CHAPTER 3

"Hai...hei...hai...hei, aku cemas tahu!"

Happy reading!

.

.

.

Jongin tidak bisa meremehkan kemampuan pemain asrama lain. Apalagi Beater Ravenclaw dikenal yang paling ganas. Walau cara bermainnya tidak sekasar tim Slytherin tapi pukulan Beater Ravenclaw cukup keras dan jauh, ada beberapa pemain yang sempat tumbang ketika melawan Ravenclaw.

Tentu, karena salah satu Beater Ravenclaw adalah Oh Sehun.

Ya, alasan lain para murid tidak ingin berdekatan dengan Sehun.

Walaupun Jongin rasa, ada yang diam-diam mengagumi pemuda itu saat bermain Quidditch, salah satunya Jongin. Tapi, Jongin tidak akan mengatakan itu, nanti Sehun kege-eran lagi.

"Latihan hari ini selesai!" sahut Joshua sambil menatap anggota timnya. "Dua hari lagi kita akan menghadapi Ravenclaw, persiapkan diri kalian. Good luck!" lanjutnya sebelum mengakhiri pidato.

Selagi Jongin dan timnya kembali ke ruang latihan, pemuda tan itu mendekati keeper Hufflepuff. "Hyung, besok berlatih lagi tidak?" tanyanya.

"Memangnya kenapa Jongin?" tanya Joshua heran sambil menatap Jongin. Tidak biasanya Jongin meminta latihan ekstra. "Supaya...semakin bagus!"

Joshua berpikir sejenak sebelum bertanya kepada anggota tim lain. Beruntung, anggota tim lain setuju.

.

.

.

Aneh.

Sudah dua hari Sehun tidak melihat Jongin di tempat mereka biasa bertemu. Hari pertama bisa Sehun maklumi, karena ia ingat Jongin mengatakan kalau tim asramanya akan berlatih di lapangan. Namun keesokannya, Sehun tidak tahu kegiatan apa yang Jongin lakukan.

Terkadang menyebalkan, jika tidak bisa berdekatan dengan pacar sendiri. Sehun tidak tahu, siapa di antara mereka yang mencetuskan ide untuk backstreet, tapi mengingat tidak banyaknya pasangan seperti mereka di sekolah sihir ini. Sehun rasa, dirinya juga ikut andil dalam menyetujui ide tersebut.

Sehun kira itu pandangan semua murid di sini, tapi setelah dilihat-lihat itu hanya di pandangan para guru dan murid tingkat 1. Jika lebih diperhatikan lagi, sebenarnya banyak pasangan seperti dirinya dan Jongin di sekolah ini. Contoh paling dekat adalah teman-temannya di asrama.

Pertama ada Jihoon, satu tingkat di bawah Sehun dan ia sangat menghargai keputusan Jihoon untuk berpacaran dengan Seungcheol, prefek Gryffindor. Memang tidak ada yang perlu ijin padanya untuk berpacaran, tapi beberapa anggota asramanya seringkali meminta pendapat Sehun. Padahal, jelas-jelas mereka tidak pernah melihat Sehun berdekatan dengan orang lain secara romantis.

Jihoon dan Seungcheol tidak secara umum mendeklarasikan kalau mereka berpacaran, tapi dari interaksi yang terjadi, beberapa murid sudah bisa menduga. Kedua sejoli itu pun tidak diam-diam merahasiakannya. Jika ada yang bertanya, mereka akan secara lugas menjawab 'ya.'

Sehun sedikit iri.

Lalu ada Kyungsoo. Sehun menebak keadaan Kyungsoo mirip dengannya. Sejak awal tahun pelajaran ini, entah kenapa Sehun merasa Chanyeol sedang melakukan pergerakan untuk mendekati Kyungsoo. Sehun tidak tahu sudah sejauh mana mereka, itu privasi Kyungsoo.

Terakhir, ada Wonwoo, pemuda yang seringkali menjadi tangan kanan Sehun dalam melakukan tugas asrama. Akhir-akhir ini, Sehun merasa Wonwoo sering melamun dan mengarahkan pandangannya ke deretan meja Slytherin.

