REPOST.

Gomen minna, setelah saya baca ulang, ternyata ada banyak words yang hilang entah kenapa, dan itu ngaruh banget ke kalimatnya jadi kerasa janggal. Jadi maaf sebesar-sebesarnya karena ketidak telitian saya ini. Saya harap kalian masih berkenan untuk membaca ulang lagi.

Makasih atas pengertiannya.


My Hero Academia©Horikoshi Kohei

Only You©Rhelzaou

Band AU. College AU.

Bakugou Katsuki x Midoriya Izuku

Drama, romance.

Warn! OOC. Typos.

Don't like, don't read.

Save Rated for now.


Ch 3.

Lalulalang beberapa kerumunan orang saat itu mengalihkan perhatian seorang pemuda bersurai ash-blond. Bukan maksud dirinya memiliki hobi sebagai pengamat, hanya sekedar mengisi waktu luang saja. irisnya menatap bosan pada gedung kampus—tempat dirinya menempuh perguruan tinggi—yang berjajar tinggi, bagai menjulang sampai langit. Berhubung dia memang sedang berada ditingkat paling bawah lokasi, yang otomatis membuatnya sesekali mendongkak hanya untuk memperhatikan itu. Namun tetap saja, rasa bosannya bahkan sudah melebihi langit itu sendiri.

Sebenarnya, selama ini menunggu adalah hal biasa bagi Katsuki—setelah dia banyak berlatih menahan emosi. Dia cukup tahu diri, usianya yang kini sudah menginjak kepala dua tidak seharusnya bersikap kekanakan seperti itu. Lagi pula, itu sedikit mempengaruhi harga dirinya sebagai seorang musisi profesional.

Namun lain halnya dengan hari ini. Walaupun dia tahu betul dengan jadwal teman jabriknya itu sama padat dengan dirinya, tetap saja ia menekankan bahwa hari ini merupakan pengecualian, pengecualian besar.

"Aku tidak ingin tahu, yang jelas kau harus sudah standby disini, setelah jadwal kuliah terakhirku selesai." Begitu titahnya dalam telepon, sekitar dua jam yang lalu.

"Baiklah, akan aku usahakan wawancara kali ini cepat selesai. Tapi kenapa, Bakugou?" Kirishima menyahut bingung. Tentu saja, karena biasanya Katsuki selalu menunggu dirinya yang mengabari lebih dulu jika sudah bisa menjemput.

"Itu tidak penting. Aku hanya ingin kau cepat sampai disini dan bawa aku pulang." Dan dengan keputusan sepihak dari Katsuki beserta putusnya sambungan telepon, seharusnya Kirishima bisa mengerti dan menurutinya untuk datang tepat waktu, pukul satu siang nanti.

Seharusnya begitu—pikir Katsuki. Tapi sampai saat ini pun, pemuda bersurai crimson itu tak kunjung menampakan diri. Bahkan dia tidak juga datang setelah setengah jam lewat.

"Si brengsek Kirishima itu—" ia menggerutu tidak sabaran, "Kubunuh dia kalau sampai telat tiga puluh menit lagi!"

Dua makhluk lain, yang sebenarnya sudah bersama Katsuki sejak awal perkuliahan, hingga akhir saat ini mereka singgah disalah satu kedai kantin, hanya bisa menatap ngeri dan bingung secara bersamaan.

Yang bersurai gelap memberanikan diri untuk bertanya, "Kenapa kau, Bakugou? Tidak seperti dirimu biasanya." Pemuda itu diketahui bernama Sero Hanta, salah satu pengikut—kalau tidak bisa dibilang sebagai sahabatnya—Katsuki, berhubung dia sebenarnya agak-agak malas mengakui.

Sayangnya pertanyaan itu hanya dibalas decihan oleh sosok yang bersangkutan.

Namun, satu celetukan dari pemuda lain yang memiliki surai pirang cerah, berhasil membuat Katsuki menoleh cepat, "APA?!" dan memberikan aura lebih mencekam dari pada sebelumnya.

Kaminari Denki—nama pemuda pirang itu—mengulangi ucapannya karena mengira Katsuki tidak mendengarkan. "Ya—aku tadi bilang, barangkali kau sedang dalam masa-masanya datang bulan kan, Bakugo—" satu cengkraman kuat pada kerah bajunya seketika membuatnya tersedak. "I-IYA IYA!" Kaminari terbatuk keras, "MAAFKAN AKU! AKU TIDAK AKAN BERCANDA LAGI!"

