MISTAKES in LOVE

….

Cast :

Jeon Jungkook (20 tahun)

Park Jimin (27 tahun)

….

Pair :

KookMin

….

Slight :

KookGa

….

"Jungkook-ah, kau bisa meminum darah ku untu menepis rasa sakitmu."

….

By Kelly

….

Seulgi terbangun dari tidurnya setelah mendengar engahan dari suaminya. Mendadak wanita itu panik, mendapati Jimin tampak kacau, bergerak gelisah di bawah selimut. Jemari pria surai ash brown itu mencengkram kuat bantal, peluh menbanjiri dahi juga rambutnya.

"Yeobo? Bangunlah, apa yang terjadi, astaga"

Kalimat yang diucapkannya menjadi berantakan. Terlalu takut dan bingung. Sebelumnya ia tak pernah menemui keadaan suaminya seperti ini. Tangannya ia bawa menebahi dada Jimin pelan, berharap pria itu sedikit lebih tenang atau jika tidak suaminya dapat terbangun. Namun, tak ada yang berubah. Pelupuk Jimin masih tertutup rapat, memunculkan lipatan tipis di masing-masing sudut mata. Kepala suaminya bergeleng gaduh.

"Hahh.,.akh,…hahhah"

Seulgi dirundung takut berlebihan. Tanpa pikir panjang, wanita itu melarikan dirinya keluar kamar meminta pertolongan pada kakak-kakaknya.

"Aku sudah menepuk dadanya tapi dia tidak bangun juga eonni" Seulgi menggigiti ujung jarinya—tanda ketakutannya—memandang bergantian saudaranya yang saat ini mengelilingi tempat tidur Jimin.

"Ya Tuhan, Jimin, ada apa dengan mu? Bangunlah sayang. Oppa, bagaimana ini"

Tak ada bedanya dengan Seulgi, Yujung juga sama cemasnya. Membawa tangannya menyisir surai Jimin, menyapu keringat yang telah banjir dari seluruh permukaan wajah adik kesayangannya.

"Tampar saja, agar Jimin cepat sadar"

Park Jungso yang sedari tadi diam berfikir mencari jalan keluar tiba-tiba berucap tanpa dosa dengan wajah yang dibuat polos.

Plak

"Auw! Apa salah ku!" katanya tak terima, pukulan dari istrinya tak pernah main-main padanya. Sambil mengusap lengannya yang menjadi korban pukul wanita disampingnya, mata Jungso memicing sebal ke arah wanita itu.

"Bisakah usulan mu tidak lebih ekstrim dari itu. Otak mu benar-benar dangkal"

Sang istri mendengus gusar. Kemudian ia melangkah mengambil gelas isi air putih di atas nakas. Duduk ditepian ranjang lalu mencelupkan tangannya pada gelas dan mencipratkan airnya di wajah Jimin.

"Hah!Hah!"

Basuhan itu berhasil. Mata Jimin membiak memperlihatkan bola matanya yang bersemu merah. Nafasnya tak teratur dibawah rasa takutnya. Lelaki itu melihat sekitar, menyadari seluruh anggota keluarganya telah merapat mengrumuninya. Tapi ia tak bisa menyembunyikan ketakutannya. Sesuatu barusaja terjadi dan ia ingin sembunyi.

"Jimin, apa kau barusaja mimpi buruk?"

Jimin langsung menoleh ke arah kiri dimana suara Yujung muncul. Dilihatnya air muka sang kakak yang teramat cemas, sungguh Jimin merasa bersalah. Tapi, bukankah mereka juga melihat apa yang barusaja Jimin alami semalam. Suara botol kaca itu terjatuh sangat keras, Jimin tak mengelak ulahnya akan membuat gaduh isi rumah kelauarga Jeon ini.

Sebentar, tadi Yujung mengatakan 'mimpi buruk'. Perlukah ia menjelaskan bahwa ia pingsan gara-gara putranya. Bagaimana bisa wanita itu berfikir kalau dia sedang mimpi buruk.

Sejenak Jimin mengernyit, tak memberi balasan. Alih-alih Jimin mengedarkan pandangnya sekali lagi, mencoba mencari sosok yang membuat dirinya ketakutan. Dari pandangannya, sosok itu sepertinya tidak ada. Jungkook tidak datang. Dimana lelaki itu?

"Hyung, dimana Jungkook?"

Jimin bertanya dengan sirat tak terbaca. Takut, ingin, dan sesuatu yang mengganjal di dadanya yang tak dapat diungkapkan juga tak ingin ia akui. Rindu. Seluruh kakak-kakaknya serta sang istri saling lempar pandang, sebelum akhirnya Jung Haneul memberi jawaban yang membuat kebingungan seorang Jimin semakin menempati titik tertinggi.

