Anime Ookami Shoujo To Kuro Ouji oleh Ayuko Hatta

Wolf Boy & Black Prince (OngNiel yaoi version)

By : Han STARMY

Genre : Romance, School Life

Warning : Shounen-ai, BoyXBoy, Typo(s).

Note :

- Cerita ini sesuai dengan anime aslinya, hanya sedikit penyesuaan latar dan tokoh.

- [Italic] Monolog tokoh.

Chapter 5: Christmas Eve

"Kalau kau ingin membuka hatiku yang terkunci cobalah terus. Hanya itu caranya kau bisa mendapatkanku." Ucap Daniel dengan tenangnya, membuat Seongwoo kembali berbalik menatapnya.

"Apa maksudnya itu? Kenapa kau bersikap sok sekali?"

Bukannya menjawab Daniel justru menjulurkan tangannya, mengajak Seongwoo untuk bersalaman. "Jadi, apa yang akan kau lakukan?"

Aku ini dianggap apa sebenarnya baginya?

Apa aku memang hanya anjing dan tidak lebih dari itu baginya?

Atau dia mulai punya sedikit rasa suka padaku?

Saat aku pusing-pusing memikirkan itu... tidak terasa sekarang sudah bulan desember.

Pemuda Ong yang sedang larut dalam pikirannya sendiri itu hanya menatap kosong pada Jeonghan dan Daehwi yang tengah mengobrol disampingnya dengan antusias.

"Aku dengar mereka menerangi taman dengan lampu-lampu yang cantik. Karena dingin aku meminta Seungcheol untuk melihat saja dari hotel." Cerita Jeonghan dengan wajah bahagianya, mengundang tatapan iri lawan bicaranya.

"Ahh hyung enak sekali." Ucap Daehwi iri.

"Kalau aku mau pergi snowboarding. Ini even terbatas ditambah lagi Muel kan jago main snowboarding." Sombong Daehwi.

Mereka mulai menyombongkan pacar mereka lagi, padahal dulu aku tidak sampai segitunya.

Tapi... aku mereasa iri sekarang, AKU BENAR-BENAR MERASA IRI. Teriak Seongwoo dalam hati.

Setelah sibuk menyombongkan pacar masing-masing, Jeonghan dan Daehwi akhirnya member atensi pada pada satu-satunya orang di kelompok mereka yang tidak membuka suara. Mendapati wajah kusut si pemilik kumpulan bintang di pipinya.

"Seongwoo hyung kenapa? Apa hubungan hyung dan Dani hyung sedang tidak baik?" Daehwi bertanya dengan raut penasaran.

Seongwoo yang sejak tadi melamun cukup tersentak dengan pertanyaan tiba-tiba itu. "Huh? Kenapa tanya itu?"

"Habisnya, biasanya hyung akan ikut mengobrol dengan kami." Jawab Daehwi.

"Eh tidak itu..." bingung Seongwoo harus menjawab apa. Matanya bergerak gelisah mencoba memikirkan sesuatu yang bagus untuk menjawab tatapan penasaran dua orang disampingnya.

"Apa kau masih belum punya rencana untuk natal bersama Kang Daniel?"

Pertanyaan bernada santai dari Jeonghan itu langsung menohok hati Seongwoo, tetapi meski begitu entah seolah terpancing, Seongwoo dengan mudahnya kembali mengatakan kebohongannya dengan lancar.

"Tentu saja sudah." Jawab Seongwoo percaya diri. "Kami akan makan kue dan bertukar hadiah." Tambah Seongwoo dengan wajah berbinar-binar.

"Ehhh itu kan hal yang biasa. Rasanya sangat bukan style Dani hyung." Ucap Daehwi menyuarakan pendapatnya.

Jeonghan mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Daehwi. Dan Seongwoo hanya bisa membeku tanpa berkata apa-apa lagi.

"Oh ya mau tukeran foto tentang kencan natal kita masing-masing gak?" usul Daehwi dengan antusiasnya.

"Boleh juga, ayo kita lakukan. Seongwoo juga nanti harus kirim ya." Jeonghan menyetujui seraya mewanti-wanti Seongwoo.

"Eh?"

"Hwaa aku jadi tidak sabar. Jeonghan hyung jangan kirim yang vulgar ya." Ucap Daehwi sambil tersenyum menggoda.

"Huh? Mana mungkin aku mengirim yang seperti itu kan." Sangkal Jeonghan mengundang kekehan bagi ketiganya.

.

.

.

Bel pertanda istirahat baru saja berbunyi. Dengan langkah santai, Minhyun melangkah menuju kantin. Baru saja dirinya berbelok di ujung koridor dirinya harus menghela nafas pasrah saat seseorang menyeretnya kearah toilet lantai satu yang jarang dilalui siswa lainnya.

Minhyun menatap malas Seongwoo –yang dengan seenaknya menyeretnya- dan kini berdiri berhadapan dengannya. Dengan wajah memelas, Seongwoo menceritakan semua pembicaraannya bersama Jeonghan dan Daehwi di kelas.