Jujur, Sehun tidak banyak mengenal anak Slytherin kecuali teman seangkatan dan beberapa kakak tingkat.

"Hei, kau rasa Jongin tidak berlebihan Baek?"

Pertanyaan Chanyeol membuyarkan Sehun dari bacaannya. Sebagai penghuni setia perpustakaan, tidak biasanya melihat duo Gryffindor itu berada di sini, kecuali– ya, mungkin mereka ada tugas.

"Maksudmu?" tanya Baekhyun mengambil tempat duduk tidak jauh dari Sehun.

"Sejak kemarin dia terus berlatih untuk Quidditch, kurasa sebentar lagi dia kelelahan," jawab Chanyeol ikut duduk sambil meletakan buku tebal di meja.

Baekhyun mengangkat bahunya lalu membuka buku tebal tersebut. "Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Jongin, menang? Tumben sekali," ujarnya sesekali melirik ke arah Sehun yang tampaknya mulai bereaksi dengan omongannya.

Tak lama setelah itu, Sehun mengembalikan buku yang ia baca dan berjalan keluar perpustakaan. Chanyeol dan Baekhyun hanya diam memperhatikan kepergian Sehun.

"Ternyata berhasil!" sahut Baekhyun kesenangan.

Chanyeol menghela nafasnya lega. "Aku tidak mau lagi bersandiwara. Ingat janjimu, Baek."

"Tenang, aku akan memberitahumu tempat favorit Kyungsoo di Hogsmeade. Apa yang memangnya tidak bisa dikerjakan Cupid Baekhyun?"

"Mendapatkan jodoh sendiri," balas Chanyeol asal.

.

.

.

Sehun melangkah cepat melewati lorong menuju lapangan Quidditch. Dalam hati berharap, Jongin tidak melakukan hal bodoh hanya agar berhasil melakukan dare.

Lapangan Quidditch tampak sepi sore itu, hanya tersisa dua orang di sana, Jongin dan Taemin. Kedua pemuda itu masih berada di udara, saling mengoper bola. Sehun akui manuver yang dilakukan Jongin sangat baik. Pemuda itu dapat mengendalikan sapunya dengan baik dan melakukan belokan-belokan tajam.

Namun yang Sehun lihat sekarang bukan Jongin seorang Chaser Hufflepuff. Hanya seorang murid tingkat lima yang kelewatan berlatih.

Taemin kala itu tidak sengaja melempar Quaffle jauh dari jangkauan Jongin. Sehun rasa, Taemin juga sudah kelelahan sehingga lemparannya sedikit ngawur, tapi Jongin tak mau kalah, ia bahkan berniat menangkap Quaffle tersebut.

Sayangnya, Jongin melepaskan pegangannya pada sapu, alhasil membuatnya terjun bebas ke tanah.

"JONGIN!" teriak Taemin dan Sehun bersamaan.

Sehun segera berlari mendekati bagian tengah lapangan, tangannya otomatis mengeluarkan tongkat sihir dari jubahnya dan merapalkan sebuah mantra ke arah Jongin. "Arresto Momentum!"

Tubuh Jongin berhenti beberapa saat, lalu terjatuh pelan ke tanah. Sehun dan Taemin segera mendekatinya. Jongin tidak bergerak sama sekali, matanya tidak terbuka.

"Dia sepertinya pingsan karna shock," gumam Taemin sambil menekan jarinya ke nadi leher Jongin.

"Aku akan membawanya ke Madam Jung," ucap Sehun lalu menggendong Jongin meninggalkan lapangan Quidditch.

Taemin hanya melihat kepergian dua orang itu sambil membawa sapu miliknya dan Jongin. "Memang Jongin tidak berat ya?" gumamnya heran.

Pemandangan pemain Quidditch digotong menuju rumah sakit sekolah bukan hal yang aneh, tapi akan menjadi pemandangan baru jika hanya satu orang yang membawanya. Apalagi dibawa ala bridal style.

Sehun tidak memusingkan tatapan bingung para murid yang melihatnya, Jongin harus segera dirawat.

.

.

.

