SEKOLAH TINGGI HARAJUKU.

Sekolah umum ini terkenal karena jam pelajarannya yang sedikit, dan peraturannya yang tidak seketat sekolah lainnya, juga hukumannya yang tak terlalu kejam-jika dibanding dengan SEKOLAH TINGGI UCHIHA-Menurut Sasuke.

Sasuke selalu datang paling awal di antara ketiga sahabatnya. Sejak kecil dia sudah terbiasa dengan semua peraturan ketat dan keras yang diterapkan di dalam lingkungan keluarga Uchiha. Semua aktivitasnya teroganisir. Sasuke punya jadwal yang sudah di tulis oleh Mikoto-Ibunya. Tapi Sasuke membenci keterikatan. Dia membenci rutinitas yang membosankan itu. Itulah sebabnya dia berada di sini.

Dulu, saat Sasuke mengutarakan keinginannya untuk keluar dari sekolah tinggi Uchiha dan berhasrat menjadi musisi, dia sempat mendapatkan pertentangan dari keluarga, terutama sang Ayah-Fugaku Uchiha. Fugaku khawatir tidak ada yang meneruskan empayar bisnisnya di masa depan. Meski sempat kecewa, tapi sekeras apa pun sikap Fugaku terhadapnya, pria paruh baya itu tahu dia tetap akan kalah oleh tekad kuat Sasuke. Mau tak mau, akhirnya dia tetap mendukung Sasuke dengan syarat Sasuke harus meneruskan pendidikannya di jurusan bisnis. Bagi Sasuke, itu bukan hal yang susah, karena dia di karuniai otak encer dan gampang menyerap semua mata pelajaran dengan baik.

Saat ini, Sasuke menyandarkan punggung di tembok. Melirik jam di pergelangan tangan kanannya. Mereka masih belum tiba, Sasuke menghela napas. Sejenak kemudian salah satu alisnya terangkat. Dia melihat Hinata berjalan tergupuh-gupuh ke arahnya, rasa lega menyeruak melalui wajahnya juga melalui langkah kakinya yang kini menyongsong gadis itu, gelombang hatinya mungkin terasa berbeda jika Naruto atau Sakura yang muncul terlebih dahulu.

Hinata terengah-engah setelah berlari dari stasiun menuju ke sekolah. Dan Sasuke masih diam dan menonton gelagat panik Hinata. Gadis itu mengeluarkan sebuah buku dari tas punggungnya.

"Maaf aku terlambat, kau sudah lama tiba?"

"Tidak, aku juga baru tiba." bohongnya.

"Aku merasa gugup," kata Hinata, dia membuka buku teksnya. Dia menyimaknya halamannya bolak-balik. Gelagatnya nyaris membuat Sasuke tersenyum, Sasuke melihat Hinata berjalan mondar-mandir, memejam mata, merapal perkataan-pekataan yang aneh di pendengarannya.

"Apa kau tidak belajar semalam?"

"Tentu, Aku sentiasa menghapalnya," balasnya.

"Tenanglah,"

Hinata terhenti dan membuang napas. Dia mendongak, matanya tidak terasa silau karena masih pagi. Sasuke menyertainya. Mereka sama-sama memandang awan pagi sebelum akhirnya Hinata berkata:

"Aku terlambat dua tahun, Sasuke. Aku tak ingin gagal," gumam Hinata.

"Aku tak ingin mengecewakan Mikoto baa-san." tutur Hinata. Dia teringat, setahun yang lalu, saat dia resmi menjadi anggota seven switch, Mikoto baa-san selalu menonton mereka latihan-seven switch berlatih di studio kecil milik Sasuke di mansion Uchiha; Peninggalan Itachi, kata Sasuke waktu itu. Mikoto sangat baik terhadap mereka. Dia wanita terpelajar yang sangat mementingkan pendidikan. Dia tak segan membantu Sakura dan Naruto belajar. Kata Mikoto, dulu, cita-citanya ingin menjadi seorang guru. Tapi sayangnya, Fugaku melarangnya bekerja; Sasuke dan Itachi tidak pernah kesulitan dalam pelajaran sehingga tak membutuhkan guru pembimbing, nilai ujiannya tidak pernah di bawah angka 80. Akhirnya kedatangan Sakura dan Naruto dan dirinya, membuat Mikoto sedikit terhibur. Dan saat Mikoto mengetahui bahwa Hinata putus sekolah, dialah yang beria-ria meminta Hinata untuk kembali meneruskan sekolahnya. Dia sedikit memaksa.. Tapi Hinata tidak merasa keberatan akan hal itu. Hinata juga punya impian.

