BLINKING GAME

Seo Youngho x Lee Taeyong


Chapter 5

Youngho membaca manuskrip novelnya sekali lagi. Bab terakhir. Matanya dengan teliti menyusuri rentetan kata-kata di depannya. Nyaris seharian ia berkutat dengan laptopnya. Cahaya mentari yang tadinya mengisi penuh ruang kerjanya, kini sudah berganti dengan temaram bintang dan bulan.

Setengah jam kemudian, Youngho akhirnya merasa puas. Well, as satisfied as he can be that is. Punggungnya sudah terasa kaku dan matanya terasa panas. Ia ingin cepat-cepat mengirimkan file ini dan tidur. Setelah selesai menyusun email yang ditujukan ke editornya, akhirnya Youngho menekan tombol 'Send.' Sudah selesai. Youngho tersenyum lebar, akhirnya. Akhirnya!

Separuh bersiul, Youngho melangkah ke arah dapur. Adrenalin yang tadinya memenuhi darahnya mulai menipis dan kini hanya rasa lapar yang tersisa. Semoga masih ada makanan di lemari esnya. Kalau tidak mungkin Youngho harus menahan lapar hingga esok pagi. Di kota kecil seperti ini rasanya pasti susah untuk melakukan pesan antar pada pukul sebelas malam.

"Youngho?" tanya Taeyong pelan dari arah sofa tempat ia tertidur. Suaranya berat, seperti layaknya seseorang yang baru terbangun dari tidurnya. "Sudah selesai?"

Ya Tuhan, Youngho sampai lupa dengan keberadaan Taeyong. Kalau sudah menulis ia memang suka lupa waktu. Youngho tidak tahan untuk tidak tersenyum lebar, mungkin ia terlihat super creepy sekarang tetapi bagaimana tidak, tidak hanya ia berhasil menyelesaikan novelnya, tetapi Taeyong juga kini berada di dekatnya, menemani Youngho sampai tertidur. "Hey, maaf aku membangunkanmu."

"Kamu lapar?"

Youngho sebenarnya merasa kasihan melihat mata Taeyong yang masih separuh mengantuk, tetapi perutnya rupanya berkehendak lain. Bersuara keras. Protes karena belum diisi apapun dari pagi. Youngho hanya meringis malu.

Tanpa berkata apapun, Taeyong mengangguk dan melangkah ke dapur. Ia menepuk bahu Youngho lembut. "Cuci mukamu, aku siapkan makan malam untukmu sebentar."

Tangan Taeyong mungkin hanya mampir ke bahu Youngho tak lebih dari dua detik. Tetapi rasa hangatnya masih terasa sampai Youngho akhirnya bergelung di dalam selimut pada saat fajar nyaris menjelang.


Di pojok ruangan kafe, Taeyong bernyanyi-nyanyi kecil. Nada asal yang entah kenapa terdengar imut dan lucu di telinga Youngho. Ia terlihat segar dan cerah. Dan tentu saja bahagia karena Taeil-hyung baru saja membawakan satu slice besar chocolate cake untuknya. Ekspresi Taeyong terlihat manis sekali.

"Hyung, you're so whipped."

Dari balik counter barista, Mark memutar bola matanya untuk kesekian kalinya karena jujur saja, Youngho memang terlihat bodoh dengan cengiran lebar yang tak kunjung hilang setiap ia berada di dekat Taeyong. "Mark Lee, please shut up."

"Dengar ya, aku senang Taeyong-hyung akhirnya bisa tersenyum lagi karena dirimu, tetapi ku mohon berhentilah menatap hyungku dengan tatapan penuh cinta seperti itu." Mark membuat ekspresi muak yang dilebih-lebihkan.

Youngho merasa beruntung Donghyuk sedang tidak bertugas pagi ini. Kalau tidak, pasti Youngho juga sudah habis jadi bahan ledekan mereka. Sebenarnya Youngho sangat sadar kalau ia memang terlihat seperti orang bodoh yang sedang kasmaran saat Taeyong berada di dekatnya. Rasanya cuma orang buta yang tidak bisa melihat betapa dalam rasa cinta Youngho pada Taeyong.

Orang buta, dan well, Taeyong sendiri.

Youngho menghela nafas. Memang mereka semakin dekat, Taeyong juga semakin nyaman dalam melakukan sentuhan-sentuhan kecil terhadap Youngho. Tetapi tetap saja. Bisa dibilang hubungan mereka masih sama. Lebih dari sekedar kenalan, tetapi bukan juga sepasang kekasih. Youngho sendiri tidak bisa berharap lebih.

