Pairing: Kris X Chanyeol

Disclaimer: All characters belong to their own. Mention of superhero charas belong to Marvel comics.

Warning: BOTTOM!Chanyeol, Sugar daddy, PWP—porn with plot. Don't like, don't read.

Mt_Chan proudly presents...

.

.

.

"SUGAR"

Bagi pemuda bernama Park Chanyeol, salah satu dari sekian banyak hal yang ditunggu pada bulan Oktober adalah perayaan Halloween –dan musim gugur tentu saja. Pemuda berusia 19 tahun itu bahkan sudah menantikan datangnya perayaan itu sejak akhir musim panas lalu. Awalnya, Halloween adalah sebuah perayaan yang didedikasikan untuk mengenang orang-orang yang sudah meninggal. Namun pada masa kini, Halloween lebih dikenal sebagai festival kostum di mana banyak orang ber-cosplay atau memakai kostum-kostum tertentu pada perayaan itu. Tak terkecuali dengan pemuda bernama Park Chanyeol tadi, ia juga sudah menunggu Halloween demi memakai kostum yang sudah ia rancang dan jahit sendiri sejak beberapa minggu lalu.

Festival Halloween di Seoul biasanya diadakan di tempat-tempat tertentu dan tidak semua orang merayakannya seperti hari besar lain di negara mereka. Pada malam di tanggal 31 Oktober itu Chanyeol mematut diri di depan cermin kamarnya. Ia memastikan bahwa kostum itu sudah membalut tubuhnya dengan sempurna. Tidak beberapa lama ponselnya bergetar di atas meja nakas menandakan ada pesan masuk. Sebagai sentuhan akhir, Chanyeol memakai penutup kepala yang menjadi penyempurna kostumnya.

"Oh my god. Aku sudah bisa menduganya." Adalah kalimat pertama yang Sehun –sahabat sekaligus partner in crime Chanyeol di kampus utarakan begitu melihat penampilan pemuda yang satu tahun lebih tua darinya itu.

"Shut up." Suara Chanyeol yang biasanya dalam dan lantang kini sedikit teredam oleh penutup kepala itu.

Malam itu, Chanyeol dan Sehun berencana untuk mendatangi sebuah perayaan Halloween yang diadakan di sebuah klub malam oleh teman-teman kampus mereka. Sehun memakai kostum drakula –yang menurut Chanyeol begitu kuno, di mana menurut Sehun sendiri kostum itu cukup simple dan ia tidak perlu melakukan banyak hal mengingat kulitnya sendiri sudah berwarna pucat.

Chanyeol sendiri yang kebetulan sedang tergila-gila dengan tokoh-tokoh superhero dari komik Marvel memutuskan untuk mendesain karakter favoritnya, Deadpool. Dengan menyisakan uang jatah bulanan dari orang tuanya yang tinggal di Busan dan hasil kerja part timenya sebagai seorang waiter di Kafe, Chanyeol membeli bahan-bahan yang dibutuhkan dan menjahitnya menggunakan mesin jahit yang Ibunya belikan setelah ia dinyatakan diterima di Universitas Kyunghee tempat kuliahnya kini.

Kostum dengan paduan warna merah dan hitam itu membentuk tubuh tinggi Chanyeol dengan sempurna. Jahitan dan desainnya yang rapi menunjukkan bahwa pemuda itu memang tidak salah dengan mengambil jurusan Clothing Design pada universitas ternama itu. Maka tidak mengherankan jika saat ini Chanyeol menjadi salah satu pusat perhatian begitu ia dan Sehun masuk ke dalam klub malam yang sudah penuh dengan hingar bingarnya.

Perayaan Halloween malam itu, meskipun diadakan oleh teman sekampus dua orang pemuda tadi, banyak juga didatangi oleh tamu dari luar. Dentuman musik keras, bau asap rokok dan alkohol sudah beredar di sekeliling tempat itu. Chanyeol yang sejatinya bukan perokok dan tidak terbiasa dengan tempat seperti itu sedikit merasa sesak nafas dan memutuskan untuk membuka penutup kepalanya. Ia kemudian meraih segelas bir yang Sehun pesankan untuknya.

.

.

.

Dia adalah Wu Yifan atau yang lebih dikenal dengan nama Kris Wu. Laki-laki berusia 32 tahun, lajang, dan seorang pebisnis yang handal. Akhir pekan yang biasanya ia isi dengan bekerja lembur di perusahaan atau dengan membusuk di ruang kerja rumahnya kini sedikit berubah ketika ia –dengan terpaksa, menerima tawaran sahabatnya Luhan untuk mendatangi sebuah klub malam.

"Lihat mereka. Begitu muda. Naif. Mereka pikir mereka akan segera kaya dengan hanya bersenang-senang seperti itu." Ujar Luhan ketika pandangannya terarah pada segerombolan pemuda di lantai satu klub malam yang ia datangi bersama sahabatnya, Yifan.

Di kelas VVIP, mereka bisa melongok pengunjung lain klub malam itu dari lantai dua. Yifan menyesap Scotch—wiski dari Skotlandia yang tadi ia pesan, sembari memperhatikan pemandangan di bawah. Apa yang Luhan katakan memang ada benarnya, tapi di dalam hatinya, sempat terbesit pikiran untuk bertukar tempat dengan pemuda-pemuda itu. Setidaknya mereka bisa bersenang-senang dan menikmati masa muda mereka tanpa harus terbebani oleh pekerjaan dan tuntutan dari orang-orang di sekitarnya.

Pandangan Yifan terjatuh pada seorang pemuda dengan kostum bercorak hitam dan merah di antara kerumunan anak kuliahan itu. Di bawah sorot lampu chandelier yang berwarna-warni, pemuda yang baru saja melepaskan penutup kepala kostumnya itu terlihat –cute dan adorable di saat yang bersamaan. Yifan mendengus ketika menyadari pendapatnya barusan. Dengan proporsi tubuh yang sempurna, bahkan dari kejauhan Yifan bisa melihat jelas bagaimana kostum itu membalut tubuh pemuda itu dengan pas. Yifan tanpa sadar menelan ludahnya ketika melihat bagian belakang tubuh pemuda itu –terutama pantat dan kaki jenjangnya. Kostum itu seperti kulit kedua yang menempel pada tubuh pemuda itu.

"Kau sepertinya sudah menentukan pilihan." Ujar Luhan ketika mengikuti arah pandangan Yifan.

.

.

.

Chanyeol sedang begitu antusias mendengarkan pendapat Sehun mengenai penampilan seorang gadis yang memakai kostum Nicky Minaj malam itu ketika seorang pelayan meletakkan sebuah gelas berisi minuman di hadapannya. Pemuda bersurai hitam itu mengernyit.

