Disclaimer: NARUTO © Masashi Kishimoto

Terinsiparasi dari ff Fallen Crown © LovelyDemon (dan saya sudah mendapatkan izin dari Author-nya)

.

Tittle : Is There Any Way?

Genre : Romance, Tragedy, Supranatural

Rating : M

Pairing : SasuNaru! Slight NaruSaku

Setting: AU/ Victorian Era – London, Inggris.

Summary: Naruto adalah pewaris tahta Duke Namikaze. Suatu hari dia difitnah atas kejahatan besar yang tidak pernah dilakukannya. Pada saat ia kehilangan segalanya, dia diselamatkan oleh Uchiha bersaudara yang merupakan pembuat racun paling mematikan di era Ratu Victoria. Akankah ia berhasil merebut tahta-nya kembali?

Warning! : AU, OOC, typo(s), maybe annoying,banyak kata2 kasar, dan kekurangan lainnya. Don't Like? Don't Read. Please Leave This Page.

Enjoy and Hope You Like It!

.

Chapter 1

.

'Ini tidak seharusnya terjadi~'

Anak itu akhirnya berhenti berjalan, ia hampir jatuh di atas tembok yang dingin, terengah-engah seperti ikan yang terlempar ke darat. Ia merasa kelelahan setelah berlari selama lebih dari satu jam dan ini tidak baik. Tubuhnya sudah melemah karena sebelumnya ia telah sakit selama lebih dari dua minggu; itu hanya berkat Servant Devil yang telah mengikat kontrak dengannya yang membuatnya masih bisa berdiri hingga sekarang.

Kini ia tidak bisa mendengar suara-suara para pembunuh bayaran di belakangnya lagi, jadi ia membiarkan dirinya istirahat sejenak. Visinya menjadi kabur dan dunia mulai berputar tepat di depan matanya. Ini benar-benar tidak baik.

Rasa sakit yang tajam menembus dadanya, ia akan jatuh jika tidak ada bayangan besar di belakangnya yang menahan tubuhnya, menghentikannya dari jatuh. Bayangan orange itu pun hilang secepat dia muncul dan ia pun bersandar pada dinding di belakangnya.

"Haa... haah..."

'Berapa lama lagi aku bisa bertahan sebelum roboh?' Anak itu bertanya-tanya dalam hati sebelum terbatuk-batuk keras. Ia kemudian melihat ke sekeliling. Rupanya ia masih menyusuri lorong gelap yang seolah-olah tak berujung ini, sebuah jalan rahasia yang berhasil ia temukan bulan lalu yang kini ia manfaatkan untuk melarikan diri. Ia bertanya-tanya berapa lama lagi ia harus berjalan sebelum akhirnya ia bisa melihat cahaya lagi. Sebenarnya sudah berapa lama waktu yang telah berlalu. Nampaknya lebih lama dari satu jam dan ia menyadari hal itu.

"Aku harus..." gumamnya pelan pada dirinya sendiri. Ia mendorong dirinya dari dinding dan mencoba untuk mulai berjalan lagi. Namun kakinya tidak bisa lagi menopang tubuhnya dan dia akhirnya collapse saat bayangan itu terlalu lambat untuk menangkap tubuhnya.

"Hah… maaf... Kurama," anak itu tertawa lelah, "Tebak aku tidak layak menjadi kontraktor mu, setelah semua."

Iblis itu terus menutup mulutnya sembari melihat ke sekeliling terowongan dengan mata merah meyala. Dia memang sengaja tidak mengeluarkan sedikitpn suara sehingga memungkinkan kontraktornya untuk beristirahat sedikit lebih lama sementara dia terus mengawasi. Kontraktornya berbau darah, keringat, dan asap. Berapa lama lagi sebelum tubuh manusianya yang lemah itu akan kalah perang dari tetap terjaga?

"Naruto, kau harus terus bergerak. Kalau tidak, kau akan kehilangan kesadaran dan kemudian kita berdua akan kacau."

"Aku tahu," komentarnya setelah merasakan kekhawatiran Servant Devil-nya. "Bagaimana Sakura?" remaja berambut pirang itu perlahan bangkit, ia terengah-engah dan setiap langkah yang ia ambil terasa seperti itu akan menjadi langkahnya yang terakhir sebelum ia runtuh lagi.

Tidak ada tanggapan dari Kurama, sementara yang ia rasakan sekarang hanya rasa sakit di dadanya.

"Ugh! Sakit sekali..." Naruto batuk lagi dan ia mengerutkan alisnya ketika ia merasakan ada rasa darah di lidahnya, "Apa yang terjadi padaku?" gumamnya pelan sambil terus berjalan, menggunakan dinding untuk bersandar. Servant Devil-nya menghilang lagi tapi ia masih bisa merasakan kehadirannya, berarti Kurama berada di dekatnya.

Kurama tahu bahwa kontraktornya—Naruto bukan tipe orang yang suka berbicara banyak mengenai dirinya sendiri dan ia sendiri jelas bukan pendengar yang baik. Namun dia diam setiap kali kontraktornya tersebut berbicara... mengetahui bahwa satu-satunya alasan Naruto begitu banyak bicara meskipun ia kelelahan adalah untuk tetap terjaga.

Pakaian anak itu sudah compang-camping, robek, berlumuran darah dan debu. Melihat kondisinya yang sekarang, siapapun tidak akan pernah menduga bahwa anak yang penuh luka bakar dan memar ini adalah Heir Duke Namikaze yang baru saja bertunangan dengan seorang putri bangsawan dari keluarga Haruno. Dia adalah putri bungsu, namun dia telah dipilih untuk menjadi heiress berikutnya karena Kakak perempuannya tidak tertarik untuk menjadi pewaris tahta.

Malam ini seharusnya menjadi malam yang paling membahagiakan untuk mereka karena secara resmi pada malam ini akan diumumkan sebagai hari pertunangan mereka. Namun semua persiapan yang sudah direncanakan sejak jauh-jauh hari itu tidak berjalan seperti yang direncanakan. Mansion yang telah Haruno Kizashi pilih hanya untuk acara pesta pertunangan puterinya ini kini telah terbakar habis menjadi abu. Banyak orang dibakar hidup-hidup. Itu adalah keajaiban Naruto bisa selamat. Ini semua karena Sakura bereaksi cepat. Sakura menarik Naruto menuju jendela terdekat saat atap mulai runtuh di depan mereka.

Naruto ingat Sakura yang menyeretnya menuju jendela sebelum mereka akhirnya melompat melaluinya. Saat itu punggungnya lah yang memukul tanah pertama kali, begitupula dengan Sakura tetapi kenapa dadanya terasa sakit begitu banyak?

"Sebenarnya, Minato dan Kushina merahasiakan sesuatu darimu. Yang membuatmu sakit selama dua minggu ini bukan sebuah penyakit seperti yang mereka berdua katakan, melainkan seseorang telah meracuni dirimu. Dan sepertinya malam ini… orang-orang di ballroom juga telah diracuni. Dengan kata lain, ada dua racun yang berbeda di dalam tubuhmu."

"APA? Lalu, mengapa aku masih hidup sampai sekarang?"

"Tentu saja itu berkat kemampuanku. Sayangnya, aku hanya mampu untuk memperlambat penyebarannya saja. Maaf memberimu kabar buruk, tapi kemampuanku bahkan tidak mampu untuk menyembuhkannya. Organ-organ fital mu telah terinfeksi."

"Begitu rupanya… jadi sejak awal aku memang sudah diincar?"

Naruto kembali teringat kejadian di ballroom, Keluarga Haruno menuduh keluarganya yang menyebabkan musibah ini.