"Jungkook belum pulang dari China, mungkin nanti malam. Apa kau ingin bertemu dengannya?"

Tidak. Ini konyol. Jelas-jelas semalam ia melihat sosok pria tinggi itu dihadapannya, menyumbang senyum tulus ke arahnya dan menghisap darahnya sampai akhirnya ia tergeletak tak berdaya saat itu juga. Lalu apa maksud ucapan kakaknya. Candaan macam apa ini.

"Apa semalam dia langsung pergi ke China?" Jimin masih terlihat bodoh bersama dengan pertanyaannya. Jimin pikir, ia tidak sedang bermimpi buruk, tidak karena selama ini bunga tidurnya adalah hal-hal indah. Semalam benar-benar terasa nyata, dan ia tidak bohong soal Jungkook yang menghisap darahnya.

"Jimin baru bangun tidur. Kesadarannya belum terkumpul. Beri saja dulu dia minum."

Seulgi menuang air putih lagi ke gelas baru lalu menyodorkannya pada sang suami. Dengan patuh Jimin menerima, tangannya terulur gemetar. Sebenarnya ia ingin berteriak, mengatakan bahwa ia sudah sadar sepenuhnya. Mereka pikir dia sedang mengigau?! Dasar

"Sebentar, apa yang kau lakukan dengan jarimu, Jimin!"

Jimin terlalu terkejut dengan bentakan Jungsoo. Kakaknya menarik pergelangan tangannya dengan kasar, wajah pria itu menjadi keruh menampakkan kegusarannya.

"Apa ini Jimin!" lagi pria itu menyerukan emosinya. Tak mempercayai apa yang sudah dilihatnya. Telunjuk tangan kanan Jimin tergambar sebuah tato petir panjang warna merah keunguan, di ujungnya sangat pucat. Disisi bagian belakang, tato itu membentuk garis retakan tembok yang mengerikan.

Selama hidupnya, keluarga besar Park tak pernah memperbolehkan anak-keturunannya bertato. Baik tato kontemporer maupun permanen. Jika itu terjadi, mereka harus diasingkan atau tak dianggap dalam keluarga itu. Alasannya sama sekali tak diketahui Jimin. Belum. Jimin belum mengetahui alasan apa dibalik hal itu. Tapi saudaranya telah menganggap Jimin melakukan kesalahan. Bahkan tato itu adalah tato permanen, seolah Jimin sedang ingin menantang maut.

Jimin memandang nanar jari telunjuknya. Jari yang sama dengan jari yang dihisap Jungkook semalam. Apa yang terjadi dengannya? Jimin mendongak memandangi kakak-kakaknya juga sang istri. Rautnya sendu ingin menjelaskan sebenarnya apa yang terjadi. Tapi apakah mereka akan mempercayainya.

"A-aku—ini bukan aku yang melakukannya, hyung. Bukankah kau juga sudah melihatku kemarin sore. Tak ada tato sedikitpun diatas kulit ku. I-ini bukan…aku, aku-aku hanya tidur dan terbangun semalam lalu melihat…."

"Semalam kami terjaga Jimin, tidak ada diantara kami yang tidur kecuali kau dan istrimu, jangan mengada-ada. Kita akan bawa kau kerumah sakit."

Jung Haneul berbalik tak meminta penjelasan apapun dari Jimin. Wanita itu merogoh saku dressnya, mengambil ponsel.

"Dokter Choi, adikku Jimin mengalami hal aneh. Bisakah kau memeriksanya. Aku sudah panik setengah mati. Cepat kemarilah. Suamiku ayo kita keluar"

Dan wanita itu berlalu. Disusul kakak-kakaknya satu persatu. Sekarang menyisakan Yujung juga istrinya yang terduduk di samping kanan-kiri Jimin, memandang iba ke arah pria itu.

"Apa yang kau mimpikan semalam Jimin. Kau bisa cerita pada nunna mu ini"

Yujung berucap lembut, menepuk-nepuk bahu adiknya dengan sayang—menyuruh Jimin untuk mempercayainya. Ia mengerti, mimpi buruk Jimin bukanlah sekedar mimpi. Meskipun ia tak tahu, setidaknya ia ingin memahami adik tercintanya.

Jimin membalas tatapan sang kakak, lalu menunduk setelahnya. Keraguan masih menggantung di ulu hatinya. Ketika semua fakta menyerang untuk menyanggah apa yang tengah terjadi pada Jimin, Yujung mengulurkan kesediaan untuk mendengar ceritanya. Tapi, wanita itu pulalah orang yang bersangkutan dalam ceritanya. Dia ibu Jungkook, pria yang telah membuatnya seperti ini.

"Tidakkah nunna melihat ku terkena serpihan kaca botol di dapur? Semalam aku memecahkan botol karena ceroboh."