"Jadi... apa yang harus kulakukan Minhyunnie~?" rengek Seongwoo.

"Sebelum itu, kenapa kita harus di toilet?"

"Aku ingin memulai semuanya dari awal lagi." Jawab Seongwoo asal-asalan.

"Kau ini pasti benar-benar kebingungan ya." Minhyun berujar lelah. "Oh ya, temannya Kang Daniel itu pernah membantumu kan? Kenapa tidak minta bantuannya lagi?" tanya Minhyun saat teringat Seongwoo pernah bercerita tentang teman Daniel, Kang Dongho.

"Tidak bisa. Dongho itu orangnya sangat baik dan sudah banyak membantuku, tapi Daniel itu orangnya membingungkan dan sulit dikalahkan. Dia tidak bisa melakukan apa-apa." Ucap Seongwoo sambil mengguncang-guncang bahu Minhyun histeris.

"A-aku mengerti. Aku mengerti jadi tolong tenang sedikit."

"Aku sudah melakukan banyak hal tapi aku tidak tau apa yang dirasakan Daniel." Ada perasaan putus asa terselip dalam ucapan Seongwoo.

"Seongwoo, kau ingin melakukan apa bersama Daniel saat natal nanti?"

Hanya mendapat pertanyaan itu saja sudah membuat rona merah muncul diwajah Seongwoo.

"Huh? Aku tidak ingin melakukan sesuatu yang spesial sih... cukup makan kue dan pergi bersama saja." Jawab Seongwoo sambil memainkan jarinya, membuat gestur malu-malu.

"Kalau begitu kenapa tidak langsung bicarakan saja dengan Kang Daniel?"

Seongwoo member atensi penuh pada nasehat Minhyun.

"Kau sudah menyatakan perasaanmu, jadi ajak saja dia pergi keluar seperti kebanyakan orang. Bukankah kau ingin menjadi pemuda serigala yang bebas?" ucap Minhyun sambil tersenyum menyemangati.

.

.

Pelajaran tengah berlangsung saat ini, tapi Seongwoo sama sekali tidak bisa memfokuskan dirinya pada materi yang sedang dijelaskan. Meski matanya tak lepas dari buku yang ada di hadapannya, pikirannya justru sedang sibuk berkelana.

Mengajaknya seperti kebanyakan orang?

Bagaimana caranya? Apa yang harus kulakukan.

Suara bel tanda pelajaran berakhir sekaligus menandakan waktunya pulang sedikit menyentak Seongwoo yang tengah melamun. Dengan linglung dirinya memperhatikan teman-teman sekelasnya yang sudah berhamburan keluar kelas, bahkan dirinya pun tidak sadar jika Jeonghan dan Daehwi sudah berpamitan untuk pulang lebih dulu.

Mengabaikan kelas yang mulai kosong, Seongwoo melangkah pelan keluar dari kelasnya. Dan kembali larut dalam pikirannya sendiri.

Aku ingin melakukannya. Aku... ingin natal bersamanya...

Seongwoo menghentikan langkahnya dan menatap seseorang yang sejak tadi larut dalam pikirannya tengah berdiri di koridor dekat kelasnya sambil meniup-niup tangannya sendiri, mencoba menghangatkan tangannya yang terasa membeku.

"Mereka seharusnya memasang penghangat juga di koridor." Keluh si pemuda Kang saat mulai berjalan beriringan dengan Seongwoo.

"Begitu keluar dari kelas langsung terasa dinginnya ya." Ucap Seongwoo sambil mengusap-usap lengannya sendiri. Sama merasakan dingin yang dimaksud Daniel.

Hening kemudian. Tidak ada lagi percakapan diantara keduanya.

Aku harus mengajaknya. Pikir Seongwoo sambil mencuri pandang pada Daniel disampingnya.

"E-eh itu.."

Daniel hanya bergumam, membiarkan Seongwoo untuk terus melanjutkan ucapannya.

"Sebentar lagi natal kan?"

"Ya." Jawaban singkat dan tidak peduli diberikan Daniel.

Eh? Kenapa rasanya tanggapannya jauh lebih dingin dari biasanya...

Mencoba mengabaikan respon dingin yang baru saja diterima, Seongwoo kembali mengajukan pertanyaan.

"Emm apa mungkin kau tidak suka?" senyum canggung menghiasi wajahnya seiring pertanyaan yang ia lontarkan.

"Natal itu benar-benar tidak berguna." Bukan hanya dingin, ekspresi kebencian jelas tergambar dalam raut Daniel saat menjawab.

Seolah ada panah yang menusuknya. Seongwoo merasa telah kalah sebelum berperang.

"Apanya yang menyenangkan dari itu? Isinya hanya acara orang pacaran saja. Ramainya minta ampun, lagu di TV dan di kota juga sama semua. Benar-benar tidak penting. Pada akhirnya yang bisa dilakukan hanya menonton TV saja dirumah." Lanjut Daniel dengan kesalnya.

