.

.

Dua hari berlalu sejak pertemuan Sehun dengan seorang gadis di kantor dan itu membuatnya tak bisa tidur dengan tenang, dia terus saja memikirkannya sepanjang hari. Tidak, bukan berarti Sehun jatuh cinta pada pandangan pertama, itu sama sekali bukan gayanya. Sehun bahkan tidak percaya akan hal-hal semacam itu. Harus diakui gadis itu memang cantik dan mempesona tapi entahlah, rasanya wajah itu begitu familiar di ingatannya. Gadis itu seperti bukan orang yang baru dikenalnya tapi lebih pada seseorang yang dia rindukan.

Mencoba mengabaikannya dengan fokus bekerja tapi di hari ketiga, akhirnya Sehun tak bisa menahan diri untuk tidak mencari tahu tentang gadis yang memperkenalkan dirinya dengan nama Xiumin itu dan hal pertama yang Sehun lakukan tentu saja menemui bagian personalia dan meminta mereka menunjukkan data pribadi gadis itu.

"Xiumin bukan orang China tapi Korea, dia pegawai baru di sini. Kau pasti mengira dia orang China karena namanya ya.. Dia memiliki nama itu karena ibunya orang China tapi sejak lahir dia tinggal dan besar di Seoul..",

"Jadi benar namanya Xiumin?",

"Uhmm.. Tunggu sepertinya dia punya nama lain tapi aku lupa siapa? Kim..? Sebentar aku carikan datanya saja..", Sehun berdebar saat pria berkacamata itu bangkit dari kursi dan menuju rak di belakangnya yang penuh map, memilah memilah beberapa dan mengambil satu diantaranya. "Ah ini dia.. Namanya..".

"Bisakah aku melihatnya sendiri..", potong Sehun.

"Ah ya, tentu saja.. Ini..", Sehun menerima mapnya dengan nafas yang sedikit ditahan, tangannya dengan tak sabar membukanya segera, perjanjian kontrak kerja adalah judul yang tertera di lembar pertama yang Sehun lihat, jantungnya berdegup semakin kencang saat melihat nama itu tapi hatinya tak cukup yakin jadi tangannya terus mencari ke lembaran berikutnya. Dan kemudian selembar copy ID Card terpampang dengan jelas di sana. Sehun terpaku untuk beberapa detik sebelum akhirnya bergumam lirih, "Jadi benar ini kau…".

.

.

"Desain milikmu bagus tapi seharusnya kau juga menaruh logo perusahaan kita di bawah sini, warnanya terlalu pucat, buat lebih hidup pilih warna cerah..", Minseok mengamati layar laptop yang ditunjuk oleh seniornya di kantor dengan seksama lalu mengangguk patuh. "Coba kau perbaiki lagi dan berikan padaku sebelum jam makan siang..",

"Baik.. Aku akan melakukannya..",

"Oh iya sebelum kau pergi, tolong perbanyak berkas ini sepuluh kali. Jadikan perbendel, ingat jangan sampai urutannya berubah.. Setelah itu antarkan sepuluh bendel tadi ke lantai dua departemen produksi, berkas yang asli kembalikan padaku. Cepat ya..!", Minseok meringis saat menerima berkas yang lumayan tebal itu, sekitar dua puluh atau tiga puluh lembar mungkin. Ini jelas bukan tugasnya tapi kenapa dia yang melakukannya. Meskipun dia mengeluh di dalam hati, tetap saja Minseok mengangguk dan menerimanya. Dia cukup paham dengan posisinya sebagai karyawan baru, yang itu berarti merangkap sebagai pembantu umum.

Peep.. Peep..

Mesin fotocopy yang sedang Minseok gunakan berbunyi, mesinnya berhenti bekerja. Layar kecil di sana menunjukkan bahwa kertasnya habis. Ini kali pertama untuknya berurusan dengan mesin foto copy, Minseok yang tidak tahu tentang mesin cukup kebingungan bagaimana cara memasukkan kertas ke dalamnya. "Ah bagaimana ini?", Minseok mencoba menyentuh beberapa bagian mesin, barangkali ada tombol atau ruang kecil untuk memasukkan kertas tapi sudah beberapa menit berlalu dan dia malah terlihat seperti orang aneh karena berlutut di depan sebuah mesin.