"Aku tidak memesan ini." Kata Chanyeol. Ia tidak berniat untuk menghabiskan uangnya di tempat ini.

"Seseorang membelikannya untukmu." Pelayan itu mendongak dan seolah menjawab pertanyaan Chanyeol ketika pemuda itu mengikuti arah pandangnya.

Orang asing itu menanggukkan kepalanya sedikit ketika Chanyeol mendongak ke arahnya. Namun dengan penglihatan mata Chanyeol yang kurang baik membuat sosoknya terlihat samar bagi pemuda itu.

"Wow." Sehun meledeknya ketika Chanyeol menatap minuman berwarna keemasan di hadapannya.

"Uh, apa yang harus aku lakukan sekarang? Apa aku sebaiknya membuangnya saja?" Tanya Chanyeol dengan polosnya. Ia bukan seseorang yang berpengalaman dalam hal seperti ini.

"Come on." Sehun memutar matanya melihat sahabatnya itu terlihat begitu amatir.

"Bagaimana kalau dia menaruh benda-benda aneh di dalam minuman ini?" Kata Chanyeol yang masih bersikukuh untuk tidak menyentuh minuman itu.

Sehun melirik ke arah orang asing tadi dan menarik salah satu sudut bibirnya. "He's hot, though."

"And?"

"And you should just relax and drink it. Kapan lagi kau mencoba minuman mahal seperti ini?" Ujar Sehun tanpa beban.

Chanyeol mendengus. Mungkin Sehun ada benarnya. Chanyeol kemudian meraih gelas itu dan menyesap sedikit. Namun belum sempat ia menikmati minuman itu, seseorang tanpa sengaja menyenggol lengannya hingga minuman itu justru tumpah di atas kostumnya. Chanyeol mengumpat ketika hasil karyanya terlihat berantakan sekarang dengan noda basah di bagian dadanya.

Chanyeol sudah berniat untuk meluapkan kekesalannya ketika orang itu membungkukkan tubuhnya dengan penuh rasa bersalah. Pemuda itu akhirnya hanya bisa menghela nafas dan berjalan ke arah toilet dengan tergesa.

Sementara itu Yifan yang sedari tadi masih memperhatikan pemuda berkostum Deadpool itu mendengus ketika mendapatkan hiburan gratis di hadapannya. Ia menenggak minuman yang tersisa di gelasnya ketika menyadari pemuda itu sudah bergerak dari tempatnya. Yifan tidak biasanya melakukan hal ini, tetapi entah kenapa malam ini ia seperti membuat pengecualian ketika ia mengikuti arah yang pemuda tadi tuju.

.

.

.

Chanyeol sedang melepas sarung tangannya di depan wastafel ketika seseorang masuk ke dalam toilet. Orang itu kemudian berdiri di samping Chanyeol dan menyalakan keran air sebelum mencuci tangannya. Chanyeol tanpa sadar menatap ke arah laki-laki di sampingnya itu melalui pantulan kaca di hadapannya. Tidak seperti kebanyakan tamu klub malam yang sedari tadi Chanyeol perhatikan di sekitarnya memakai pakaian kasual, laki-laki di sampingnya itu memakai setelan jas berwarna hitam dengan kemeja berwarna senada dan rambut yang ditata begitu rapi.

"Kau sepertinya belum sempat menikmati minumannya?" Laki-laki itu tiba-tiba membuka suaranya.

Jantung Chanyeol tiba-tiba bekerja lebih keras dari sebelumnya dan memompa darah di dalam tubuhnya dalam kecepatan penuh.

"Huh?"

Laki-laki itu sepertinya terhibur dengan ekspresi terkejut di wajah Chanyeol ketika ia tersenyum dengan mengulum bibirnya. Sehun memang benar. Jika benar laki-laki ini yang membelikannya minuman tadi, maka he's so damn hot. Chanyeol membuka dan menutup mulutnya ketika justru tidak ada sepatah kata pun keluar dari sana.

Laki-laki yang berpostur tubuh lebih tinggi beberapa sentimeter dari Chanyeol itu kini sudah mengeringkan tangannya menggunakan selembar tisue ketika ia kini menghadap ke arah Chanyeol sepenuhnya.

Chanyeol mendadak merasa gugup ketika laki-laki itu memandangnya dan seolah akan memakannya hidup-hidup. Dan seumur hidupnya, belum pernah ada seseorang yang menunjukkan ketertarikan padanya dengan se-terus terang ini. well, laki-laki ini terlihat tertarik padanya kan?

"Nice costume." Ujar laki-laki itu.

Tapi Chanyeol tidak sebodoh itu untuk tidak membaca makna tersirat dibaliknya. Laki-laki di sampingnya itu memang menarik, tapi Chanyeol tidak akan terperangkap semudah itu. Pemuda itu kembali fokus untuk menghilangkan noda basah di kostumnya dengan mengelapnya menggunakan tissue.

Yifan mendengus ketika ia tidak mendapatkan tanggapan seperti yang ia harapkan dari pemuda itu. Tanpa mengatakan sepatah kata pun Yifan kemudian berbalik dan berniat untuk meninggalkan toilet yang kebetulan sepi itu.

"Hanya itu?" Langkah kaki Yifan berhenti ketika mendengar suara bass dari pemuda di belakangnya.

Chanyeol merutuki bibirnya yang tidak bisa bekerja sama dengan otaknya.

"Apanya yang hanya itu?" Tanya Yifan sembari membalikkan tubuhnya lagi. Ia yakin pemuda itu sedang mengajaknya berbicara.

Chanyeol menggigit bibirnya tanpa sadar, membuat Yifan mengepalkan tangannya demi menahan diri.

"Kau membelikanku minuman hanya untuk memuji kostumku?"

Yifan menyeringai. Kali ini Yifan memutuskan untuk tidak menjadi Yifan yang seperti biasanya.

Sementara Chanyeol yang tidak siap hanya bisa mencengkeram lengan laki-laki yang lebih tinggi darinya itu ketika bibirnya dilumat dengan kasar. Yifan mendorong tubuh Chanyeol hingga ia terhimpit di antara dinding toilet dan tubuhnya sendiri. Erangan Chanyeol tertahan ketika lidah Yifan sudah mulai menari di dalam mulutnya. Menjilat, membelit dan menggoda setiap sudut bibir Chanyeol membuat pemuda itu terengah dengan kepala yang mulai terasa ringan akibat ciuman yang memabukkan itu.

Chanyeol mengalungkan kedua lengannya pada bahu lebar Yifan ketika laki-laki itu bergerak dari pinggang menuju pantatnya. Telapak tangan Yifan yang besar berhasil meremas kedua bongkahan pantat milik Chanyeol meskipun terhalang oleh kostum berbahan latex tersebut.

