Something Important

Jung Jaehyun X Lee Taeyong

NCT Members

Threeshot

NCT belong to GOD and SM entertainment

Cerita hanya delusi penulis~

...

Bagi Jaehyun, hanya medali emas yang terpenting dalam hidupnya.

...

Final Chapter

...

"Hyung, aku memang sedang cedera tapi kekuatanku lebih besar daripada kau." Jaehyun tersenyum menggoda, hyungnya ini benar-benar.

Perlahan Jaehyun mendekatkan kepalanya, mendekati bibir merah itu, yang seolah mengundang. Taeyong masih berusaha memberontak, walau itu sia-sia. Sialnya, ketika Jaehyun hampir siap melahap bibir itu, ponsel sialan milik Taeyong berdering, menganggu semuanya.

Taeyong berhasil melepaskan genggaman Jaehyun. Dia mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas –entah sejak kapan, dia berdeham perlahan, sebelum mengangkat.

"Hallo Johnny."

Mood Jaehyun benar-benar hilang sekarang. Dia beranjak dari tubuh Taeyong dan lebih memilih duduk disamping Taeyong, membuat Taeyong menjadi nyaman dan menyandarkan punggungnya di kepala tempat tidur. Wajahnya kini terlihat sangat sebal apalagi mengetahui dengan 'siapa' Taeyong berbicara.

"A-aku masih di apartemen." Suara terdengar gugup, dia sempat memandang Jaehyun yang kini tengah memandang lurus, dengan mengepal erat di ujung kaosnya. "Tidak. Aku sedang sendiri. Ak-aku sedang di apartemen. I-iya, aku akan ke kantor. Hmm.. sampai ketemu di kantor." Setelah suara tak lagi terdengar, Taeyong meletakkan ponselnya diatas nakas.

"Kau terlihat cukup dekat dengannya bosmu itu, hyung." Taeyong melirik dengan takut ke arah Jaehyun yang kini tak melihat ke dirinya, walaupun begitu Taeyong bisa merasakan sebuah aura mengerikan dari seorang Jung Jaehyun.

"K-kami sudah lama berteman." Entah mengapa Taeyong jadi gugup, dia menggaruk tengkuknya. "Bahkan lebih lama darimu." Tambahnya membuat Jaehyun kini tiba-tiba berdiri, dia berjalan perlahan menuju kamar mandi.

"Tak apa kan kalau aku mandi duluan."Suara Jaehyun masih sama, dingin dan mengerikan, Taeyong bergumam dan mengangguk sedikit enggan. "Nanti setelah kau mandi, aku akan langsung mengantarkanmu pulang." Taeyong mengangguk perlahan dengan keadaan kepalanya tertunduk, entahlah, bad mood Jaehyun tak seperti biasanya dan berhasil membuatnya merinding.

Tetapi apa yang membuat mood Jaehyun turun seperti ini? Padahal beberapa menit yang lalu, Jaehyun masih sempat menggodanya.

...

Tangannya kini terasa lemas, ponsel yang beberapa menit lalu telah berada lama dalam genggamannya kini dia biarkan terjatuh dan berhasil menyentuh lantai dingin apartemennya. Matanya kini menatap lurus ke dinding di hadapannya, rahangnya terlihat mengeras, pandangan matanya kini menghitam.

"Apartemen? Sendiri?" Tangannya yang kini berada di bawah dagunya kini terkepal erat. "Sejak kapan kau memanggilku Johnny ketika kau sendiri?" Johnny menghela napasnya kasar. "Kenapa sangat susah membuka hatimu untukku?"

...

"Terima kasih Jaehyun." Seru Taeyong sambil melepas seatbell, dia sempat melirik Jaehyun, yang kini masih memandang lurus ke depan, wajahnya masih mengeras. "K-kau ma-." u mampir, SHIT, Taeyong menggigit bibir bawahnya. Untung saja kata-kata itu tidak tersampaikan.

Niatnya hanya untuk meredakan atmosfir kecanggungan tetapi ini malah membuatnya semakin salah tingkah apalagi sikap dingin Jaehyun yang susah mencair sejak beberapa jam terakhir. Padahal beberapa jam yang lalu, Jaehyun masih menggoda, bukan berarti dia ingin Jaehyun menggodanya, tapi hanya saja perubahan mood yang cepat tanpa alasan ini membuatnya bingung.

