BODYGUARD

Main Cast: Lee Donghae, Lee Hyukjae

Genre: Romance, Drama

WARNING!

BOYS LOVE

DON'T LIKE? DON'T READ PLEASE!

THE STORY IS MINE

Typo may applied, don't be silent reader please. NOT ALLOWED TO COPY PASTE WITHOUT MY PERMISSION

TIDAK MENERIMA BASH DAN KAWAN-KAWANNYA. KRITIK DAN SARAN SANGAT DIBUTUHKAN

THANKYOU :)

.

.

I'll spend my days running after your heart...

.

.

Suara alarm yang nyaring membangunkan Donghae dari tidur lelapnya, ia membuka matanya perlahan dan otomatis tersenyum ketika matanya menangkap sosok Hyukjae yang masih terlelap di sampingnya. Mata sendunya menatap lurus ke wajah Hyukjae yang tampak damai. Alangkah baiknya jika setiap kali Donghae membuka mata di pagi hari, objek pertama yang ia lihat adalah sosok Hyukjae yang masih terlelap. Tangan Donghae terulur, menyentuh hidung mancung Hyukjae yang ia kagumi, lalu turun ke bibir merahnya yang penuh. Donghae berkedip sambil terus tersenyum, membingkai wajah damai itu dengan matanya. Ia menyukai semua yang ada pada Hyukjae. Harus Donghae akui, ia telah jatuh terpesona pada Hyukjae.

"Aku tidak ingin kau membenciku," Donghae bergumam tiba-tiba tanpa melepaskan pandangannya dari wajah Hyukjae.

"Kenapa?" Kelopak mata Hyukjae terbuka, ia menggisik matanya pelan sambil berusaha menatap Donghae. Suaranya masih parau dan wajahnya masih terlihat terkantuk-kantuk.

Donghae menggeleng, ia tidak menyangka Hyukjae akan bangun dan mendengar ucapan spontannya barusan. "Bukan apa-apa," gumamnya pelan.

"Oh."

"Hyukjae," panggil Donghae lembut. "Hari ini jadwalku kosong. Kurasa, tetap berbaring seperti ini sampai siang dan tidak melakukan apa-apa adalah ide yang bagus."

Mata Hyukjae terbuka sepenuhnya, ia menggeleng lalu beringsut bangun. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus Hyukjae lakukan hari ini. Pakaian kotornya menumpuk dan Hyukjae harus segera membawanya ke binatu sebelum ia kehabisan baju bersih.

"Aku banyak pekerjaan," gumam Hyukjae sambil merapikan kemejanya dan memakai jasnya yang tergeletak di sofa kamar Donghae.

"Ayolah, Hyukjae."

"Tidak bisa!"

Donghae mendengus, ia tidak suka nada penolakan Hyukjae. "Aku akan membayar uang lemburmu, dua kali lipat. Hm? Bagaimana?"

Hyukjae mengembuskan napas pasrah. Ia melirik Donghae yang masih berbaring di tempat tidur, lalu berpikir sejenak. Tawaran yang menarik, tapi Hyukjae memang benar-benar tidak bisa bermalas-malasan hari ini. Selain harus mengantar cucian ke binatu, Hyukjae juga harus membersihkan rumah karena ia yakin Kyuhyun tidak akan melakukannya. Kyuhyun terlalu sibuk bekerja paruh waktu dan kuliah, bocah malang yang tidak punya waktu bahkan untuk kencan sekalipun.

"Aku benar-benar tidak bisa," tolak Hyukjae berusaha bersabar.

"Kalau begitu, bawa aku ke rumahmu."

Dan tanpa persetujuan dari Hyukjae, sang aktor turun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi. Tidak ada yang bisa dilakukan Hyukjae selain mengembuskan napas panjang. Tidak salah lagi, Donghae memang pemaksa.

"Mau mandi bersama?" Donghae bertanya sambil melongokan kepalanya dari kamar mandi.

Hyukjae yang melihat itu hanya memutar bola matanya dan dengan senang hati menghadiahi Donghae dengan tatapan paling membunuh. "Kalau sudah bosan hidup, katakan dengan jelas. Aku akan dengan senang hati mempercepat ajalmu."