Pelan Jimin berucap. Ragu masih menggondeli lidahnya.

"Kami sama sekali tak mendengar kejadian pecahnya botol Jimin. Semua saudara mu duduk diruang makan, bukankah kau juga sudah tahu dimana letak ruang makan. Itu ada di dekat dapur."

Tidak mungkin. Apa semalam ia berhalusinasi? Membayangkan yang tidak-tidak tentang sosok Jungkook karena ia sudah berfikir takut tentang lelaki itu. Tapi ia sangat jelas melihat Jungkook mengeluarkan dua taring yang panjang keluar dari mulut, dua gigi taring kecil di deretan gigi bawah. Jimin juga tak melewatkan manik pria itu berubah menjadi warna zamrud yang terang. Indah awalnya tapi aura gelap tetap berselimut disana.

Jimin bukan orang yang suka mengarang cerita atau senang berkhayal. Apa yang terjadi semalam bukanlah kebohongan, baik dari mimpi ataupun ingatannya.

"Apakah jika aku menceritakan kepada nunna, nunna akan percaya padaku?"

Yujung memandang Jimin ragu, tapi akhirnya ia memangguk yakin. Mempercayai seluruh omongan adiknya itu adalah kebiasaanya, prioritasnya karena Yujung sangat mencintai adiknya. Bahkan bila itu hanyalah kekonyolan Jimin, ia percaya.

"Baik dengarkan aku. Semalam aku turun kehausan, maka aku segera pergi ke dapur. Dan aku tak menyangka, putramu, Jeon Jungkook disana. Sungguh aku tak salah lihat. Dia juga mengakui bahwa dia Jungkook. Anak mu bersama putrinya. Memakan bubur yang katanya seperti bukan bubur. Tapi entah kenapa aku sangat gugup. Bibir ku sama sekali tak dapat ku kendalikan. Saat aku menenggak jus, putri Jungkook berucap dengan kalimat yang membuat ku ingin mengumpat. Lalu reflek botol ku jatuh dan prang ….pecah begitu saja. Ketika aku memunguti pecahan itu, Jungkook menghampiriku sambil membentakku. Tapi aku diam. Beberapa saat kemudian, kalian muncul di ambang pintu berteriak cemas padaku. Kembali aku melihat Jungkook karena aku merasa anakmu menghisap darahku tanpa di keluarkan, aku menarik jariku tapi Jungkook menahan ku. Dan saat itulah…Jungkook berucap sebelum gigi taring putramu keluar. Dia….seperti…..vampir"

Jimin mengakhiri ucapannya takut-takut. Terus terang dia memang penakut, kecuali menonton film horror, sama sekali ia tidak. Untuk beberapa saat berlangsung, hanya hening yang mengikat. Tidak ada sahutan dari Yujung tidak ada pula dari Seulgi. Kedua wanita itu terdiam seolah tengah mencerna omongan Jimin barusan. Nafas Jimin tertahan di pangkal hidung, bersiap-siap menyambut tanggapan dua wanita disampingnya itu. Dalam hati Jimin mulai menghitung….1…2…3…emmm

"HAHAHAHA….."

Sesuai feeling nya, dua wanita itu terbahak. Yujung terjatuh ke lantai, saking kerasnya ia terpingkal-pingkal. Salah satu tangan Yujung mengepal memukul meja nakas, tangan lainnya memegangi perutnya yang mulai mengeras. Disebelah kanan Seulgi menutup mulut ikut tertawa, bahkan istrinya itu mendekati jendela seakan-akan agar suaminya tidak melihat.

Sialan, mereka tidak percaya.

"Jimin….hahaha….imajinasi mu terlalu tinggi. Tapi itu keren. Nunna akan memberitahu Lee Soman teman nunna untuk menerima cerita mu ini. Pasti ia akan menerima, itu bagus untuk konsep comeback EXO"

Kata Yujung seusainya tertawa, sedikit menyisakan cekikan kecil yang mengesalkan bagi Jimin.

"Jadi kalian tidak percaya padaku? Telunjukku adalah bukti" tidak terima. Sama sekali tidak terima. Bibirnya sudah berbusa-busa mengeluarkan ludah saat bercerita, mereka malah menanggapi dengan gelak tawa yang menjengkelkan. Menganggap cerita Jimin berasal dari khayalannya belaka. Apa-apaan.

"Begini Jimin…" Yujung membenarkan posisinya sejenak. Menghadap Jimin, sebelum melanjutkan ucapannya, ia melipat bibir untuk tidak terbahak kedua kalinya.

"Yang pertama perlu kau tahu, Jungkook sudah satu minggu di China. Dia sedang mengurus bisnis barunya yang tidak kami ketahui. Tapi dia memang bekerja di kantor. Yang kedua harus kau dengarkan baik-baik…"

Yujung menjetikkan dua jarinya didepan Jimin.

