Park Chanyeol membuka kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari mulai menyengat wajahnya dari jendela kaca yang dibiarkan terbuka sejak semalam. Pemuda berusia 19 tahun itu melihat ke arah sekelilingnya dan mendapati bahwa ia terbangun di sebuah tempat yang tidak asing lagi baginya. Chanyeol kemudian meraih ponselnya untuk melihat bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Hari Minggu seperti ini memang waktu yang tepat untuk bermalas-malasan ketika bukannya bangkit, ia justru meregangkan tubuhnya di atas kasur empuk itu sebelum menarik selimut kembali.

Pintu kamar itu terbuka. Chanyeol menoleh ke arahnya dan disambut dengan pemandangan yang cukup menyegarkan bagi matanya. Bagaimana tidak, jika Yifan masuk ke dalam kamarnya dengan hanya menggunakan handuk yang melilit tubuh bagian bawahnya saja. Chanyeol memperhatikan setiap jengkal tubuh Yifan yang terekspos dan menampilkan gumpalan abs dan otot yang membuat siapa saja menelan ludah, termasuk dirinya.

"Suka dengan apa yang kau lihat?" Yifan membuka suaranya.

Pipi Chanyeol bersemu ketika ia ketahuan sedang memperhatikan setiap lekuk tubuh Yifan.

Yifan yang baru saja menyelesaikan kegiatan rutinnya setiap akhir pekan pagi yaitu berenang kemudian meraih sebuah cerutu dari kotak yang ia letakkan di salah satu laci mejanya dan menyalakannya.

Chanyeol masih berbaring di tempat tidur Yifan ketika tiba-tiba sesuatu terlintas di kepalanya. Pemuda itu menyingkap selimutnya dan berlari ke luar kamar yang membuat Yifan mengernyit karena tingkah anehnya.

"Sit down." Perintah Chanyeol yang kembali ke dalam kamar sambil menenteng buku sketsa dan peralatannya.

Yifan yang sama sekali tidak bergerak membuat Chanyeol mendecakkan lidahnya dan menghampiri laki-laki itu. Chanyeol mendorong pelan tubuh topless Yifan di atas sebuah sofa sebelum ia sendiri duduk di atas tempat tidur Yifan lagi sambil membuka buku sketsanya.

Yifan menghisap cerutunya sembari memperhatikan setiap gerak-gerik Chanyeol yang kini mulai menggerakkan pensilnya di atas buku sketsa itu dengan sesekali melirik ke arahnya.

"Kau begitu terobsesi denganku?" Tanya Yifan.

Chanyeol meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya dan memberi isyarat agar Yifan tidak berbicara. Laki-laki itu tertawa melihat gestur itu.

Chanyeol yang begitu fokus dengan apa yang dilakukannya justru membuatnya terlihat begitu seksi di mata Yifan. Dengan memakai kaos polos berwarna putih yang terlalu besar untuk ukuran tubuhnya serta rambut berantakan setelah bangun tidur membuat Yifan begitu menahan diri untuk tidak segera meraup Chanyeol saat itu juga.

"Kau suka bahan celana apa?" Tanya Chanyeol sambil menggaruk dahinya.

Yifan menatapnya sekilas sebelum mengetukkan cerutunya di atas asbak.

"Mungkin Thaisilk atau Corduroy?" Yifan mengangkat bahunya. Laki-laki itu tidak memiliki bahan celana favorit yang begitu spesifik.

"Corduroy, seriously?" Chanyeol menarik sudut bibirnya tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaannya.

Ketika Yifan sudah hampir menghabiskan satu batang cerutu di tangannya, Chanyeol akhirnya mendongakkan kepalanya dan menatap Yifan. Pemuda itu menggigit bibir bawahnya dan mengawasi hasil kerjanya.

"Show me." Kata Yifan dengan suara dalamnya.

Chanyeol bangkit dari atas tempat tidur dengan ragu-ragu dan berjalan ke arah Yifan yang duduk dengan salah satu kakinya ia lipat di kaki lainnya.

Yifan menerima buku sketsa itu dan memperhatikan setiap coretan yang Chanyeol buat. Gambaran itu tidak terlalu mendetail tapi siapa pun yang melihatnya akan tahu bahwa sosok itu adalah Yifan dengan posisi tubuh yang sedang duduk memakai sebuah celana panjang tanpa alas kaki dengan kemeja yang ia biarkan terbuka tanpa terkancing dan sebuah cerutu di sela jemarinya.

Mahasiswa jurusan Clothing design itu terlihat gugup ketika Yifan sedang menilai hasil sketsanya. Yifan kemudian meletakkan buku sketsa Chanyeol tanpa menunjukkan ekspresi wajah apapun.

"Aku akan membuatkan celana aslinya dan bukan hanya sketsanya untukmu lain kali." Kata Chanyeol berusaha mencairkan suasana yang entah kenapa tiba-tiba terasa canggung.