"Makanya, kita harus sama-sama berjuang," Sasuke melipat lengan dan menatap Hinata sejenak. Tapi gadis itu masih memandang langit. Pandangannya seolah-olah hendak menembus cakrawala.

"Di Biei, aku sering melihat pelangi, tapi di sini, baru beberapa kali aku melihatnya. Kau ingat? saat kita berempat pergi ke puncak? "

Tebakan Sasuke benar, Hinata memang sedang menembus kenangan lamanya. Hening. Sasuke memilih untuk mendengar. Hinata sangat jarang bercerita tentang dirinya. Yang Sasuke tahu tentang Hinata adalah: Hinata, seorang gadis desa yang putus sekolah karena masalah ekonomi dan memilih pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Tidak lebih. Mungkin karena keperibadiannya yang terlalu introvert pikir Sasuke.

"Di sana, pertama kalinya aku melihat pelangi."

"Pelangi itu hanya fatamorgana, kau bisa melihat tapi kau tak bisa menggapainya,"ujar Sasuke yang terheran-heran akan kekaguman Hinata pada pelangi.

"Bukan masalah itu Sasuke."

"Lalu?"

Hinata berhenti mendongak kini menatap tanah, tempat ia berpijak. Ada dedaunan kering yang berirama saat tertiup angin.

"Pelangi akan selalu mengingatkanku pada ..."

"Pada siapa?"

Hinata memicing. Akan terasa lebih baik jika percakapan ini terhenti.

"Pada Biei. Kampung halamanku yang indah, kapan-kapan kau harus ke sana."

Sekarang Sasuke merasa geram. Terbesit sebuah firasat yang mengatakan bahwa ada seseorang yang bernaung di hati perempuan bermahkota biru itu. Sasuke mendengus dan mengutuk dirinya sendiri karena tak mampu mengudarakan pertanyaannya pada Hinata. Bukankah mudah untuk bertanya: apakah orang itu adalah kekasihmu?

"Hn."

Seketika Sasuke mendengar gelakan dari perempuan di sampingnya. Hinata terbahak-bahak dan menyembunyikan wajahnya di halaman buku.

"Kenapa?"

"Hahahaha..."

"ADA APA!" Sasuke berang. Hinata tidak lagi tertawa, kalau ia tertawa pun ia akan membuang wajah ke samping. Bagi Hinata meski Sasuke berusaha menyembunyikan ekspresi suramnya, ia tetap akan terbaca. Hinata tahu Sasuke sebal karena dia sering mengalihkan topik. Seperti biasanya. Dia paham Sasuke membenci hal itu.

"Tidak, tak ada apa-apa. Baiklah, adik kecil, Aku harus kembali menghapal." katanya kemudian.

"Sudah berapa kali kubilang, berhenti memanggilku dengan panggilan bodoh itu, lagipula aku bukan adikmu!" sergah Sasuke.

"Ya, ya, aku minta maaf, Sasuke. Tapi kau tak bisa menolak fakta bahwa aku ini dua tahun lebih tua darimu," balas Hinata tanpa rasa bersalah.

'Kuso! pengalihan topik yang sangat murah sekali, Hinata.'

"Ckk," Sasuke merasa jengah jika berlama-lama dengan situasi ini, perbedaan dua tahun itu selalu menjadi senjata pamungkas Hinata.

'Memang kenapa kalau kami berbeda dua tahun?'