"Itu pasti kesalahan mereka. Mereka lah yang telah mengatur rumah ini terbakar. Mereka tidak pernah ingin pertunangan ini terjadi, semua yang mereka butuhkan adalah alasan untuk mendapatkan kekuasaan Haruno di tangan mereka sehingga mereka bisa menyerang Ratu Victoria!"

"Untuk apa kami mencoba menggulingkan Ratu Victoria? Hanya karena Ayahku keturunan keluarga kerajaan, mereka sampai membuat kesimpulan seperti itu. Ini semua sama sekali tidak masuk akal. Jika memang Ayahku ingin berkhianat… sejak dulu keluarga kami pasti sudah dimusnahkan oleh 'Anjing Penjaga Ratu', bukan?" Naruto merenungkan keras gambaran dari apa yang telah terjadi beberapa jam yang lalu. Dan hal ini membuatnya bahkan lebih pusing. Ini tidak baik sama sekali.

"Ada lubang dalam rencana, cukup besar untuk memuat gajah di dalamnya," lanjut Naruto yang kemudian batuk lagi.

.

.

Sakura telah mencoba untuk membela dirinya, "Bahkan jika itu benar, Naruto tidak tahu apa-apa tentang ini!" ia berteriak, berdiri diantara dirinya dan Pamannya.

Haruno Kizashi sama sekali tidak terlihat, dan semua orang yang selamat tahu bahwa hal buruk telah terjadi pada dirinya dan juga Isterinya—Haruno Mebuki. Mereka berdua tidak selamat dari kebakaran. Selama ini sebenarnya Sakura selalu percaya pada pamannya; ia menyukai Pamannya lebih dari dia menyukai Ayahnya sendiri, dan ini adalah pertama kalinya Sakura tidak mendengarkannya perkataan Pamannya. Ini juga pertama kalinya kemarahan Pamannya diarahkan padanya. Dan sebanyak apapun gadis itu mencoba menyembunyikannya di balik wajah angkuhnya, keberanian dan kebanggaan dirinya… Naruto bisa melihat bahwa Sakura sebenarnya menggigil dalam ketakutan dan air mata di matanya bahkan siap untuk tumpah membasahi pipinya. Rambutnya berantakan, gaun indah yang telah Yamanaka Ino pilihkan untuknya kini sudah compang-camping, bernodakan darah dan debu.

"Semua anggota keluarga Namikaze baru saja membuktikan kepada kita malam ini bahwa mereka adalah pendusta yang baik. Apa yang membuatmu begitu mempercayai orang ini?"

'Apa maksud dari ini semua? Sebenarnya apa yang terjadi pada Ayah Naruto?'

"…karena aku mengenal tunanganku dengan baik!" Sakura berteriak, "Aku hanya akan membawa aib untuk keluarga jika calon suamiku adalah seorang pembohong! Jika dia bukan orang baik, aku tidak akan pernah ingin menikahinya!"

Ini adalah pertama kalinya Sakura berbicara seperti itu. Sakura membenci pernikahan, terutama pernikahan antar kaum bangsawan. Baginya pernikahan antar bangsawan itu omong kosong karena tidak ada cinta di sana. Di sana hanya ada kisah yang semu. Mengatasnamakan pernikahan hanya untuk memperluas daerah kekuasaan. Untuk waktu yang lama, ia bahkam membenci Naruto juga karena alasan ini sampai akhirnya ia mengenalnya dengan baik.

'Jika itu adalah kau Naruto... maka aku tidak keberatan menikah dengan seorang bangsawan,' Sakura mengakui dalam hati.

"Kau sudah membawa aib pada rumah tangga Haruno, gadis bodoh!" Salah seorang anggota keluarganya yang lain berteriak, "Kau bodoh karena berpihak pada Earl Haruno dan para pengkhianat itu. Aku yakin, Kizashi juga sudah merencanakan hal ini karena dia adalah sahabat Namikaze Minato."

"Kizashi? Namikaze Minato? Jadi sekarang kau sudah berani memanggil mereka tanpa gelar kehormatan?" gadis itu tertawa angkuh, "Ayahku masih belum muncul! Selama kami belum tahu pasti bahwa Ayahku sudah mati, aku menolak untuk mendengarkanmu! Dan jaga ucapanmu tentang Duke Namikaze! Kau bisa dipenjara karena telah menghina anggota keluarga kerajaan."

"Sakura, jangan mencoba berbohong kepada diri sendir—" Kakak perempuannya berkata pelan.

"Ayah kita baik-baik saja! Dia akan muncul tidak lama lagi dan aku akan melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa dia dan Ibu baik-baik saja!"

"Sakura..." kata Naruto.

"Diam! Kau menjijikkan Namikaze!" anggota keluarga Haruno yang lain berteriak padanya.

"Kau pikir kau siapa? Berani sekali kau pada putera Duke Namikaze?!" Sakura kini telah menuding pada orang yang baru saja berbicara itu, "Dengarkan baik-baik! Aku akan membunuh siapa saja yang berani datang dan mendekat pada Naruto!" ancam Sakura, dan untuk membuktikan kata-katanya dia kini telah memanggil Servant Devil-nya, sosok Iblis dengan wujud Kucing raksasa berekor dua. Servant Devil itu mengangkat senjatanya, siap untuk menyerang.

Sakura tidak harus melindungi Naruto lama, "Tuan muda!" Nona Yugito berlari keluar dari kerumunan kecil yang selamat; Sakura terlalu terfokus pada anggota keluarnganya sehingga ia tidak memperhatikan wanita itu sama sekali.

Yugito meraih pergelangan tangan tuan mudanya dan menyeretnya menjauh dari gadis itu. Tentu saja Naruto protes, dia tidak pernah ingin meninggalkan Sakura seperti itu!

"Apakah anda lebih suka jika saya menjelaskan kepada Nona jika Kakaknya meninggal karena ia keras kepala, ingin membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah?"

"Naruko baik-baik saja?"

"Lady Naruko sudah pergi dengan butler pribadinya."

.

.

Berpikir tentang hal itu, Naruto kini menyadari bahwa kepala maid-nya tersebut telah berbohong. Hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi dengan Adiknya yang berharga. Semua yang ia harapkan hanyalah bahwa Adiknya keluar dari api dengan selamat.

"Hah, aku tidak bisa berjalan lagi..." gumam Naruto lemah sementara batuk lebih banyak darah. Seluruh tubuhnya sakit. Ini tidak baik, dia akan pingsan di terowongan gelap ini. Apakah mereka bahkan menemukannya?

Naruto hanya terus berjalan bahkan tidak mencoba untuk melihat ke arah mana ia akan pergi.

"Mungkin aku hanya berjalan berputar-putar... semuanya tampak sama setelah semua," ia mendesah, "Apakah kau berpikir aku bisa melihat cahaya matahari lagi?" ia kemudian bercanda; "Yang pasti terdengar dramatis... tidakkah kau berpikir begitu Kurama—" dia batuk lagi, lebih banyak darah menetes ke bawah dagunya. "Ini mungkin adalah hari terakhirku," Naruto bersandar ke dinding lagi karena tubuhnya terasa berat,

"Mereka datang!"suara menakutkan berbisik di benaknya.

"Apakah itu Akatsuki?" ia bertanya pelan, membiarkan tubuhnya meluncur ke bawah dinding, diam-diam memerintahkan Servant Devil-nya yang mengambil wujud Rubah berekor sembilan tersebut untuk menutup matanya agar tidak ada cahaya merah meyala yang menarik perhatian para pembunuh bayaran tersebut. Kini segalanya berubah gelap dan Naruto hanya diam. Menunggu Akatsuki untuk mengejar ketinggalan dengannya.

