Jeno membanting kesal pintu lemari es yang semula dibukanya. Ia menarik napas panjang guna berteriak sekeras-kerasnya, "Siapa yang makan cokelatku di dalam freezer?"

Kriik sekali. Tidak ada jawaban. Jeno menggerutu—masih di depan lemari es, "Punya member banyak, kok, pada tuli semua." Kakinya menendang pintu lemari es yang tertutup beberapa kali.

Tiba-tiba punggungnya ditepuk cukup keras dari arah belakang. Itu Donghyuck dengan wajah cengenges kepunyaannya. "Cari cokelatmu?" Jeda sebentar, sebelumnya ia buru-buru menambahkan, "Bukan,—bukan aku yang makan. Sumpah!" Donghyuck berusaha membela diri karena sebelumnya Jeno memicingkan mata penuh selidik ke arah manik kembarnya. "Tadi aku lihat Jaemin menjilat ujung-ujung jemarinya. Mungkin..dia..?" Donghyuck mencoba memberi opsi lain untuk tersangka yang sedang dicari Jeno.

Jeno langsung jalan cepat untuk cari keberadaan Jaemin di dalam dorm. Mulanya, ia akan bertanya dengan lembut kepada Jaemin atas tuduhan yang dijatuhkan kepadanya. Duh, Jeno merasa ia sedang bermain peran sebagai jaksa. Tapi, semuanya menjadi begitu jelas lantaran Jaemin yang membalikkan badan menghadapnya. Bukan lagi tuduhan, tapi memang Jaemin pelakunya. Ia membawa bukti bersamanya—ada sisa lumeran cokelat di pinggir bibirnya. "Jaemin, diam di tempatmu!" kata Jeno memerintah.

Jaemin pun menurut, diam di tempatnya menginjak bumi. Bahkan, rasanya ia lupa bagaimana caranya mengambil langkah mundur saat dirasa badan Jeno yang lebih tegap dan tinggi menghimpitnya secara perlahan. Kemudian, ia juga lupa cara untuk berespirasi saat kedua telapak besar Jeno menangkup keduanya pinggir wajahnya. Lalu, manik kembarnya serasa ingin menggelinding jatuh lantaran ia terlalu memaksa untuk melotot. Sebuah 'cup' terdengar halus dan sangat lama—Jeno mencium sudut bibirnya!

Kemudian ada teriakan "aduh" dari pihak Jeno. Mereka dipaksa untuk pisah karena Yuta menarik telinga Jeno menjauh. "Kapan punya keinginan buat berhenti ngerdus, hm?" Yuta tanya dengan senyuman, tapi nadanya terdengar ngeri.

"Bukan..—aku belum apa-apain Jaemin, kok, Yuta-hyung. Serius!" Jeno mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. Membuat raut semeyakinkan mungkin pada Yuta.

"Jadi, awalnya Jaeminnya mau diapain?" Yuta bertanya selidik pada Jeno dengan memicingkan matanya.

Jeno gelapan. Kok, jadi ia yang dapat hukuman. "Bukan, hyung..—maksudku, Jaemin yang salah disini. Dia makan cokelatku. Ada sisa lumeran cokelat di pinggir bibirnya. Aku, 'kan, hanya ingin mengambil apa yang kupunya, hyung.."

Yuta menggeleng tiga kali. "Alasanmu banyak sekali. Berhenti ngerdusin anak polos, Lee Jeno!" ancam Yuta.

Jeno melepas tangan Yuta dari telinganya. "Siapa juga yang punya niatan ngerdusin Jaemin. Beneran suka ini, kok." Kemudian ada suara 'cup' keras—Jeno mencium Jaemin tepat di bibir, sebelum melarikan diri dari gapain tangan Yuta.

"Ya! Lee Jeno, berhenti disitu! Taeyong urus adikmu yang satu itu! Jangan hanya sibuk menonton!" Teriakan Yuta pindah ke sasaran baru yang sedari tadi berperan sebagai penonton.

"Ya..," jawab Taeyong seraya beranjak.

Sedang Jaemin masih diam membatu di tempatnya—sepeninggal Yuta dengan bermacam gerutuannya—dengan jemari yang menyentuh permukaan bibirnya. Pipinya merah sampai ke telinga. Kemudian ia berbisik, "Dasar pencari kesempatan," dengan senyum yang terpatri di bibirnya.

kkeut!