Cara berpikirnya sudah seperti orang kuper saja. Ringis Seongwoo dalam hati.

Sambil menghentikan langkahnya Daniel menatap Seongwoo. "Jadi, ada apa memangnya dengan natal?" tanya Daniel sambil tersenyum sangat manis.

Kenapa sekarang kau masuk ke mode pangeran? Seongwoo balik bertanya dalam hati, tidak benar-benar menyuarakan apa yang ada dalam pikirannya.

"Ti-tidak ada apa-apa." Jawabnya kemudian.

"Oh." Hanya itu tanggapan Daniel kemudian pemuda itu kembali melanjutkan langkahnya.

Setelah dia mengatakan hal seperti itu, mana mungkin aku bisa mengajaknya keluar.

Atau... dia ingin secara tidak langsung menolak ajakanku?

Yah, tidak apa sih... sejak awal aku juga tidak terlalu berharap.

Karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Seongwoo tidak menyadari jika pemuda disampingnya sejak tadi terus memperhatikan gerak-geriknya.

"Ah." Seongwoo menghentikan langkahnya saat terpikirkan sesuatu. "Bagaimana dengan foto-fotonya?" gumamnya yang masih dapat didengar oleh Daniel.

.

.

Jalanan kota Seoul mulai dipenuhi dengan berbagai pernak-pernik khas natal. Udara yang semakin dingin bahkan tidak dapat menurunkan antusiasme muda-mudi bahkan orang dewasa untuk menyambut datangnya hari natal.

Berbeda dengan orang-orang yang berlalu-lalang disepanjang jalan dengan wajah senang dan ceria, dua pemuda berparas bak model itu justru terlihat cemberut dan kesal.

"Kau ini benar-benar merepotkan, dan ini hanya demi alibi saja. Selain itu kenapa juga aku harus peduli dengan acara foto-fotomu yang tidak berguna itu. Kau hanya ingin pamer saja kan." Daniel berujar malas setelah Seongwoo menjelaskan soal rencana bertukar foto natal antara dirinya, Jeonghan dan Daehwi.

"Sudah kubilang aku tidak bisa jika tidak mengirimnya. Aku sudah terlanjur berjanji." Ujar Seongwoo keras kepala.

Dengan kedua tangan yang dimasukan kedalam saku celana untuk sekedar mengurangi rasa dingin, Daniel hanya mendengarkan ujaran pemuda disampingnya sambil sedikit mengangguk.

"Memang, jika hanya kau saja yang tidak punya foto seperti itu pasti akan sangat menyedihkan ya?"

Mendengar ucapan si surai pink membuat Seongwoo cemberut. Merasa terhina tapi apa mau dikata, yang dikatakan pangeran kegelapan disampingnya itu memang ada benarnya.

Tapi, meski dia mengatakan hal seperti itu, dia tetap mau melakukannya. Pikir Seongwoo sambil melirik Daniel.

Merasa diperhatikan, tanpa menghentikan langkahnya Daniel berujar. "Kenapa?" dan hanya dibalas senyuman saja oleh Seongwoo.

"Halo tampan."

Sapaan dari seorang wanita itu membuat Daniel dan Seongwoo menghentikan langkah mereka tepat didepan sebuah toko.

"Apa kalian sedang mencarikan hadiah untuk pacar? Para wanita sekarang akan sangat menyukai ini loh." Ujar wanita itu sambil cincin dalam kotak yang dipegangnya.

Seongwoo hanya diam mengamati, dalam hati berpikir jika wanita itu adalah pegawai dari toko perhiasan di samping mereka.

"Tidak terima kasih. Aku sudah menyiapkan sesuatu yang lebih baik. Dan kurasa benda itu tidak begitu bagus untuk dijadikan hadiah." Tolak Daniel sambil tersenyum sesaat kemudian kembali berjalan dengan wajah datar. Membuat mau tidak mau pemuda Ong hanya bisa mengekor dibelakangnya.

"Cara menolakmu lumayan jahat juga." Komentar Seongwoo setelah berada cukup jauh dari toko tadi. Ia sempat melihat bagaimana kesalnya ekspresi pegawai tadi atas penolakan Daniel.

"Tipe orang seperti itu memang kalau tidak dikerasin akan terus menawarkan. Selain itu, aku tidak mengerti alasan dari memberikan hadiah di hari natal. Harusnya memberikan hadiah saat ulang tahun kan?" ucap Daniel datar.

"Yah tidak apa-apa kan. Selama itu menyenangkan untuk apa ada alasan." Jawab Seongwoo canggung setelah mendengar pernyataan Daniel yang dirasanya begitu kolot.

Daniel melirik bagaimana ekspresi pemuda disampingnya sebelum berucap. "Oh.. kalau begitu aku akan membelikanmu sesuatu juga."

Mendengar kalimat barusan membuat Seongwoo memekik gembira. Dengan cepat Seongwoo melangkah dan berdiri di hadapan Daniel.

"Benarkah? Apa yang akan kau belikan untukku?" tanya Seongwoo kelewat antusias.