"Aku baru saja berpikir bahwa kau tidak akan menyerah tanpa perlawanan, Nak!" Konan mendesah, dia melambat ketika ia melihat Naruto duduk di atas tembok yang dingin, jujur... dia tidak pernah berpikir untuk melihat anak remaja ini menyerah begitu saja.

Wanita muda itu benar-benar tumbuh menyukainya. Beberapa jam yang lalu, ia telah berbicara dengan Naruto di ballroom dan juga mendengarkan lelucon saudara sepupunya, Menma. Konan masih mengenakan gaun hitam indah yang sama yang ia pakai di pesta meskipun itu tidak lagi tampak indah seperti awalnya, sebuah jubah merah menyembunyikan sebagian besar gaun tersebut, tapi Naruto bisa melihat wanita itu menderita juga. Namun dia di sini sekarang, mengikuti perintah Paman Sakura seperti pelayan yang setia.

"Aku terlalu lelah," Naruto menjawab dengan jujur, bernapas berat. Ia merasa lega bahwa itu Konan yang menemukannya. Mereka sudah saling mengenal cukup lama. Konan mungkin bisa membantunya meyakinkan Sasori—Paman Sakura bahwa pasti ada beberapa kesalahpahaman.

"Kalau begitu, membawamu untuk kembali ke sana tidak akan sulit," Konan berbicara dengan tenang sambil mengulurkan tangannya kepada Naruto.

Naruto menatap tangan Konan sebelum menerimanya dan membiarkan wanita itu membantunya berdiri.

"Bagaimana dengan Sakura?" ia kemudian bertanya pelan dan menangkap Konan mendesah panjang.

Mata Konan menjadi tampak sayu ketika berpikir tentang Sakura, "Seperti biasa, kau lebih khawatir tentang orang lain padahal seharusnya hidupmu sendiri yang perlu dikhawatirkan..." dia tahu kalau Naruto memang orang yang baik dan dapat dipercaya sehingga dia mendesah untuk kedua kalinya. "Ada racun di beberapa makanan dan juga wine, Lady Haruno... makan banyak di pesta. Dia mungkin sedang menderita sekarang."

"Wine?"

"Ada apa? Kau juga minum wine itu?" tanya Konan.

"Kau tahu, aku tidak melakukannya," Naruto kemudian berbicara lagi, "Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti ini! Aku tidak tahu apapun tentang ini—" ia ingin melihat Sakura dan dia mulai batuk lagi.

Konan menatapnya dengan mata membesar karena kaget. "Jadi kau memang meminum wine itu juga?"

'Anak ini— anak kecil dan lemah ini yang nyaris tidak tahu bagaimana melindungi dirinya sendiri... beberapa kali aku melihatnya berusaha untuk melindungi orang lain, berusaha melindungi Nona Sakura... tidak ada alasan untuknya melakukan semua ini. Dan aku yakin, dia memang tidak tahu apa-apa tentang ini…'

"Aku tahu. Aku percaya padamu," Konan kemudian mengangguk dan melirik bahunya ketika mendengar suara langkah kaki. Beberapa meter di belakangnya berdiri dua anggota Akatsuki lainnya.

"Kerja bagus, Konan! Cepat bawa anak itu kemari dan segel kekuatan Iblisnya agar dia tidak bisa melawanan!"

"Pergilah Tuan Muda!"

"Eh?"

"Kubilang, aku membiarkanmu pergi!"

Konan bertindak cepat, ia memanggil Servant Devil-nya—Leon.

Singa albino besar berdiri di antara dua anggota Akatsuki lain, Konan, dan Naruto. Konan sendiri berdiri di depan Naruto, membela dirinya.

"Konan-"

"Pergilah, Nak!" katanya tegas, "Kau tidak akan bisa merebut tahta-mu kembali jika kau mati di sini!"

"Konan, kau akan digantung untuk ini, dasar pengkhianat!" salah satu anggota Akatsuki berteriak.

"Tidak akan, jika kalian berdua tidak dapat memberitahu siapa pun," Konan menyeringai.

"Leon!" Wanita itu berteriak kemudian mendorong Naruto pergi. "Pergi!"

Untuk kedua kalinya Naruto tampak ragu tapi kemudian ia mengangguk dan lari. Naruto berlari secepat yang ia bisa. Ia mengambil napas dalam-dalam, untungnya Kurama memperigatkannya bahwa di depan ada anak tangga… kalau tidak, ia mungkin akan jatuh dan berguling-guling di tangga tersebut.

"Sebenarnya seberapa jauh lagi aku harus pergi, Kurama?" ia merenungkan hal tersebut sembari berlari menuruni tangga.

"Kenapa? Kau sudah tidak kuat lagi?"

.

.

"Wah, sepertinya mereka sibuk sekali hari ini. Apakah ada anak-anak jalanan yang mencuri lagi? Aku benar-benar benci era Victoria, mereka tidak memperhatikan rakyatnya," Uchiha Sasuke berkata sambil meminggirkan kudanya saat beberapa orang penjaga menyuruh mereka untuk minggir.

"Bukan. Mereka sedang mencari Pewaris Duke Namikaze," Kakaknya, Itachi menjawab. Kuda mereka membawa semua barang-barang sehingga mereka tidak duduk di atasnya.

Orang-orang berkumpul di sekitar untuk menonton salah satu penjaga memukuli seorang pemuda yang tengah bercanda tentang 'Namikaze memulai perang baru'.

"Hari kerja telah usai, seharusnya menuju rumah adalah pilihan terbaik tapi mereka malah bercanda!" lanjut Itachi.

"Ah benar juga, rumor mengatakan mereka meracuni Lady Haruno setelah semua!" Sasuke mengangguk. "Aneh... aku tidak ingat ada seorang pun dari keluarga Namikaze yang datang kepadaku."

"Jangan mengatakan hal itu dengan suara keras!" Itachi menghela napas, jujur ia kelelahan dan hanya ingin pulang ke rumah. Jika salah satu penjaga menangkap Sasuke yang membicarakan tentang mereka yang menjual ramuan illegal, mereka berdua pasti akan berada dalam kesulitan.

"…tapi itu benar," kata Sasuke dengan nada geli.

Mereka telah mencapai perbatasan kota London saat itu, setelah mereka berangkat dari sebuah pedesaan, di mana mereka memiliki sebuah rumah kecil dengan taman yang cukup besar untuk menumbuhkan tanaman-tanaman herbal dan sayuran untuk mereka sendiri. Semenjak Sasuke pandai membuat racun, yang tentu saja dijual secara ilegal, cara terbaik untuk menumbuhkan tanaman yang mereka butuhkan tanpa terlalu banyak menyita perhatian yang tidak diinginkan adalah dengan membuka apotek. Jika bukan karena ide Itachi tersebut, mereka pasti sudah tertangkap sekarang. Sebenarnya Itachi tidak menyukai apa yang Adiknya lakukan, tapi dia tahu bahwa mereka membutuhkan uang untuk bertahan hidup. Artinya apapun akan mereka lakukan, jika mereka tidak ingin hidup di jalanan lagi.

"Jadi, kau mengakui bahwa itu adalah racun buatan mu?" Itachi kemudian bertanya.

"Tentu, karena aku tahu pasti seperti apa efek racunku sendiri… juga bagaimana gejala-gejala yang diderita korbannya."

"Masih bisa bertahan hidup setelah terinfeksi oleh racun mu, aku benar-benar terkesan. Gadis yang hebat, Lady Haruno itu."

"Untuk berpikir racun ciptaan ku begitu terkenal hingga digunakan pada rumah tangga bangsawan dan anggota kerajaan, itu adalah suatu kehormatan besar."

"Apakah ini tidak keterlaluan? Kau harus tahu batasannya, Sasuke!" Itachi memelototi Adiknya.