Perlahan Jongin membuka matanya. Langit-langit tua adalah hal pertama yang dilihatnya, Jongin cukup mengenal tempat ini. Di sebelahnya, Jongin mendapati Madam Jung, perawat sekolah yang sedang membereskan obat-obat di nakas, sebelah ranjang Jongin.

"Aku ada di rumah sakit...?" tanyanya dengan suara parau.

"Kau demam dan kelelahan," jawab perawat tersebut. "Inilah kenapa aku tidak suka para pemain berlatih berlebihan, ingat itu, Jongin!"

Jongin hanya tersenyum cengengesan. "Setidaknya kau menemuiku dalam keadaan utuh, Madam."

Perawat itu mendelik ke arah Jongin. "Jangan coba-coba anak muda," pesan Madam Jung sirat dengan kekhawatiran, "aku tidak ingin melihat murid sekolah ini datang ke tempatku dengan tangan atau kaki yang patah."

Seharusnya setelah hujan kemarin Jongin segera kembali asrama bukan berlatih. Oke, untuk yang itu ia akui sedikit ceroboh, tapi mau bagaimana lagi? Jongin rasa usahanya masih kurang agar asramanya bisa menang. Beruntung sih Sehun tidak melihatnya dalam keadaan begini...tunggu, bagaimana kalau Sehun tahu dari murid lain?

"Madam, apa Taemin yang membawaku ke sini?" tanya Jongin, mengingat hanya sahabatnya itu yang terakhir ia lihat. "Bukan," geleng wanita paruh baya itu. "Prefek Ravenclaw...Oh Sehun, kurasa namanya."

Gawat...

"Dia kuat juga, waktu dua bulan lalu kau dibawa ke sini butuh dua orang untuk menggotongmu. Jangan lupa ucapkan terima kasih...kenapa Jongin? Wajahmu kenapa pucat begitu?" Perawat itu kembali meletakan punggung tangannya ke dahi Jongin, demamnya masih ada, tapi tidak setinggi saat dibawa kemari.

"Ti-tidak apa-apa, Madam," geleng Jongin cepat. "Mungkin aku hanya lapar..."

"Oh, iya, tentu saja. Ini mendekati jam makan malam," balas wanita itu sambil tertawa pelan. "Aku akan membawa makan malam untukmu, jangan berkeliaran."

Jongin hanya mengangguk singkat. Setelah Madam Jung pergi, ia menepuk pelan wajahnya beberapa kali.

Bodoh, bodoh, bodoh, bodoh, bodoh.

Sehun pasti marah dan membuat pemuda itu marah bukan sesuatu yang disukai Jongin. Ia akan berubah menjadi sangat dingin dan akan menjauh untuk sementara waktu. Entahlah Jongin tidak mengerti, mungkin itu cara Sehun untuk menenangkan diri.

Tak lama seusai makan malam, teman-teman asrama Jongin datang menjenguk dan ia mendapat omelan dari Joshua, selaku kapten Quidditch. Baekhyun, Chanyeol dan Taeyong pun datang untuk menjenguknya.

"Aku hanya demam, tenang saja," ucap Jongin berusaha menenangkan Taeyong yang cemberut. Di dalam lingkaran pertemanan Jongin, Taeyong merupakan termuda dan sudah dianggap seperti adik mereka sendiri.

Baekhyun hanya menggeleng-geleng melihat keadaan Jongin. "Kau malah beneran sakit, bagaimana bisa bertanding besok?"

"Aku kuat kok!" balas Jongin semangat.

"Kau yakin Jong?" tanya Taemin sirat dengan kecemasan.

"Iya, kau yaking Jong?" Semua mata menoleh ke arah suara lain yang menyapa pendengaran mereka.

Di sana, Sehun berjalan pelan menghampiri mereka. Tentu mereka cukup kaget melihat kedatangan Sehun. Tidak biasanya pria itu mendatangi mereka. Ketiga teman Jongin saling berpandangan lalu berpamitan untuk pergi, tidak lupa mengajak Taeyong yang masih buta dengan keadaan yang ada.