Sero hanya bisa memberi desahan panjang dan menggeleng pasrah, merasa bodoh dengan tingkah Kaminari yang seperti itu. Bisa-bisanya dia tidak peka kalau situasi mereka saat ini sudah diantara hidup dan mati.

Setelahnya, Katsuki melepas cengkraman itu tanpa sedikitpun mengurangi aura intimidasi. Dia sedikit merubah posisi duduknya, dan mulai menatap dua temannya itu dari seberang meja.

Sebelum memberikan sepatah dua patah pertanyaanatau mungkin saja umpatan, ia mengangkat satu tangannya keatas, untuk memanggil salah satu pegawai kantin.

"Aku tidak mengerti kenapa kalian ini sangat bodoh," Ujarnya disela memesan satu cangkir kopi, "terutama kau, muka bodoh." Katsuki menunjuk Kaminari yang berada tepat di hadapannya.

"Kenapa?!"

Katsuki cepat-cepat mengusir pegawai wanita yang dipanggilnya tadi untuk segera pergi, lantaran mulai meminta hal aneh semacam tanda tangan.

Kaminari mengernyit, "Kau yang bodoh, sudah mengabaikan wanita cantik itu!"

"Aku tidak peduli," Tukas Katsuki cepat. "Seharusnya kalau salah satu dari kalian ini punya otak," dia memberi penekanan sadis, "bantu aku untuk menghubungi Kirishima! Padahal kalian ini temannya juga, kan?!"

"Bagaimana bisa kami tahu kau ingin menghubunginya, bicara pada kami saja tidak!" Kaminari balas membuang muka. Terkadang dia juga tidak habis pikir, teman pemarahnya ini seringkali bersikap tidak masuk akal.

"Itu karena kalian tidak punya otak!" Katsuki malah mengulangi umpatannya seolah itulah yang paling benar. Tapi itu benar, saat ini dia kembali tidak bisa mengontrol emosinya sejak kejadian semalam.

Semalam setelah keributan terjadi dengan teman-teman satu band nya itu—Ia menggeleng keras ketika serpihan ingatan itu merasuki jalan pikirnya.

"Memangnya kenapa, tumben kau ingin Kirishima cepat datang?" Tanya Sero lagi, kali ini dengan nada senormal mungkin, meredakan dua eksistensi yang saling bersitegang itu.

Namun pemuda ash-blond itu tidak segera menjawab. Dia malah terlihat seperti sedang mendapatkan masalah paling besar, yang kemudian berakhir dengan jalan buntu. Ekspresinya mendadak minim, seperti sedang menerawang, dan jiwanya entah terbang kemana. Dan satu pergerakan menopang dagu, menjadi jawaban kalau pemuda itu tidak akan menjawab apapun pertanyaan dari siapapun.

Sero merutuki dirinya karena sudah bertanya begitu. Ia menatap Kaminari yang juga terperangah melihat kondisi Katsuki. Ini gawat. Bagaimanapun juga ini lebih parah dibanding melihat pemuda itu mengeluarkan segala emosinya—karena itu bencana—dan jika dia sudah diam, berarti ini akan menjadi akhir dari dunia.

Orang yang bersangkutan sendiri sebenarnya memang malas menjelaskan. Pasalnya, dua orang sohibnya itu tidak tahu pokok permasalahan awal, dan jika dijelaskan pun, akan menjadi sangat panjang, bahkan mungkin saja dua orang bodoh itu tidak mengerti apa yang dia maksud.

Sial. Memangnya sebanyak apa wawancara yang ditanggapi Kirishima? Kenapa pula ia tidak minta digantikan dulu oleh Iida atau barangkali oleh si brengsek Todoroki. Tapi kalau dipikir, Iida akan sibuk mengurusi konser mereka selanjutnya bersama sang manager. Katsuki menggeram tertahan. Pak tua Aizawa itu mungkin sedang menceramahi si mata empat—berhubung dia merupakan leader Plus Ultra—perihal keterlambatan daftar lagu yang akan disumbangkan nanti dalam konser, kemarin. Dan biasanya dia memang ditemani Todoroki. Mungkin sebentar lagi mereka juga akan menghubunginya untuk membahas soal itu.