"Ah!" Chanyeol mengerang sekaligus mengernyit kesakitan ketika bagian belakang kepalanya terantuk dinding ketika Yifan mengangkat tubuh bagian bawahnya dan membuatnya semakin terperangkap di antara dinding dan tubuh Yifan. Chanyeol melingkarkan kedua kaki jenjangnya pada pinggang Yifan dan mengerang sekali lagi ketika dalam posisi itu, kejantanan keduanya bertemu.

Yifan menyecap saliva yang berceceran di sekitar mulut Chanyeol sebelum ia menjilat leher pemuda itu dan menghisapnya. Melakukan hal ini di tempat di mana orang bisa saja melihat mereka dengan mudah begitu memasuki toilet justru membuat adrenalin Chanyeol semakin memacu. Pemuda itu menopangkan seluruh berat badannya pada tubuh Yifan yang menyangga pantatnya dengan kedua tangan besarnya sementara pinggul Yifan mulai bergerak untuk menggesek kedua kejantanan mereka yang masih terhalang pakaian masing-masing.

Yifan sudah tergoda untuk melucuti kostum yang Chanyeol kenakan malam itu. Namun begitu melihat detail dan berbagai aksesoris yang tertempel di kostum itu membuat Yifan berpikir ulang. Ada ikat pinggang, sebuah kekang, dan otak Yifan sudah berhenti bekerja ketika sensasi memabukkan menjalar di seluruh tubuhnya manakala Chanyeol mengerang dengan suara bassnya.

Chanyeol mendongakkan kepalanya ketika ia mencapai puncaknya. Yifan masih sibuk memberikan tanda di leher pucatnya dengan pinggul yang masih belum berhenti bergerak untuk mengejar orgasmenya sendiri. Kedua tangannya akan sesekali meremas pantat Chanyeol membuat pemuda itu mengernyit.

Keduanya seperti baru saja menyelesaikan sebuah lari marathon ketika Yifan akhirnya menurunkan tubuh Chanyeol dari himpitan dinding dan tubuhnya. Bahu Chanyeol tertunduk di bahu Yifan dengan lemas. Selain noda di bagian dadanya yang belum kering, kini ada bagian lain dari kostumnya yang harus Chanyeol bersihkan. Pemuda itu akhirnya mendongakkan wajahnya yang dihiasi bulir keringat dan menatap Yifan yang menyeringai di hadapannya.

"Good night, Deadpool." Yifan mengecup pipi Chanyeol singkat sebelum membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan tempat itu.

Ini adalah kali pertama bagi Chanyeol untuk berorgasme selain dengan tangannya sendiri.

.

.

.

Setelah kejadian pada malam Halloween itu, tidak banyak yang berubah dalam kehidupan Chanyeol. Ia masih seorang anak kedua dari keluarga sederhana yang berasal dari Busan dan kini tengah berjuang menyelesaikan kuliahnya di sebuah universitas di Seoul. Sehun yang mengetahui apa yang Chanyeol dan orang asing lakukan padanya tidak henti-hentinya meledek bahkan setelah dua minggu dari kejadian itu.

"Kau seharusnya meminta nomor ponselnya." Kata Sehun ketika Chanyeol mencorat-coret di buku desainnya.

"He liked my costume though." Kata Chanyeol.

Sehun hanya mendengus.

Ponsel Chanyeol tiba-tiba berdering. Pemuda itu mengernyit ketika melihat nama kontak yang tertera pada layar ponselnya. Ia kemudian berdiri dan berjalan cukup jauh dari Sehun sebelum mengangkat teleponnya.

Sehun memandang ekspresi wajah Chanyeol yang berubah murung ketika ia kembali untuk mengambil tasnya.

"You okay?" Tanya Sehun ketika Chanyeol merapikan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Yeah."

Sehun mengernyit. Chanyeol tidak sedang baik-baik saja. Tapi pemuda itu tidak memaksanya untuk bercerita lebih lanjut karena Chanyeol akan berbicara padanya setelah ia siap.

"Kau mau ke mana?" Tanya Sehun.

"Kerja." Jawab Chanyeol singkat.

Pemuda itu baru saja mendapatkan telepon dari Ibunya yang mengabarkan bahwa kakak perempuannya baru saja kabur dari rumah bersama pacarnya dan membawa serta uang tabungan yang orang tuanya kumpulkan untuk biaya kuliah Chanyeol di Seoul. Pemuda itu sudah bekerja ekstra untuk biaya hidupnya sendiri selama kuliah, namun untuk biaya administrasi kuliah dan pembelian buku-buku yang dibutuhkannya, Chanyeol masih mengandalkan uang dari orang tuanya.

Kini, Chanyeol harus memutar otaknya untuk mendapatkan uang lebih demi kelanjutan pendidikannya. Uang administrasi kuliah tidak sedikit, dan akan membutuhkan waktu yang cukup lama bagi orang tuanya untuk mengumpulkan uang mereka mulai dari awal lagi. Chanyeol menghela nafas panjang selama perjalanannya dari kampus menuju kafe tempat ia bekerja.

Selama bekerja, Chanyeol lebih banyak melamun dan tidak terlalu fokus dengan pekerjaannya. Beberapa kali ia membuat kesalahan dengan salah menerima pesanan dari para customer yang datang ke Kafe itu.

"Aku mau segelas es Americano."

Chanyeol menyentuh monitor layar sentuh di hadapannya dan menghitung pesanan customer itu.

"20 won. Kau mau membungkusnya? Kami akan tutup lima belas menit lagi." Kata Chanyeol tanpa mengalihkan pandangannya dari layar monitor.

"Aku akan meminumnya di sini." Kata customer itu.

Chanyeol menghela nafas. Ia kemudian menerima uang dari laki-laki itu sebelum menyerahkan sebuah benda yang akan bergetar ketika pesanannya selesai dibuat. Tidak sampai lima menit, pesanan laki-laki itu selesai.

"Thank you, Deadpool." Ujar laki-laki itu. Chanyeol yang awalnya hanya menundukkan kepalanya dan fokus untuk segera menyelesaikan pekerjaannya kemudian mendongak.

Chanyeol menahan nafas dan membulatkan kedua matanya mendengar panggilan itu. Yifan menyeringai ketika ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah Chanyeol. Ia sepertinya tidak asing dengan ekspresi itu dan Yifan cukup terhibur olehnya.

Di antara semua tempat yang ada, kenapa Chanyeol harus bertemu kembali dengan orang asing itu di tempat kerjanya? Chanyeol yang salah tingkah kemudian berusaha menyibukkan diri ketika Yifan menempati tempat duduk yang membuatnya leluasa untuk memperhatikan Chanyeol yang berdiri di balik konter.