"Hyung, kenapa kita cuma sebentar melihat Jongin hyung?" tanyanya polos sebelum Chanyeol menutup pintu besar ruangan itu. Samar-samar Jongin dapat melihat Baekhyun mengatakan 'good luck' tanpa suara dengan mulutnya.

Jongin mendengus sambil memutar bola matanya, sebelum perhatiannya beralih pada Sehun. Pemuda itu sekarang berdiri di sebelah ranjang Jongin. Mereka bertatapan untuk beberapa saat, walau Jongin agak ragu juga untuk menatap Sehun lama-lama.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sehun membuka percakapan.

"Um...baik," jawab Jongin sambil meremas ujung selimutnya.

Sehun menghela nafasnya, lalu memegang tangan Jongin. Kepalanya disenderkan pada bahu Jongin. "Kau membuatku khawatir," gumamnya sambil memejamkan mata. Jongin terdiam, cukup kaget dengan reaksi Sehun. Ia kira akan dimarahi.

"Jantungku hampir copot saat melihatmu terjun bebas ke tanah,"

"Maaf..." gumam Jongin, perlahan mengelus kepala Sehun sambil tersenyum tipis. Hal yang sudah lama ingin Jongin lakukan.

Sehun duduk di sebelah ranjang Jongin dan mulai memeluk kekasihnya, membenamkan kepalanya di ceruk leher Jongin, saling menyalurkan rasa rindu masing-masing. Setelah beberapa saat pada posisi yang sama, akhirnya Sehun melepaskan pelukannya dan menatap Jongin lekat-lekat.

"Kau besok tidak boleh ikut bermain," ucapnya sambil mencubit pipi Jongin gemas.

Jongin mengerutkan dahinya sambil berusaha melepaskan tangan Sehun yang mencubit pipinya. Hei, pipinya ini bukan mochi atau bakpau. "Tidak mau," balasnya sambil memanyunkan bibir.

"Bagaimana kalau terulang lagi? Kau kan belum sembuh total."

"Aku kuat kok! Kalau aku tidak main timku bisa kalah."

"Jangan bandel kalau dibilangin, Kim Jongin," ucap Sehun sambil menangkupkan tangannya di kedua sisi Jongin.

"Kalau timku kalah nanti darenya tidak berhasil kujalankan..."

Sekarang Sehun pikir persetan dengan dare aneh Baekhyun, kalau sampai membuat kekasihnya sakit begini.

"Sudah tidak usah pikirkan itu, aku akan ke Three Broomstick bersamamu,"

"Tidak mau!" balas Jongin mengenyahkan tangan Sehun. "Kalau begitu kenapa tidak dari kemarin-kemarin? Aku sudah berusaha sejauh ini, kenapa langsung kau gagalkan? Sia-sia kalau begitu usahaku!"

Sehun hanya terdiam, sementara Jongin menatap garang ke arahnya. Baru kali ini ia melihat kekasih manisnya membentak. Atmosfer tegang itu hanya berlangsung beberapa saat, karena Madam Jung datang untuk memberi obat pada Jongin.

"Bukankah waktu berkunjung sudah habis Tuan Oh?" tanya Madam Jung mengingatkan. Sehun mengangguk sekilas sebelum melirik ke arah Jongin. Pemuda tan itu balas meliriknya sekilas sebelum beralih pada Madam Jung.

"Saya permisi, Madam Jung," pamit Sehun keluar dari ruangan tersebut. Dalam hati, berharap Jongin mengikuti sarannya, walau sebagian hatinya tahu kalau Jongin itu anak yang keras kepala.

.

.

.

Cuaca siang itu tidak membantu pertandingan Quidditch, hujan disertai angin kencang datang di tengah pertandingan. Semua pemain menggunakan google untuk membantu penglihatan mereka. Skor Ravenclaw dan Hufflepuff berimbang kala itu, berharap Seeker masing-masing tim bisa menangkap Snitch lebih cepat.

Selama pertandingan, mata Sehun tidak pernah lepas dari Jongin. Dilihat sekilas pun, tampak kalau Jongin sudah pada batas tubuhnya. Sehun rasa demamnya kembali naik karena cuaca yang tidak menentu ini.