"Ada yang bisa aku bantu?", sebuah suara tiba-tiba datang dari arah belakang, Minseok menengadahkan kepalanya. Senyumnya mengembang melihat sosok itu, Oh Sehun, pria yang dia kenal beberapa hari yang lalu yang juga telah menolongnya saaat itu.

"Oh hai Sehun..", Minseok langsung berdiri menjajarinya. "mesinnya kehabisan kertas, apa kau tahu bagaimana cara membuka mesinnya?".

"Tentu..", tanpa banyak bicara Sehun langsung menarik bagian bawah mesinnya dan itu terlihat mudah seperti membuka sebuah laci biasa. Minseok tiba-tiba merasa bodoh karena tadi dia sudah mencobanya dan tak terjadi apa-apa.

"Terima kasih, maaf merepotkan..", ucap Minseok saat Sehun selesai membantunya mengisi kertas.

"Tidak masalah. Sekarang kau bisa menggunakannya lagi…", Sehun tersenyum, Minseok juga ikut tersenyum. Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan namun tak berselang lama Minseok memalingkan wajahnya, menolak untuk kembali menatapnya. Hatinya tiba-tiba berdesir aneh, hanya beberapa detik, namun rasanya seluruh tubuhnya dipenuhi kupu-kupu beterbangan. Minseok menggelengkan kepalanya pelan. Kenapa dia harus merasa malu.

Namun kemudian dia mengeryitkan keningnya bingung karena mendapati sosok di depannya ini masih terus memandangnya tanpa berkedip.

"Kau tidak apa-apa?", tanya Minseok mengibaskan tangannya di depan wajah Sehun. Seolah tersadar dia mengerjapkan matanya sebelum berdehem dan menjawab pertanyaan gadis itu.

"Ah maaf.. Ya aku tidak apa-apa..", Sehun tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya lalu pandangannya beralih pada tumpukan kertas yang ada di sekitar mereka. "kau terlihat sibuk, ada yang bisa aku bantu lagi..".

"Oh tidak perlu, aku hampir selesai mengkopi semuanya. Sekali lagi terima kasih atas bantuannya..", Minseok sedikit membungkukkan badannya.

"Tidak perlu bersikap formal begitu.. Maaf kemarin tidak sempat berkenalan lebih banyak. Apa kau pegawai magang di sini?".

"Benar..", Minseok mengangguk.

"Itu berarti kita teman. Baiklah kalau begitu selamat bekerja.. Aku juga baru ingat ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Permisi..", Sehun akhirnya melangkah meninggalkan Minseok tapi baru beberapa langkah berjalan dia berbalik. "Oh iya Xiumin..", panggilnya, Minseok menoleh dengan pandangan bertanya. "Senang bertemu denganmu.. Lagi..". Minseok mengangguk sambil tersenyum, menatap kepergian Sehun sampai benar-benar menghilang di ujung koridor.

"Kenapa dengannya? sedikit aneh.. ", Minseok menyentuh dagunya dengan telunjuk, dia melakukannya pose itu setiap kali sedang berpikir.

.

.

Suasana kantor di jam sepulang kerja terasa sangat lengang, hanya beberapa pegawai yang sesekali terlihat lewat di koridor. Mereka bertahan karena pekerjaan mereka yang tak terselesaikan tepat waktu dan mencoba mengejar ketertinggalan dengan menambah jam kerja ekstra. Di kejauhan terdengar suara telepon berdering yang terabaikan, berhenti berbunyi karena tidak ada siapapun yang berniat mengangkatnya. Semua larut dalam urusan masing-masing.

Minseok sendiri baru saja mematikan layar komputernya tanda dia sudah menyelesaikan pekerjaannya, tangannya dengan cekatan merapikan sejumlah berkas ke dalam map, mencopot memo warna warni di sekitar monitor dan meletakkan barang-barang pribadinya ke dalam laci kecil. Minseok melongokkan kepalanya ke sekitar. Sepi dan gelap di beberapa sudut.