Mendapat pertanyaan itu membuat Daniel memegang dagunya, membuat gestur orang berpikir. "Apa ya? Mungkin... kalung?"

"He?" kata kalung yang Daniel ucapkan dengan cepat memunculkan sebuah gambaran benda dalam otak Seongwoo. "Kalung... apa maksudnya kalung untuk anjing?" dengan polosnya Seongwoo bertanya.

"Karena aku sangat baik hati, aku juga akan membelikan talinya dan mengajakmu jalan-jalan setiap pagi, bagaimana menurutmu?" tanya Daniel dengan seringaiannya.

"Aku mau. Benar mau dibelikan? Aku mau. Kita bisa jalan-jalan setiap pagi." Respon yang begitu gembira dan bersemangat itu membuat Daniel membulatkan matanya terkejut. Benar-benar tidak habis pikir dengan respon yang akan didapatkannya. Padahal sebelumnya ia berpikir jika pemuda Ong itu akang merengut kesal ataupun mengomel.

"Aku hanya bercanda. Kenapa kau menanggapinya begitu serius." Daniel kembali berujar malas.

Seongwoo terdiam mematung. "He? Cuma bercanda?"

"Kau ini bodoh ya? Untuk apa juga kau menggunakan itu."

"Yah benar juga sih.." murung Seongwoo.

"Kau ini benar-benar aneh." Ucap Daniel kemudian kembali berjalan, membuat Seongwoo dengan cepat menyusul menyamai langkah si pemuda Kang.

"Bukan begitu. Tapi mendapat hadiah dari orang yang kau sukai itukan rasanya spesial. Apapun yang kau berikan aku pasti akan menjaganya baik-baik." Daniel hanya mendengarkan, tapi ia tau bahwa Seongwoo mengucapkan itu dengan begitu tulus dan polos.

"Aku tidak mengerti, orang sepertimu itu merepotkan atau mudah ditipu."

Kau benar. Seongwoo menyetujui ucapan Daniel dalam hatinya.

"Ngomong-ngomong, itu kan yang kau inginkan?" tanya Daniel sambil menghentikan langkahnya, membuat Seongwoo ikut berhenti dan menatapnya bingung. "Pohon natal." Lanjut Daniel.

Seongwoo mengalihkan pandangannya pada apa yang ditatap Daniel. Dengan cepat senyumnya merkah saat melihat sebuah pohon natal yang begitu besar dihias dengan cantik di tengah pusat kota.

"Meletakkan pohon sebesar ini di pusat kota benar-benar tidak berguna."
"Huh? Tapi ini kan cantik." Ucap Seongwoo memprotes pernyataan Daniel.

"Terserah saja. Ayo cepat kita berfoto setelah itu pulang." Ucap Daniel lagi mengingatkan tujuan mereka datang kesini.

Meski kesal Sengwoo hanya bisa mengekori Daniel yang berjalan lebih dekat kearah pohon natal dengan wajah cemberutnya.

"Kira-kira pohonnya akan ikut terfoto tidak ya?"

Bukannya menjawab, Daniel justru mengomentari hal lain. "Gunakan syalmu untuk menutupi seragam sekolahmu."
"Oh iya, bisa ketahuan ya." Ujar Seongwoo menurut.

"Apa yang kau lakukan? Cepat sedikit bisakan?" omel Daniel saat pemuda berdiri begitu dekat dengannya itu hanya menggerak-gerakkan ponselnya, sepertinya belum menemukan angle foto yang pas.

"Mengambil foto tanpa kelihatan seragamnya itu sulit." Balasan Seongwoo itu membuat Daniel menghela nafas.

"Sudah sini berikan padaku." Seru Daniel sambil mengambil ponsel dalam genggaman Seongwoo dengan tangan kanannya.

Tangan kirinya dengan cepat melingkari bahu Seongwoo, menariknya agar lebih dekat dengannya. Tidak hanya itu, Daniel juga sedikit merendahkan tubuhnya dan menyejajarkan wajahnya dengan Seongwoo yang sedikit lebih pendek darinya, bahkan pipi keduanya sampai bersentukan.

"Cepat, tersenyumlah." Perintah Daniel hingga sesaat kemudian bunyi khas gambar diambil terdengar.

Berbeda dengan Daniel yang begitu fokus dengan ponsel ditangannya, Seongwoo justru terdiam membatu dengan wajah merona disampingnya.

"Harusnya begini tidak masalahkan? Pohonnya juga ikut terfoto." Ucap Daniel sambil mengamati hasil fotonya tadi.

Barusan pipi kami bersentuhan... pekik Seongwoo dalam hati sambil menangkup pipinya sendiri yang memerah.

"Ini." Seongwoo kembali tersadar saat mendengar suara Daniel dan sebuah ponsel yang kini berada tepat didepan wajahnya. "Ayo pulang." Tambah Daniel.

"O-oh iya."

.

.

Hwaaa... kami benar-benar terlihat seperti pasangan saja. Pekik Seongwoo dalam hatinya sambil mengamati ponselnya yang berisi foto dirinya dan Daniel tanpa menghentikan langkah kakiknya.