"Itu kesalahan mereka sendiri," Sasuke mengangkat bahu sambil tersenyum geli. "Kaum bangsawan selalu memandang rendah anak-anak seperti kita," dia bersenandung. "Kau membenci mereka juga, kan, Kakak?"

Tentu saja Itachi membenci mereka karena mereka membuat kehidupan saudaranya seperti di neraka. Itachi menutup mulutnya atas pertanyaan Sasuke, tapi kebenaran tertulis di seluruh wajahnya.

"Yappari… kau memang sangat menyayangiku, Kak! Aku terhura!"

Itachi mendesah mendengar ucapan Adiknya, kemudian ia memilih untuk menatap ke langit.

"Nampaknya akan hujan lagi."

"Ya, telah hujan selama seminggu penuh," Sasuke mengangguk. "Itu tidak mengejutkan."

"Ah, kau tadi mengatakan… tidak ada seorang pun dari keluarga Namikaze membeli racun darimu? Bagaimana kau begitu yakin bahwa mereka tidak bersalah? Mereka bisa saja menyuruh orang lain untuk membelinya agar nama mereka tetap bersih? "

Sasuke mengangguk, "Aku tidak pernah mengatakan jika aku berpikir bahwa mereka tidak bersalah."

Itu tampaknya menjadi akhir dari perbincangan mereka karena kini kedua bersaudara tersebut hanya diam. Mereka berjalan bersama. Itachi mulai berpikir tentang apa yang akan ia siapkan untuk makan malam nanti, sementara pikiran Sasuke entah ke mana.

Itu tenang untuk waktu yang lama. Berjalan pulang dengan berjalan kaki dari London ke rumah mereka membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit, namun kedua pemuda itu tidak tampak terganggu oleh keheningan sama sekali.

Hari ini Uchiha bersaudara meninggalkan pekerjaan mereka sedikit lebih awal. Biasanya apotek mereka akan tutup sekitar pukul 22:00. Namun hari ini mereka harus pulang cepat untuk meracik resep baru.

Di jalan menuju rumah mereka, ada sebuah bangunan kecil, pintu bangunan tersebut telah menghilang sejak lama sehingga tangga yang melalui terowongan bawah tanah itu jelas terlihat. Terowongan tersebut terhubung menuju kediaman Haruno, Namikaze, dan Kerajaan Inggris. Menurut rumor, terowongan tersebut digunakan dalam perang ratusan tahun silam untuk menyelundupkan orang dan senjata dari satu negara ke negara lain. Namun terowongan tersebut sudah tidak pernah dipakai lagi dalam waktu yang lama, meskipun mereka tidak akan terkejut jika Ratu Victoria akan memerintahkan para prajuritnya untuk mulai menggunakannya lagi.

Mereka berdua tidak pernah membayangkan bahwa seseorang akan benar-benar berjalan keluar dari gedung, pakaian yang dikenakannya sudah compang camping, penuh debu dan darah, batuk begitu keras seolah ia tidak bisa napas.

"Sasuke!" Itachi memperingatkan Adiknya untuk memperlambat kuda, alasannya bukan karena orang itu nampak berbahaya atau mengancam seseorang sama sekali, sebaliknya orang itu lebih terlihat seperti seseorang yang sedang membutuhkan bantuan. Ia bahkan tidak melihat Uchiha bersaudara.

"Ah..." Itachi berusaha memanggil anak itu, tapi ia tidak akan pernah mendapat jawaban karena anak itu tak lain adalah putera Duke Namikaze yang tubuhnya sakit akhirnya menyerah. Anak itu mencoba menahan jatuhnya yang sulit dengan tatapan tidak fokus... pada akhirnya ia pingsan dan semua cahaya padam begitu ia menyentuh tanah.

"Oh My God!" Sasuke bergumam geli. "Ini hujan…" ia kemudian mengangkat tangannya. Tetesan pertama jatuh tepat di atas kepala kuda putihnya sebelum diikuti oleh tetesan yang lebih banyak lagi.

Naruto akhirnya collapse di jalan berlumpur dengan hanya dua orang asing untuk merawatnya.

oOOo

.

.

Ketika Uchiha Itachi hanyalah seorang anak kecil dan lemah yang tumbuh di jalanan, ia ingin bergabung dengan Royal Guard. Dia ingin memakai seragam merah baja agar bisa melindungi orang-orang. Dengan uang yang akan ia dapatkan dari pekerjaan tersebut, ia bisa membeli rumah besar untuk dia dan adiknya. Ia ingin Adiknya hidup dalam kenyamanan. Alasan kehidupan Itachi berubah menjadi seperti di neraka adalah karena Ibunya tidak tahan melihat Sasuke yang terlahir dari hubungan gelapnya dengan seorang bangsawan. Dan karena Itachi terlihat sangat menyayangi Adiknya, Ibunya pun mencampakkannya juga. Merasa stres atas perlakuan orang-orang yang akhirnya mengetahui hubungan gelapnya dengan seorang bangsawan, membuat wanita itu mencampakkan kedua bersaudara tersebut di jalanan saat usia mereka masih sangat muda; itu adalah keajaiban bahwa keduanya bahkan berhasil bertahan hidup hingga sekarang.

Selama hidup di jalanan, mereka berdua berkali-kali hampir mati karena kelaparan dan musim dingin adalah musim terberat untuk mereka. Ibu mereka telah ber-delusi dan mungkin meninggalkan mereka adalah yang terbaik untuknya. Itachi tidak ingin Ibunya menjadi gila karena tidak tahan dengan rasa malu. Itachi bahkan tidak bisa mengingat seperti apa wajah Ibu mereka.

Itachi menyerah pada mimpinya menjadi bagian dari Royal Guard ketika dia remaja, cukup tua untuk menyadari bahwa orang-orang memandang rendah mereka karena mereka adalah tikus jalanan. Orang-orang suka sekali memanggil mereka seperti itu karena di mata mereka orang-orang yang hidup di jalanan adalah sampah. Terkadang, mereka bahkan dipanggil anak pembawa sial.

.

"Alasan mengapa Negara ini tampak suram adalah karena Ratu membiarkan tikus-tikus pembawa sial itu hidup. Seharusnya orang-orang tidak berguna seperti mereka dibunuh saja!" Salah seorang bangsawan tingkat bawah pernah berkata kepada mereka seperti itu, setelah Itachi tak sengaja menabrak mereka usai mencuri Roti dari sebuah toko. Dengan Sasuke menangis dalam pelukannya, ia melindungi Sasuke dari para penjaga yang hendak memukul mereka tanpa belas kasihan.

"Mungkin matahari akhirnya akan bersinar lagi setelah kita membunuh semua anak-anak pembawa sial itu," salah satu dari mereka mengatakan dengan ekspresi mengejek di wajahnya saat ia menendang Itachi sekali lagi.

"Kalian semua adalah seorang pengecut," sebuah suara berbicara pada kerumunan kecil itu.

"…bahkan, ada orang-orang bodoh yang sama sekali tidak ingin membantu seolah mereka sedang menonton pertunjukkan sirkus."

"Apa?" Semua orang kini telah melihat ke sumber suara pada saat yang sama. Para penjaga yang tak bertanggungjawab tersebut bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk mencabut pedang mereka dari sarungnya.

"Apakah kalian pernah berpikir tentang apa yang terjadi ketika orang-orang yang disebut anak-anak pembawa sial tumbuh?" Seolah-olah suara itu datang dari mana-mana, yang memenuhi gang gelap dengan nada mengejeknya.