Taeyong sudah terluka dalam. Meski Taeyong sudah terbuka padanya, meskipun hubungan mereka semakin dekat, tetapi itu bukan bukan berarti bahwa Taeyong telah menaruh rasa lebih terhadap Youngho. Lagipula, bukan hal yang baik juga bagi Taeyong untuk merajut suatu hubungan yang baru saat hatinya masih terluka dalam. Youngho tahu itu. Ia harus bersabar. Tetapi...

"Maaf, apakah anda John Seo?"

Youngho menoleh dan mendapati dua sosok gadis menatap wajahnya dengan penuh harap. Selama ia berada di Korea tidak banyak orang yang menyapa Youngho dengan nama pena nya. "Ya, itu aku," sahut Youngho dengan tersenyum.

Yang berambut panjang mengeluarkan pekikan gembira, "Ya kan. Kubilang juga apa!"

Di sebelah gadis itu, temannya sibuk menyikut pinggangnya dengan wajah yang memerah. "Ah maafkan teman ku Mr. Seo, tapi kami adalah penggemar berat karya-karyamu."

Penggemar? Rasanya aneh mendengar kata itu. Youngho sering tidak ingat, kalau ia pun sebenarnya bukan seorang penulis yang biasa-biasa saja. Novel debut Youngho cukup diakui oleh kritikus. Ada beberapa award yang juga sudah ia terima. Tetapi tetap saja, ia tidak menyangka kalau ada juga orang yang menyukai karyanya di Korea ini.

Kedua gadis itu tampak senang sekali dan mereka dengan malu-malu meminta Youngho untuk foto bersama. Aneh juga rasanya menjadi selebriti dadakan seperti ini. Setelah beberapa take akhirnya mereka mendapatkan foto yang pas. Rupanya si gadis berambut panjang memang penggemar Youngho. Ia mengeluarkan novel karya Youngho dari tasnya. Rasanya Youngho merasa sedikit tersentuh melihat buku itu yang tampak well worn and loved.

"Youngho, kopimu." Suara Taeyong yang pelan seolah menggema, memenuhi ruangan kafe yang sepi. Youngho menoleh dan mendapati Taeyong sudah berdiri di dekatnya. Ada secangkir kopi hangat di tangannya.

"Oh. My. God. Lee Taeyong-sshi!" Kali ini bukan si gadis yang berambut panjang yang berteriak, melainkan sahabatnya. Wajahnya terlihat histeris dan nyaris menangis. "Taeyong-sshi, aku penggemarmu. Syukurlah anda sehat."

Youngho langsung merasa khawatir karena walaupun Taeyong sudah mulai terbiasa untuk berada di tempat umum, tetapi bukan berarti ia cukup nyaman dengan keberadaan orang asing di dekatnya. "Nona-nona, ku mohon jangan terlalu ramai ya," Youngho tersenyum dan mengedipkan matanya. "Teman ku ini sedang liburan. Ia tidak ingin menarik perhatian siapapun." Ia bergeser ke arah Taeyong, berdiri di depannya, seperti seorang pendekar yang siap berperang demin tuannya.

"Author-nim, aku tidak menyangka kalau anda bersahabat dengan Lee Taeyong," ucap si gadis itu dengan wajah bersemu merah, matanya tampak berkaca-kaca. "Taeyong-sshi, aku lega sekali. Kami semua khawatir karena anda tiba-tiba menghilang."

Di luar perkiraan Youngho, Taeyong tidak terlihat terganggu dengan perhatian yang tiba-tiba diarahkan ke dirinya. Ia tersenyum dan tampak seperti seorang idol professional. "Maafkan aku telah membuat kalian khawatir," ucapnya lembut.

Gadis penggemar itu mulai tenang dan ia tampak benar-benar lega karena telah bertemu Taeyong. Youngho memperhatikan interaksi mereka dengan hati-hati. Merasa cukup lega karena Taeyong tampak tidak terganggu. Ia bahkan tidak menolak saat kedua gadis itu meminta mereka untuk foto bersama sekali lagi. Satu-satunya hal yang menunjukkan ketidaknyamanan Taeyong adalah dari cara jarinya sembunyi-sembunyi meraih lengan sweater Youngho.