Donghae melebarkan matanya. Sulit di percaya, Hyukjae berani bemain-main dengan kata ajal. "Kau selalu saja menolak, tapi akhirnya kau meminta lebih!"

Hyukjae masih berdiri di tempatnya sambil tersenyum berbahaya. "Lee Donghae, pernahkah kau merasakan ada sepatu yang tersangkut di kerongkonganmu?"

"Tidak."

Hyukjae mengembuskan napas. "Mau mencobanya?" tanyanya dengan suara lembut tapi menusuk.

Donghae menggeleng, lalu menutup pintu kamar mandinya dengan kasar. Samar-samar Hyukjae mendengar Donghae mengumpat sambil bersumpah serapah, dan tak lama terdengar suara berdebum yang cukup keras. Aktor tampan tempramen itu pasti menendang sesuatu untuk melampiaskan rasa kesalnya. Hyukjae hanya bisa menggelengkan kepalanya, entah sejak kapan ia banyak mempelajari sifat Donghae.

Sudah tiga bulan Hyukjae bekerja sebagai pengawal pribadi Donghae. Menjaganya selama shooting, fanmeeting, fansign dan banyak lagi. Pekerjaan Hyukjae selama tiga bulan ini memang tidak begitu merepotkan, karena selain Donghae tipikal aktor yang pilih-pilih pekerjaan, Donghae juga tidak begitu suka mengadakan acara dengan penggemarnya. Pekerjaan paling berat Hyukjae hanya ketika di lokasi syuting atau saat harus memilah hadiah untuk Donghae dari penggemarnya. Terkadang, ada beberapa teror yang terselip di antara tumpukan hadiah itu. Hyukjae harus memeriksa dengan teliti karena tugas utamanya adalah memastikan Donghae selalu merasa aman.

Sambil menunggu Donghae selesai mandi, pandangan Hyukjae terpaku pada foto Donghae yang menempel di dinding. Foto hitam putih dengan ukuran besar itu menampilkan sosok Donghae yang tampak misterius, namun mempesona. Hyukjae masih ingat, bagaimana raut wajah Donghae sepuluh tahun yang lalu, saat pertama kali mereka bertemu.

Sepuluh tahun yang lalu, Hyukjae pernah diam-diam berjalan di belakang Donghae. mengikuti langkah kakinya yang tidak jelas kemana arah tujuannya. Seusai acara di rumah duka, Hyukjae mengikuti Donghae keluar. Hyukjae sendiri tidak mengerti, kenapa saat itu ia mengikuti Donghae. Tapi yang jelas, Hyukjae penasaran dengan Donghae yang tidak mengeluarkan airmata untuk ayahnya yang sudah meninggal. Jelas-jelas Donghae terlihat sangat terpukul karena kepergian ayahnya, tapi kenapa dia tidak menangis? Mengingat hal itu, membuat Hyukjae kembali penasaran.

"Kau tidak mandi?"

Suara Donghae membuyarkan lamunan Hyukjae. Ia mengalihkan pandangannya, lalu berbalik. "Oh, nanti saja di rumah."

Donghae hanya mengangguk, kemudian mematut dirinya di cermin sambil menggosok rambut cokelat gelapnya dengan handuk. Sementara Hyukjae masih mematung ditempatnya, sambil memperhatikan Donghae. Pantas saja Hyukjae merasa tidak asing dengan punggung itu, karena sepuluh tahun yang lalu ia lebih sering melihat punggungnya dari pada wajahnya. Sejak kejadian di rumah duka waktu itu, Hyukjae jadi sering mengikuti Donghae dari belakang, diam-diam memperhatikan sosok yang tampak kesepian itu.

"Kau baik-baik saja?" Donghae mentap lurus ke mata doe Hyukjae. Sejak tadi ia mengajak Hyukjae bicara, tapi tampaknya Hyukjae tidak memperhatikannya sama sekali. Hyukjae malah mematung dan melamun, entah memikirkan apa.

"Kenapa tiba-tiba banyak melamun?" tanya Donghae lagi.