Hari ini pasti adalah hari sialnya. Setelah kehilangan uang yang akan menunjang masa depannya, Chanyeol juga harus bertemu kembali orang yang tidak ia harapkan. Bukannya apa-apa, tetapi Chanyeol masih belum bisa melupakan kejadian malam itu dan bertemu kembali dengannya sungguh tidak membantu.

.

.

.

Setelah menyelesaikan shiftnya malam itu, Chanyeol yang sudah begitu lelah kemudian berjalan menuju tempat tinggalnya selama kuliah di Seoul. Sebuah kamar kecil dengan dapur dan kamar mandi. Namun tempat itu berada di posisi strategis karena berada di dekat kampus sekaligus tempat ia bekerja sehingga Chanyeol tidak perlu menghabiskan banyak uang untuk membayar biaya transportasi.

Dan baru beberapa meter Chanyeol meninggalkan kafe itu, sebuah mobil sedan mewah berhenti di sampingnya membuat Chanyeol seketika menoleh. Kaca jendelanya yang terbuka membuat Chanyeol dengan mudah melihat siapa pengemudinya.

"Butuh tumpangan?" Tanya Yifan berusaha tersenyum agar ia tidak dianggap seperti stalker dan sejenisnya karena ia memang sengaja menunggu hingga Chanyeol pulang.

Chanyeol menggeleng. "Tidak. Terima kasih."

Yifan kemudian menghentikan mesin mobilnya dan keluar dari dalamnya.

"Aku tahu aku pasti terlihat seperti orang aneh dan mencurigakan saat ini, tapi seingatku aku masih berhutang segelas minuman padamu." Kata Yifan.

Laki-laki itu masih memakai setelan jas dengan rambut yang ditata rapi. Namun kali ini ia memakai sebuah kacamata yang membuatnya jauh terlihat dewasa dibandingkan ketika di klub malam kala itu. Chanyeol mengernyitkan dahinya.

"Kau mau mengajakku minum?" Tanya Chanyeol ketika ia sedang tidak ingin berbasa-basi. Pemuda itu mendengus pelan.

Yifan sepertinya bernafas lega ketika Chanyeol menangkap maksudnya.

"Kalau kau tidak keberatan. Dan uh—kau sudah legal kan? Maksudku usiamu?" Tanya Yifan memastikan.

Chanyeol mendengus. Tentu saja usianya legal untuk sekedar masuk ke dalam klub malam atau minum alkohol. Chanyeol memandang ke arah laki-laki di hadapannya itu sambil memikirkan untung-rugi dari menerima ajakannya. Tetapi Chanyeol rasa tidak ada salahnya menghabiskan waktu di tengah pikirannya yang sedang penat.

Yifan kemudian membukakan pintu mobilnya untuk Chanyeol sebelum ia sendiri masuk dan duduk di balik kemudi.

Chanyeol melemparkan tas berisi buku-buku kuliahnya di jok belakang begitu saja dan menyamankan diri di kursi penumpang di samping Yifan.

"Ini hanya ajakan minum biasa atau kau berpikir kalau kau akan meniduriku setelah ini?"

Chanyeol adalah seorang virgin, perjaka atau entah apapun namanya untuk seseorang yang belum pernah berhubungan seks dengan orang lain. Dan ia juga bukanlah seorang mesum yang bisa sekasual itu membicarakan hal intim dengan orang asing yang baru sekali ia temui. Tapi ia seolah tidak bisa menghentikan mulutnya sendiri kala itu.

Yifan menarik salah satu sudut bibirnya dan melirik ke arah Chanyeol di sampingnya. "Yes."

Bulu halus di sekitar leher Chanyeol bergidik. Dan melakukan seks pertama kali dengan orang asing sepertinya bukanlah ide yang buruk. Atau mungkin kepala Chanyeol sedang tidak dalam kondisi bagus sehingga ia tidak bisa berpikir jernih.

Mobil mewah itu melaju dengan suara mesin yang menderu pelan.

"Berapa usiamu?" Tanya Yifan ketika mereka sudah duduk di bar dan seorang bartender sedang menyiapkan minuman mereka.

Pria itu memperkenalkan diri sebagai Wu Yifan. Sebuah nama yang cukup asing bagi lidah Chanyeol.

Chanyeol mengangkat salah satu alisnya. "19 tahun. Aku berani bertaruh usiamu dua kali lipat denganku. 40 tahun?" Ucap Chanyeol setengah bercanda.

Yifan menggigit bibirnya sebelum menyesap minuman yang disodorkan bartender di hadapan mereka.

"34 tahun." Jawabnya kemudian yang membuat Chanyeol sukses menumpahkan kembali minuman yang ia tenggak.

Yifan mengusap punggung Chanyeol ketika pemuda itu meraih tissue dan mengelap mulutnya setelah hampir tersedak minuman beralkohol itu.

"Kau terlihat terkejut." Komentar Yifan yang sebenarnya tidak terlalu keberatan dengan hal itu.

Chanyeol melirik ke arahnya. "Aku tahu kau sudah tua, tapi tidak setua itu." Kata Chanyeol dengan kilat jahil di matanya.

Yifan menarik sudut bibirnya. Sebuah gestur yang membuat Chanyeol tidak bosan untuk menatapnya.

Keduanya kemudian larut dalam obrolan yang tidak tentu arahnya. Chanyeol akan tertawa ketika Yifan berusaha membuat sebuah lelucon dan sesekali pandangan keduanya bertemu dalam diam ketika mereka menikmati minuman masing-masing.

Hari sial Chanyeol ini tidak berakhir buruk ketika alkohol membantunya sedikit untuk melupakan permasalahan yang sedang memenuhi kepalanya. Namun pada gelas kelimanya, Chanyeol sudah mulai mabuk dan terkikik pada setiap kalimat yang keluar dari mulut Yifan.

"Look. Aku tidak tahu kalau kau bisa punya jari sepanjang dan sebesar ini." Ujar Chanyeol sambil tertawa mendengar kalimatnya sendiri. Tangan kirinya meraih jemari milik Yifan dan menyentuhnya.

"Kau tidak tahu apa saja yang bisa mereka lakukan." Kata Yifan.

Chanyeol tiba-tiba terdiam. Keduanya saling berpandangan. Dan entah siapa yang memulai lebih dulu, tetapi mereka berdua sudah saling melumat bibir satu sama lain. Yifan yang masih memiliki kesadarannya meraih pinggang Chanyeol dan sedikit menarik pemuda itu agar berdiri dari tempat duduknya.

"Tempatku?" Tanya Yifan yang kemudian Chanyeol jawab dengan melumat bibir Yifan dengan kasar.

.

.

.

"Ah! Nh! Ah!" Chanyeol mendesah hebat ketika Yifan menusukkan kejantanannya agar menumbuk sebuah titik kenikmatan di dalam tubuh Chanyeol yang terlentang dengan ujung kepalanya yang hampir menyentuh lantai.