Setelah beberapa saat kedua gadis itu akhirnya meninggalkan kafe. Untung saja pacar-pacar mereka sudah menunggu di depan kafe. Youngho menoleh ke arah Taeyong, "Baik-baik saja?"

"Ada kamu kan? Aku pasti akan baik-baik saja..." jawab Taeyong dengan senyuman di wajahnya, jemarinya masih terlilit di lengan sweater Youngho.

Youngho tidak berkata apa-apa tetapi ia memutar lengannya hingga jemari Taeyong kini berada dalam genggamannya. Taeyong tidak berjengit, sebaliknya ia menyusupkan jemarinya ke sela jemari Youngho, hingga mereka saling bertautan. Pelan tetapi pasti. Hati youngho terasa ringan. Paling tidak, apapun itu di antara mereka, adalah sesuatu yang tulus dan nyata. Lagipula Taeyong tampak manis sekali saat ini. Sudah terlambat bagi Youngho untuk tidak jatuh hati padanya.


Taeyong menggigit bibirnya. Sekali-kali ia mengernyit saat melihat feed dari social media yang sedang ia buka. Youngho memperhatikan ekspresinya dari balik uap hangat kopi yang ia sesap. Di luar hujan turun tanpa henti, udara terasa dingin, dan Youngho lega paling tidak Taeyong memakai kaus kaki untuk menghangatkan jemari kaki nya. Untuk sesaat tadi ia sempat khawatir karena pondok kecil yang ia sewa ini meskipun cukup terawat tetapi juga terlihat rapuh dengan dindingnya yang terbuat dari kayu.

"Apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Taeyong dengan wajah bersemu merah.

"Oh, tidak," Youngho sedikit malu, tertangkap basah sedang menatap wajah Taeyong. "Hanya saja... kemarin aku baru menyadari betapa terkenalnya dirimu."

"Apakah itu hal yang buruk?" tanya Taeyong, sebelum kemudian mencoba bersikap acuh dengan kembali memperhatikan layar telepon genggamnya. Tetapi Youngho dapat melihat kecemasan yang terlintas di wajahnya, dari cara ia memainkan lengan sweaternya yang terlalu panjang.

Bukan. Bukan hal yang buruk. Tetapi Youngho tidak tahu harus menjawab bagaimana, karena ia juga tidak ingin berbohong dengan mengatakan bahwa status selebriti Taeyong tidak akan memberikan komplikasi atas hubungan apapun yang mungkin terjadi di antara mereka. "Menjadi selebriti, atau kalau dalam situasi mu, menjadi sahabat atau kekasih seorang selebriti, menurutku bukan hal terburuk yang bisa terjadi pada seseorang."

"Ada kata tetapi di kalimatmu," kata Taeyong pelan.

Youngho mendekat ke arah Taeyong. Pemuda yang lebih pendek darinya bergeser untuk memberikan tempat. Youngho senang mereka berdua sudah pada tahap di mana mereka saling merasa nyaman dengan satu sama lain. Karena itulah Youngho tidak ragu saat ia meraih tangan Taeyong yang masih sibuk memelintir ujung lengan sweaternya yang kepanjangan. "Taeyongie, aku tak akan berbohong padamu. Ada banyak kerumitan yang menyertai statusmu sebagai selebriti itu. Tetapi orang yang menyukaimu, orang yang pantas untuk berada di sisimu adalah seseorang yang mau menerima dirimu apa ada nya. Selebriti atau bukan selebriti."

Taeyong masih berpura-pura sibuk dengan telepon genggamnya, tetapi Youngho bisa melihat bahwa ujung telinganya memerah. Taeyong sangatlah tampan, rasanya aneh kalau ia tidak terbiasa dengan pujian. Tetapi itulah yang terjadi. Imut sekali saat wajahnya memerah.

"Mempunyai kekasih seorang lelaki bukanlah hal yang mudah. Lebih mudah jika seorang lelaki menyukai seorang perempuan. Makhluk yang lembut, manis dan baik hati," bisik Taeyong, "Aku tidak seperti itu. Menyukaiku bukanlah hal yang mudah..."

Hati Youngho terasa pedih mendengar kata-kata Taeyong. Jika saja ia bisa kembali ke masa lalu, ia akan mencari Taeyong. Menemukannya dan memeluknya saat ia sedih, memberinya selimut saat ia kedinginan, dan menyemangatinya saat ia merasa sedih. Ia tidak bisa memutar waktu, tetapi Youngho belum terlambat. Tidak terlambat sama sekali.