Tatapan itu ... kenapa terasa sangat berkesan dalam ingatan Hyukjae? Padahal ia yakin, sebelumnya tidak pernah mengenal Donghae secara langsung. Hyukjae hanya pernah memperhatikannya diam-diam dan mengenal sosoknya karena cerita Donghwa. Ingatan Hyukjae lembali berputar, mencoba mengingat semuanya. Meski yakin tidak ada ingatannya yang terlewat soal Donghae, tapi ia terus merasa ada sesuatu yang terlewatkan.

"Hyukjae?" panggil Donghae ragu.

"Oh," Hyukjae mengerjapkan matanya, ia terlalu larut dalam lamunannya hingga tidak sadar Donghae sudah berpakaian lengkap dan berdiri dihadapnnya. "Aku ... aku memikirkan cucianku yang pasti menggunung."

Donghae membuang napas sambil menggelengkan kepalanya. "Kenapa harus dipikirkan? Kau hanya perlu membawanya ke binatu dan selesai."

Hyukjae mengangguk. "Kau benar."

"Ayo, berangkat."

Hyukjae mengangguk, lalu mengikuti langkah Donghae dari belakang. Tiba-tiba saja ia kembali teringat dengan lamunannya. Sesuatu pasti terjadi. Tapi apa?

"Boleh aku bertanya?" tanya Hyukjae tiba-tiba.

"Apa?" sahut Donghae tanpa berbalik.

"Sudahlah lupakan." Hyukjae mengembuskan napas, lalu membukakan pintu mobil untuk Donghae.

"Sebenarnya kau kenapa?" tanya Donghae penasaran. Matanya melirik Hyukjae sekilas, lalu kembali fokus pada layar ponselnya.

"Pakai sabuk pengamanmu, kita jalan sekarang," sela Hyukjae sebelum Donghae mengajukan lebih banyak pertanyaan.

"Kau tidak lihat? Kedua tanganku sibuk memegang ponsel."

Hyukjae mendengus, Donghae selalu saja bersikap seenaknya. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan Hyukjae selain menuruti kemauannya. Bagaimanapun, Hyukjae bekerja untuknya. Terlepas dari masa lalu mereka, Donghae bukanlah sekedar temannya, tapi seorang klien yang menyewa jasanya.

"Kau benar-benar menyebalkan," gumam Hyukjae sambil mengulurkan tangannya untuk menarik sabuk pengaman Donghae. Tapi karena tidak sampai, Hyukjae harus mencondongkan tubuhnya ke arah Donghae hingga tidak sengaja wajahnya berada tepat dihadapan Donghae.

Melihat kesempatan itu, membuat Donghae dengan mudah mencuri kecupan di pelipis kanan Hyukjae. "Terima kasih," gumamnya lembut.

Hyukjae berdecak tidak suka, lalu memukul kepala Donghae. "Kau sengaja melakukannya?" tanyanya dengan galak.

"Jangan pura-pura marah, aku tahu kau menyukainya."

"Idiot," gumam Hyukjae kesal.

"Kau terlihat sexy saat mengumpat."

"Cabul, sialan!"

.

DE

.

Kini Donghae berada di dalam apartemen Hyukjae yang sederhana, ia duduk di ruang tengah sambil menikmati teh yang disuguhkan Hyukjae. Pandangan Donghae beredar, memperhatikan sekelilingnya. Apartemen Hyukjae memang tidak terlalu besar, tapi sangat rapi dan tertata. Tidak ada bau-bau aneh khas laki-laki bujangan. Semua tertata rapi dan wangi. Pandangan Donghae kemudian berhenti di meja dekat televisi, ia melihat banyak foto dan berbagai macam piagam penghargaan di sana.

"Kau pernah ikut latihan tembak?" tanya Donghae sambil mendekati meja, lalu memperhatikan piagam itu satu persatu. Rupanya Hyukjae punya sertifikat penembak jitu dan bahkan piagam penghargaan taekwondo.

"Hmm. Hebat, bukan?" sahut Hyukjae dari dalam kamar.

