa di balik muka datarnya lagi.

Seonho mendesah kecil lantas menatap Guanlin sembari berkata, "Aku bilang jangan pergi lagi, Hyung! Sudah cukup sekali kaupergi. Jangan meninggalkanku lagi."

Tangan Guanlin kemudian terjulur dan menyentuh surai kecoklatan pemuda di depannya. Dia mengukir senyuman lebar lalu mengusak-usak rambut Seonho gemas. Tak lama berselang, telapak tangannya beralih mencubiti pipi Seonho. Ya Tuhan, tolong ingatkan Guanlin untuk tidak lepas kendali. Sungguh, Guanlin sangat gemas melihat Seonho yang seperti ini.

"Baiklah, kalau kau tidak mau kutinggal pergi, kau harus berhenti menolak untuk makan. Tidak ada Seonho yang gendut. Kau harus menjadi Seonho-yang-suka-makan-lima-kali-sehari-kesayangan-Guanlin, mengerti?"

.

.

-tbc.

.

chapter 5 sudah selesaai! tinggal satu chapter lagii, yosh! terima kasih buat yang (masih) mau baca dan tinggalin review. satu chap lagi dan fic-nya bakal berakhir :") thank you so muucch yorobuunnn~