Cerutu Yifan masih menyala di atas asbak ketika Yifan menatap ke arah Chanyeol yang berdiri dengan kaku di hadapannya.

Chanyeol tiba-tiba menyesali kalimat yang ia ucapkan karena ia seolah berharap akan ada lain kali –masa depan, bersama Yifan.

Sudah beberapa Minggu keduanya bertemu satu sama lain. Mereka sepakat untuk tidak menamai hubungan yang mereka jalani. Hubungan tidak bernama itu hingga saat ini masih memberikan keuntungan bagi keduanya. Seks, kehadiran satu sama lain, dan uang –untuk Chanyeol. Pemuda itu sempat menggoda Yifan mengenai perbedaan usia di antara mereka yang cukup kentara dengan menganggapnya sebagai seorang Sugar Daddy atau yang dalam prakteknya adalah seseorang yang menjalin hubungan intim dengan seseorang yang lebih muda dengannya dan sanggup memberikan uang dan memenuhi semua kebutuhan baby nya sebagai kompensasi.

"Kau yakin aku akan terlihat cocok dengan pakaian hasil desainmu?" Tanya Yifan sambil bangkit dari tempat duduknya.

Dan Chanyeol sudah cukup hafal dengan kilat nafsu di mata Yifan ketika laki-laki itu mendekatinya.

"Aku yakin kau terlihat lebih cocok tanpa mengenakan pakaian apapun." Bisik Chanyeol sebelum meraih handuk yang melingkar di pinggang Yifan dan menghempaskannya begitu saja.

Sementara Yifan yang sudah melumat bibir Chanyeol itu mulai membimbing pemuda itu ke dalam kamar mandi tanpa melepaskan kaitan bibir mereka. Yifan menyalakan shower ketika Chanyeol melucuti pakaiannya yang mulai basah satu per satu.

Chanyeol terpekik ketika Yifan membalikkan tubuhnya hingga tubuh bagian depannya terhimpit keramik kamar mandi dan tubuh Yifan dari belakang. Yifan menggigit pundak Chanyeol dan membuat pemuda itu mengerang dan mendongakkan kepalanya. Air kucuran dari shower menerpa wajah Chanyeol ketika tidak hanya bibir dan lidah Yifan yang mulai meninggalkan jejak di lehernya tetapi juga tangan Yifan yang menekan pinggangnya.

Chanyeol mengalungkan lengannya pada bahu Yifan ketika laki-laki itu membalikkan tubuhnya kembali hingga kini mereka berdiri berhadapan di bawah kucuran shower. Bibir keduanya kembali saling melumat ketika Yifan mengangkat kedua kaki jenjang Chanyeol untuk ia lingkarkan pada pinggangnya. Keduanya mengerang bersamaan ketika kedua kejantanan mereka saling bersentuhan.

"Ah!" Chanyeol melepaskan bibirnya dari ciumannya dengan bibir Yifan ketika laki-laki itu menusukkan ujung kejantanannya pada lubang analnya tanpa persiapan.

Yifan menggigit leher Chanyeol sementara pemuda itu sibuk mengatur nafasnya.

"Chanyeol..." Yifan yang biasanya tidak banyak mengeluarkan suara dalam seks mengerang ketika dirasanya daging lembut pemuda itu memijat kejantanannya yang sudah masuk sebagian.

Chanyeol yang belum pernah merasakan kejantanan Yifan di dalam lubangnya tanpa kondom mengeratkan pejaman matanya dan memfokuskan diri untuk membuat tubuhnya rileks.

Erangan Chanyeol menggema di setiap sudut kamar mandi itu ketika Yifan berhasil memasukan seluruh kejantanannya dan keduanya mulai bergerak dalam satu irama.

.

.

.

"Aku akan ke luar kota lagi besok. Apa ini cukup untuk seminggu?" Tanya Yifan sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dalam pecahan paling besar dari dalam dompetnya.

Chanyeol mengangguk dan menerima uang itu dari tangan Yifan. Laki-laki itu melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya dan mendekatkan wajahnya pada Chanyeol untuk mengecup pelan bibir pemuda itu.

"Shit." Chanyeol tiba-tiba mengumpat setelah Yifan melepaskannya.

Yifan mengikuti arah pandang Chanyeol dan mendapati seorang pemuda berdiri di depan mobilnya dengan mata yang membesar.

"Pacarmu?" Tanya Yifan sambil menjilat bibirnya.

Chanyeol yang tiba-tiba merasa gugup kemudian menoleh ke arah Yifan. "Huh? What? No."

Dan tanpa bisa Chanyeol cegah, Yifan mematikan mesin mobilnya dan berjalan ke luar. Pemuda itu buru-buru menyusul untuk menghentikan tindakan apapun yang akan Yifan lakukan.

"Hi." Yifan mengulurkan tangannya pada Sehun yang masih mematung di tempatnya berdiri dengan pandangan horor pada mereka berdua.