Kirishima sendiri—kalau dipikir juga, sejak kapan dia menjadi supir pribadinya selain meringkup diri menjadi personil Plus Ultra? Tapi, tidak. Kirishima bukan supirnya, seingatnya pemuda itu memang pernah menawarkan diri untuk mengantar-jemput dirinya ke kampus dan beberapa tempat tertentu bersama dengan bodyguard pribadinya.

Siapa bodyguard itu? Katsuki mencoba mengingat. Satu syaraf otaknya mencari tahu dengan memasuki jalan ingatannya sendiri semakin luas dan dalam. Yang jelas, lelaki itu bertubuh besar dan bersurai pirang. Terkadang Katsuki malah melihat suatu kedekatan aneh diantara majikan dan bodyguardnya itu. Dia sebenarnya tidak peduli, hanya saja itu sedikit mengganggu.

Alasannya sendiri cukup sederhana kenapa Katsuki menerima tawaran Kirishima, yaitu mengenai keberadaan penguntit-penguntit yang dalam kurun waktu beberapa bulan ini terus mengikutnya. Selain itu, dia juga tidak ingin mencari bodyguard sendiri berhubung dia tidak bisa percaya pada orang asing. Seperti kemarin contohnya, ditinggal satu hari saja tidak ditemani Kirishima bersama bodyguardnya, sudah muncul saja penguntit lain yang mengikuti hingga studio. Kalau Katsuki boleh memprotes, yang kemarin itu paling parah. Ia meringis dalam hati. Pemuda sok polos itu tahunya lebih berpendidikan dibanding yang lain.

Sebelum Katsuki ingin mencaci maki penguntit sialannya itu dalam hati, netranya menangkap sosok bertubuh mungil yang tiba-tiba saja menghampiri mejanya, dan menyapa Kaminari juga Sero,tetapi tidak dengan dirinya.

Siapa pula orang itu?

"Yo, Mineta! Hari ini kelasmu sudah selesai?" Kaminari memberi jabat tangan sekilas pada pemuda yang dipanggilnya Mineta itu.

Mineta seenaknya duduk disamping Katsuki tanpa sedikitpun menyadari keberadaannya. Dia memberi gestur sok berwibawa ketika menghadap Kaminari dan Sero. "Sudah, tapi hari ini membosankan sekali," Ia menggerakan tangannya naik turun, mengipas diri. "Kalian tahu kemana Midoriya?"

Alis Katsuki seketika tertekuk ketika mendengar nama itu. Dia diam-diam ikut mendengarkan tanpa sedikitpun terlihat ikut menimbrung.

"Midoriya Izuku?" Kaminari menyahut bingung, sedangkan Katsuki tertegun ketika mengetahui ternyata memang orang itulah yang sedang dibicarakan mereka. Padahal ia sudah mengira yang dimaksud adalah Midoriya-Midoriya yang lain. "Kemarin dia masuk kan? Memangnya tidak ada kabar sama sekali?" lanjut Kaminari.

"Tidak! Biasanya dia mengabari Uraraka kalau ada kepentingan mendadak. "Pemuda bertubuh mungil itu menggebrak meja, seraya mencondongkan tubuhnya pada dua eksistensi dihadapannya."Padahal aku sedang butuh bantuannya lagi! Kalian tahu soal itu, kan?"

Sero tertawa canggung, "Yang benar saja, Mineta, kau ingin melakukannya lagi?"

Katsuki benar-benar tidak paham kemana arah pembicaraan ini. Sambil tetap mencuri dengar, dia mulai menyeruput kopinya dengan santai.

"Tentu saja! Demi mendapatkan informasi dari gadis-gadis pesolek itu, aku harus melakukan pendekatan bersama Midoriya!"

Oh, jadi dia memang menempuh pendidikan disini juga? Sama denganku? Dan dia itu pemuda mesum? Katsuki menebak asal.

Kaminari terbahak, "Kau benar! Midoriya sangat manis ketika menyamar menjadi perempuan saat mendekati mereka!"