Bekerja kantoran sebenarnya bukanlah karir impian Minseok, selama ini yang menjadi alasannya berada di Beijing hanyalah Luhan, tapi mengawasi pria itu di kantor adalah kegiatan yang sangat membosankan, tidak ada hal mencurigakan yang bisa Minseok lihat dari tunangannya itu. Semuanya tampak baik dan sewajarnya. Alih-alih mendapat informasi tentang kehidupan pribadinya, Minseok justru semakin kagum dengan kerja keras dan sikap Luhan selama di kantor.

Tak hanya menjadi pebisnis yang handal, pria itu juga ramah terhadap rekan kerja dan bawahannya, Luhan bahkan tak pernah datang terlambat ke kantor sekalipun dia bos besar di sana. Tak heran jika banyak wanita yang mengidolakannya di kantor, untuk yang satu ini Minseok merasa bangga menjadi tunangannya, dia sudah lama memimpikan pernikahan bahagia bersamanya. Dan memata-matainya membuat Minseok sedikit merasa bersalah, mungkin benar apa kata Jongdae dia harusnya membicarakan hubungan mereka dengan cara yang lebih dewasa.

Sudah menunggu lebih dari setengah jam tapi tak ada satupun bis atau taksi yang lewat. Minseok menaikkan sweater hingga menutupi lehernya dengan sempurna, ujung hidungnya sedikit memerah karena dinginnya udara malam. Seluruh badannya terasa nyeri sampai ke tulang, gadis itu sungguh sensitif dengan udara dingin. Kacamata bulat yang dia pakai terlihat kebesaran hingga beberapa kali melorot, membuat telunjuknya harus bekerja ekstra untuk membawanya naik ke pangkal hidung.

Seorang pria dengan rambut yang sedikit berantakan tiba-tiba datang memasuki halte, lewat ujung matanya Minseok melirik bagaimana pria itu berjalan sempoyongan dan mendudukkan dirinya kasar di bangku panjang yang juga sedang dia duduki. Dia mengumpat dengan bahasa mandarin yang tidak Minseok mengerti, lengannya penuh dengan tato dan bekas luka. Refleks Minseok memeluk tasnya, sikapnya berubah waspada dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Jantungnya berdegub kencang setiap kali pria itu menoleh ke arahnya. Dia bersumpah akan segera berlari kencang jika pria itu mendekatinya

Tiinn…Tinnn…!

Tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti di depan halte dimana Minseok duduk. Minseok menatap kendaraan mewah itu lalu kaca mobil itu turun dan menampakkan seseorang di balik kemudi.

"Ayo masuk, kuantar kau pulang..", suaranya familiar, Minseok sedikit membungkukkan badan guna melihat orang di dalam mobil itu, agak kaget karena itu adalah Oh Sehun. Minseok ragu, dia sebenernya tak ingin merepotkan orang itu lagi tapi berlama-lama di halte juga bukan pilihan yang bagus.

Minseok menghela nafas dan memaksakan tersenyum.

Mobil melaju dengan lancar membelah lalu lintas jalanan Beijing yang lumayan ramai, berbanding terbalik dengan keadaan hening di dalam mobil, baik Minseok maupun Sehun tak ada yang berniat memulai pembicaraan sejak sepuluh menit perjalanan mereka. Meskipun begitu Sehun tak bisa berhenti melirik ke arah sosok mungil di sampingnya, tak jarang pandangan mata mereka bertemu karena Sehun terlambat untuk memalingkan wajahnya.

Sepanjang perjalanan Sehun bertanya-tanya dalam hati, bagaimana bisa dunia begitu sempit. Pertemuan ini sangat tidak disangkanya, dua puluh tahun berlalu dan Tuhan berbaik hati menghadirkan teman kecilnya di hadapannya, sangat dekat dengannya. Haruskah dia mengingatkan Minseok siapa dirinya.

"Terima kasih sudah mengantarku..", Sehun sedikit tersentak, tak sadar jika mereka sudah sampai di tujuan mereka.

"Oh ini rumahmu?",

"Bukan, aku hanya menyewa sebuah kamar di sini. Menyewa sebuah apartemen rasanya terlalu mahal untukku.. Baiklah Sehun sudah malam, aku harus segera masuk. Kau juga sebaiknya pulang dan beristirahat.. Selamat malam..".

"Tunggu, apa besok sabtu kau ada acara?", Sehun menahan gerakan Minseok yang akan membuka sabuk pengamannya.

"Tidak ada, kenapa?".