"Uh, Sehun, ini Yifan. Yifan, ini Sehun." Dan satu-satunya tindakan yang masuk akal bagi Chanyeol saat itu adalah memperkenalkan mereka berdua.

Sehun akhirnya tersadar dari rasa terkejutnya dan menyambut uluran tangan Yifan.

"Kau teman Chanyeol?" Tanya Yifan dengan penuh karisma.

Sehun mengangguk karena tiba-tiba ia kehilangan suaranya.

Yifan ikut mengangguk sebelum menatap Chanyeol yang berdiri dengan canggung.

"Baiklah kalau begitu. Aku harus pergi. Sampai nanti." Kata Yifan yang hanya dibalas anggukan oleh Chanyeol.

"Kau pacaran dengannya?" Tanya Sehun pada akhirnya setelah mobil Yifan melaju.

Chanyeol menghela nafas dan sudah menduga pertanyaan seperti ini akan muncul dari Sehun yang baru saja memergokinya.

"Tidak. Dia bukan pacarku." Jawab Chanyeol sambil menyimpan kedua tangannya di saku jaketnya. Pemuda itu bisa merasakan lembaran uang kertas dari Yifan yang ia simpan di sana.

"Uh, kalau begitu kalian friends with benefit? Fuck buddies? Karena aku berani bersumpah aku melihatnya menciummu tadi." Kata Sehun yang masih belum menyerah.

"Tidak. Itu tidak—"

"OH MY GOD. Dia Sugar Daddy mu kan? Yah!"

"Aw!" Chanyeol memekik ketika Sehun memukul belakang kepalanya dengan cukup keras.

"Kau gila? Bagaimana kalau dia itu seorang psikopat yang sedang mengincar anak muda sepertimu untuk dijadikan mangsa huh?" Omel Sehun.

Chanyeol mengelus kepalanya. "Aku sudah bertemu dengannya selama beberapa minggu ini." Kata Chanyeol.

Jika Sehun sempat melihat Yifan menciumnya di dalam mobil tadi, maka besar kemungkinan Sehun juga melihat Chanyeol menerima uang dari laki-laki itu.

Pemuda tiba-tiba merasa bersalah ketika ekspresi wajah Chanyeol berubah.

"Dia laki-laki yang aku temui di bar, ingat? Kami bertemu lagi setelah itu." Kata Chanyeol berusaha menjelaskan, tapi ia juga tidak tahu kenapa ia harus menjelaskannya pada Sehun.

"Kalian berdua saling suka?" Tanya Sehun tiba-tiba. Hal itu membuat ekspresi wajah Chanyeol semakin muram.

Chanyeol kemudian menggeleng. Dan Sehun sudah cukup lama berteman dengannya untuk tidak mengetahui sesuatu yang pemuda itu sembunyikan.

"Kalau begitu, kau suka dengannya?" Tanya Sehun lagi.

Chanyeol kali ini terdiam karena ia sendiri tidak tahu jawabannya.

Sehun menghela nafasnya melihat Chanyeol kehilangan kata-kata seperti itu.

"Dengar, Chanyeol. Aku tidak mau ikut campur mengenai hubunganmu dengannya. Tapi kau harus berhati-hati, kay? Heartbreak do really suck." Kata Sehun.

Chanyeol sudah lama memikirkan hal itu.

.

.

.

Chanyeol menghitung jumlah uang pemberian Yifan yang ia kumpulkan selama ini. Beberapa sudah ia gunakan untuk mencicil pembayaran kuliah dan sewa tempat tinggalnya untuk beberapa bulan ke depan. Orang tuanya sempat heran pekerjaan apa yang ia lakukan hingga sanggup menutupi semua kebutuhan hidupnya di Seoul. Tapi Chanyeol yang tidak sanggup untuk mematahkan hati orang tuanya hanya bercerita bahwa ia bekerja di beberapa tempat sekaligus. Nyatanya seberapa banyak pun pekerjaan sambilan yang ia ambil, ia juga harus membagi waktu untuk kuliah, mengerjakan tugas dan itu pun masih belum cukup untuk menutup kebutuhannya. Dengan Yifan, semuanya terasa lebih mudah –untuk bagian keuangan dan waktu. Ia bisa menghabiskan waktunya hanya dengan satu pekerjaan sambilan dan kuliah dengan tenang. Ia bahkan bisa bersenang-senang dengan laki-laki itu di apartemennya.

Chanyeol tidak akan membohongi dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa ia tidak menikmati semua fasilitas yang Yifan berikan. Akan tetapi semakin hari pemuda itu semakin gelisah. Tidak hanya karena ia takut tidak bisa membalas semuanya –Yifan pun sebenarnya tidak pernah meminta balasan apapun, tetapi juga perasaannya yang mulai aneh setiap kali ia berada di sekeliling laki-laki itu.