Donghae hanya mengangguk, ia kemudian menghampiri Hyukjae ke kamarnya. Matanya langsung terpaku pada sosok Hyukjae yang sedang membereskan pakaian kotornya dan merapikan tempat tidurnya. Entah sejak kapan Hyukjae berganti pakaian dengan t-shirt putih kebesaran dan celana pendek yang tampak nyaman.

"Kau kuliah di jurusan musik, kenapa berakhir jadi pengawal pribadi?" tanya Donghae penasaran. Ia berdiri di ambang pintu kamar Hyukjae, sambil melipat tangannya di dada. Pandangannya tidak lepas dari Hyukjae yang kini sedang sibuk memasukan pakaian kotornya ke dalam keranjang.

"Aku butuh pekerjaan dan keahlian bela diri yang aku miliki sangat membantu."

"Kau bisa jadi penulis lagu, produser, atau apapun yang berkaitan dengan musik."

Terdengar tarikan napas lesu dari Hyukjae. Ia menghentikan kegiatannya, lalu melirik Donghae yang masih berdiri di ambang pintu. "Pekerjaan seperti itu membutuhkan waktu lama untuk menghasilkan uang."

"Ada alasan lain?" tanya Donghae masih penasaran.

Pandangan Hyukjae menerawang, ia teringat pada sesuatu. "Aku ingin melindungi orang lain dan menjadi andalan untuk orang lain."

Donghae berdecak. "Kau naif, alasanmu tidak masuk akal."

Setelah itu Donghae tidak tertarik lagi melanjutkan pembicaraan mereka, ia memilih kembali ke ruang tengah dan membiarkan Hyukjae menyelesaikan kegiatannya. Donghae tahu, alasan kenapa Hyukjae memilih profesinya yang sekarang. Ia yakin alasannya tidak akan jauh dari gadis itu. Saat pertama kali tahu Hyukjae bekerja sebagai pengawal pribadi, Donghae merasa kemarahan yang selama ini ia pendam meledak begitu saja. Apapun yang berkaitan dengan gadis itu, hanya membuat Donghae merasa marah.

"Apa karena gadis itu?" tanya Donghae begitu melihat Hyukjae keluar dari kamarnya.

Langkah Hyukjae terhenti, ia meletakan keranjang yang penuh dengan pakaian kotornya itu di lantai sebelum berbalik ke arah Donghae. Tidak di sangka Donghae akan membahas hal itu, padahal Hyukjae selalu menghindari topik pembicaraan soal gadis di masalalunya.

"Yuri? Kau mengenal Yuri?" Hyukjae balik bertanya sambil menghampiri Donghae yang sedang duduk di sofa ruang tengah.

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan gadis itu?"

Hyukjae tidak menjawab pertanyaan Donghae, ia malah memandanginya dengan heran. Seingat Hyukjae, gadis di masa lalunya itu tidak kenal dengan Donghae.

"Jawab aku, Lee Donghae. Kau mengenalnya?"

Donghae mengalihkan pandangannya, kemudian berdecak kesal. "Kenapa aku harus kenal dengan mantan pacarmu?"

Ada perasaan cemburu dan tidak rela ketika Hyukjae menyebut nama gadis itu dengan jelas. Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi Hyukjae masih saja menunjukan raut wajah cemas dan berlebihan saat nama gadis itu di sebut. Sebenarnya apa yang membuat gadis itu tampak istimewa bagi Hyukjae? Apa hebatnya gadis itu hingga Hyukjae selalu memperhatikannya?

"Kau ... tidak mengenalnya?" tanya Hyukjae ragu.

"Sudah aku bilang, aku tidak mengenalnya. Aku hanya pernah mendengar kau membahasnya saat kau mabuk waktu itu."

Hyukjae mengangguk, kemudian mengembuskan napas lega. "Sebenarnya aku tidak pernah ada hubungan apapun dengannya, selain teman biasa."

Donghae membawa pandangannya ke arah Hyukjae, menanti kalimat Hyukjae yang berikutnya. Menanti penjelasan yang selama ini membuat Donghae penasaran.

"Aku memang menyukainya, tapi gadis itu tidak pernah menyadari perasaanku. Dia menyukai orang lain, entah laki-laki mana yang berhasil mendapatkan hati gadis secantik dan sepintar dia."