Sehun menghentikan laju sapunya untuk melihat keadaan pertandingan. Sejak tadi ia tidak melihat Bludger karena tertutup kabut tipis. Gawat kalau bola gila itu terbang mengenai Jongin.

"Bludger dipukul oleh Beater Ravenclaw saudara-saudara! Sepertinya diarahkan pada Chaser Hufflepuff yang sedang mengejar Quaffle."

Suara komentator membuat Sehun waspada, jauh di sana dia melihat rekannya memukul Bludger, bola gila itu sempat terbang tak tentu arah hingga mengarah pada Jongin. Sehun memacu sapunya dengan cepat untuk mendekati Jongin.

Suara 'oh!' kencang dapat terdengar dari seluruh penonton yang menyaksikan pertandingan tersebut.

"Dan...OH! Bludger tersebut mengenai Beater lain Ravenclaw, ada apa ini? Kenapa Ravenclaw saling menyerang?"

Bludger itu tepat mengenai bahu Sehun yang datang melindungi Jongin. Senggolan keras Bludger membuat Sehun terjatuh dari sapu dan tidak sadarkan diri setelah itu.

Hal pertama yang disadari Sehun saat membuka mata adalah rasa nyeri di bahu kanannya dan ekspresi cemas Jongin.

"Hei," sapa Sehun dengan suara parau.

"Hai...hei...hai...hei, aku cemas tahu!" protes Jongin sambil memukul pelan lengan Sehun.

Pemuda berambut coklat itu hanya tersenyum seraya merentangkan sebelah tangannya untuk memeluk Jongin. Tanpa basa-basi Jongin memeluk kekasihnya itu sambil menggumamkan betapa menyebalkannya Sehun dan betapa cerobohnya Sehun.

"Bludger itu hampir mengenaimu, kau tahu?"

"Memangnya kau pikir bagaimana perasaanku melihat kau terkena Bludger?" tanya Jongin balik.

"Asalkan pacarku baik-baik saja, aku tidak apa-apa," jawab Sehun menciumi kepala Jongin. Baru ia sadari dibalik punggung Jongin, berdiri teman-teman mereka yang setia menjadi penonton. Dimulai dari senyuman lebar di wajah Baekhyun hingga senyuman tipis dari Kyungsoo.

"Sudah kubilang mereka pacaran, kalian saja tidak percaya," gumam Kyungsoo sambil menerima beberapa uang lembar dari Baekhyun dan Chanyeol lalu membagikannya pada Taemin dan Wonwoo. Sementara Taeyong hanya menatap bingung pada hyung-nya

"Yah, kau mengajarkan Wonwoo berjudi juga, hyung?" tanya Sehun bersusah payah untuk duduk, karena tangan kanannya diperban. Jongin pun dengan sigap membantu.

"Anak ini kebetulan ada di tempat waktu itu," jawab Kyungsoo enteng.

Taruhan itu sudah lama terjadi, beberapa hari sebelum dare Baekhyun. Seperti yang Kyungsoo katakan, kebetulan Wonwoo sedang ada di sana saat Chanyeol ingin melakukan PDKT, sedangkan dua lainnya nimbrung tiba-tiba di tengah pembicaraan itu.

Sehun mengerang frustasi sambil menyibak rambutnya sementara Jongin hanya memandang mereka dengan tatapan awas-saja-kalian-nanti.

"Dasar kalian ini, lalu bagaimana pertandingannya?" tanya Sehun.

"Ravenclaw menang. Setelah kau jatuh, snitch ditangkap oleh tim kita," jelas Kyungsoo.

"Berarti aku kalah dong," timpal Jongin lesu. Sehun mengelus kepala Jongin dengan sayang. "Kau menang kok, memenangkan hatiku."

Jongin tersenyum dengan semburat merah menghiasi pipinya.

"Ew, so cheesy," gumam Baekhyun diikuti anggukan yang lainnya.

Sehun memandang malas ke arah teman-temannya. "Yang tidak ada kepentingan dengan pasien boleh keluar," ucapnya sambil mengibas-ngibaskan tangan.

"Ayo Kyungsoo, jangan ganggu orang pacaran," ajak Chanyeol sambil menarik lengan Kyungsoo pelan.