"Hey, hentikan itu." Taeyong mendongak saat tangan Youngho menyentuh dagunya. Youngho menunduk hingga dahi mereka saling bersentuhan, "Menyukaimu itu mudah sekali. Kamu adalah sahabat yang baik, hyung yang perhatian, dan seseorang amat sangat pantas untuk disayangi... Jangan pernah melupakan hal ini."

Taeyong mengangguk pelan. Dari sedekat ini, Youngho dapat melihat bulu matanya yang lentik, bibirnya yang tampak terkelupas, kering akibat dinginnya musim gugur. Taeyong memang benar-benar tampan, Youngho seperti bermain dengan api.

Sudah lama sekali ia tidak sedekat ini dengan seseorang. Hubungan one night stand Youngho selama setahun terakhir dapat dihitung dengan jari. Sama seperti Taeyong, hati Youngho juga sedang mencoba untuk pulih. Ada ruang kosong yang masih ia coba untuk isi selepas kematian ibunya. Ada rasa jeri saat ia menyadari bahwa ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini. Tetapi kata-kata Taeyong, kehangatan Taeyong, kesemuanya telah meruntuhkan keraguan di hati Youngho.

"Aku mengerti," Taeyong menatap Youngho dan tersenyum. "Youngho, tetapi kamu juga... sekarang sudah tidak sendirian. Ada aku kan?"

Tanpa berkata apapun, Taeyong mengangguk dan melangkah ke dapur. Ia menepuk bahu Youngho lembut. "Cuci mukamu, aku siapkan makan malam untukmu sebentar."

Youngho sudah tidak lagi sendirian. Walau nanti hubungan mereka mungkin tak akan beranjak lebih, walau nanti mungkin mereka akan terpisah oleh lautan pasifik, Youngho tak akan sendirian lagi. Ia sudah memutuskan bahwa ia akan menjaga Taeyong di dalam hatinya. Bahwa Youngho akan selalu ada untuk Taeyong.

"Youngho..." Taeyong memajukan tubuhnya, tangannya meraih tengkuk Youngho. Lembut saat jemarinya menyelusup antara helaian rambut Youngho, menariknya lebih dekat, hingga hanya Taeyong yang ada di dalam mata Youngho. "Kiss me..."

Dan Youngho menciumnya. Tidak ada kembang api yang meledak dari balik kelopak matanya, tidak ada alunan biola yang mendayu. Hanya ada suara hujan dan Taeyong yang terasa hangat dalam pelukannya. Hanya terasa benar, seperti keping terakhir yang melengkapi puzzle yang belum selesai, seperti gelungan ombak yang mengalir ke samudra. Seperti rumah.

TBC


NOTES: /nyanyi/ Kiss Kiss Kiss kimi dake wo, kore kara mo mitsumeteitai. Akhirnya Johnyong ciuman! Nah next nya apa? Apakah mereka akan mulus-mulus aja? Ataukah akan terjadi sesuatu? Lalalala stay tuned

Oh iyaa maaf telat banget updatenya. Selain lagi sibuk banget, saya juga kena writers block lol, soalnya ga kayak biasanya ini fic ditulis tanpa mikirin plot dan ending. Beneran stuck tapi sekarang akhirnya udah nemu plotnya. Mungkin tiga chapter fic ini lagi selesai dan saya bisa lanjut ke fic johnyong selanjutnya. Mafia AU, yes. Who's with me? Ini efek nonton MV limitless versi Jepang. I instantly thinks about NCT as kkangpae or yakuza. Eh tapi mungkin ga juga. Kayaknya pingin bikin yang fluffy lagi next. CEO!Johnny sama bartender!Taeyong. Hmm, I'll probably write the Mafia AU in English tho

Anyway, makasih info-info dan referensinya. Akhirnya bikin twitter baru demi follow follow acct fan Johnny, Taeyong sama Johnyong :D Ah iya abang Johnny emang shipable banget, author juga soft lho sama JohnJae, so cute. Sayangnya saya type author yang satu writing, satu otp. Baca sih bisa tapi klo bikin fic dari otp second line rasanya susah banget lol. Yah tiap writer beda-beda sih ya /iri sama fic author yang gampang banget nulis/ Makasih udah baca fic ini, review ya kalau berkenan. See you next week, bye! /kiss kiss kiss/