Hinata kembali menekuni bukunya, dan Sasuke memasang earphone di telinga, dan memasang music dengan sangat keras sekali. Sepuluh menit kemudian seorang gadis berseragam sailor dengan sangat tidak rapih-dia mengenakan T-shirt pink di balik kemeja putih dan jeans pendek di balik rok, jeans itu tampak lebih panjang dari rok lipitnya. Dasinya berantakan, blazer yang di pakai tampak renyuk dan kusam- gadis itu menaiki sepeda pancal dengan sangat kencang dan kini menuju ke arah mereka. Sasuke menoleh ke arah Hinata akan tetapi, Hinata tidak peka akan kedatangan sepeda tersebut, ketika Sasuke kembali melihat ke arah gadis yang bersepeda itu, Sasuke tahu bahwa gadis itu tidak akan menabraknya. Sasuke mengumpat. Gadis itu akan segera menabrak Hinata.

"Hinata awas!"

Sasuke menyentak tangan Hinata sehingga gadis itu terkesiap kaget. Mereka berdua jatuh terduduk dengan posisi Hinata yang kini berada di dalam pelukan Sasuke.

"Hei, Sakura, tak bisakah kau tak mengebut? ini kawasan sekolah, kau hilang akal apa?" tengking Sasuke. Gadis itu telah menghentikan sepeda tidak jauh dari mereka. Dia menyengir.

"Ops maaf, aku sengaja," Jawab Sakura, kakinya kanannya masih menempel pada pancalan. Dan dia kini turun, lalu menjagang sepeda pinknya.

"Apa!" Desis Sasuke.

"Tidak-tidak! maksudku aku tidak sengaja, heheheh," kilahnya, dia segera membantu kedua rekannya bangkit.

"Lain kali hati-hati, sakura," tutur Hinata sesaat setelah menerima uluran tangan Sakura. Giliran Sasuke pula, pemuda itu menolaknya. Sakura terkikik. Dia telah berhasil membuat Sasuke marah. Ya... Sasuke memang sedang marah dan sekarang bertambah marah.

"Ckk, kau ingin membunuh kami?" kata Sasuke tak terima.

"Hei, hei kalian sudahlah. Sasuke, kau pintar bertengkar juga ya, kupikir cuman Naruto," Kata Hinata, dia menyenggol bahu Sakura.

"Apa-apa'an." Balas si gadis merah muda itu.

Sasuke berdecak. Pagi ini dua orang perempuan telah membuatnya jengkel.

"Terserah," kata Sasuke akhirnya. Dia membawa dirinya menjauh dari dua perempuan yang akan membuat moodnya menjadi buruk hari ini. Dan tentunya dia tidak akan berpesan kepada Hinata atau Sakura untuk kembali menelaah lagi sebelum ujian, karena itu akan membuatnya terlihat persis seperti Ibunya yang sedang marah-marah saat dia terlambat bangun atau saat tidak menghabiskan sarapan.

kala punggung Sasuke tampak menjauh, Sakura menempelkan tubuhnya pada Hinata, memeluknya sehingga Hinata merasa sesak. Yang dipeluk meronta-ronta ingin lepas, tapi Sakura mengabaikannya. Dia tersenyum-senyum dengan penuh makna.

"Hinata," Sakura berbisik di telinga Hinata.

"Tadi, aku sengaja hendak menabrakmu, aku penasaran apakah Sasuke menyukaimu atau tidak, dan ternyata dia ... "

Wajah Hinata menghangat. Cepat-cepat, dia segera menggeleng.

"kalau aku terbunuh, kau mau masuk penjara?" bentakan Hinata terdengar sangat kalem di telinga Sakura.

"Hahaha, tentu saja kau tak akan terbunuh, Hinata sayang..."

"Ba-bagaimana kau tahu, bisa saja aku tercampak ke trotoar, kepalaku pecah, kakiku patah, aku koma, aku-"

"Itu tak mungkin terjadi, karena Sasuke pasti akan menyelamatkanmu."

"Ok, kalau iya pun itu hanya refleks,"

"Tapi buktinya dia menyelamatkanmu,kan?"

Dia terdiam lagi. Memang betul. Tapi jika ada fakta lain yang mengatakan bahwa Sasuke menyukainya itu adalah hal gila. Menurut Hinata. Itu tak mungkin, siapa Sasuke? siapa dirinya? tanya hati Hinata lagi. Dan Hinata akan menolak jauh-jauh andai dia punya perasaan suka terhadap pemuda berambut emo itu. Alasan terbesarnya tentu saja karena perbedaan derajat mereka.