Itachi ingat sosok gelap yang menjulang di atas mereka. Bayanganya mengambil semua cahaya di gang yang membuatnya sangat gelap. Itachi bahkan ingat suara baja memotong daging manusia. Itu berdering melalui telinganya saat salah satu dari tiga penjaga yang memukilinya dan Sasuke jatuh dengan wajah pertama kali ke dalam lumpur, "…karena setelah bertahun-tahun berjalan berkeliling dengan dendam ini... tahun-tahun penuh penghinaan, rasa sakit, ketakutan… mereka tumbuh menjadi kuat--" Kini penjaga yang lain telah jatuh di tanah juga, tersedak darahnya sendiri ketika pedang itu menembus lehernya, matanya pun melebar karena shock.

"Dan mereka akan mengingat nama-nama orang-orang yang pernah mempermalukan mereka!"

"A-anda…" Itachi berhasil mengeluarkan suara walaupun dengan terbata-bata.

"Sebut saja aku iblis bermata merah! Apakah salah satu diantara kalian mau mengikat kontrak denganku?"

.

.

"Itachi..."

Itachi mendongak, matanya teralihkan dari Koran yang baru saja selesai ia baca. Ia baru saja membaca artikel tentang api besar yang melahap selama pesta pertunangan. Tujuannya adalah membuat pernikahan antara putra Duke Minato Namikaze dan putri bungsu Earl Kizaki Haruno, berakhir dalam kekacauan. Sebenarnya berita tersebut tidak menarik perhatianya sama sekali, toh itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya. Setidaknya itu yang Itachi pikirkan sebelum ia mengenali wajah remaja laki-laki yang tidur di kamar kosong mereka. Yah, Itachi pikir dia telah mengenalinya atau mungkin dia salah? Karena walau bagaimana pun terasa aneh bila ada putra bangsawan yang kini tinggal di rumah sederhana mereka.

"Ada apa Sasuke?"

"Dia muntah lagi," Sasuke mendesah.

Itachi mengangguk dan segera bangkit, "Aku pikir kau suka melihat hal semacam ini?"

"Aku ingin melihat efek dari racun ciptaanku, ya. Tapi kau tau Itachi, aku tidak ingin tanganku menjadi kotor oleh darahnya. "

Sepasang mata onyx itu menyusuri ruang kecil di depannya. Ini adalah kamar cadangan dengan hanya lemari kecil, tempat tidur dan meja di dalamnya. Mereka memang sengaja mengosongkan kamar ini karena anak tetangganya sering mampir ke rumah mereka dan terkadang menginap selama beberapa hari. Amy tidak pernah menjadi penggemar tempat yang menonjol, sehingga Uchiha bersaudara tidak pernah benar-benar menempatkan sesuatu di dalamnya, kecuali Amy sendiri yang meminta untuk itu. Dan Amy bukan tipe orang yang banyak meminta. Dia suka membantu Sasuke di kebun, dan orangtuanya juga tidak keberatan selama putrinya tidak berbuat hal yang macam-macam dengan kedua pemuda itu. Lagipula, Amy hanya menganggap kedua pemuda itu sebagai Kakak. Amy sudah cukup lama tidak datang kemari untuk berkunjung; mungkin dia akhirnya menemukan seorang pacar?

Itachi menghela napas, membersihkan mulut Naruto dengan kain lembab. Anak itu sedang tidur lagi; ada saat-saat di mana dia akan membuka matanya untuk waktu yang singkat sebelum ia kehilangan kesadaran sekali lagi. Mungkin dia lelah. Pada waktu singkat dia akan sadar, baik Itachi maupun Sasuke... keduanya telah mencoba untuk berbicara dengannya, tetapi biasanya anak itu hanya menggumamkan sesuatu yang tidak jelas sebelum menutup matanya lagi. Mereka bahkan tidak akan terkejut jika anak itu bahkan tidak menyadari bahwa ia terjaga, mungkin dia hanya menganggap bahwa segala sesuatu hanyalah mimpi aneh yang disebabkan karena demam. Mereka cukup beruntung bahwa mereka setidaknya bisa memberikan sedikit air minum sebelum dia tertidur lagi. Makan itu cerita yang sama sekali berbeda... kapan terakhir kali ia makan sih?

"Mengapa kau begitu peduli pada anak ini?" Sasuke bertanya pada Kakaknya dengan suara datar sementara ia bersandar di pintu.

"Tidak juga," jawabnya dingin.

"Lalu, kenapa kau membawanya ke tempat ini? Kau bahkan mengalami cedera ketika Servant Devil anak itu mencoba menyerangmu. Jika bukan karena Raven, kau mungkin sudah—"

"Aku hanya berpikir bahwa tidak ada salahnya untuk membantunya. Aku hanya ingin menolong orang yang sedang dalam kesulitan."

"Dengar Itachi, kita mungkin tidak akan bisa mengobatinya. Keduanya memang racun ciptaanku. Sayangnya, untuk racun yang pertama itu sudah terlambat. Racun itu sudah menyerang organ dalamnya, menyebabkan kerusakan internal fungsi organ… bahkan meskipun aku adalah seorang jenius—"

Itachi berbicara dengan tenang tanpa berbalik menghadap Adiknya. "Setidaknya kita memiliki lebih dari cukup obat buatan tangan di tempat ini."

"Meskipun demikian, aku tidak yakin dia bisa hidup berapa lama lagi. Mungkin kurang dari satu tahun. Nah, karena dia membuat kontrak dengan Servant Devil, mungkin jika beruntung… dia bisa hidup lima tahun lagi. Lagipula, status kita sebagai penjual obat hanya untuk menutupi 'rahasia besar' kita, kau sendiri tahu itu. Sampai Ratu membutuhkan kita lagi."

"Kau tampak tidak senang, Sasuke? Atau sebenarnya kau mengkhawatirkan anak ini?"

"Khawatir? Yang benar saja! Aku bahkan tidak mengenalnya!"

"Kita berdua bekerja 'di bawah tanah' atas perintah langsung dari Ratu Victoria. Namun aku menyadari satu hal, mereka membuatnya agak jelas. Mereka tidak ingin kau untuk kembali setelah kesalahan yang kau buat."

"Kau sendiri mengikat kontrak dengan Raven~" Sasuke mengabaikannya, ia memelototi Naruto yang kini wajahnya penuh dengan keringat dingin dengan bibir yang nampak membiru. Itachi menyeka semua keringat tersebut dengan kain basah.

"Aku yakin dia akan memarahimu sekarang, mungkin menyesal karena dia sudah mengikat kontrak denganmu!" Sasuke memiliki ekspresi lelah di wajahnya.

"Sasuke-"

"Kau harus melakukan sesuatu tentang kebiasaan mengerikan mu ini," cukup sering Sasuke menjadi jengkel akibat kelakuan Kakaknya, dan ini bukan kali pertama mereka bertengkar karena sesuatu. Namun ini pertama kalinya mereka bertengkar karena seseorang.

Mereka telah dididik untuk menjadi seorang pembunuh berdarah dingin, menjadi Anjing Penjaga Ratu. Keduanya sudah terbiasa untuk meninggalkan seseorang yang terluka sendirian. Namun Kakaknya seolah sudah lupa dengan jati dirinya sebagai seorang pembunuh bayaran, ia kini telah menjadi lebih baik... Itachi hampir tidak pernah mengedipkan mata ketika mereka berjalan di sekitar ibu kota yang penuh dengan orang-orang miskin, sakit, tua, muda... ia berjalan melewati mereka dan mengabaikan permohonan mereka. Namun apa yang membuat remaja ini begitu istimewa?

'Anak manja ini?'

"Pada akhirnya, itu akan menjadi pisau yang membunuhmu, Kak."

Sasuke menarik napas dan mendorong dirinya dari pintu, gerakannya elegan. "Aku akan mengunjungi Amy. Bersenang-senanglah dengan mainan baru mu!" Sasuke tertawa ringan, melambaikan tangan dan kemudian meninggalkan ruangan.