Seketika air kopi yang baru saja ingin diteguk Katsuki, menyembur mulus pada kepala pemuda yang duduk disampingnya. Mineta berteriak histeris. Ia menoleh dramatis pada sosok yang telah membuatnya kotor dengan perasaan penuh amarah, tetapi nyalinya seketika menciut saat yang didapatinya adalah wajah menyeramkan Katsuki yang sudah hilang kesabaran.

Mineta meneguk air liurnya gugup, aura orang yang berada disampingnya itu bagai hendak meremukannya dalam satu kali remasan. "Ba-Ba-Bakugou Katsuki?! Vo-vocalis Plus Ultra yang itu?! Ke-ke-kenapa bisa ada disini!?"

"Sejak tadi dia juga ada disitu, Mineta." Sero kembali tertawa canggung. Muncul lagi orang tidak peka yang datang untuk cari mati, pikirnya.

"KAU." Katsuki mencengkram kemeja Mineta tanpa ampun, "Beritahu aku tentang pemuda itu, dan jelaskan apa yang kau maksud sebelumnya, perihal penyamaran orang itu, SEKARANG."

Atau kau akan mati. Dalam pikirannya, Mineta seperti mendengar kelanjutan ucapan itu dengan hanya menatap lurus pada iris kemerahan sang musisi. Dia benar-benar merasa nyawanya akan hilang saat itu juga.

"Maksudmu tentang Midoriya?" Kaminari memberanikan diri untuk bertanya, berniat meredakan perasaan Katsuki dengan maksud menyelamatkan nyawa orang awam semacam Mineta.

Cengkraman tangan Katsuki sedikit melonggar saat mendengar suara orang yang mengajaknya bicara. Terlebih setelah nama itu kembali terucap.

"Masa kau tidak tahu? Hampir setiap mata kuliah kan kalian selalu satu kelas!" Lanjut pemuda pirang itu.

"Ha?" kali ini Katsuki menoleh, dia memberi ekspresi kaget berlebih dihadapan kedua sohibnya itu.

"Jangan bilang kau tidak menyadarinya, Bakugou?" Sero ikut menimpali.

Saat itu Mineta menghembuskan napasnya lega setelah cengkraman Katsuki benar-benar terlepas. Dengan tidak kenal rasa menyesal, pemuda pendek itu malah memberikan pandangan iba pada Katsuki yang tiba-tiba saja terdiam kaku seperti baru saja mengingat sesuatu. Sebenarnya, Katsuki memang benar-benar baru saja mengingat sesuatu.

Dia bukan tidak menyadarinya, tetapi telah melupakannya.

~xxx~

"Sudah aku katakan bukan, kalau dia sedang pms!"

Sebenarnya tanpa perlu Kirishima mendengar berita itu dari Kaminari, sobat paling idiot-nya itu mengoceh soal musisi bandnya, ia sudah tahu dari kemarin-kemarin kalau Katsuki memang sedang dalam mood paling buruk.

Setelah Kirishima datang dan menghampiri Katsuki di kedai kantin kampusnya, pemuda ash-blond itu bahkan tak bicara apapun selain mendecih dan pergi menuju mobilnya didepan gerbang. Awalnya sang crimson mengira Katsuki bersikap begitu karena kesalahan dirinya yang terlampau sangat lama untuk menuruti apa yang dikatakan Katsuki lewat telepon. Namun setelah mendengar sekelebat penjelasan dari Kaminari dan Sero, ia menyadari bahwa Katsuki bukan kesal karena hal itu.

"Midoriya Izuku, ya?" pemuda yang datang kemarin ke studio-lah penyebabnya.

Kirishima masuk kedalam mobil setelah pintu bagian depan dibukakan oleh lelaki besar yang sebelumnya disebut-sebut sebagai bodyguard pribadinya, setelah berpamitan juga dengan Kaminari dkk. "Makasih, Taishiro-san."

"Yo." Taishiro-san menyahut lalu kembali pada bagian kemudi dan mulai menyalakan mesin.

"Langsung ke apartemen saja, Bakugou?" Agak lama pula pemuda yang diajak bicara barangkali menyahut pertanyaan Kirishima sekalipun dirinya sudah menoleh kebelakang, dan yang dilihatnya ternyata karena Katsuki sedang memainkan ponselnya.

"Ya, cepatla—sialan, si Todoroki brengsek itu menelopon!"