Tubuh bagian bawah Chanyeol yang sedang dimonopoli Yifan berada di atas tempat tidur dan berguncang setiap kali Yifan menggerakkan pinggulnya. Efek alkohol dan kelihaian Yifan yang memanjakan tubuhnya membuat Chanyeol seperti kehilangan akal sehatnya saat itu.

Yifan menggeram dan merubah posisi mereka agar Chanyeol tidak terjatuh ke lantai. Chanyeol meremas sprei putih di bawahnya ketika gerakan pinggul Yifan semakin liar hingga membuat ranjang empuk itu berderit.

Ini adalah seks pertama bagi Chanyeol dan ia sudah hampir meraih orgasmenya yang kedua malam itu. Yifan menyentuh wajah Chanyeol dan mengusap ibu jarinya pada bibir bawah Chanyeol ketika pemuda itu terus menyuarakan kenikmatannya. Laki-laki yang lebih tua itu memejamkan matanya ketika Chanyeol menghisap ibu jarinya ke dalam mulutnya.

"Chanyeol! Ngh—" Yifan menggerakkan tangannya untuk menyentuh kejantanan pemuda itu dan membantunya meraih orgasme karena miliknya pun semakin dekat.

Nafas Chanyeol semakin tersengal ketika ia mendongakkan kepalanya dengan kedua mata terpejam. Pemuda itu meraih puncaknya sembari meneriakkan nama Yifan yang baru ia ketahui di dalam mobil selama perjalanan menuju bar tadi.

Yifan yang sudah menahan orgasmenya sendiri kemudian menyusul setelahnya. Laki-laki itu menumpahkan cairan kenikmatannya di dalam kondom yang ia pakai sementara tubuh mereka dibanjiri keringat.

.

.

.

Pada keesokan harinya, Chanyeol yang sebelumnya terlelap dibangunkan oleh suara ponselnya yang berdering. Dengan mata pedih akibat rasa kantuk yang masih menggelayut dan tubuhnya yang entah kenapa terasa seperti akan remuk, Chanyeol berhasil menemukan ponselnya di saku celana jeansnya yang sudah terlipat rapi bersama sweater yang semalam ia pakai.

"Huh?" Chanyeol menggerutu ketika mendengar suara Sehun di seberang.

"Kau membolos hari ini? Aku tidak melihatmu di kampus. Kau baik-baik saja?" Tanya Sehun dengan nada suara khawatir.

Chanyeol yang akhirnya sadar kemudian melihat ke arah sekelilingnya. Ia berada di sebuah kamar dengan ranjang berukuran king size dan wangi aromatherapy memenuhi hidungnya. Chanyeol membulatkan matanya ketika ia sadar bahwa di balik selimut itu, ia tidak mengenakan pakaian bahkan sehelai benang pun. Chanyeol yang tiba-tiba panik kemudian menutup teleponnya sebelum berjanji pada sahabatnya itu untuk meneleponnya lagi nanti.

Setelah memakai celana boxer dan sweaternya, Chanyeol melangkah keluar dari kamar itu dengan langkah berjengit. Tidak ada foto atau benda apapun yang bisa mengungkapkan identitas pemilik apartemen itu. Tapi jika ingatan Chanyeol tidak mengelabuinya, ia pergi dengan orang asing yang ia temui di klub malam di perayaan Halloween. Pemuda itu masih belum menemukan si pemilik rumah, namun ia samar-samar mendengar percikan air.

Di bagian samping ruang utama apartemen itu, dengan dibatasi sebuah pintu kaca, Chanyeol mendapati sebuah kolam renang yang saat ini beriak dan menandakan ada seseorang yang sedang berenang di dalamnya. Chanyeol melangkah tanpa alas kaki menuju kolam renang itu. Ia kemudian disuguhi oleh pemandangan otot punggung Yifan yang bergerak untuk mengakomodasi lengannya yang membelah air. Yifan berhenti sejenak ketika ia berada di ujung kolam renang dan menatap ke arah Chanyeol yang berdiri dengan kaki di dekat pintu.

Pria itu kemudian keluar dari kolam dengan hanya memakai celana ketat sebatas paha sebelum meraih handuk yang ia letakkan di sebuah kursi. Chanyeol sedikit mengalihkan pandangannya agar tidak menjelajahi tubuh Yifan yang terpampang di hadapannya kala itu.

"Kau sudah bangun?" Tanya Yifan berbasa-basi sebelum melemparkan handuknya dan memakai bath robe kali ini.

Chanyeol terdiam. Ia merasa canggung dan tidak tahu bagaimana harus berinteraksi dengan orang itu. Angin di akhir musim gugur berhembus di ruang terbuka itu dan membuat Chanyeol sedikit bergidik.

"It's cold. Let's get inside." Kata Yifan sambil mengikat tali bathrobenya dan berjalan mendahului Chanyeol yang mengekor di belakang.

Ketika Yifan menawarinya sarapan, pemuda itu mendapati bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi dan ia benar-benar melewatkan kelas paginya. Chanyeol menggaruk bagian belakang kepalanya dan menyesap kopi yang Yifan sodorkan. Ia mengernyit begitu rasa pahit menyapa lidahnya.

"Uh, aku pikir aku akan pulang sekarang." Kata Chanyeol.

"Aku akan mengantarmu pulang."

Pemuda itu menggeleng. "Tidak perlu. Aku bisa naik bis atau—"

"Aku akan mengantarmu pulang menggunakan mobilku."

Chanyeol menjilat lidahnya. Ia juga sebenarnya tidak mempunyai uang yang cukup di dalam dompetnya saat ini untuk sekedar naik bis atau naik taksi menuju tempat tinggalnya.

"Fine. Aku akan memakai celanaku dulu."

Yifan mengangguk ketika Chanyeol masuk ke dalam kamarnya lagi.

Ketika Chanyeol selesai memakai seluruh pakaiannya kembali, pandangannya terjatuh pada sebuah dompet berwarna kecokelatan yang terletak di atas meja nakas. Dompet itu terlihat tebal dan penuh. Dan demi memenuhi rasa ingin tahunya, Chanyeol menghampiri dompet itu dan membukanya. Sejumlah uang tunai dalam pecahan paling besar –dan bahkan ada dolar di dalamnya, kartu identitas, kartu kredit dan debit. Chanyeol mendengus ketika Yifan tidak berbohong mengenai usianya. Pemuda itu sempat tergoda untuk mengantongi beberapa lembar uang yang mungkin Yifan tidak akan sadari hilang dari dompetnya, namun hal itu urung ia lakukan ketika Yifan melongok dari pintu masuk.

"Kau sudah selesai?"

Chanyeol menjatuhkan dompet itu dan mengangguk ke arah Yifan.