Itachi merasa lelah, Sasuke benar. Itu memalukan untuk mengakui bahwa ia sebagai Kakak selalu menemukan cara untuk membawa nasib buruk pada mereka, tapi itu adalah kebenaran. Dia tidak begitu peduli tentang orang-orang yang bisa menikamnya di belakang setiap saat. Apa yang membuat anak ini berbeda?

"Aku bisa saja membunuhnya dengan tanganku sendiri sekarang juga. Setidaknya itu lebih baik. Aku bisa mengakhiri penderitaannya. Sasuke akan menjadi satu-satunya orang yang mengetahuinya... dia bahkan tidak akan keberatan, jutru sebaliknya.. dia pasti akan merasa senang dan lega."

Ada ramuan di gedung belakang kebun mereka, semua yang harus ia lakukan adalah pergi mendapatkannya. Tidak ada salahnya jika anak ini mati lebih cepat, sama sekali tidak... dia akan dibebaskan dari semua penderitaan dan rasa sakit ... racun pada tubuhnya sudah mengambil sebagian besar kehidupannya, itu sebuah keajaiban dia masih bernapas.

"Begitu muda, apa dia empat belas? Lima belas? Dia agak kecil, tapi ketika kami membawa dia ke rumah ini, Sasuke dengan mudah mengetahui bahwa anak ini telah diracuni... tentu saja ia langsung tahu karena itu adalah racun yang dibuatnya sendiri. Sasuke mengenali gejala-gejalanya dengan baik."

Itachi menghela nafas lagi.

"Racun pertama adalah racun yang tidak langsung membunuh korbannya. Racun ini akan membunuh korbannya secara perlahan. Orang awam hanya akan mengira bahwa ini adalah sebuah penyakit yang belum ada obatnya, bahkan belum diketahui namanya. Tidak membunuhnya secara langsung tapi menimbulkan rasa dingin yang tak biasa. Selain itu… dia akan mudah lelah dan pusing juga mengalami masalah pencernaan. Dan menurut Sasuke, dia punya racun itu dalam sistem tubuhnya selama lebih dari dua minggu. Lalu racun yang satu lagi, bahkan bisa membunuh Knights kerajaan yang sudah sangat terlatih. Untungnya menurut Sasuke, hanya sedikit yang ia konsumsi malam itu. Sasuke bahkan punya obat penawarnya. Entah ini adalah suatu keberuntungan atau hanya kebetulan?"

Itachi merasa penasaran, sebenarnya siapa orang yang telah mencoba untuk membunuh anak ini? Apa orang itu tidak lelah melihat targetnya yang memiliki kemauan yang kuat untuk hidup? Anak ini telah berjuang melawan ini semua selama berminggu-minggu sekarang, kemauan untuk hidupnya sangat kuat... bagaimana bisa ia mengambil nyawanya semudah itu?

Itachi menghela napas lagi... ia benar-benar idiot.

oOOo

.

.

Terdengar jeritan penderitaan yang tak tertahankan. Seorang gadis dengan rambut peach panjang meledak dalam tangis, sementara seorang wanita muda berambut pendek mencoba menenangkannya.

"Para dokter telah mencoba segalanya, mereka tidak tahu apa jenis racun itu," Lee keluar dari ruangan sang putri bungsu; Haruno Sakura tengah kesakitan setelah mereka berhasil melarikan diri dari api itu. Sekarang sudah tiga hari berlalu sejak kejadian na'as itu. Mereka telah mencoba segalanya, tapi tidak ada seorang pun yang bisa mengambil rasa sakit itu pergi. Dan Sasori tidak begitu banyak membantu. Ia masih tidak bisa mengampuni Sakura yang lebih berpihak pada pengkhiantat, Naruto Namkikaze. Jika keponakannya tidak menghalangi mereka, mungkin mereka sudah menangkapnya dan ia bisa mengancam Naruto untuk memberitahu mereka apa jenis racun yang dimasukkan ke dalam wine yang Sakura minum, juga yang dimasukan ke dalam makanan yang dia makan.

"Di mana dia?" Sasori muncul di kamarnya tanpa mengetuk pintu, tepat pada saat Sakura tengah batuk darah. Gadis itu sudah sangat lemah karena kehilangan darah, kulitnya sekarang sepucat salju, bibirnya ungu dan mata green emerald-nya memerah... jika hal ini terus berlanjut, para dokter khawatir bahwa Sakura mungkin tidak akan bisa bertahan hidup hingga akhir minggu ini. Sakura telah menggigil dari ujung kepala hingga ujung kaki namun dia tidak ingin ada selimut, mereka membuatnya terlalu panas. Kemudian tiba-tiba ia membutuhkan sepuluh lapis selimut karena terlalu dingin.

"Di mana pengkhianat itu? Kau seharusnya tahu karena Servant Devil kalian terhubung," Sasori bertanya dengan suara monoton, tatapan matanya dingin sambil menatap keponakan favoritnya.

Tayuya, Kakak Sakura selalu membenci Pamannya dari lubuk hatinya untuk waktu yang lama karena suatu alasan, sementara Sakura selalu menyukai Pamannya. Dia suka menggoda Pamannya bersama dengan Ibunya, sementara Tayuya menghindar dan menjauh dari Pamannya tersebut. Sakura telah mengecewakan mereka yang menyebabkan Pamannya menjadi semarah ini.

"Aku... tidak tahu," gadis itu menjawab lemah. Meskipun dia lelah, dia masih memiliki kekuatan yang cukup tersisa untuk menahan dagunya tetap tegak dan matanya menatap tajam.

"Kau bohong," pria itu menyipitkan matanya. Dalam kenangan Sakura pandangan mata Pamannya itu selalu tampak hangat ketika ia sedang berbicara dengannya, tapi hari ini sorot mata itu nampak begitu dingin dan tajam.

"Aku…" Sakura terbatuk lagi, ada lebih banyak darah yang menempel di telapak tangannya. "Tidak tahu—"

"Tuan, saya mohon tenanglah! Nona Sakura harus istirahat!" ujar Lee.

"Beri aku jawaban! Jika tidak, kau akan mati…" ada sedikit kekhawatiran dalam suaranya, itu terdengar samar tapi masih ada.

"Apakah kau pikir aku suka sakit seperti ini?" Sakura membentak, " Jika Naruto memang memiliki jawabannya dan aku tahu di mana dia berada sekarang, aku akan memberitahu mu!" Sakura hampir tersedak, kehabisan napas hanya karena meninggikan suaranya. Tenggorokannya sakit, paru-parunya seolah penuh dengan lendir yang membuatnya sulit untuk bernapas, ditambah dengan darah yang termuntahkan setiap kali dia batuk.

"Ada yang salah..." Sakura mengaku, "Nekomata telah mencoba untuk menghubungi Kurama berkali-kali tetapi tidak bisa... seolah-olah ada sesuatu yang menyegel kontrak tersebut. "

"Seperti apa?"

"Mana aku tahu-" Sakura batuk lagi. Tayuya mendorongnya kembali ke tempat tidur, duduk adalah hal yang buruk untuk kepala Adiknya, itu hanya membuat Sakura semakin pusing dan membuatnya muntah lebih banyak seperti ini.

"Aku tidak tahu," Sakura terengah,"Yang jelas ini- " Sakura harus berhenti, kalau tidak, ia akan terus terengah-engah seperti ikan di darat. Ini benar-benar buruk. Dia akan pingsan segera. "Cukup kuat untuk melemahkan kontrak mereka. Selama Na-... Naruto tetap d-dekat dengan apa pun yang menyegel kontrak tersebut-aku tidak bisa... menghubungi dia atau merasakan kehadirannya."