Meski tidak tahan melihat raut wajah Hyukjae, tapi Donghae tetap bertahan dan menanti penjelasan Hyukjae sampai selesai.

"Kami dekat karena memiliki hobi dan ketertarikan yang sama pada musik, hingga akhirnya dia mulai terang-terangan menceritakan hubungan rahasianya dengan seseorang padaku," Hyukjae menggantung kalimatnya, kemudian menatap Donghae. "Aku tidak bisa menceritakannya lebih jauh, terlalu rumit dan menyakitkan."

"Dimana gadis itu sekarang?" tanya Donghae masih penasaran.

"Sudahlah, jangan membahasnya lagi."

"Hyukjae, ada tamu?" Seorang laki-laki jangkung berambut cokelat madu, masuk tanpa menekan bel. Pandangan Donghae langsung tertuju padanya, lalu menatapnya tajam.

Hyukjae berbalik dan mendapati sosok yang sangat kenal sedang saling bertatapan dengan Donghae. "Oh, Kyuhyun. Dia ... dia Lee Donghae."

"Oh, si selebriti yang menyebalkan itu," gumam Kyuhyun tidak peduli.

Mata Donghae langsung melotot mendengar ucapan Kyuhyun. Dan Hyukjae yang meilhat itu langsung melompat dari sofa, lalu menepuk mulut Kyuhyun dengan tangannya. "Kyu ... Bukankah seharusnya kau bekerja?"

Kyuhyun berdecak, ia menyingkirkan tangan Hyukjae dari mulutnya dengan kesal. "Aku tahu! Aku pulang karena harus menyimpan buku-buku kuliahku dan berganti baju," jelasnya sambil berlalu menuju kamarnya.

Donghae yang mendengar percakapan Hyukjae dan Kyuhyun hanya bisa berdecak. Ternyata Hyukjae tidak tinggal sendirian, ada orang lain disini dan itu membuat Donghae terusik.

Tak berapa lama, Kyuhyun dari kamarnya. "Aku pergi dulu, Hyuk. Hei, jangan berbuat macam-macam di rumah."

"Pergi sana!" usir Hyukjae kesal.

Setelah Kyuhyun pergi, suasana jadi hening. Baik Hyukjae, maupun Donghae hanya diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Donghae tahu, Hyukjae tidak akan memberikan penjelasan jika Donghae tidak memaksanya. Jadi Donghae menyuruh Hyukjae untuk menghampirinya ke sofa dengan isyarat tangannya.

"Jadi, siapa dia?" tanya Donghae dengan nada mengintimidasi.

"Cho Kyuhyun," jawab Hyukjae asal.

"Siapa?"

"Kyuhyun, dia menumpang di sini selama kuliah. Orangtua kami cukup dekat, itu sebabnya dia tinggal denganku selama kuliah."

Donghae masih menatap Hyukjae, ia merasa tidak puas dengan jwaban Hyukjae. "Kenapa kau tidak bilang apa-apa sebelumnya?"

Hyukjae menghela napas panjang. "Memangnya seorang klien harus tahu segalanya? Kenapa aku harus melaporkan hal sepele ini padamu?"

Lama-lama Hyukjae mulai jengah dengan sikap Donghae yang menurutnya sangat berlebihan. Ia beranjak dari sofa, berusaha mengabaikan Donghae. Ada setumpuk pekerjaan rumah yang harus ia kerjakan, tapi Donghae terus saja menganggunya.

"Sepele?" tanya Donghae membeo. Ia beranjak dari sofa, lalu menarik tangan Hyukjae dan membawanya kembali ke sofa.

Tatapan mereka bertemu, kemudian Hyukjae sadar tatapan Donghae tidak selembut biasanya. Mata sendunya berkilat marah. Oke, sepertinya kalimat Hyukjae tadi menyinggung Donghae.

Hyukjae mengembuskan napas panjang, berusaha terlihat tenang. "Oke, aku minta maaf kalau ucapanku barusan membuatmu tersinggung."