"Hei, kalian ini sedang apa?" Naruto yang baru saja datang menegur kedua temannya. Awalnya, dia hampir ternganga saat mendapati Sakura dan Hinata berpelukan sangat mesra. Ok, Naruto sering mendengar kabar miring dari pelajar-pelajar yang berkumpul di pojokan sekolah atau taman: Bahwa, Sakura penyuka sesama jenis, dan kali ini dia melihatnya sendiri. Tidak, Naruto, segera menafikan semua ini. Andai penyuka sesama jenis itu Ten ten atau Ino, itu bukan masalah baginya. Tapi ini Sakura, dan Naruto merasa bahwa dirinya punya tanggungjawab penuh untuk membuat gadis itu kembali normal.

"Eh, Naruto."

Segera, Hinata melepas pelukan Sakura saat melihat tatapan tidak biasanya dari Naruto.

"kau lambat sekali Naruto?"

"Aku punya sedikit urusan denganmu,"

"Urusan apa?" tanya Sakura tak mengerti.

"Ah, kalian, aku lupa, aku masih harus menghapal," Hinata mengangkat buku teks ke udara. memperlihatkannya kepada Naruto dan sakura.

"Aku duluan," Merasa jika dia harus memberi ruang buat kedua temannya, Hinata segera beredar sebelum Sakura sempat berkata apa-apa.

Sakura balik menatap Naruto.

"Ikut denganku." ucap Naruto mutlak.

.

.

.

Di kelas. Ujian akan dilaksanakan, Hinata masih berkutat pada bukunya, berpikir keras agar bisa menjawab semua soal, sementara Sakura mengumpat karena lupa hari ini akan diadakan ujian, berbeda dengan Naruto. Pria pirang itu terlihat santai, Naruto tak terlalu peduli akan nilainya nanti. Makanya dia tak pernah mencemaskan soal ujian apalagi menyentuh buku. Dibanding belajar, Naruto lebih menyukai musik, bahkan bisa dibilang, sekolah adalah nomer kesekiannya dalam daftar hidupnya setelah musik. Satu-satunya alasan Naruto ke sekolah adalah Seven switch. Grup band mereka, dan tentu saja karena kebaikan Mikoto. Jika tidak Naruto lebih memilih menjadi street musician.

Kertas Ujian bertebaran ke seluruh meja kelas, masing-masing berkeringat dingin. Hawa terasa lebih dingin dari biasa-kecuali bagi pelajar yang berotak cerdas. Sasuke menatap pemilik bangku di depannya; Hinata tak menoleh sedikit pun, kadang-kadang dia melihat Hinata menggaruk-garuk kepalanya. kadang mengetuk-ngetuk kepalanya dengan pensil. Sepertinya soal yang akan dijawab gadis itu sulit sekali.

'Semoga dia bisa menjawabnya.'

Selesai ujian, mereka berkumpul di kantin. Membicarakan tentang lagu yang akan mereka 'cover' esok. Kafe obito akan kedatangan tamu spesial. Seorang artis telah memesan kafe Obito untuk pesta ulang tahun kekasihnya. Sasuke menjelaskan bahwa esok mereka harus melakukan yang terbaik. Ya, Hinata berpikir, mungkin dengan begini band mereka akan lebih terkenal lagi setelah ini.

"Beruntung hari ini, hari terakhir ujian, kalau tidak aku tidak yakin bisa tampil maksimal," celetuk Sakura yang kini mengunyah onigiri.

"Ya, aku juga. Aku jadi takut. Tadi aku takut dengan ujian, sekarang aku takut karena tamu kita speasial. aku takut gagal."

"Cobalah sedikit lebih yakin. Kau harus menunjukkan kekuatanmu." Kata Naruto pada Hinata tapi matanya melirik Sakura(tadi pagi, mereka bertengkar lagi. Penyebabnya Naruto menimpakan sejumlah buku novel romantis pada Sakura, Sakura jadi marah, bergidik geli dan mengutuk novel-novel itu sekalian dengan pengarangnya. kata Sakura dia bukan tipe orang yang seperti itu lagipula menyatakan cinta itu ada banyak caranya. Mereka beradu mulut lalu berakhir dengan sebuah tendangan yang mampir di perut Naruto).