.

.

.

Kala itu Chanyeol tidak henti-hentinya menatap ke arah layar ponselnya dengan nanar. Sejak pulang dari apartemen Yifan, ia tahu bahwa ia seharusnya menolak ketika pria itu meminta nomor ponselnya, tetapi Chanyeol yang ingin segera masuk ke dalam rumahnya kemudian memberikannya begitu saja tanpa berpikir panjang. Jadilah sekarang ia tidak bisa berbuat banyak ketika Yifan mengiriminya sebuah pesan.

Kau ada waktu luang malam ini? Bagaimana kalau makan malam?

Chanyeol mengetikkan balasannya dengan gerakan cepat. You're just an old pervert guy, aren't you?

Not as pervert as you. My treat?

Chanyeol mendengus dan ia tidak bisa mengendalikan kedua sudut bibirnya yang tertarik ketika membaca pesan itu. Selain itu, ia juga tidak bisa menahan diri untuk tidak menerima tawaran itu.

Chanyeol masih dalam keadaan frustrasi di mana ia belum menemukan cara untuk mengatasi masalah finansialnya. Dan entah ia harus bersyukur atau apa, karena pertemuannya dengan Yifan membuatnya bisa menikmati makanan enak dan minuman beralkohol meskipun dalam keadaan bangkrut.

Yifan memastikan perut Chanyeol sudah penuh dengan makanan dan minuman yang disukainya sebelum ia membawanya pulang dan bercinta dengan pemuda itu sampai pagi. Sementara Chanyeol hanya bisa menikmati permainan sementara itu. Ia tahu bahwa mereka berdua hanya bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama Yifan beberapa kali tidaklah seburuk yang Chanyeol bayangkan.

.

.

.

Chanyeol yang pagi itu baru saja diantar pulang oleh Yifan ke rumahnya kemudian segera membersihkan diri dan berangkat menuju kampus. Pemuda itu bertemu Sehun yang segera mengawasinya dengan pandangan mencibir ketika menemukan sebuah ruam kemerahan di leher Chanyeol.

"Aku jarang melihatmu selain di kampus akhir-akhir ini. Kau biasanya menghabiskan waktu di tempatku kalau tidak bekerja." Ujar Sehun.

Chanyeol memasang wajah tanpa ekspresi dan hanya mengangkat bahunya.

"Kau bisa bersenang-senang dengan siapa pun, tapi kau juga tidak bisa melupakan aku begitu saja." Ujar Sehun lagi.

Chanyeol meringis. "Jealous?"

Sehun mendengus. "Hell no."

"Kau sudah makan siang? Aku ingin makan ddeobokki." Kata Sehun seraya mengerucutkan bibirnya.

Chanyeol menggaruk bagian belakang kepalanya. "Aku akan lihat apakah ada uang tersisa di dompetku." Kata Chanyeol sebelum meraih dompet di dalam tasnya.

Pemuda itu benar-benar harus berhemat dan berusaha sekeras mungkin untuk tidak menghabiskan uangnya dengan membeli hal-hal yang tidak begitu penting bahkan untuk makannya sendiri. Jika bukan karena ajakan Yifan beberapa kali, bisa-bisa Chanyeol hanya akan memakan mie instan dalam seminggu ini. Pemuda itu mematung ketika ia melihat isi dompetnya.

"Kau membawa mobilmu?" Tanya Chanyeol.

"Yeah?"

"Aku pinjam sebentar."

Dengan kebingungan, Sehun menyerahkan kunci mobilnya pada Chanyeol yang tiba-tiba panik dan berlari menuju tempat parkir. Dengan tergesa-gesa Chanyeol mengendarai mobil sahabatnya itu menuju tempat yang sudah tidak asing lagi baginya.

Chanyeol tidak perlu menekan bel ketika ia memilih untuk menggedor pintu apartemen itu. Ini baru jam satu siang dan kalau ia tidak salah dengar, Yifan mengatakan bahwa ia akan berada di rumah sampai sore nanti. Gedoran pintu itu semakin keras ketika si pemilik tidak juga menampakkan batang hidungnya. Chanyeol bisa saja menelepon Yifan untuk menanyakan masalah ini, tetapi emosi yang tiba-tiba menggebu di dadanya membuat Chanyeol memilih untuk menghampiri laki-laki itu langsung.

Beberapa menit kemudian pintu apartemen itu terbuka dan menampakkan keadaan Yifan yang seperti baru bangun tidur. Chanyeol melemparkan beberapa lembar uang tunai yang Yifan selipkan ke dalam dompetnya tanpa sepengetahuannya ke wajah pria itu.

"Ambil uangmu. Aku bukan pelacur." Kata Chanyeol dengan emosi dalam kalimatnya.

Yifan mengernyit dan memandang uang yang berhamburan ke lantai di hadapannya. Laki-laki itu kemudian menarik tangan Chanyeol ketika pemuda itu berusaha meninggalkannya.

"Chanyeol, tunggu—"

Chanyeol menampik tangan Yifan dari pergelangan tangannya.

"Kau pikir karena aku membiarkanmu membelikanku makanan maka kau punya hak untuk memberiku uang juga?"

"Chanyeol, please. Masuklah. Aku akan jelaskan di dalam." Kata Yifan sembari melirik ke arah lorong apartemen itu. Ia yakin tetangganya akan mendengar percakapan mereka di tempat ini.

Chanyeol sudah akan mengabaikan Yifan ketika ia melihat pandangan itu. Setelah menghela nafas, Chanyeol kemudian mengikuti Yifan masuk ke dalam apartemennya.

"Kau mau teh?" Kata Yifan dengan ekspresi wajah begitu tenang.

"Aish." Chanyeol yang merasa frustrasi sudah akan memukul wajah pria yang berusia 15 tahun lebih tua darinya itu ketika Yifan berhasil menahan tangannya.

"Aku melihatmu ketika kau memeriksa dompetku waktu itu." Kata Yifan tanpa melepaskan pergelangan tangan Chanyeol.

Pemuda itu tiba-tiba merasa gugup. Tangannya jatuh terkulai ketika Yifan melepaskannya.

"Aku tidak mengambil uangmu. Aku hanya memeriksa identitasmu." Gumam Chanyeol berusaha membela diri.

"Aku tahu. Tapi aku juga melihat pandangan itu. Chanyeol, dengar—"

Yifan melangkah sedikit demi sedikit untuk mendekati tubuh Chanyeol yang tingginya tidak jauh berbeda dengannya.

"Kau sedang membutuhkan uang, kan?"

Chanyeol memandang nyalang ke arah Yifan. Ia sudah bersiap untuk berteriak atau memukul pria itu lagi ketika Yifan meneruskan. "Dengar, aku melakukan hal ini bukan karena kasihan atau apa, kalau kau berpikir seperti itu."