Tapi, aku terlihat sangat kaku. Kelihatan sekali kalau aku gugup. Memalukan sekali.

Kalau Daniel terlihat sangat sempurna. Sama seperti biasanya, tenang dan keren, terlihat sangat meyakinkan, benar-benar sempurna.

Sekelebat bayangan Daniel yang tersenyum begitu tulus terlintas dalam benak Seongwoo.

Dia akan tersenyum padaku seperti itu tidak ya?

"Hei Seongwoo." Merasa namanya dipanggil, Seongwoo mengalihkan pandangannya pada pemuda yang berjalan beberapa langkah didepannya.

"Dingin. Ayo kita masuk ke suatu tempat dulu." Tambah Daniel. Seongwoo hanya mengangguk mengiyakan.

Rasanya aku seperti orang bodoh saja karena senang sendiri.

Duh, kenapa aku malah sedih. Lagipula ini masih belum mustahil kan? Pikir Seongwoo sambil menepuk-nepuk pipinya sendiri.

Sudah kuputuskan, selama masih ada harapan aku akan terus mencintainya.

Tapi cahaya harapan itu hanya bisa diberikan olehnya. Dan aku tidak tau itu benar atau tidak.

Setelah larut dengan pikirannya sandiri, Seongwoo memegang perutnya. Ia menghentikan langkahnya dan berjongkok. Dapat dirasakan nyeri pada perutnya.

Merasa tidak ada lagi langkah yang mengikutinya membuat Daniel berbalik memeriksa apa yang dilakukan 'anjingnya'.

"Hei ada apa?" tanya Daniel sambil menghampiri Seongwoo.

"Perutku... sakit." Jawab Seongwoo dengan wajah yang memucat.

.

.

Seongwoo hanya bisa melipat kedua tangannya diatas meja sebagai bantal untuk kepalanya. Suasana nyaman dan interior café yang indah bahkan tidak dapat ia nikmati karena perutnya yang masih terasa sakit.

"Ini." sebuah kantung plastik diletakkan didepan si pemuda Ong, meski dengan berat hati membuatnya menatap si pemberi yang kini duduk dihadapannya.

"Minumlah obatnya. Istirahatlah sampai kau merasa baikan. Kita bisa pulang setelah kau merasa lebih baik." Itu Daniel yang berucap sambil melepaskan syal yang melilit sekitar lehernya.

"Kau repot-repot pergi ke apotek untuk membelikan ini untukku?"

"Berterima kasihlah. Karena untuk kali ini aku sudah mau menjadi pelayanmu." Ucap Daniel dengan cueknya.

Mengalihkan pandangan pada tas yang tergeletak disampingnya, Seongwoo berucap seraya mencari dompetnya. "Terima kasih, berapa harganya?"

"Tidak perlu." Tolak Daniel menghentikan pergerakan Seongwoo.

"Ta-tapi aku merasa tidak enak."

"Begini ya, apa yang kau lakukan saat aku demam waktu itu? Jangan membuatku menerima uangmu dan tidak mengembalikannya." Jelas Daniel sambil mengalihkan pandangannya.

"Terima kasih." Aku bahkan sudah lupa tentang itu...

Memilih tidak memusingkan itu lebih lanjut, Seongwoo mengambil obat yang dibelikan Daniel dan langsung meminumnya. Menghela nafas, berharap sakitnya cepat mereda.

"Tapi tiba-tiba sakit perut, memangnya kau sudah kakek-kakek ya?" wajah Seongwoo bersemu malu akan pertanyaan yang terlontar padanya.

"Kenapa kau kelihatan banyak pikiran begitu?" tambah Daniel.

Terkejut, Seongwoo refleks menggebrak meja didepannya. "Aku kenapa? Ini kan juga salahmu." Itu yang ingin kukatakan sih, tapi bukannya tidak adil kalau aku mengancamnya? Pikir Seongwoo mencoba menahan semua yang ingin dikatakan pada sosok Kang Daniel didepannya.

"Hm? Ada apa? Jika kau ingin bicara, aku akan mendengarkannya." Sambil menopang dagunya, Daniel berucap dengan seulas senyum dan mata yang tak lepas dari Seongwoo.

Melihat bagaimana ekspresi yang Daniel tunjukkan membuat Seongwoo mencoba berpikir dengan hati-hati.

Tidak, dia tau semuanya dan dia bersenang-senang dengan itu. Dia memang orang yang seperti itu.

Setelah mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya Seongwoo memutuskan. "Kalau begitu satu saja."

Masih dengan posisi yang sama dan pandangan yang terfokus pada sosok yang duduk didepannya, Daniel mencoba menyimak dengan baik apa yang akan dikatakan Seongwoo.

"Bagimu aku ini apa? Apa aku hanya mainan yang kau gunakan untuk menghabiskan waktu saja? Apa aku hanya anjing pemuas keinginanmu? Apa hanya sebatas itu saja?" Seongwoo berujar lancar dengan pandangan yang terkunci pada Daniel.