"Bukankah aku sudah pernah mengatakannya dengan jelas? Aku tidak suka milikku di sentuh orang lain."Cengkraman Donghae di bahu Hyukjae semakin kuat, ia tiba-tiba merasa marah. Tidak ingin menyakiti Hyukjae, Donghae melepaskan bahu Hyukjae dengan kasar. Kemudian ia beranjak dari sofa dan memukul tembok terdekat dengan kepalan tangannya.

"Jangan mulai, Lee Donghae!" Hyukjae menarik lengan Donghae, menghentikan gerakannya. Sudah menjadi tugasnya untuk menghentikan amarah Donghae.

Tapi Donghae mengabaikannya, ia menghempaskan tangan Hyukjae dan kembali memukul tembok sekuat tenaga.

"Kubilang, hentikan!" Akhirnya Hyukjae menarik bahu Donghae, lalu mencengkram kerah kemejanya demi menghentikan aksi Donghae yang terus saja menyakiti dirinya sendiri.

"Kau gusar karena ucapanku? Kalau begitu katakan dengan jelas! Kau tersinggung karena sikapku? Kalau begitu maki aku! Katakan semua yang kau rasakan dan berhenti melakukan hal bodoh dengan menyakiti dirimu sendiri."

Kalimat Hyukjae berhenti sampai di situ, karena tiba-tiba Donghae menarik kedua pergelangan tangan Hyukjae yang sedang mencengkram kemejanya, lalu memagut bibir plum Hyukjae dengan kasar. Donghae menarik Hyukjae sebelum menghimpitnya di antara tembok dan tubuhnya. Napas Hyukjae berantakan, ia tidak bisa mengaturnya dengan benar karena pagutan Donghae yang kasar dan tergesa-gesa. Hanya ketika Donghae mengalihkan pagutannya ke leher dan bahunya, barulah Hyukjae bisa sedikit mengambil napas.

"Donghae ... ah—" desahan Hyukjae lolos begitu saja, saat Donghae menghisap dan menggigit bahunya. T-shirt kebesaran yang ia kenakan sudah melorot dari pundak karena Donghae menariknya dengan kasar.

"Jangan pernah minta berhenti, karena aku tidak akan berhenti sampai amarahku reda."

.

DE

.

"Ngh—Donghae ... please."

Meski di awal tadi Hyukjae berusaha menolak Donghae, tapi pada akhirnya ia tetap mendesah dan memohon pada Donghae. Sejak saat Donghae menelanjanginya tadi, Hyukjae tidak bisa membuka matanya dengan benar. Ia hanya mampu memejamkan matanya sambil menggigit bibir bawahnya ketika Donghae menyentuh titik sensitifnya dengan tepat. Gerakan telapak tangannya yang kasar saat menyentuh puncak dadanya, membuat Hyukjae belingsatan karena nikmat.

"Please?" tanya Donghae menggoda. "Untuk apa? Katakan dengan jelas."

"Aku ... uh—itu ..." Hyukjae tidak bisa melanjutkan kalimatnya, ia malu dan tidak ingin memohon pada Donghae. Tapi gerakan telunjuk Donghae di ujung kejantanannya membuat Hyukjae tidak bisa menolak.

"Memohon padaku. Katakan apa yang kau butuhkan," bisik Donghae dengan suara berat.

Hyukjae menggeleng kuat, napasnya semakin terengah ketika Donghae sengaja menancapkan kukunya di lubang pelepasan Hyukjae. "Jangan ... uh—baiklah, aku mohon!"

"Untuk apa?"

"Untuk ... ngh—untuk ... Donghae, sentuh aku!"

Puas mendengar desahan Hyukjae yang frustasi, Donghae menyodorkan dua jarinya untuk Hyukjae kulum.Well, dia membutuhkan sesuatu yang basah sebelum menerobos masuk ke dalam lubang sempit Hyukjae.

Donghae memperhatikan Hyukjae yang sedang menjilati jari telunjuk dan jari tengahnya. "Aku tidak punya lube atau semacamnya, kau akan kesakitan jika aku langsung memasukannya."

Hyukjae tidak bisa berpikir, ia hanya mengangguk pasrah sambil terus membasahi jari Donghae dengan liurnya. Ia tahu, jika tidak benar-benar basah, maka dirinyalah yang akan menderita. Serius, milik Donghae terlalu besar untuk lubangnya yang sempit.