"Aku tidak butuh belas kasihanmu." Umpat Chanyeol yang masih belum mengerti.

"Aku tahu, Chanyeol. Aku memberimu uang karena aku menyukaimu dan ingin tetap bertemu denganmu."

Pandangan Chanyeol melembut. Yifan memang lebih dewasa dan tahu bagaimana menghadapi anak kecil sepertinya.

"Jadi maksudmu kau mau menjadi Sugar Daddyku atau sejenisnya?"

Yifan mendengus. Namun senyuman dan tawa kecil keluar dari mulutnya. "Kau mau menyebutnya seperti itu?"

Chanyeol menggigit bibir bawahnya. Pemuda itu ikut tersenyum dan emosi tiba-tiba menguap darinya begitu saja. Pesona dari laki-laki yang usianya terpaut jauh darinya adalah sesuatu hal yang berbahaya. Chanyeol kemudian memunguti uang yang berjatuhan di samping pintu masuk apartemen Yifan tadi sebelum menghampiri pria itu.

"Uh, aku tidak menginginkan uangmu tapi aku juga tidak akan menolaknya. Aku—mph" belum sempat Chanyeol menyelesaikan kalimatnya, Yifan sudah melumat bibirnya hingga membuat Chanyeol hampir kehabisan nafas.

"Let me be your Sugar Daddy." Bisik Yifan di samping telinganya membuat nafas Chanyeol menderu.

Chanyeol merasa hal ini salah, tapi entah kenapa semuanya terasa benar kala itu.

.

.

.

Pemuda yang berstatus mahasiswa sekaligus bekerja part time sebagai seorang waiter di Kafe itu sedang sibuk mencari pekerjaan tambahan lain ketika ponselnya berbunyi. Yifan mengiriminya sebuah pesan. Laki-laki itu sedang berada di New York untuk urusan bisnis dan ia masih sempat mengirimi Chanyeol pesan di antara kesibukannya.

How's my baby doing?

Chanyeol memutar bola matanya membaca pesan itu. Stop sending me messages, pervert.

Awwww. I miss you tho :( facetime?

Chanyeol mendesah sebelum membalasnya lagi. My phone is as old as you.

Dan ketika Yifan kembali dari perjalanan bisnisnya beberapa hari kemudian, ia langsung menyeret Chanyeol menuju ke sebuah pusat perbelanjaan begitu mereka bertemu.

"Kau suka yang mana?" Tanya Yifan tanpa ekspresi ketika seorang penjaga toko gadget itu menawari mereka deretan ponsel yang harganya cukup mahal.

Wajah Chanyeol memerah ketika penjaga toko itu mengawasinya.

"Aku tidak membutuhkannya." Kata Chanyeol sambil berlalu dari toko itu ketika Yifan menahan lengannya.

"Chanyeol..."

"Ponselku masih bekerja dengan baik. Aku tidak perlu membeli baru."

"Ini hadiah dariku untukmu. Come on."

"No, Yifan."

"Chanyeol..."

Pada akhirnya Chanyeol menerima ponsel keluaran terbaru berwarna silver yang Yifan belikan untuknya itu dengan setengah terpaksa.

.

.

.

"Wow. Ponselmu baru?" Tanya Sehun ketika Chanyeol baru saja keluar dari ruang akademik kampus.

"Aku menemukannya di Kafe." Kata Chanyeol dan mengantongi ponselnya itu agar Sehun tidak membahasnya lagi.

"Pfftt. Beruntung sekali. Aku kira kau menerimanya dari orang yang meninggalkan tanda di lehermu kemarin." Ucap Sehun dengan bercanda.

Ekspresi wajah Chanyeol berubah. Perasaan tidak nyaman membuat dadanya tiba-tiba sesak. Ia baru saja membayarkan uang kuliahnya untuk semester ini sebagian dengan menggunakan gaji yang diterimanya. Ia juga mengajukan dispensasi agar pembayaran kuliahnya bisa ditangguhkan setidaknya sampai ia benar-benar punya cukup uang untuk melunasinya.

Sepulang dari kerja, Yifan sudah menunggu dengan mobil mewahnya terparkir di samping Kafe. Tanpa berkata apapun, Chanyeol masuk ke dalam mobil Yifan dan membiarkan pria itu mengendarainya ke apartemennya seperti biasa.

"Kau baik-baik saja? Kau terlihat—murung?" Yifan mengangkat bahunya.

"Kau punya sesuatu untuk menghilangkan sakit kepala?" Tanya Chanyeol ketika ia membanting tubuhnya di atas sofa.

"Uh, aspirin? Atau seks?"

"Ugh, mungkin vodka atau whiskey?"

Yifan tertawa dan membuka kulkasnya. "Ada apa? Kau ada masalah?"

Yifan menyodorkan sebotol bir pada Chanyeol. Ia tidak ingin pemuda itu mabuk di mana hal itu justru akan menambah rasa sakit di kepalanya.

Chanyeol menggeleng dan meneguk minuman itu. Namun ekspresi wajahnya yang tidak kunjung berubah membuat Yifan meletakkan telapak tangannya yang besar pada pipi Chanyeol.

"Katakan padaku. Aku akan membantumu. Kau butuh uang?" Tanya Yifan dengan kedua alisnya terpaut. Wajahnya mengungkapkan ekspresi kekhawatiran.

Tetapi Chanyeol justru tertawa dan hampir menyemburkan bir di dalam mulutnya.

"Kau pasti selalu mengira bahwa penyebab dari setiap permasalahanku adalah uang kan?" Tanya Chanyeol.

Yifan meletakkan birnya dan mendekatkan tempat duduknya di samping Chanyeol.

"Kau berpikir begitu? Chanyeol, aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu dengan menghubungkan segala permasalahanmu dengan uang. Aku hanya ingin kau sedikit terbebas dari stres atau entah beban apapun itu yang disebabkan oleh uang. Aku benar-benar ingin membantumu." Jelas Yifan.

Chanyeol mengalihkan wajahnya ketika ia melihat kilat ketulusan dari wajah Yifan. Pemuda itu tidak ingin mempercayainya, karena ia sadar bahwa ketulusan dan semua yang terjadi di sekitarnya hanyalah omong kosong.

Chanyeol akhirnya memandang Yifan dengan kedua matanya yang besar dan di sekitarnya kini dihiasi dengan kantung mata kehitaman.

Pada suatu malam ketika mereka selesai bercinta dan Chanyeol masih punya cukup energi untuk membuka matanya, Yifan pernah bertanya mengenai kehidupan Chanyeol seperti di mana ia kuliah, jurusan apa yang ia ambil, bahkan apa cita-citanya. Yifan tidak pernah mendengar seseorang berbicara mengenai cita-citanya seantusias Chanyeol kala itu.