Chanyeol belum pernah menyukai seseorang. Hidupnya hanya berkutat pada kuliah, tugas, kerja paruh waktu, dan teman-temannya. Hobinya membuat sketsa desain dan merealisasikannya jika ada uang untuk membeli bahan adalah bonus. Itulah sebabnya ia semakin frustrasi setiap kali perasaan aneh itu mengganjal di dadanya. Dan tidak ingin terjebak semakin jauh, Chanyeol tahu bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk mengakhiri semuanya. Toh cepat atau lambat semua ini akan berakhir juga kan?

.

.

.

Yifan mendecak ketika panggilan yang ia buat untuk ke sekian kali tidak juga tersambung. Laki-laki yang bekerja sebagai pebisnis itu mengusap layar ponselnya dan mengetikkan sebuah pesan. Rekan kerjanya yang saat itu hanya mengawasinya itu akhirnya tidak bisa tinggal diam.

"Kau sepertinya sedang dekat dengan seseorang?" Tanya Luhan dengan ekspresi menyebalkannya yang begitu Yifan benci.

Laki-laki itu memilih untuk tidak menyahut dan melanjutkan kegiatannya mengirim pesan.

"Jangan terlalu posesif, kay. Kau mungkin justru akan membuatnya kabur." Kata Luhan.

Yifan hanya meliriknya dengan ekspresi datar. Sudah beberapa hari ini Yifan menghabiskan waktu di Pulau Jeju untuk menyelesaikan urusan bisnisnya. Biasanya ketika Yifan berada di luar kota, ia akan tetap berkomunikasi dengan Chanyeol melalui telepon, pesan singkat atau bahkan video call yang pasti berakhir dengan Yifan mengawasi wajah tertidur Chanyeol dari layar ponselnya. Pemuda itu selalu jatuh tertidur setiap kali bertatap muka dengannya melalui layanan video call itu.

Namun dua hari ini Chanyeol begitu sulit dihubungi. Pemuda itu mengabaikan panggilan dari Yifan dan hanya membalas pesan singkatnya sesekali. Itu pun hanya berupa balasan singkat. Yifan yang tidak ingin mengakui bahwa ia sudah mulai bergantung pada pemuda itu hanya bisa memendam rasa kesalnya dan berusaha untuk menghubunginya. Mungkinkah hal ini ada hubungannya dengan pertemuan tanpa sengaja mereka bersama teman Chanyeol itu? Apakah Chanyeol malu berhubungan dengan pria yang usianya jauh di atasnya?

Luhan bersiul ketika membaca pesan singkat yang Yifan kirimkan untuk kontak bernama Chanyeollie pada ponselnya.

"Mainan barumu?" Tanya Luhan.

Yifan menyimpan ponselnya ke dalam saku dan berusaha fokus kembali pada pekerjaannya.

"Hati-hati. Anak muda sekarang berbahaya." Kata Luhan memperingatkan.

Ia sudah hafal betul dengan selera Yifan yang sering bermain-main dengan pemuda menarik yang ditemuinya. Jika beruntung, Yifan akan menemuinya beberapa kali sebelum mencampakkannya, namun jika sedang sial, ia bahkan tidak akan membawa mainannya itu pulang ke apartemennya.

"Kau ingat dengan pemuda berkostum Deadpool yang aku temui di club malam itu?" Yifan akhirnya menyerah dan menutup laptopnya.

Luhan mengangkat kedua alisnya. "He's hot."

"Aku sudah bertemu dengannya selama beberapa minggu ini."

Luhan tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajah terkejutnya kali ini. "Kau membawanya pulang?"

Yifan menggigit bibir bawahnya dan membayangkan Chanyeol yang terbangun di atas tempat tidur dengan hanya memakai sebuah kemeja miliknya.

"Wow. You're hooked." Luhan seperti tidak percaya ketika melihat ekspresi wajah Yifan yang sepertinya begitu kasmaran dengan pemuda yang dibicarakannya.

"Aku benar-benar memperingatkanmu, Yifan. Kau tidak tahu pemuda seperti apa dia, dan uh, kau tahu woossshh tiba-tiba dia sudah menguras habis isi rekeningmu." Kata Luhan.

"He's different." Yifan tidak pernah memandang Chanyeol sebagai pemuda yang hanya peduli pada uang –meskipun pemuda itu sedang membutuhkannya, tetapi pemuda itu tidak pernah meminta padanya.

"Still." Luhan hanya menggelengkan kepala ketika Yifan sudah tidak bisa dinasihati.

.

.

.

Chanyeol mematikan mesin jahitnya ketika waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Biasanya pada jam-jam seperti ini ia akan menghabiskan waktunya untuk berkomunikasi dengan Yifan yang sedang berada di luar kota menggunakan telepon atau video call. Namun sudah hampir dua hari ini Chanyeol berusaha menghindari laki-laki itu.