"Masukan ... cepat!" Hyukjae melepaskan kulumannya dari jari Donghae. Memaksa laki-laki tampan itu untuk segera mempenetrasinya.

Donghae tentu saja tidak menolak, ia segera melesakan satu jarinya dan disusul jari lainnya. Dua jari sudah cukup untuk membuat Hyukjae belingsatan, meski Donghae yakin jarinya tidak cukup panjang untuk memuaskan Hyukjae, toh Hyukjae tetap belingsatan dan menjerit keenakan. Setelah di rasa cukup, Donghae kini membuat Hyukjae membasahi miliknya dengan ludahnya. Jari-jari Donghae menarik rambut Hyukjae, membuatnya maju mundur dan memberikan kenikmatan untuk Donghae.

"Oke, biarkan aku masuk sekarang." Donghae kembali membaringkan Hyukjae, tangan kanannya menuntun miliknya masuk ke dalam lubang Hyukjae, sementara tangan kiri dan mulutnya sibuk memanja dada Hyukjae. Ia sengaja tidak menyentuh bibir plum Hyukjae, karena ingin mendengar jeritan frustasinya.

"Lebih cepat ...ngh—kau menyakitiku," desah Hyukjae frustasi ketika Donghae hanya bermain-main dengan gerakan pinggulnya.

"Kau ingin cepat? Oke, tentu." Seringaian Donghae begitu berbahaya, tapi Hyukjae tidak peduli. Ia justru terpesona pada seriangian Donghae. Wajahnya yang sedang menahan nikmat dan basah bermandikan keringat, membuat Hyukjae semakin menginginkannya.

"Aku ... Donghae—ngh ... aku dekat ..." Hyukjae sibuk mendesah, ia menarik rambut Donghae semakin kuat dan jeritannya semakin menjadi ketika Donghae dengan sengaja menabrak titik terdalamnya berkali-kali.

"Ahh ..." Hyukjae sampai pda puncaknya, tapi Donghae tidak memberinya kesampatan untuk menikmati pelepasannyya. Donghae justru semakin mempercepat gerakannya hingga Hyukjae terlonjak, ia juga sedang mengejar puncaknya yang tidak lama lagi.

"Hyukjae ... ah ... Hyukjae ..." panggil Donghae berkali-kali. Ketika di rasa ia akan datang, Donghae memagut bibir Hyukjae dengan kasar.

"Ngh..." Donghae menggeram di tengah pagutannya, matanya terpejam menikmati pelepasannya di tubuh Hyukjae yang lemas.

"Sepertinya aku menemukan cara lain untuk melampiaskan emosiku," kata Donghae sambil terengah. Ia kemudian menyingkir dari tubuh Hyukjae yang ia tindih.

Sofa yang tadinya bersih kini berantakan dan penuh dengan cairan pelepasan mereka berdua. Donghae menyandarkan dirinya di sofa sambil membereskan asal kemejanya yang masih tersangkut di lengan, ia masih lelah untuk kembali memakai celananya.

"Kau memang brengsek, Lee Donghae."

Donghae mengendikan bahunya. "Menggarapmu seharian benar-benar efektif untuk meredam emosiku."

"Dasar bedebah." Hyukjae menendang Donghae kasar, ia kemudian memakai t-shirtnya kembali sebelum beranjak dari sofa dengan gontai. Tubuhnya terasa remuk karena perbuatan Donghae. Terlebih di bagian pinggang, Hyukjae merasa pinggangnya itu akan lepas kapan saja.

"Ngh ...ah ..." Hyukjae tidak sengaja mendesah ketika merasakan cairan kental yang ditinggalkan Donghae di dalam tubuhnya, mengalir membasahi pahanya dan turun ke lantai. Langkah Hyukjae terasa tidak nyaman, karena setiap langkah yang ia ambil, cairan itu akan terus keluar dan mengalir.