"Dan apa yang harus aku lakukan untuk membalas apa yang sudah kau berikan padaku? Dengan seks?" Rasa tidak nyaman menggelayut di dada pemuda itu. Tapi Chanyeol justru tertawa mendengar pertanyaannya sendiri. Bukankah hal itu sudah jelas?

"Kau pikir seks yang selama ini kita lakukan adalah sebagai balasan atas semua yang sudah aku berikan padamu?"

Chanyeol menggigit bibir bawahnya sambil sesekali melirik ke arah Yifan. "It's not?"

Yifan terdiam. Ia kemudian meraih kembali birnya dan meneguk cairan itu untuk membasahi tenggorokannya.

Yifan adalah orang dewasa yang mampu memikirkan setiap permasalahannya dengan kepala dingin dan bisa mengendalikan emosinya. Chanyeol sudah tergoda untuk menceritakan permasalahannya pada Yifan ketika ia memutuskan untuk mengurungkannya. Ia hanya akan semakin membuat Yifan kasihan padanya, dan Chanyeol tidak ingin menambah daftar panjang hal-hal yang Yifan lakukan untuknya.

Chanyeol meletakkan botol birnya di meja dan mendekatkan diri pada Yifan yang mengawasi setiap gerak-geriknya dengan matanya yang tajam. Pemuda itu kemudian melepaskan kacamata Yifan dan mengecup bibirnya pelan.

"So beer is not good enough for you?" Ujar Yifan ketika Chanyeol melepaskan kancing kemejanya satu per satu.

"Shut up." Chanyeol mengecup rahang Yifan dan sesekali memberikan gigitan kecil di tempat itu dan sekitar lehernya.

Yifan yang merasa cukup terkesan ketika Chanyeol memulai inisiatif untuk menyentuhnya terlebih dahulu memutuskan untuk menikmatinya. Laki-laki itu awalnya berniat untuk sekedar bermain-main dengan pemuda itu, ia punya cukup uang untuk melakukan permainan ini, tetapi setiap kali ia bertemu pemuda itu, Yifan sering kali menanyakan kembali niatannya.

Chanyeol yang membiarkan kancing kemeja Yifan terbuka begitu saja tanpa melepasnya kemudian menggerakkan tangannya pada ikat pinggang yang melingkar pada pinggang Yifan. Pemuda itu melumat bibir Yifan sementara tangannya bekerja untuk melepaskan ikat pinggang itu.

Kejantanan Yifan sudah setengah menegang ketika Chanyeol mengeluarkannya dari celananya. Pemuda yang sebelumnya belum pernah melakukan oral seks itu kemudian hanya mengikuti instingnya dan memindah tempatnya hingga kini duduk di lantai di antara kedua kaki Yifan yang terbuka di atas sofa.

Yifan memejamkan matanya merasakan jilatan pertama Chanyeol pada penisnya yang semakin menegang sempurna. Jilatan itu kemudian berubah menjadi hisapan ketika Chanyeol sudah terbiasa dengan sensasi di mulutnya. Nafas Yifan mulai menderu dan ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak menggerakkan pinggulnya ketika Chanyeol menghisapnya semakin dalam.

Rasa hangat dan basah melingkupi kejantanan Yifan dan ia menggeram ketika Chanyeol menjilat kedua bola kembarnya juga. Chanyeol kemudian memasukkan kembali kejantanan Yifan ke dalam mulutnya sebelum menatap laki-laki itu dengan mata besarnya.

"Chanyeol..." Yifan menggigit bibir bawahnya ketika tangannya mengusap rambut Chanyeol yang sedikit basah oleh keringat ke belakang.

Chanyeol mengerang ketika ujung kejantanan Yifan menumbuk pangkal tenggorokannya. Pemuda itu menggerakkan kepalanya sedikit ketika ia hampir tersedak olehnya. Yifan yang tanpa sadar menggerakkan pinggulnya membuat Chanyeol mencengkeram pahanya.

Precum yang keluar dari kejantanan Yifan memenuhi mulut Chanyeol. Pemuda itu menelannya begitu saja dan menghisap Yifan sebelum menggerakkan mulutnya untuk membantu Yifan mengejar orgasmenya. Kepala Yifan mendongak dengan mulut sedikit terbuka ketika ia akhirnya menyemburkan cairan kental miliknya.

Cairan itu mengenai sebagian bibir bawah dan dagu Chanyeol ketika pemuda itu melepaskan kejantanan Yifan yang masih berkedut untuk menikmati sisa orgasmenya. Chanyeol meraih tissue dari atas meja dan membersihkan wajahnya dari cairan berwarna putih itu. Nafas Yifan masih tersengal ketika ia menarik leher Chanyeol dan melumat bibirnya. Chanyeol mengerang karena ia masih bisa merasakan cairan Yifan di mulutnya dan pria itu sudah melumat bibirnya seolah tidak peduli.

"Jadi apa yang sudah aku lakukan hingga aku berhak mendapatkan hal itu malam ini?" Tanya Yifan mengarah pada blowjob yang Chanyeol berikan untuknya.

Chanyeol mengangkat salah satu alisnya karena ia sendiri juga tidak mengetahui motifnya sendiri melakukan hal itu. Ia pikir hal itu adalah spontanitas dan demi mencairkan suasana di antara mereka berdua yang tiba-tiba canggung.

Namun Chanyeol menarik salah satu sudut bibirnya dan menggerakkan tubuhnya untuk duduk di atas kedua paha Yifan. Pemuda itu melingkarkan kedua lengannya pada bahu Yifan sebelum mendekatkan bibirnya pada telinga kiri pria itu.

"I just want to be good for Daddy." Bisik Chanyeol yang membuat bulu-bulu halus di setiap jengkal tubuh Yifan berdiri.

Pria itu menggeram sebelum mendorong tubuh Chanyeol agar terbaring di atas sofa.

Chanyeol mungkin masih merasa salah dengan hubungan tidak bernama yang ia jalani dengan Yifan sekarang. Ia mendapatkan uang, makanan enak dan bahkan barang-barang bagus dari laki-laki itu kemudian melakukan seks dengannya. Tapi perasaan bersalah saat ini menjadi urusan kesekian ketika Chanyeol justru sibuk menghalau perasaan aneh yang muncul setiap kali ia berada di dekat Yifan.

BERSAMBUNG

Well, it seems like I've become the pathetic, easily triggered and perverted fangirl. Enjoy!

Credit title to Karmin's Sugar.

Ooohhh sugar~ I can't think about anybody else but you~ anybody else but you~

Terima kasih untuk yang sudah membaca dan meninggalkan review ^^

PS. Still can't get over CY's Deadpool costume I wish to grab his petit ass on it #what

Dengan cinta,

Mt_Chan.