"Ng? Angkat saja, mungkin soal konser?" Kirishima agak bingung sebenarnya dengan percakapan ini.

"Padahal baru saja tadi dia menerorku dengan pesan berantai!—cih, halo?"

"Bakugou, dimana kau sekarang?" Pemuda disebrang telepon meringsuk memberikan bertubi-tubi pertanyaan, "Apa Kirishima bersamamu? Jangan katakan kau masih didalam kelas, Bakugou. Itu tidak lagi berguna sebagai alasan, kau tahu? Iida sedang dalam masalah sekarang karenamu."

"HAH? Kenapa tiba-tiba kau menuduhku, brengsek?!"

Kirishima memberikan intruksi agar Katsuki menggunakan mode speaker diponselnya. Lalu suara Todoroki mulai menggema dalam mobil. "Saat ini aku sedang menghindari para wartawan, tetapi Iida sudah tertangkap. Ia ditanyai soal bocah yang kemarin membuat seisi studio kita ribut, ah tidak, kau yang membuatnya jadi masalah besar, Bakugou." Suara datar yang menantang Katsuki itu benar-benar membuatnya naik pitam.

"OI! Sudah ku katakan kan, kenapa kau jadi menuduhku begitu, sih?!"

Kirishima menengahi. "Ah, Todoroki, aku disini. Apa maksudmu mereka tiba-tiba menanyai Midoriya?"

Tiba-tiba suara gesrekan secara acak menggangguindra pendengaran mereka. "Skandal. Pokoknya kita jadi kena skandal, atau apalah itu semacam gosip. Maaf, aku akan menghubungi kalian lagi."

Lalu suara-suara lain mulai terdengar dari sana.

"Todoroki-san, tunggu sebentar! Apakah itu semua benar?" dalam hati mereka menebak kalau suara ini berasal dari salah satu wartawan-wartawan itu.

"Berhentilah melakukan ini, kalian mengganggu jadwal kami mempersiapkan konser, tahu." Yang disebut bertutur sarkastik.

"Tolong berikan kami jawaban singkat saja, Todoroki-san!"

"Apakah benar kalau Bakugou-san sudah menemukan korbannya yang baru dan melecehkannya sampai ia tidak kembali ke rumah karena depresi—?" Kirishima dan Taishiro yang mendengar itu lantas membelakakan matanya.

"Ck. Sudah kubilang berhenti." TREK. Dan sambungan terputus.

Atmosfir dalam mobil mendadak menjadi Katsuki sampai tak bisa berhenti berdenyut setelah mendengar semua itu.

"SIALAN, DARI MANA MEREKA MENDAPAT KESIMPULAN ASAL BEGITU?!"

Kirishima tersenyum kecut, "Yah, yang jelas kau sudah mendengar semuanya kan Bakugou. Habisnya kemarin Midoriya tiba-tiba tidak sadarkan diri… dan shirtless. Kami yang lihat saja jadi salah paham."

"Kau kan tahu sendiri, itu hanya ritualku seperti biasa dengan para penguntit. Kenapa kalian jadi marah?"

Sang crimson menggaruk belakang kepalanya. Hanya seperti biasa katanya…itu benar-benar tidak biasa, sampai kau menelanjangkan sebagian tubuhnya.

Taishiro-san ikut menengahi. "Yang jelas anak itu sudah kau antarkan kerumahnya kemarin malamkan, nak Bakugou?"

"Hah, untuk apa?"

"E-eh?" Kirishima melongo seperti baru saja mendengar berita paling mencengangkan bagi seluruh umat.

"Dia ada di apartemenku kok sekarang."

Dan Taishiro-san menghentikan mobilnya secara mendadak karena terkena serangan kejut tak berkepanjangan.

XxxX

Izuku membuka matanya perlahan setelah merasa ada suara ribut-ribut yang tidak jauh dari indra pendengarannya. Namun sesuatu malah mengusik netranya ketika bangun. "Eh, huh? Aku dimana?" dia juga mendapati jam dinding berbentuk persegi yang menunjukan pukul empat… sepertinya sore.