"Apa tidak ada sedikit perasaan spesial?" tambahnya.

Begitu pertanyaan terlontar untuknya Daniel tidak lekas menjawabnya. Beberapa saat ia hanya diam saja hingga sesaat kemudia ia mengulas senyum dibibirnya.

"Entahlah." Jawab Daniel sambil tersenyum mengejek.

Mendengar itu rasanya membuat darah Seongwoo mendidih. Dengan cepat ia berdiri dan diraihnya dalam genggaman gelas berisi air yang tinggal setengah yang sebelumnya ia gunakan untuk meminum obat.

"Jika kau bilang begitu aku akan menyiram wajahmu." Geram Seongwoo.

Bukannya minta maaf, respon Daniel hanya diam dan menatap Seongwoo. Melihat itu Seongwoo hanya bisa menghela nafas.

"Hei kumohon jawab aku." Lirih Seongwoo.

Seongwoo merasa seolah ada aliran listrik yang menjalar kesekujur tubuhnya saat tiba-tiba saja Daniel sedikit mencondongkan badan kearahnya dan memegang tangannya yang masih menggenggam gelas. Ditambah lagi saat si Kang berucap...

"Aku menyukaimu Seongwoo."

Ia hanya bisa diam membatu, ditambah mungkin matanya sedang dalam kondisi yang kurang baik, seolah ia dapat melihat rona merah samar diwajah Daniel.

"Kau tidak menyadarinya? Mau dia seberguna apapun, aku tidak akan mau bersama dengan seseorang yang tidak kusuka." Agak malu-malu Daniel berucap.

"Mainan pun sama, jika kau tidak menyukainya kau akan bosan lalu membuangnya. Seperti itulah." Tambah Daniel seraya mengambil gelas yang dipegang Seongwoo, meletakkannya kembali ketempatnya.

"Selama ini aku malu untuk mengatakannya, tapi sebenarnya dari dulu aku menyukaimu." Lanjut Daniel sambil menatap Seongwoo yang masih berdiri didepannya dengan tambahan rona merah dipipinya.

Ini bohong kan? Pikir Seongwoo tidak percaya.

"Benarkah?" akhirnya Seongwoo menyuarakan ketidak percayaannya. Sebagai jawaban Daniel tersenyum dan mengangguk.

Tanpa bisa ditahan, air mata mengalir begitu saja menuruni kedua mata Seongwoo. Daniel yang awalnya tersenyum jadi terdiam dan menatap lekat Seongwoo.

"Jangan menangis." Ucap Daniel kemudian.

Sambil mengusap air matanya dan mencoba menahan tangisnya Seongwoo berucap. "Maaf. Habisnya, aku tidak pernah menyangka kalau kau akan mengatakan hal seperti itu... makanya... aku sangat senang." Ucap Seongwoo tersengguk-sengguk.

"Begitu ya. Maaf karena selama ini aku sudah menggodamu." Daniel berujar lembut.

Bukannya berhenti, Seongwoo justru menangis lebih keras, bahkan beberapa pengunjung café menatapnya aneh.

"Tidak apa. Lagipula semuanya sudah berakhir kan? Aku juga orangnya berpikiran sempit." Ucap Seongwoo disela-sela tangisnya.

"Tapi itu yang membuatmu terlihat manis."

Setelah tangisannya mereda, Seongwoo tiba-tiba terpikirkan sesuatu. "Ah, begini. Tanggal 24 aku ingin menghabiskan waktu bersamamu." Seongwoo berucap mantap, mengabaikan wajahnya yang masih memerah.

"24... maksudnya saat malam natal?"

"Iya."

"Apa yang ingin kau lakukan?"

"Hanya ingin melakukan hal yang biasa."

"Hal yang biasa?" Daniel mengulang apa yang dikatakan Seongwoo.

"Contohnya seperti makan ayam goreng dan kue bersama, bertukar hadiah atau menonton film. Karena ini natal pertamaku bersama pacar aku ingin melakukan hal yang biasa saja." Seongwoo berucap dengan polosnya dan mata yang berbinar.

Berbanding terbalik dengan Daniel yang menatapnya malas. "Ekonomis sekali ya." Respon Daniel.

Seongwoo menunduk malu. "Kau tidak mau ya?"

Sambil bertopang dagu dan menatap Seongwoo, Daniel menjawab.. "Boleh. Apapun itu kalau bersama Seongwoo pasti menyenangkan."

Hatinya menghangat atas jawaban Daniel. Tanpa menyadari perubahan ekspresi didepannya.

"Daniel..."

"Jadi kau mau aku berakting seperti ini sampai kapan?" potong Daniel kemudian menyeringai, menghentikan ucapan Seongwoo.

"Heh?" masih dengan senyum yang bertahan diwajahnya, ada kebingungan yang terpancar dari mata Seongwoo.