Chanyeol sudah bertekad untuk mengakhiri semuanya dengan Yifan, sebelum semuanya terlambat. Sebagai bentuk balas budi pada apa yang sudah Yifan berikan padanya, Chanyeol menyiapkan sebuah setelan jas untuk laki-laki itu dari hasil desain dan jahitannya sendiri. Pemuda itu menggunakan uang yang Yifan berikan padanya untuk membeli bahan terbaik yang bisa ia dapatkan. Chanyeol juga sibuk mencari pekerjaan tambahan di sana-sini untuk membantu keuangannya. Ia bahkan mulai menjual Action figure yang sudah ia koleksi selama bertahun-tahun demi kelanjutan hidupnya.

.

.

.

Setelah menghabiskan waktu selama seminggu penuh di Pulau Jeju untuk urusan bisnisnya, Yifan akhirnya kembali ke Seoul. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan satu-satunya hal yang pria itu ingin segera lakukan adalah sampai di apartemennya dan pergi tidur. Perjalanan bisnis itu telah menyita tenaga dan pikirannya hingga ia rasa istirahat yang cukup akan membuat staminanya kembali.

Namun energi Yifan seperti sudah pulih ketika ia melihat sosok yang kini duduk menunggunya di sofa apartemennya. Chanyeol tersenyum ketika Yifan menyalakan lampu di ruang tengah itu dan terkejut ketika melihatnya.

"Aku kira kau sudah menemukan Daddy yang baru karena kau tidak pernah membalas pesan atau mengangkat teleponku." Kata Yifan sembari melepas jas dan atribut pakaian formalnya.

Chanyeol bangkit dan membantu Yifan melepaskan dasi dan membuka dua kancing teratas kemejanya. Yifan tidak perlu menunduk ketika ia meraup bibir Chanyeol ke dalam ciuman. Tinggi mereka yang tidak terpaut jauh membuat kepala keduanya berada pada level yang sama.

Chanyeol membalas pagutan bibir Yifan dengan tak kalah antusiasnya. Sudah seminggu ini mereka bertemu dan ini adalah untuk terakhir kali. Chanyeol berusaha menyimpan sensasi mencium Yifan seperti ini di dalam memorinya.

Yifan tersenyum dan mengusap bibir bawah Chanyeol menggunakan ibu jarinya. Dan ketika Yifan sudah berniat untuk membawa ciuman itu pada hal yang lebih jauh, Chanyeol menahan dada Yifan dan melepaskan ciuman mereka.

"Aku punya sesuatu untukmu." Kata Chanyeol dan meraih sebuah kotak persegi panjang yang ia siapkan untuk Yifan.

Yifan mengangkat salah satu alisnya dan duduk untuk menerima kotak itu. Chanyeol menunggu reaksi Yifan ketika laki-laki itu membuka kotaknya dan menemukan setelan jas di sana. Yifan terdiam sejenak sementara tangannya meraba setelan itu.

"Kau suka?" Tanya Chanyeol yang tiba-tiba merasa khawatir ketika Yifan tidak menampakkan reaksi apapun atas pemberiannya.

"Kau membuatnya sendiri?" Yifan meraih setelan itu dan membuka lipatannya.

Chanyeol mengangguk. "Dalam seminggu."

Yifan akhirnya tersenyum bahkan meringis ketika perhatiannya tertuju pada lipatan celana di bawah kemeja itu. Perasaan hangat melingkupi dada Yifan dan ia tidak yakin bahwa ia bisa mengendalikan diri setelah ini. Jika sebelumnya Yifan sempat ragu mengenai perasaannya pada pemuda itu, namun Yifan tiba-tiba merasa begitu yakin bahwa hubungannya dengan Chanyeol bisa berjalan lebih dari sekadar teman seks.

Setelah mencoba mematut setelan itu di tubuhnya, Yifan kemudian menoleh ke arah Chanyeol yang memperhatikannya sedari tadi. Keduanya bertatapan lama sebelum akhirnya Yifan melemparkan setelan itu dan mendekati Chanyeol.

Chanyeol yang duduk di atas sofa membulatkan kedua mata besarnya ketika Yifan tiba-tiba berlutut di hadapannya dan meraup wajahnya dengan tangan besarnya.

Chanyeol tanpa sadar memejamkan matanya ketika Yifan memagut bibir bawahnya. Berbeda dengan ciuman panas Yifan seperti biasanya, ciuman itu begitu lembut hingga membuat jantung Chanyeol berdebar. Setelah larut dalam ciuman yang memabukkan itu, Yifan menggerakkan bibirnya dan mengecup setiap jengkal pipi dan dagu Chanyeol sebelum bergerak turun ke lehernya.

Erangan tertahan berhasil lolos dari bibir Chanyeol yang terbuka ketika Yifan menggigit kecil lehernya. Dan untuk meredakan rasa sakit yang ditimbulkan akibatnya, Yifan menjilat bekas gigitannya itu dan menghisapnya pelan. Ia ingin menandai Chanyeol, ia ingin setiap orang yang melihat pemuda itu tahu bahwa Chanyeol adalah miliknya.