Dia lalu beranjak dari ranjang queensize dan memutari ruangan itu. "I-ini bukan kamarku…"

Perpaduan warna oranye dan hitam melekat pada ruangan yang Izuku pikir adalah sebuah kamar tidur—ah, itu sudah jelas. Namun semua itu terasa familiar dalam ingatannya. Dan lagi ada berbagai alat musik didalam sini. Izuku mendadak merasa gugup.

Setelahnya Izuku melangkah dan menatap dirinya sendiri dalam pantulan cermin besar disamping lemari. Dia memperhatikan dengan seksama tubuhnya dari atas sampai bawah. Lehernya diperban, tanpa baju, dan hanya dipakaikan boxer, lalu ada banyak bekas kemerahan di area tengkuk hingga bahunya. Izuku mengerutkan kening ketika mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi.

"Uh.."

Lalu dia memberanikan diri untuk keluar dari kamar. Ada ruang duduk, dan dari situ dia bisa semakin jelas mendengar beberapa orang berbicara dengan keras dari ujung pintu disebelah kanan, dan suara itu berasal dari luar kediaman ini.

"SUDAH KUBILANG JANGAN IKUT CAMPUR!" teriakan itu lantas membuat Izuku bergidik ngeri. Entah bagaimana sepertinya dia sudah mulai paham situasi. Suara itu, benar-benar sangat dikenalinya.

"Ta-tapi Bakugou, kali ini kau sudah kelewatan loh?" lalu suara lain mulai menginterupsi. Lagi-lagi Izuku mengenali suara itu, mungkin kali ini Kirishima.

"IYA, IYA, AKU AKAN MEMULANGKANNYA HARI INI, KALIAN PUAS?!"

"Baiklah, kami akan menunggunya untuk berjaga-jagadan jangan lakukan hal apapun yang akan memperburuk segalanya, kau paham?"

"AAAH, PERSETAN DENGAN HAL ITU!"

Izuku langsung berlari terbirit-birit kembali masuk kedalam kamar dan menutupnya, entah kenapa merasa takut untuk mendengar kelanjutan percakapan itu. "Hi-hiiiii, jadi aku benar-benar dibawa kekediaman Kacchan..."

Ia menaiki ranjang dan menutup diri dengan selimut. Perasaannya campur aduk antara panik, takut, gugup, dan dilain sisi merasa excited…?

"Yaampun, apa yang aku pikirkan!" Izuku menggeleng kencang. Bukan, bukan. Gelengnya lagi. Hatiku hanya berdegup kencang karena masih bisa bertatap langsung dengan idolaku... Tapi kemarin... Izuku merasa wajahnya memanas seketika. Memori-memori ingatannya selain dilukai adalah tentang sentuhan random musisi plus ultra itu mendadak membuatnya tumbang. Apalagi setelah mendengar gebrakan pintu diluar sana yang menandakan bahwa sang tuan rumah sudah masuk kedalam.

"Aduh, aduh, apa yang harus aku lakukan?"

Namun, semakin dirinya panik, semakin Izuku memikirkan cara lain yang terlampau bisa dibilang nekat. Dari pada nanti Katsuki menindihnya tiba-tiba karena posisinya begini, lebih baik dia kena amuk seperti biasanya saja dengan duduk tegak disisi ranjang, menatap intens, seolah menegaskan bahwa dia tidak seharusnya berada disini. Ya, ya. Izuku mengangguk mantap. Sebaiknya begitu—eh, tapi omong-omong, dimana buku catatannya?

BRAK.

Katsuki membuka pintu kamarnya dengan ekspresi datar. Izuku baru saja hendak memposisikan duduk dengan benar, tetapi yang terjadi malah suasana awkward terjadi diantara kedua belah pihak. Mereka terdiam dan saling menatap kaku.

Izuku mencengkram erat selimut yang masih digenggamnya. "Hu-huh, eh, ha-halo Ka-kacc—"

"Ah. Kau sudah bangun rupanya." seolah tidak terlalu peduli, pemuda ash-blond itu malah melangkah masuk kedalam, melewati Izuku lalu membuka pintu lemari pakaian.

Izuku nyaris saja mencopot jantungnya sendiri kalau terus dibuat menahan napas.

"Nih pakaianmu," Katsuki melempar sembarang baju-baju itu keatas kasur. "Kalau sudah, kau bisa langsung ke ruang makan. Aku akan masak sesuatu."

"Apa?" Izuku melongo, heran.