"Ini mah sama aja!" protes Baekhyun lalu ditarik pelan oleh Taemin dan Taeyong yang tertawa, Wonwoo mengikuti dengan diam di belakang mereka.

Ruangan itu menjadi hening setelah kepergian teman-temannya. Sehun dan Jongin saling berpandangan satu sama lain.

"Jadi..." ucap Sehun.

"Jadi...?" tanya Jongin heran.

"Karena kita tinggal berdua..."

"Lalu...?"

Sehun tidak melanjutkan kalimatnya melainkan hanya tersenyum. Malam itu mereka lalui dengan berbincang dan memeluk satu sama lain, waktu yang jarang mereka dapatkan selama 10 bulan bersama.

Walaupun kalah, Sehun dan Jongin tetap pergi ke Three Broomstick di akhir minggu. Layaknya mendapat official date yang tepat. Sekilas, saat Sehun menemani Jongin untuk membeli peliharaan baru di Menagerie, ia melihat siluet Kyungsoo dan Chanyeol yang berjalan memasuki Honeydukes. Sepertinya kedua orang itu juga sedang kencan.

"Bahumu sudah mendingan?" tanya Jongin yang baru saja datang. Great Hall seperti biasa akan tampak ramai di siang hari. Sehun mengangguk sekilas lalu menawarkan cookies yang dimilikinya ke arah Jongin.

Sejak kejadian beberapa hari lalu, Sehun dan Jongin tidak memusingkan perihal cara mereka berinteraksi. Toh, teman-teman mereka sudah tahu.

Pandangan murid-murid di Great Hall makin intens saat melihat Jongin menerima cookies tersebut langsung dari tangan Sehun a.k.a Sehun menyuapi Jongin. Ada suara teriakan tertahan dari para gadis, mungkin itu teriakan not-so-secret-admirer Jongin yang tiba-tiba berubah menjadi fans pasangan tersebut.

"Mereka sepertinya penasaran sekali," gumam Sehun sambil tersenyum tipis.

"Kau yang membuatnya jadi penasaran," bisik Jongin.

"Aku hanya menawarkan kue yang enak ini padamu, memangnya salah?" tanya Sehun sambil menyeringai.

Jongin tersenyum. "Tidak, tapi aku tahu cara membuat mereka tidak penasaran lagi."

Murid di Great Hall terkesiap saat melihat Jongin mengecup bibir Sehun sekilas. Mereka kaget, begitu juga dengan Sehun. Sesudahnya, Jongin tersenyum dengan semburat merah menghiasi pipinya.

"Itu tadi morning kiss ya?" tanya Sehun.

"Eh?"

"Afternoon kissnya belum." Kembali Sehun mencium bibir Jongin dengan lembut, kali ini agak lama.

Sorakan riuh dapat mereka dengar dari sekeliling, penghuni di Great Hall sepertinya benar-benar menikmati adegan romansa remaja ini.

"Tuh kan sudah kubilang, mereka pacaran," gumam Jihoon yang duduk tidak jauh dari Sehun dan Jongin. Dirinya sekarang sedang bersandar dekat Seungcheol. Prefek Gryffindor itu terkadang memang suka nyasar ke meja asrama lain hanya untuk menemui kekasihnya.

"Oke, oke, aku kalah," balas Seungcheol sambil terkekeh pelan.

"Traktir aku di Honeydukes?"

"As your wish, Jihoonie."

.

.

.

END


A/N: HAHAHA endingnya jadi gitu

Di chapter kemarin pacaran kelihatan ga pacaran ya, soalnya hunkai di area ramai (?)

Ah iya yang soal ponsel, saya ngeh kok Hogwarts ga ada ponsel atau muridnya ga pake ponsel, karena setting aslinya sekitaran 1992-1998, di mana ponsel belum lazim dipakai (cmiiw), sempat mikir ulang buat adegan itu tapi karena mikir settingnya di modern jadi saya rasa gpp dimasukin. Maaf atas ketidaknyamannya

Terima kasih yg sudah meninggalkan jejak :') /throws sarang/

So, chapter ini gmn menurut readers sekalian?