Daniel terkekeh melihat ekspresi lawan bicaranya. "Kau itu benar-benar berpikiran sempit ya. Mudah sekali percaya pada orang lain. Kau masih belum mengerti aku sama sekali. Mana mungkin aku mau berkata semanis itu. Belajarlah sedikit. Mau sampai kapan kau hidup seperti itu? Suatu hari nanti kau pasti akan ditipu oleh orang..."

Kali ini ucapan Daniel yang terhenti. Bukan karena Seongwoo yang memotong ucapannya melainkan air yang berada didalam gelas yang dipegang Seongwoo kini telah berpindah kewajahnya juga sebagian tubuhnya. Ya, Seongwoo baru saja menyiramnya dengan air yang tadinya tidak jadi ia siramkan pada Daniel. Seongwoo tidak lagi peduli jika apa yang ia lakukan saat ini menarik perhatian maupun menjadi bahan gosipan pengunjung lain.

"Kau jahat." Desis Seongwoo dengan air mata yang tertahan dipelupuk matanya.

"Kau jahat. Aku harap kau mati saja dasar berengsek tidak berguna." Teriak Seongwoo mengumpati Daniel. Tanpa berlama-lama diraihnya tasnya kemudian berjalan pergi meninggalkan café juga Daniel.

"Apa anda baik-baik saja tuan?" tanya seorang pelayan saat menghampiri Daniel. "Mau saya ambilkan handuk?" tambahnya.

"Tidak perlu, aku baik-baik saja." Tolak Daniel dengan nada datar.

.

.

Bodoh.

Idiot.

Dasar berengsek. Aku membencimu.

Seongwoo melempar tasnya asal begitu sampai didalam kamarnya.

Dengan air mata yang membasahi wajahnya, Seongwoo duduk bersandar pada pintu dan memeluk lututnya sendiri.

Aku sudah mengerti sekarang. Dia tidak peduli sama sekali padaku. Karena itulah dia tidak peduli berbohong sejahat itu padaku.

"Sudah cukup, aku lelah. Aku lelah jatuh cinta. Aku tidak bisa lagi." Lirih Seongwoo disela tangisnya.

.

.

Hari-hari terlewati. Tidak terasa malam natal yang ditunggu semua orang telah tiba. Meski begitu tak sekalipun Seongwoo menghubungi Daniel, begitupun sebaliknya. Sejak insiden di café waktu itu, tidak sekalipun keduanya saling bicara.

Natal tanpa seseorang yang disukai itu sama saja seperti hari-hari biasanya. Pikir Seongwoo sambil memeluk lututnya.

Sepanjang hari ia habiskan dengan mengurung diri di kamar. Duduk bersandar pada kasurnya tanpa mau beranjak sedikitpun.

Tokk, tokk

Suara ketukan pintu terdengar, disusul suara ibunya. "Seongwoo, kau tidak mau memakan kue natalnya?" suara lembut itu berucap.

"Tidak, aku tidak mau." Jawab Seongwoo lesu.

"Tidak mau? Sejak kemarin kamu mengunci diri di kamar, kau bahkan belum makan apapun sejak kemarin." Bujuk ibunya lagi, berharap Seongwoo mau keluar.

"Tidak apa. Aku sedang diet jadi tinggalkan saja aku sendiri." Kali ini Seongwoo berujar kesal, membuat ibunya akhirnya menyerah.

Drrtt drrrtt

Kali ini bukan lagi suara ketukan pintu yang mengganggu Seongwoo tapi getar dari ponselnya yang tergeletak diatas nakas disampingnya.

Dengan malas Seongwoo meraih alat elektronik berwarna putih itu dan melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Ucapan selamat natal dari Daehwi dan Jeonghan memenuhi ruang chat yang dibukanya. Tidak hanya itu, terlampir juga berbagai foto mesra dan bahagia Daehwi Jeonghan bersama pasangan masing-masing yang merayakan natal bersama.

Wajah Seongwoo semakin suram hingga membuatnya menggigit bibirnya kesal.

Cih, beruntung sekali mereka kelihatan bahagia. Pikir Seongwoo iri.

"Aku kirim punyaku jugalah." Gumam Seongwoo sambil melihat lagi fotonya bersama Daniel dengan latar pohon natal besar di pusat kota.

Tapi apa pentingnya mengirim ini? lagipula aku sudah tidak bisa melanjutkan pacaran pura-puraku dengannya. Pikir Seongwoo putus asa.

"Aku menyerah, ketahuan juga tidak apa-apalah. Dijauhi pun lebih baik dari pada aku terus bersama dengan Daniel." Gumam Seongwoo.

Benar, daripada terus bersama si berengsek itu. Dia benar-benar jahat, tapi, kenapa bisa aku jatuh cinta pada orang sepertinya?

Air mata kembali menggenang dipelupuk mata Seongwoo. Tanpa bersusah payah menahannya, ia biarkan cairan itu mengalir membasahi pipinya.

Kang Daniel bodoh. Kenapa kau setengah-setengah bersikap baik padaku? Kau membuatku berharap banyak.

Aku tidak bisa melupakanmu begitu saja.