"Anggap saja tidak apa-apa, sebagaimana kita tampil setiap hari. Itu akan mengurangkan rasa takutmu." ujar Sasuke, pemuda itu mengeluarkan helaian kertas dari tas punggungnya; dia membagikannya kepada mereka bertiga.

"Itu lagu yang akan kita nyanyikan esok. Nanti, sepulang sekolah ke rumahku saja. Hinata dan Sakura, kalian juga harus mendapatkan baju yang bagus untuk esok."

"Hai!"

Kedua gadis itu menyahut bersamaan. Hinata melihat lembar kertas di tangannya. Ada dua lagu yang harus ia hapal. 'secret admirer' dan 'sarangheo'. Dia sedikit lega karena sering mendengar satu di antara. Itu berarti dia harus lebih fokus ke 'Sarangheo'.

"'Sarangheo' ini aku belum pernah mendengarnya?" kata Hinata.

"Nah, dengarkan." Sasuke bangkit, dia sedikit membungkuk untuk memasang earphone ke telinga Hinata. Secara tak langsung memebuat berpasang-pasang mata melihat ke arah mereka. Hinata segera menunduk, mencoba fokus pada kalimat demi kalimat. Bahasa korea. rasa gugupnya makin mengguncang. Dia tak bisa membedakan penyebabnya, apa karena lagu ini berbahasa korea atau karena perlakuan Sasuke barusan. Bait-bait pun tersenandungkan. Hinata berusaha mencocokkan lirik dengan nada yang ia dengar di earphone. Tidak lama kemudian ponsel Hinata bergetar; menandakan ada panggilan masuk. Hinata tidak menyadarinya lantaran terlalu fokus dengan latihan.

"Hinata, ponselmu,"kata Sasuke.

"Hinata," kata Sasuke lagi, Naruto membuat gerakan melambaikan tangan di depan wajah Hinata. Hinata segera mengangkat wajah.

"Apa?"

"Ponselmu bergetar," kata Sakura.

"Oh," dia melepas earphone dan mencapai ponsel di depannya. Ada tulisan 'Tenten' di layar ponsel. Wajah Hinata berubah. Sesaat dia mengerutkan kening, perlakuannya sendiri diamati dengan sangat detail oleh Sasuke. Sasuke melihat Hinata bangkit dari kursi dan tergesa-gesa pergi.

"Maaf, sebentar ya," katanya sebelum melesat.

"Dia tidak pernah menyembunyikan diri saat ada panggilan masuk," Sakura menyeruput menuman kalengnya, lalu mengusap lebihan air yang sedikit tumpah di dagunya yang lancip.

"Menurut kalian siapa yang melepon Hinata," sambungnya. Dia mengembalikan minuman kaleng ke atas meja dan mendapatkan jawaban berupa gerakan bahu yang menjungkit ekspresi tidak tahu Naruto. Hal yang berbeda dilakukan Sasuke. Pemuda untuk tampak sedang merenung. Seolah-olah, pikirannya sedang terganggu.

"Sudahlah, aku mau kembali ke kelas. kalian baca nota itu dengan baik." Sasuke menggapai tasnya, meninggalkan makan siangnya yang masih utuh.

.

.

.

Keesokan harinya, Seven switch tampil dengan sempurna, Hinata bisa menjiwai lagunya, tidak ada nada yang salah. Naruto memainkan gitar dengan dengan lihai, begitu juga Sakura yang selalu semangat menghentakkan drum Sasuke sendiri sangat mengusai permainan keyboardnya. Lalu setelah mereka selesai tampil, perkataan Han Seung ri(penyanyi terkenal di korea) membekas di telinga Sasuke.

'kalian bisa menjadi band terkenal di Jepang. Aku percaya kalian akan sukses.'

Seharusnya Sasuke merasa senang. Bahwa, Han seung ri menyukai penampilan mereka, dan bayaran dua kali lipat yang seven switch terima malam ini. Tapi Sasuke tak merasa apa-apa. Dia masih belom melihat'nya'. Sejak semalam, dia tak menemukan'nya'; senyum dari bibir Hinata.

TBC

(semoga bisa menjawab tandanya readers.)