"Kau nggak tuli kan? Jangan membuatku mengulangi ucapanku!" lalu pemuda itu keluar dan menutup pintu, benar-benar menganggap remeh keberadaan Izuku disini.

"Apa-apaan itu..." Izuku menatap lama pintu yang baru saja tertutup dengan ekspresi yang sulit dijelaskan, kemudian berlanjut menatap baju yang sebelumnya Katsuki lempar.

"..." jantungnya dibuat berpacu tidak menentu. Uh, ini bukan bajuku. Dan lagi hoodie yang berkerah sampai leher?

Setelah selesai berpakaian, Izuku menuruti perkataan Katsuki sebelumnya dan menyusul ke ruang makan. Jantungnya masih juga berdegup kencang karena merasa tidak percaya bisa memakai baju musisi Plus Ultra itu secara cuma-cuma. Meskipun semilir harum segar yang menusuk dari panci besar diatas kompor membuatnya kehilangan fokus, dia mencoba menebak apa isinya sebagai pengalih perhatian, dan kesimpulannya adalah semacam sup—sepertinya sup yang pedas.

Izuku berdiri disamping meja makan sampai Katsuki menoleh padanya. "Duduklah, kenapa diam begitu? Jangan bilang kau bisulan setelah kau tuli?"

Izuku langsung meringsek duduk dengan kasar. Dia memandang Katsuki cemberut, namun dilain sisi merasa kagum dapat melihat langsung idolanya itu memasak dan terlihat sangat keren saat memakai celemek hitam. "Aku tidak tuli, apalagi bisulan..." tukasnya pelan.

"Begitu?" Katsuki membuang muka dan kembali fokus pada sup buatannya.

Sungguh, Izuku sama sekali tidak paham dengan apa yang terjadi saat ini. Katsuki yang itu mendadak mengajaknya makan malam? Dan dia sampaimau repot-repot memasaknya sendiri? "Apa-apaan ini..." hingga tanpa sadar semua pemikirannya itu ia lontarkan seraya berpikir keras.

Katsuki tentu mendengarnya, namun tidak berniat menjawab ocehan Izuku sedikitpun. Hanya saja suara gumaman pemuda itu semakin tidak enak didengar dan sangat mengganggu. Setelah Katsuki memindahkan sup itu masing-masing kedalam dua mangkuk, ia berjalan menghampiri meja makan sambil membawa beserta dua mangkuk nasi dan beberapa lauk lainnya, dan menyimpannya dengan gebrakan keras.

"Berhentilah berkumur tidak jelas begitu, bikin sakit kepala, tahu!"

"E-eh, siapa yang berkumur?!"

Katsuki mendelikan matanya. "Sudahlah, cepat makan, kalau sudah dingin nanti jadi tidak enak!"

Izuku tidak bergeming setelah dititah begitu. Ia memandangi Katsuki yang duduk dihadapannya dan mulai melahap jatahnya sendiri dengan tenang.

"I-ini membingungkan..." ujarnya. Dan Izuku segera mengambil kedua sumpit dan sendoknyadengan cepat setelah pemuda dihadapannya itu memberikannya tatapan yang tajam. "I-itadakimasu!"

Dan dugaannya benar, sup ini memang pedas! Bahkan benar-benar pedas! Ingin rasanya Izuku segera meneguk banyak air sebagai penetralisir. Hanya saja Katsuki tidak menyediakan air minum sedikitpun. Izuku meringis dalam hati. "Sepertinya ini sengaja..."

Katsuki sendiri, balas menyeringai dalam hati.

Lalu, semua makanan itu ludes (khusus bagi Izuku) setelah dua jam lamanya. Sang pemilik rumah hanya menatap tamunya—anggap saja begitu—yang kini sudah bercucuran penuh keringat. Mata yang terlihat kewalahan menahan tangis, wajah yang memerah bagai terbakar, dan bibirnya yang membengkak dengan sangat ironis.

Izuku sendiri tidak tahu harus bagaimana. Ingin dirinya meminta paling tidak satu gelas minum saja, tapi dilain sisi merasa tak berhak karena Katsuki sendiri bahkan tak sedikitpun terlihat butuh air.

"Kau ingin minum?" dan satu pertanyaan itu membuat Izuku refleks berteriak kegirangan. Katsuki tertawa remeh. "Tidak ada air! Pulang sana!"