Setelah puas menginvasi leher dan dagu pemuda itu, Yifan mengangkat wajahnya dan melumat bibir Chanyeol. Chanyeol membalas lumatan bibir Yifan dan mulai mengeluarkan lidahnya. Ciuman yang awalnya lembut itu berubah kasar ketika lidah keduanya mulai membelit satu sama lain.

Yifan melepaskan ciuman mereka ketika kebutuhan akan oksigen sudah mendesak. Nafas Chanyeol sama terengahnya dengan lelehan saliva di sekitar bibirnya.

"Bukankah menurutmu ini adalah waktu yang tepat untuk meng-upgrade hubungan kita?" Tanya Yifan di sela-sela deru nafasnya.

Chanyeol memandangnya dengan pertanyaan tersirat di wajahnya. Yifan tersenyum melihat hal itu.

"Hm?" Chanyeol mengerutkan kedua alisnya hingga ia terlihat seperti anak kecil yang sedang kebingungan.

"Do you want to be my boyfriend?" Yifan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Ia tidak pernah meminta siapa pun untuk menjadi kekasihnya hingga kata-kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu canggung dan aneh.

Chanyeol yang tidak menduga pertanyaan itu akan Yifan lontarkan padanya hanya bisa melongo.

"A-a-apa?" Chanyeol seperti masih tidak percaya.

Yifan menjilat bibirnya. Ia tiba-tiba merasa gugup ketika melihat reaksi Chanyeol.

"Maksudku, tidak akan ada yang berubah kay? Hanya saja—aku perlu memberi nama pada hubungan ini. Aku menyukaimu. Tidak akan ada yang berubah, aku janji. Aku akan tetap menjadi Sugar Daddymu. Aku akan tetap memberimu uang—"

"Tunggu." Chanyeol menahan tangan Yifan yang tanpa sadar mencengkeram pahanya. Laki-laki itu masih berlutut di hadapannya.

Chanyeol menarik nafas dalam-dalam karena tiba-tiba ia merasa kesulitan bernafas.

"Aku masih tidak mengerti dengan hubungan ini, tapi aku sebenarnya datang malam ini untuk mengakhiri semuanya." Kata Chanyeol dengan sedikit terbata. Ia sibuk memilih kata-kata yang tepat untuk tidak menyinggung perasaan Yifan.

Yifan lagi-lagi menjilat bibirnya namun kali ini ekspresi wajahnya berubah datar.

"Kenapa? Bukankah kau masih membutuhkan uang?" Tanya Yifan tanpa emosi apapun dari kata-katanya.

"Ini bukan tentang uang, Yifan. Aku tidak akan berbohong mengenai hal itu, tentu saja aku masih membutuhkan uang, aku membutuhkannya banyak. Tapi mencampuradukkan masalah itu dengan hubungan seperti ini membuatku tidak nyaman. Aku tidak mau terlihat seperti orang yang memanfaatkanmu demi uang."

Yifan awalnya marah. Ia kesal karena Chanyeol justru memutuskan untuk mengakhiri pertemuan mereka selama ini. Namun tiba-tiba Yifan sadar setelah melihat tumpukan setelan jas yang Chanyeol hadiahkan padanya tadi. Ia tidak boleh egois dan menahan Chanyeol untuk dirinya sendiri. Dan setelah mendengar pernyataan Chanyeol yang merasa tidak nyaman berhubungan dengannya selama ini membuat Yifan mau tidak mau harus menelan pil pahit.

Laki-laki itu bangkit. Ia menahan kedua tangannya di pinggang dan menghela nafas panjang.

"Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu selama ini. Aku berjanji akan mengganti semuanya setelah aku punya cukup uang." Kata Chanyeol.

"Kau tidak perlu menggantinya." Kata Yifan sebelum berjalan pada sebuah laci untuk mengeluarkan cerutunya.

"Aku akan—"

"Aku lelah. Kau tahu pintu keluarnya kan?" Kata Yifan sambil menyalakan cerutunya.

Chanyeol sudah menduga Yifan akan marah dengan keputusannya itu dan ia sudah menyiapkan diri. Namun entah kenapa rasanya tetap sakit.

"Terima kasih."

Chanyeol buru-buru bangkit dan berlari keluar dari apartemen itu. Ketika pemuda itu memasuki lift, ia baru sadar bahwa Yifan telah memintanya untuk menjadi kekasihnya. Perasaan yang Chanyeol rasakan ternyata tidak ia alami sendiri. Namun Chanyeol tetap merasa bahwa mereka tidak seharusnya bersama. Bagaimana jika sebenarnya apa yang Yifan rasakan adalah perasaan yang timbul akibat momen sesaat tadi?

Malam itu Chanyeol membenarkan pernyataan Sehun. Heartbreak sucks.

.

.

.

Sejak mengakhiri hubungannya dengan Yifan, Chanyeol dibuat sibuk oleh berbagai pekerjaan sambilan yang hanya memberinya kesempatan untuk kuliah dan tidur selama tiga jam dalam sehari. Pemuda itu bersikeras bahwa ia akan tetap melanjutkan kuliahnya meskipun ia harus berusaha mati-matian mencari uang. Kedua orang tuanya yang berada di Busan juga membantu ketika mereka mulai mengirimkan uang meskipun dalam jumlah sedikit padanya setiap bulan.