"Mau menemaniku jalan-jalan?".

"Jalan-jalan? kemana?",

"Terserah kau saja..".

"Kau yang mengajakku tapi kenapa aku yang memutuskan pergi kemana".

"Tidak apa-apa, lagipula aku juga tidak tahu tempat bagus di Beijing. Semenjak pindah ke sini aku jarang bepergian, aku hanya pergi jika seseorang atau keluargaku yang mengajak, itupun aku tidak tahu arah karena yang kulakukan hanyalah duduk diam di dalam mobil…", Sehun tertawa.

"Kau bukan orang China?", Minseok tampak terkejut.

"Aku orang korea".

"Benarkah?! aku juga..".

"Iya aku tahu.. Jadi bagaimana?".

"Hmm.. Itu..", seperti biasa Minseok akan menempelkan telunjuk di dagunya. "Astaga, kau ini masih saja melakukannya..", batin Sehun gemas melihat tingkah Minseok yang kekanakan.

"Besok aku jemput jam 9 pagi di sini, tidak ada penolakan, okey..", putus Sehun sebelum Minseok mengatakan jawabannya.

"Hah?".

"Sampai bertemu besok...", Sehun melambaikan tangannya, diusir secara halus begitu Minseok pun akhirnya keluar dari mobil. "Oh iya, dan jangan berdandan terlalu cantik, aku tidak mau pria lain melirikmu. Selamat malam, aku menyukaimu..", dan Sehun langsung tancap gas meninggalkan Minseok yang masih berdiri di tempatnya dengan tampang melongo.

.

.

"Aisshh.. Benar-benar.. Apa pria itu sudah gila..!", Minseok melempar tasnya ke atas tempat tidur begitu sampai di kamarnya, berjalan mondar mandir memutari ruang yang tak begitu lebar di dalamnya. "Apa dia bilang? menyukaiku, yang benar saja.. Baru bertemu dua kali dan dia berani merayuku seperti itu.. Heol, tak bisa kupercaya… Aku yakin dia melakukan itu pada setiap wanita di kantor, apalagi aku yang hanya pegawai magang, pasti dia menjadikanku mainan saja kan.. Ya benar, pasti begitu.. Ayolah Minseok, kau bukan wanita sembarangan, jangan mudah tergoda..!", Minseok sedang mensugesti dirinya sendiri penuh keyakinan.

Namun selang beberapa detik kemudian Minseok memeluk gulingnya sambil berujar gelisah, "T-Tapi.. Dia benar-benar tampan, dia juga baik.. Ini hanya terlalu mendadak. Bagaimana kalau dia tulus menyukaiku.. Tidak.. Tidak.. Di dunia ini tidak ada cinta pada pandangan pertama. Apa yang harus aku lakukan? kenapa aku harus merasa malu setiap bersamanya..!..Arghh..!", Minseok mengerang frustasi, membenamkan wajahnya pada guling di pelukannya.

"Luhan, katakan padaku apa yang harus aku lakukan? bagaimana denganmu.. Apa kau menyukaiku? kenapa aku merasa kau sudah mencampakkan aku..", Minseok mencebikkan bibirnya sedih, tangannya menggenggam liontin kalungnya yang berbentuk cincin dengan erat.

.

.

.

"Bagaimana pemotretannya, apa berjalan dengan lancar? Tidak, pekerjaanku sudah selesai.. hey, kenapa kau berpikir seperti itu tentu saja aku ingat.. bagaimana aku bisa melupakan ulang tahun kekasihku yang cantik ini.. Hadiah? apapun untukmu, Sayang.. Iya baiklah aku akan ke sana setengah jam lagi. aku juga mencintaimu. Bye...". Luhan mengakhiri panggilan teleponnya penuh senyum kebahagiaan.

.

.

.

.

Author Note :

Hiatus lama, cuma apdet segini aja?! author macam apa saya.. wkwk..

Iya, maaf ya.. sini peluk dulu readernya satu-satu..

.

AlfaMinnie99, Kimie179, nimuixkim90, Rulbriani, xiuxiuLala, , Laras Sekar Kinanthi, XH0799, 7799, muyasxiuhanie, cici fu, Nadhefuji, thedolphinduck, Guest, KOOKIERUN

.

.