"Jungkook belum memiliki anak, dia masih terlalu muda, Jimin. Ayolah itu jelas sekedar mimpi."

"Tapi…."

"Sebentar, biarkan aku menyelesaikan kalimat ku. Jungkook memang dingin padaku, pada semua orang tanpa terkecuali. Tapi bukan berarti Jungkook dingin dalam hal fisik mirip vampir. Mata Jungkook memang berbeda, tapi selama ini Jungkook tidak pernah menyembunyikan gigi taring panjang seperti apa yang kau katakan. Dia masihlah putraku Jimin, dia bukan keturunan vampir"

Yujung menarik senyum kala menatap Jimin yang terdiam. Ia tahu pikiran Jimin sedang kalut karena lelah. Dikecupnya dahi adiknya itu, lalu mengusuk gemas rambut Jimin.

"Akan ku buatkan sarapan untuk mu. Tenang saja aku tidak akan menceritakan pada siapunpun imajinasi mu itu. Akan ku simpan rapat, percayalah padaku. Ayo Seulgi membuat sarapan, ini sudah pukul 5 pagi"

Kedua wanita itu keluar kamar. Menutup pintu pelan-pelan memberi waktu Jimin untuk tenang. Sungguh, Jimin merasa dipermainkan. Apa yang terjadi dengannya? Mungkin benar apa yang terjadi malam hanyalah halusinasi belaka. Sepertinya ia harus melupakan, dan menganggap apa yang telah ia alami tidak ada.

Sejenak Jimin memandang telunjuknya yang bertato. Setelah dicermati baik-baik. Tato petir itu membentuk huruf J. "Jimin' kah? Atau Jungkook. Tidak. Lupakan. Jimin menggeleng setelahnya, melenyapkan nama yang tiba-tiba tersebut didalam benaknya.

JEON JUNGKOOK

Tanpa sepengetahuan Jimin, garis di telunjuknya memancarkan warna hijau indah bersamaan suara hati Jimin yang memanggil nama keponakannya.

.

oooKMooo

.

Lelaki bersurai ash grey tampak kesakitan. Pria itu Jungkook, mengerang keras sembari meremat dadanya yang berlapis kemeja putih dengan jemarinya. Sesuatu didalam sana terasa di gerus, diiris seolah benda itu kian menipis. Air mukanya mulai memerah pekat, urat warna kehijauan dibalik kulit putih pucatnya bermunculan. Menunjukkan betapa sakitnya pria itu.

"Yoongi hyung, ini sangat sst-sakit."

Seluruh tubuhnya menjadi kram. Kakinya terasa lumpuh dan perut bagian bawahnya memanas. Pria mungil yang dipanggilnya Yongi-hyung, berlari mendekati Jungkook. Ditangannya, gelas bening isi cairan warna biru tua ia genggam. Lalu disodorkan pada Jungkook.

"Aku tidak tahu apakah penawar ini manjur atau tidak. Bunga mawar biru itu tercantum dalam buku ramuan."

Jungkook tak terlalu mendengarkan perkataan pria mungil disampingnya. Segera menyambar gelas itu, menenggak isinya tanpa sisa. Keduanya sama-sama diam, menunggu reaksi apa yang bakal terjadi. Menit ke-5 sakit itu masih menyiksa, hingga menit-menit selanjutnya tidak ada yang berubah. Sakit di dada Jungkook masih menggila.

"Argghh….sialan, sebenarnya darah apa yang barusaja ku minum!"

Yoongi tak berkutik ditempatnya. Giginya meraih bibir bawahnya untuk digigit. Keraguan menelisip masuk disela pemikirannya untuk menyelamatkan orang terkasihnya. Pria mungil dengan kulit pucat itu sangat mencintai Jungkook. Ia tak pernah mampu melihat lelaki yang berbeda jenis dengannya itu kesakitan. Akan ia berikan apapun darinya untuk Jungkook asal pujaannya bahagia, bahkan ia tak dipedulikanpun ia mau. Hingga akhirnya, atas dorongan keberaniaanya, Yoongi bersuara.

"Jungkook-ah, kau bisa minum darah ku untu menepis rasa sakitmu."

.

.

TBC

He….yang penting update ya gengs. Makasih lho yang udah sempetin review. Dulu aku KookV shipper. Jadi buatnya FF KookV, banyak yang berkunjung 'n' nge-fav. Tapi sekarang aq tw reader Kookmin it dikit banget, makannya aku sempet ragu buat nge-publish ini. Tapi karena rasa cinta ku ama Kookmin itu sangat, maka jreng….ff gaje ini tercipta. Makasih banget untuk para reader ku. Aku harap kalian suka. Pelan-pelan ya, biar ena…he

Love by Kelly Emmanuel