Oh, bagaimana pun hal ini hanya membuat Naruto bahkan terdengar lebih mencurigakan.

"Apakah ada iblis yang cukup kuat untuk melemahkan kontrak Kurama?" Sasori bertanya pada Konan yang telah berdiri di belakangnya sepanjang waktu, meskipun wanita muda itu telah gagal dalam menangkap Naruto karena anak itu telah menggunakan Kurama terhadapnya, bahkan membuat lengan kirinya sekarang terluka parah... Sasori masih memaafkannya. Konan bahkan diberitahu untuk mengambil istirahat untuk sementara. Ada banyak anggota keluarganya telah meninggal. Bahkan dua rekrutan baru Akatsuki yang telah dikirim untuk membantu Konan telah dibunuh oleh Kurama juga.

"Saya tidak bisa memikirkan satu. Benar juga, ada pengecualian dari Servant Devil berbulu hitam; Jabberworck, Gryphon, Owl, Dodo, Raven... tapi kami sudah mengunjungi Yamanaka, Akimichi, dan Nara. Tidak ada satu pun jejak dari Kurama. "Oleh karena Kyuubi atau Kurama itu adalah iblis yang kuat, menyembunyikan kehadirannya agak rumit, bahkan orang biasa yang tahu apa-apa tentang dunia iblis bisa merasakan kehadiran Kurama.

"Aku mengerti," Sasori mengangguk dan kemudian melengos pergi, bahkan tidak berkata pada keponokannya untuk lebih banyak istirahat agar kondisinya membaik.

"Bajingan..." Sakura bergumam pelan.

"Aku tahu itu," Tayuya setuju, "Sekarang tenang dan banyaklah istirahat !"

"Tayuya…" Sakura meraih pergelangan tangannya. Meskipun Adiknya itu sedang sekarat, cengkeraman tangan Sakura di pergelangan tangannya cukup sakit, "Berjanjilah padaku-" Sakura menarik napas dalam-dalam, "Kau akan melakukan apa saja untuk menjauhkan mereka dari Naruto!"

"…tapi Naruto adalah pengkhianat, " mengapa Adiknya tidak bisa memahami hal ini?

"Dia bukan orang seperti itu—aku merasakannya sendiri. Sebelum tragedi itu terjadi aku merasa kebingungan. Kau sendiri tahu kalau iblis kami terhubung, kan?"

"Dia bisa memalsukan itu," Tayuya mengerutkan alisnya dalam keprihatinan, tidak percaya bahwa bahkan setelah semua yang telah terjadi, dia tetap memilih untuk tetap setia kepada keluarganya yang telah menempatkan dirinya dalam keadaan ini.

"Tayuya aku mengerti perasaanmu yang tidak bisa mempercayai Naruto sama seperti Paman Sasori dan yang lainnya. Tapi aku yakin kalau Naruto bukan pengkhianat. Hanya.. tolong lindungi dia semampu mu sampai keadaanku lebih baik…"

Tayuya mengangguk, "Baiklah, aku janji!"

Sakura tersenyum, " Itu lebih baik. Terimakasih~"

.

.

Sakura sedang sekarat dan Tayuya kehabisan ide. Air mata mengalir di pipi Tayuya saat ia berlari keluar dari Mansion Haruno, menarik tudung jubahnya untuk menyembunyikan rambut peach-nya. Dia mencoba untuk pergi diam-diam tanpa ada seorang pun pengawal yang mengikutinya.

Tayuya mengambil napas dalam-dalam, itu dingin hari ini dan langit berkabut, hari di mana orang-orang akan mengurus bisnis mereka sendiri dan tidak membayar terlalu banyak perhatian pada seorang gadis muda yang berjalan sendirian… atau itu hanya sekedar harapannya semata.

Menyelinap keluar dari Mansion tanpa diketahui oleh para pengawal itu adalah sesuatu yang akan seseorang seperti Sakura lakukan. Tayuya tertawa pelan untuk dirinya sendiri, rasanya terasa sedih dan hampa saat mengingat kondisi Adiknya sekarang, tapi kemudian Tayuya kembali tenang saat dia berjalan ke salah satu pohon di dekat gerbang. Itu hanya akan menjadi masalah waktu sebelum salah satu pengawal melihatnya, sehingga Tayuya tidak ragu-ragu dan meraih cabang pertama batang pohon tersebut dalam jangkauan tangannya. Ia menginjakkan kaki kirinya pada batang, mencoba menguatkan hatinya sehingga dia bisa meraih cabang lain dengan lengannya yang lain.

Tayuya yang terlahir sebagai putri seorang Earl tidak pernah memanjat pohon sebelumnya, Sakura lah yang lebih baik pada hal-hal seperti itu karena sifat pemberontaknya, dan tentu saja ketika Adiknya tersebut bertemu dengan putra Duke Namikaze— seseorang yang bisa memanjat pohon juga, Sakura lebih senang untuk mendaki bersama di pohon tertinggi sementara dirinya hanya bisa berteriak dari atas tanah yang aman dan memperingatkan mereka berdua bahwa hal itu berbahaya dan mereka harus segera turun, reaksinya tersebut tentu saja menyebabkan kedua remaja yang akan segera menikah itu meledak dalam tawa.

Tayuya mengertakkan gigi, bertekad untuk tidak melihat kembali ke bawah karena sebenarnya dia juga takut ketinggian. "Ini adalah hal gila yang aku lakukan demi Adikku," dia setengah bercanda. Tiba-tiba kakinya tergelincir, Tayuya terengah-engah karena pegangan tangannya terlepas dari cabang pohon, dia putus asa mencoba untuk mengambil sesuatu di udara. 'Help! Aku akan jatuh!' Gadis itu menutup matanya rapat-rapat dan memeluk dirinya sendiri.

Sesuatu meraih lengannya dan menariknya ke tembok besar di mana dia bisa duduk. Tayuya membuka matanya terkejut dan menatap langsung ke mata emas Servant Devil-nya, Kuro. Kuro sendiri adalah Servant Devil yang mengambil wujud manusia setengah kucing berwarna hitam.

Senyum lega muncul di wajah Tayuya, "Terima kasih," desahnya.

"Tidak perlu berterimakasih," Kuro menjawab. "Hati-hati, Nona!" katanya sebelum menghilang.

"Ya, aku akan berhati-hati!" Tayuya tertawa saat ia membiarkan dirinya jatuh dari tembok tinggi, mendarat dengan anggun di tanah. Bersyukur karena tidak ada seorang pun yang melihatnya melompat, sehingga gadis itu bisa dengan cepat melarikan diri.

Berlari secepat yang dia bisa, tudung jubahnya terlepas karena tertiup oleh angin, membuat rambutnya yang kini diikat kuncir kuda terlihat.

Tayuya akhirnya melambat ketika ia mencapai pasar lokal, dengan cepat menarik tudung jubah hitamnya kembali ke atas kepalanya sehingga orang-orang tidak akan mengenalinya. Dia dengan mudah berbaur ke dalam kerumunan, mencari siapa yang menjual obat-obatan.

Tentu saja ia menyadari betapa bodoh tindakannya ini. Dia tidak tahu apa jenis racun yang telah terminum oleh Sakura dan dia tidak tahu apa-apa tentang obat penawarnya, tapi dia putus asa dan semua orang selalu memperlakukannya seperti anak-anak. Dia hanya ingin menyelamatkan Adiknya! Tidak hanya duduk di sana dan menunggu racun tersebut untuk melakukan tugasnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Tayuya merasa air mata membasahi wajahnya sekali lagi dan dia pun mengambil napas dalam-dalam, menangis tidak akan membantu menyelesaikan masalahnya.