"Ha-hah?"

"Kau tuli lagi ya?!"

"TU-TU-TUNGGU SEBENTAR!" Izuku beranjak berdiri, menyisakan goretan kasar pada lantai dibawah kursinya. Dia jelas tidak terima, sudah dibuat bingung dan menderita begini malah dititah untuk segera pergi?

"Apa maksudnya Bakugou-san? Sebelumnya kau menawariku makan tapi tidak menawariku minum? Kau lihat sendiri kan aku sudah susah payah menghabiskan sup itu?" ungkap Izuku lugas.

"Jadi maksudmu, makanan buatanku tidak enak?" Katsuki ikut beranjak berdiri dan mendekati Izuku.

Izuku perlahan melangkah mundur. "Tidak, tidak. Aku tidak berkata begitu. Maksudku adalah... e-etto... Anu Bakugou-san, aku rasa i-ini terlalu dekat?"

Seperti apa yang Izuku katakan, saat itu Katsuki benar-benar menyudutkan Izuku hingga menabrak pintu apartemennya. Dan yang paling mengejutkan adalah, lelaki itu seketika mengubah posisi kepalanya agak miring. Dia membalas ocehan Izuku tepat diwajah pemuda bersurai keriting itu. "Jadi, kau-mau-aku-melakukan-apa, huh?"

Izuku refleks menutup manik hijaunya ketika napas Katsuki mulai menggelitik wajahnya. "Ti-ti-tidak a-ada—"

Dan cup. Sebuah sedotan menacap kedalam mulutnyasecara tiba-tiba. Izuku segera membuka matanya dan mendapati Katsuki sudah memberikannya satu kotak susu murni dan juga tas ransel yang sebelumnya ia bawa langsung kedalam genggamannya.

"Kau boleh pulang sekarang." ujar Katsuki seraya mulai menjauh.

"Eh, tapi kenapa—"

"Tapi sebelum itu, "Katsuki merogoh kantung celananya dan mengeluarkan sebuah telepon genggam. "Berikan aku nomor ponselmu." tangannya menjulur kearah lawan bicaranya.

Izuku lagi-lagi melongo heran. Tapi dirinya segera mengambil ponsel itu dalam ransel dan sedikit lega setelah mengetahui bahwa ponselnya memang berada didalam sana.

"Ternyata Midoriya—Deku, huh?" ujar Katsuki seraya menatap huruf kanji dalam ponselnya setelah Izuku sudah memberikan nomornya.

Izuku mengernyitkan kening. "I-itu dibaca Izuku! Bukan Deku!"

"Tidak, mulai sekarang aku akan memanggilmu begini." Tangan Katsuki meraih hoodie yang dikenakan Izuku, dan menariknya sampai menutupi kepala lelaki itu, sambil memberikan intruksi untuk membuatnya tidak lepas barang sedikitpun.

Izuku mengangguk pelan walau sebenarnya tidak mengerti apa maksud dari tindakan tersebut.

"Dan aku harap kalau aku memanggilmu nanti, kau harus cepat datang kesini tepat waktu."

Lalu tangan itu beralih pada kenop pintu, membukanya, dan mendorong Izuku kasar sampai lelaki mungil itu jatuh terjerembab.

"HUH?!"

"Kau mengerti?"

Dan BRAK. Pintu apartemen itu tertutup rapat. Menyisakan beribu pertanyaan dalam benak Izuku.

Tindakan aneh yang tak jelas lagi dari idolanya?

"Apa-apaan itu..."

Izuku merasa tak butuh lagi air minum.

.

.

.

.

.

Yosh update setelah satu tahun lamanya! Tbh nggak kerasa banget udah jalan satu tahun ya ^^;

Gomen ne!

Well, untuk chapter ini masih save rated, ga ada anu-anu yang berarti.

Btw alasan saya jadiin rated M karena emang pada dasarnya saya sendiri kurang nyaman kalo bagian skinship kaya gini dibaca sama remaja, jadi, yah, yah gitu deh. :"

Dan makasih banyak buat yang udah favorite/follow dan review lagi, saya jadi semangat nulis walaupun lagi-lagi telat begini :''

Kalau gitu, see you on the next chapter!