Ujian semester akhir sudah hampir dekat dan Chanyeol ingin mengetahui seberapa banyak lagi uang yang harus ia bayarkan untuk melunasi pembayaran kuliah yang selama ini ia bayar dengan mencicil. Petugas di bagian operasional mencari datanya dalam komputer ketika Chanyeol menunggu dengan gelisah.

Wanita paruh baya itu kemudian menggeleng. "Tidak ada tunggakan apapun. Pembayaran kuliahmu sudah selesai. Kau bahkan sudah melunasi biaya untuk semester akhir."

Chanyeol membulatkan kedua matanya. "Tapi aku tidak—Kau tahu siapa yang membayarnya?" Tanya Chanyeol pada petugas itu.

Tapi belum sempat petugas itu menjawab, Chanyeol sudah berlari keluar dari ruang bagian operasional kampusnya.

Sudah berbulan-bulan sejak Chanyeol bertemu Yifan untuk terakhir kali, dan seingatnya laki-laki itu terlihat marah padanya. Tetapi kenapa Yifan melakukan ini semua?

Pemuda itu masih harus menyelesaikan kuliahnya untuk satu tahun ke depan dan ia sudah bersiap untuk membayar beberapa banyak lagi ketika tiba-tiba ia dikejutkan dengan fakta bahwa pembayaran kuliahnya sudah lunas.

Chanyeol mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak dalam daftar blokirnya. Sejak perpisahan mereka Yifan tidak pernah menghubunginya sekali pun, namun Chanyeol sengaja memblokir kontaknya untuk menahan dirinya sendiri agar tidak menghubungi Yifan.

Panggilan itu berdering, namun Yifan tidak juga mengangkatnya. Chanyeol yang tidak sabar akhirnya memutuskan untuk pergi menemuinya. Dengan berbekal keberuntungan, Chanyeol berharap Yifan ada di apartemennya karena ia sama sekali tidak tahu di mana laki-laki itu bekerja.

.

.

.

Bunyi bel yang tak henti-hentinya menggema di setiap sudut apartemennya membuat Yifan yang sedang menikmati segelas sampanye di tepi kolam renangnya mengernyit. Hari ini ia memutuskan untuk mengambil cuti dan bersantai di rumah. Dan menikmati sampanye pada siang hari seperti ini adalah salah satu bagiannya.

Laki-laki yang akan beranjak ke usia 35 tahun dalam waktu dekat itu melongok ke arah interkom dan alis tebalnya menyatu ketika melihat tamunya siang itu.

"Hi. Lama tidak bertemu." Kata Yifan tanpa beban apapun dalam kalimatnya. Di mana hal itu adalah salah satu hal yang Chanyeol benci dari diri Yifan.

"Apa kau yang sudah melunasi pembayaran kuliahku?" Tanya Chanyeol tanpa berbasa-basi.

Yifan menggaruk belakang kepalanya ketika ia tidak bisa mengelak lagi.

"Sepertinya begitu." Kata Yifan.

Chanyeol kemudian mendorong bahu laki-laki yang usianya jauh di atasnya itu.

"Kenapa kau melakukannya? Apa kau sedang berusaha menjadi pahlawan dengan membantuku seperti itu?" Teriak Chanyeol yang sudah tidak bisa menahan emosinya.

Ia berkali-kali mengatakan pada Yifan bahwa ia bisa berusaha sendiri untuk mengatasi permasalahannya. Namun Yifan sepertinya tidak mengerti akan hal itu.

"Kenapa kau mempermasalahkannya? Aku hanya ingin membantumu untuk memulai permulaan yang baru tanpa hutang, tanpa beban mengenai uang memenuhi kepalamu." Kata Yifan yang juga mulai menaikkan nada bicaranya.

Koridor di deretan apartemen itu terlihat sepi. Chanyeol menjilat bibirnya sekilas.

"Aku tidak mau kau membantuku. Kau sudah bukan Sugar Daddy ku lagi dan kau tidak perlu repot-repot untuk melunasi hutangku."

Yifan menarik lengan Chanyeol agar masuk ke dalam apartemennya dan membanting pintu masuk itu hingga terdengar bunyi menggelegar. Chanyeol menelan ludahnya ketika Yifan menatapnya tajam.

"Kenapa? Kenapa kau tidak bisa sedikit bersyukur dan menerima bantuan orang lain padamu begitu saja? Kenapa sulit sekali bagimu untuk menerima bantuanku? Apa kau pikir aku akan menagih apa yang sudah aku berikan padamu seperti orang-orang di luar sana? Apa kau tidak cukup mengenalku hingga kau begitu takut aku akan menjebakmu?"