"Seongwoo boleh ibu masuk?" suara ibunya kembali terdengar, dengan cepat dihapusnya air matanya dan melangkah dengan kesal menuruni kasur dan berjalan kearah pintu.

"Keras kepala sekali. Sudah kubilang aku tidak mau kue." Gerutu Seongwoo sambil membuka pintunya.

Dan apa yang dilihatnya begitu membuka pintu langsung membuatnya terdiam. Dihadapannya kini berdiri si sumber keresahan hati Seongwoo, Kang Daniel. Bahkan Seongwoo tidak menggubris keberadaan ibunya yang berdiri disamping Daniel.

"Pacarmu datang ingin menemuimu. Jangan mengurung diri terus, bersenang-senanglah." Ucap ibunya kemudian meninggalkan kedua pemuda itu, memberikan waktu bagi keduanya.

"Terima kasih." Ucap Daniel sopan sebelum ibu Seongwoo pergi.

Tanpa dipersilahkan, Daniel melangkah masuk kedalam kamar Seongwoo. Sadar dari keterkejutannya, Seongwoo akhirnya menerima keberadaan Daniel yang kini sedang mengamati kamarnya yang didominasi warna putih dan cokelat.

"Kenapa? Kenapa kau datang kesini?" gumam Seongwoo tanpa menatap Daniel.

Bagaimana ini? kamarku berantakan, ah tidak lebih dari itu, wajahku yang lebih berantakan. Apa yang harus kulakukan. Ini sangat memalukan.

"Aku datang untuk mendisiplinkanmu."

"Ha?" Seongwoo akhirnya menatap Daniel dengan pandangan tidak mengerti akan apa yang baru saja pemuda itu ucapkan.

"Padahal aku sudah berlama-lama menunggumu, tapi kau tidak juga meminta maaf. Kau mulai berani ya." Tenang dan arogan, benar-benar Daniel yang Seongwoo kenal.

"Minta maaf? Kenapa aku harus minta maaf padamu?" tanya Seongwoo tidak terima sambil melipat kedua tanganny didepan dada.

"Apa kau sudah lupa? Kau menyiram air ke wajah tuanmu dan menyuruhnya untuk mati. Apa kau pikir itu diperbolehkan?" tanya Daniel.

"Kalau itu kau pantas mendapatkannya." Geram Seongwoo hingga meninggikan suaranya.

"Berisik." Dengan wajah kesal Daniel mendekat pada Seongwoo, kedua tangannya yang besar terjulur ke arah dileher putih dihadapannya.

"Akan kubuat kau mengingatnya lagi kalau kau itu adalah anjingku." Gumam Daniel tepat didepan wajah Seongwoo.

Takut dengan apa yang akan dilakukan Daniel terhadapnya membuat Seongwoo memejamkan matanya erat.

Dengan ragu-ragu Seongwoo membuka sebelah matanya saat dirasa tidak ada pergerakan maupun suara dari seseorang dihadapannya.

"Apa?" refleks Seongwoo mengepalkan kedua tangannya didepan tubuhnya saat melihat Daniel yang hanya menatapnya.

"Aku memakaikannya... kalungmu." Ucap Daniel sambil menunjuk leher Seongwoo.

Sepertinya dirinya terlalu diliputi rasa takut tadi hingga tidak menyadari saat Daniel mendekatinya adalah untuk memakaikan sebuah kalung putih dengan berbandulkan bintang dilehernya.

"Ini... mungkinkah... hadiah natal..." gumam Seongwoo tidak percaya.

"Biar kuingatkan, kalau kalung anjing yang sungguhan ingin kuberikan padamu, orang-orang akan menatapmu dengan aneh. Jadi aku memilih itu secara acak sebagi gantinya. Ingat, itu adalah bukti kalau kau adalah milikku, jadi jangan sampai lupa." Ucap Daniel sambil memalingkan wajahnya.

Tangisan Seongwoo pecah meski sudah berusaha ditahan. "Te-terima kasih... aku sangat senang." Daniel hanya bisa terdiam dengan respon yang diberikan pemuda dihadapannya, sejujurnya merasa cukup terkejut.

"Aku pasti akan menjaganya." Ucap Seongwoo disela tangisnya dengan tangan yang memegang bandul bintang dilehernya.

"Berhentilah menangis."

Tidak adil. Kau membuatku tidak bisa meninggalkanmu lagi.

Mau sampai berapa kali kau menipuku sebelum akhirnya kau puas?

Tapi, bisakah aku sedikit percaya pada kebohongan yang kau katakan. Pikir Seongwoo.

Sambil mengusap air matanya dan tersenyum, Seongwoo menjulurkan ponselnya pada Daniel.

Sekarang aku bisa benar-benar mengirimkan foto natal kami. Pikir Seongwoo dengan senyum yang tidak lepas di wajahnya.

-NEXT?-

Maaf ya update kali ini agak lama. Aku harap kalian meninggalkan jejak setelah membaca ini. Diriku butuh sedikit penyemangat TT_TT