Mata Donghae yang terpejam tiba-tiba terbuka sepenuhnya, ia melirik Hyukjae yang sedang berjalan menuju kamar mandi. Gila, Donghae bisa gila jika terus melihat pemandangan erotis itu. Tidak ingin dihajar, Donghae memilih untuk mengalihkan pandangannya sebelum lepas kendali dan kembali menerjang Hyukjae.

"Perlu bantuan untuk membersihkannya?" tanya Donghae penuh harap.

"Dalam mimpimu, sialan!"

"Mimpi basahku, maksudnya?"

Hyukjae hanya menggeleng tidak peduli, ia perlu membersihkan tubuhnya dan segera membereskan pekerjaannya yang tertunda karena perbuatan Donghae.

"Kau mau kemana?" tanya Donghae ketika melihat Hyukjae tidak jadi masuk ke kamar mandi dan malah melangkah ke dapur.

"Ke neraka! Mau ikut?"

Donghae berdecak pelan. "Galak," gumamnya pelan.

"Hyukjae," panggil Donghae tiba-tiba.

Hyukjae mengembuskan napasnya, kemudian berbalik kesal. "Apa lagi, sialan?"

"Sebenarnya kita ini apa?" tanya Donghae ambigu.

Mendengar pertanyaan ambigu itu, Hyukjae hanya bisa mengerutkan dahinya bingung. Ia tidak mengerti maksud pertanyaan Donghae.

"Kita? Kita manusia? Apa lagi memangnya?" jawab Hyukjae asal sambil meneguk segelas air putih di dapur.

Bola mata Donghae berputar malas. "Kau tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti?"

"Apa maumu?" Hyukjae balik bertanya,ia tidak suka dengan pembicaraan yang bertele-tele.

"Jika aku mengatakan cinta padamu, maukah kau menganggap hubungan ini lebih serius?"

Pernyataan tiba-tiba Donghae membuat Hyukjae terkejut, tapi ia tidak beraksi dan malah menatap Donghae datar. "Memangnya apa yang kau harapkan dari hubungan ini? Bukankah sudah jelas? Saat kontrak kerjaku berakhir, hubungan kita juga akan berakhir."

Donghae tersenyum getir, memang tidak ada yang salah dengan ucapan Hyukjae. Tapi entah kenapa, sesuatu di dalam tubuhnya terasa sakit saat mendengar ucapan Hyukjae barusan. Entah harus bagaimana menjelaskannya.

"Aku ini menjalani sesuatu yang serius denganmu," gumam Donghae.

Hyukjae tertawa datar, ia kemudian menatap Donghae serius. "Berpikirlah realistis, Lee Donghae. Kau pikir mudah menjadi berbeda dengan orang lain? Kau pikir kita akan bahagia setelah menyalahi banyak aturan? Hubungan seperti kita ini hanya akan berakhir sia-sia. Maksudku, kita bisa bersenang-senang dengan hubungan kita saat ini, tapi jika saatnya sudah tiba, kita harus mengakhirinya dan kembali menghadapi kenyataan."

Penjelasan panjang Hyukjae membuat Donghae terdiam sejenak, lagi-lagi ia merasakan sakit yang entah dimana. "Apa itu tadi sebuah penolakan?" tanyanya miris.

Hyukjae mengangkat bahunya. "Tergantung padamu bagaimana menganggapinya. Aku hanya memberitahumu, bagaimana kenyataan yang harus kita hadapi karena terlibat dengan hubungan seperti ini. Aku tidak ingin salah satu dari kita ada yang terluka akhirnya."

Donghae masih diam, pandangannya tidak bisa lepas dari wajah Hyukjae.

Benar ... bagaimanapun aku akan terluka suatu hari nanti...

Tapi aku tidak peduli, aku memilih untuk menikmati hari-hari bersamamu dan terluka di kemudian hari ketika saatnya tiba...

TBC

.

ooODEOoo

.

.

Haaaaiiiii akhirnya bisa update... maaf lama ya

Hm... sepetinya ini bakal panjang dan complicated deh eheheheh salah satu ato dua2nya mungkin ada yg terluka heheheh

Pertanyaan di chap sebelumnya semoga terjawab di chap ini ya heheh... oke jangan lupa review yaaa :)

With Love,

Milkyta Lee