Yifan melepas cengkeraman tangannya pada lengan Chanyeol sebelum mengusap rambutnya ke belakang dengan frustrasi.

Chanyeol terdiam. Ia kehilangan kata-kata untuk membalas pertanyaan Yifan padanya.

"Aku juga menyukaimu, itulah kenapa." Ucap Chanyeol pelan.

Yifan menunggu agar Chanyeol melanjutkan.

"Aku memutuskan untuk tidak menemuimu lagi karena aku tidak mau menyukaimu lebih jauh. Pada saat itu aku pikir hubungan kita tidak akan berjalan sebagaimana mestinya karena kau tetap memberiku uang. Aku malu dan benci karena harus membebanimu dengan masalahku. Lalu aku pikir semuanya akan selesai setelah aku berhenti menemuimu—"

"Bisakah kau mengulangi kalimatmu sebelumnya?" Tanya Yifan memotong penjelasan Chanyeol.

"Huh?" Chanyeol memandanginya dengan kebingungan.

"Kau menyukaiku?"

Pipi Chanyeol bersemu ketika Yifan menanyakan hal itu padanya.

Yifan tiba-tiba mendorong tubuh Chanyeol hingga punggungnya menghantam pintu. Chanyeol sempat meringis kesakitan ketika Yifan sudah memagut bibirnya dengan kasar. Pemuda itu seharusnya mendorong atau melakukan sesuatu untuk menghentikan Yifan, tetapi ia justru membalas setiap ciuman Yifan padanya.

"You're a kid indeed."

Chanyeol sudah akan melayangkan protes ketika lagi-lagi Yifan menawan bibirnya.

"Berhenti mempermasalahkan uang dan tinggal bersamaku." Kata Yifan sambil menatap Chanyeol tajam.

"Tapi aku—"

Yifan menggertakkan giginya hingga rahangnya terlihat semakin tajam.

"Fine. Anggap saja kau sedang berhutang denganku. Kau bisa membayarnya kapan pun." Desah Yifan yang masih belum menyerah.

Chanyeol tiba-tiba tersenyum dan mengalungkan lengannya pada bahu bidang Yifan.

"Okay, Daddy."

Chanyeol terkikik ketika Yifan menggigit lehernya karena memanggilnya dengan sebutan itu.

"Kita seharusnya melakukan hal ini sejak dulu." Kata Yifan ketika ia menuntun Chanyeol ke dalam apartemennya.

Chanyeol yang masih memeluk tubuh Yifan dan membiarkan laki-laki itu mendorongnya ke atas sofa terlihat berpikir.

"Maksudmu yang mana?"

"This." Yifan menggigit bibir bawah Chanyeol, menghisapnya dan menjilatnya dengan begitu sensual dan membuat Chanyeol mengerang.

"Kita melakukannya hampir setiap hari." Kata Chanyeol ketika Yifan mulai menanggalkan pakaiannya.

Laki-laki itu tertawa. Ia sudah akan menarik ikat pinggang Chanyeol ketika pemuda itu menahan tangannya.

"Aku harus bekerja sekarang." Kata Chanyeol dan buru-buru bangkit ketika Yifan menarik tubuhnya lagi.

"Kau bisa bekerja denganku. Perusahaanku membutuhkan seorang desainer." Kata Yifan yang kini berhasil melepaskan kaos yang Chanyeol kenakan.

Chanyeol mengernyitkan dahinya namun sempat mengerang ketika Yifan menghisap nipplenya.

"Apa kau bahkan tahu aku bekerja di mana?" Tanya Yifan.

Chanyeol menggeleng.

"Perusahaanku adalah produsen kain Corduroy untuk Burberry." Bisik Yifan seraya membaringkan tubuh Chanyeol yang tiba-tiba membeku.

"Kau bercanda." Kata Chanyeol sambil membalikkan tubuh mereka hingga kini ia duduk di atas perut Yifan yang terbaring di atas sofa.

Laki-laki itu tertawa. "Aku sungguh tidak tersinggung kau menertawakan bahan kain perusahaanku waktu itu." Kata Yifan.

Chanyeol memukul lengan Yifan. "Aku tidak tahu, kay." Kata Chanyeol dengan bersungut-sungut.

Yifan kemudian menarik kepala Chanyeol dan mengecup bibirnya. Ia yakin ia tidak akan pernah bosan melakukannya.

"So, we're okay now?" Tanya Yifan ketika Chanyeol berinisiatif menciumnya terlebih dulu.

"Maaf. Aku tidak seharusnya menolakmu waktu itu." Kata Chanyeol dengan menyesal.

"Sekarang aku terdengar menyedihkan." Komentar Yifan.

Chanyeol mendengus sebelum Yifan menyatukan bibir keduanya lagi.

TAMAT

I totally fucked this up, I know. Terima kasih untuk yang sudah membaca dan meninggalkan review ^^

Maaf kalo masih banyak typos dan istilah yang tidak sesuai.

Semoga menghibur ^^

Dengan cinta,

Mt_Chan