Matanya melebar sedikit ketika ia melihat seorang pria berpakaian serba hitam berdiri di belakang kios obat-obatan, ada banyak orang lain yang menjual obat namun pemuda ini entah kenapa terlihat lebih menonjol dari yang lainnya. Tayuya menyipitkan mata sedikit saat ia melangkah lebih dekat. Pemuda yang tengah menyita perhatiannya tersebut memiliki rambut berwarna hitam, dia lebih cocok menjadi seorang ksatria dengan figur tampannya daripada seorang apoteker yang sederhana. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya, ya sama sekali bukan wajahnya; yang menarik perhatiannya adalah mata merah dengan tanda koma berwarna hitam. Mata sharingan. Mata yang hanya dimiliki oleh klan Uchiha.

'Aku pernah membacanya di sebuah buku. Bukankah seharusnya tidak ada klan Uchiha yang tersisa? Mereka semua telah dibantai atas perintah Ratu Victoria karena isu yang mengatakan bahwa mereka adalah pengkhianat!'

"Mencari sesuatu?" pemuda itu bertanya dengan senyum yang sedikit geli, meskipun sorot matanya nampak bosan dan acuh tak acuh, seolah-olah ia tidak bisa menunggu lebih lama untuk segera meninggalkan tempat ini.

Tayuya belum pernah melihat pemuda ini sebelumnya, ia sering berkeliaran di sekitar pasar dengan ditemani oleh butler pribadinya, tetapi dia tidak pernah melihat pemuda ini sebelumnya. "A-ah... ya, saya sedang mencari... emh..." ia menurunkan tatapannya dan membaca beberapa dari banyak nama-nama yang sulit pada botol; hah... dia tidak tahu apapun.

"Saya yakin kami memiliki obat yang anda cari," pemuda itu berkata dengan nada mengejek.

Tayuya memiringkan kepalanya sedikit ke kiri, pemuda di hadapannya ini berbicara seolah-olah dia tahu sesuatu.

"Saya mencari obat…" jawab Tayuya, sorot matanya penuh dengan harapan.

"Apakah obat itu tidak ada diantaranya?" pemuda itu tertawa kecil, "Beberapa orang mencari obat untuk sakit kepala, orang lain mencari obat untuk penyakit yang di deritanya-"

"Tidak! Itu bukanlah apa yang saya cari. Adik- anjing saya telah diracuni."

"Coba bertanya pada dokter hewan," pemuda itu menguap, namun senyum licik tidak pernah meninggalkan wajahnya, ia tampaknya tahu persis apa yang sebenarnya Tayuya butuhkan tapi hal seperti itu tidak mungkin benar.

"Tolong, Tuan!" Tayuya menatap langsung pemuda di hadapannya, sorot matanya masih tetap sama seperti tidak ada rasa kasihan sama sekali. "Aku butuh bantuan, ini penting My sis- anjing ku mungkin akan mati ... dan tidak ada yang tahu apa jenis racun itu!" Tayuya hampir menangis lagi, Tuhan ia sungguh membenci dirinya sendiri sekarang karena begitu lemah.

"Apakah anda tahu harga obat penangkal, Milady?" ia bertanya.

Tayuya membeku saat pemuda itu memanggilnya seperti itu, apakah itu hanya sekedar panggilan basa-basi? Atau apakah orang ini benar-benar tahu tentang darah bangsawan yang mengalir melalui pembuluh darahnya? Tidak! Tayuya menggeleng. Pemuda ini bahkan tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas berkat tudung jubahnya... tidak ada cara orang ini tahu siapa jati dirinya yang sesusunguhnya.

"Saya akan membayar berapa pun, Ayah saya sangat kaya!" Ah, matanya mulai berair lagi. Ayahnya telah meninggal dalam kebakaran itu, begipula dengan Ibunya. Tayuya mendengus marah dan menyeka air matanya yang jatuh.

Orang asing di depannya ini masih menatapnya dengan ekspresi yang tidak menunjukkan belas kasihan, tapi entah akhirnya ia tertangkap berbohong atau dia benar-benar tahu apa yang telah ia cari.

"Yah, aku punya ini... ramuan ini bekerja untuk setiap racun mematikan," pemuda itu menunjukkan botol kecil dengan cairan berwarna hijau tua pada Tayuya.

Tayuya mengulurkan tangannya untuk mengambil obat itu tapi ia urung,, berhenti di tengah jalan, menggelengkan kepalanya. "Ini bukan apa yang saya cari," dia berbicara, di suatu tempat di kepalanya ia bisa mendengar desisan Servant Devil-nya, seolah dia tidak suka dengan orang asing ini. Tayuya sendiri sebenarnya merinding melihat mata terkutut orang ini. "Saya mohon, Tuan! Saya akan membayar sebanyak apapun yang anda inginkan. Beri saya penangkal racun untuk Adik saya!" ia tidak menyadari kesalahannya.

"Saya mungkin memiliki sesuatu untuk anda tetapi apa yang anda inginkan tidak murah."

"Aku tidak peduli- silakan!" Tayuya mengulurkan tangannya, seolah-olah dunia telah melambat, di kepalanya ia bisa mendengar jam berdetik... orang ini, dengan senyum menakutkan di wajahnya tahu persis apa yang dia cari dari awal. Bagaimana bisa? Bagaimana dia tahu apa persisnya racun itu? Mengapa dia memiliki penangkal sementara dokter dari luar negeri bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada Adiknya?

Pemuda itu menjatuhkan botol ungu dengan cairan berwarna putih di telapak tangan Tayuya dan dengan tangan yang lain, ia menggunakan jari-jarinya untuk memberi isyarat, mengatakan harga obat penawar tersebut-itu memang sangat mahal dan Tayuya sendiri merasa ragu, apakah dia punya uang sebanyak itu saat ini. Gadis itu pun mengangguk dan menyerahkan tasnya yang berisi koin emas, dia kemudian mulai melepas semua perhiasan yang saat ini sedang ia kenakan dan lekas menyerahkannya kepada pemuda itu tanpa banyak berpikir. Dengan ini, Sakura bisa diselamatkan.

"Sekarang, katakan padaku bagaimana menggunakannya?" Tayuya berbicara pelan, mengamati pemuda tersebut menaruh semua uang dan perhiasannya dengan hanya satu gerakan lengan.

"Campurkan diminumannya sebelum dia tidur, Adik anda akan sembuh."

"Terima kasih..." Tayuya menundukkan kepalanya dan kemudian pergi. Sebenarnya ada lebih banyak hal yang ingin dia katakan, dia seharusnya bertanya setidaknya namanya tapi tidak memiliki waktu untuk itu. Tayuya pun mulai berlari lagi, pikirannya kacau dan dia bahkan tidak meminta maaf kepada rakyat jelata yang tidak sengaja ia tabrak, dan dia tidak peduli.

'Sakura harus segera diselamatkan sebelum terlambat. Sakura pasti bisa sembuh dengan obat ini.'

Untuk pertama kalinya dalam satu minggu penuh Tayuya bisa tertawa lagi, itu menggelegak dari dalam perutnya dan keluar meninggalkan mulutnya, sementara tetesan hujan pertama jatuh dari langit abu-abu. Namun Tayuya tidak peduli jika ia akan basah kuyup karena kehujanan. Ia tertawa sambil terus berlari.

.

To be Continued

.

.

A/n : Hi, minna-san.. salam kenal! Ini pertama kalinya saya nulis di archive SasuNaru. Sebenarnya awalnya saya mau publish cerita ini di fandom Pandora Hearts tapi coz kebetulan lagi pengen bikin fict SasuNaru juga, saya memutuskan untuk mengubahnya. So, mohon maaf apabila masih ada typo ~ ^^