Bahkan ketika dia telah turun, Jaehyun bahkan tak mengatakan apa-apa dan langsung melajukan mobil dengan cepat, seolah tak ingin melihatnya kembali. Dia menghela napasnya lalu berjalan masuk berusaha tak memperdulikan sikap aneh Jaehyun.

...

"Taeyong-ssi." Taeyong membalikkan kepalanya dengan cepat, tak sadar bahwa Johnny kini berdiri tepat disampingnya sehingga ketika dia berbalik, masing-masing dari mereka bisa melihat pantulan wajah di bola mata hitam mereka. "Nanti malam di tempat biasa." Bisiknya sambil tersenyum manis kearah Taeyong tanpa sadar kini mereka menjadi tontonan satu studio.

Yah, memang sih mereka sudah sering melihat kelakuan ceo mereka seperti itu tetapi-

Jaehyun menggeram rendah.

"Sepertinya mereka sangat saaaangat dekat." Doyoung sengaja menekan setiap kata diucapannya ketika melihat rahang Jaehyun mengeras dan pandangan matanya yang menajam.

Jaehyun muak dengan pemandangan di depannya ini.

"Kau mau kemana? Pemotretan kita belum selesai." Serunya ketika Jaehyun kini melangkah mendekati pintu keluar, membuat Taeyong kini memandang Jaehyun dan mengalihkan pandangannya dari Johnny.

Dia, Johnny memalingkan wajahnya.

...

"Kau harus bertindak jika ingin menarik Taeyong ke sisimu. Dia sekarang tidak lagi berada di tengah, dia sudah hampir tertarik ke sisi yang lain dan kau pasti tahu siapa?"

Suara menyebalkan Yuta, mendadak memasuki pendengarannya. Dia mendongakkan kepalanya setelah membasuh wajahnya, lalu mendongak menatap pancaran wajahnya di cermin.

"Kau harus bertindak cepat jika kau ingin mempertahankan namja bersurai pink itu di sisimu, Johnny."

Johnny tak mengira perkataan Yuta dua minggu yang lalu kini menjadi kenyataan. Tangannya terangkat mengambil handuk kering lalu menggunakannya mengusap wajahnya yang basah. Dia mendongakkan kepalanya kembali menatap cermin dihadapannya.

"Hari ini aku akan membawamu ke sisiku, Taeyong." Dia mengangguk yakin, tangannya bergerak menyentuh kotak cincin yang berada disebelahnya, memegangnya dengan erat. Jika bukan sekarang kapan lagi?

Sayangnya dia telah bergerak jauh menjauhimu, John.

...

"Kau lama sekali." Taeyong menggerutu dengan mengerucutkan bibirnya. Johnny tersenyum perlahan lalu mengambil tempat duduk dihadapan Taeyong. "Mau pesan apa?" Serunya lagi sambil membuka buku menu makanan yang tergeletak sejak tadi tak pernah sempat dia pegang walaupun mereka telah sampai di restoran ini sekitar 30 menit yang mereka habiskan secara percuma karena Johnny mendadak ingin ke kamar kecil, entah apa yang dilakukan Johnny selama 30 menit di kamar kecil.

"Bisakah kita bicara terlebih dahulu?" Taeyong mendongak, kini wajah Johnny sangat serius, Taeyong harus menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawa-

-tapi gagal, membuat Johnny ingin sekali memukul kepala Taeyong. "Aku serius Lee Taeyong." Tegas, matanya kini menatap Taeyong dengan serius.

"Oke, Youngho. Kau mau bicara apa?" Dia berdehem perlahan, lalu menutup buku menu dan menatap Johnny dengan intens.

"A-aku." Dia bergerak gelisah, kerongkongan mendadak sakit, dia menghembuskan napas perlahan lalu kembali menatap Taeyong dengan wajah serius. "Kita sudah lama berteman-." Jarinya bergerak gelisah diatas meja.

"Lalu?" Taeyong bertanya tak sabaran, perut kini telah bersuara tak sabaran menerima makanan.

"Bisakah kita melangkah lebih jauh?" Taeyong memasang wajah bingung tak mengerti dengan apa yang tengah dibicarakan oleh Johnny. "Bukan sebagai teman lagi tapi-." Dia menundukkan kepalanya tak berani menatap Taeyong.

"Johnny." Suara lembut tetapi tegas itu membuat kepalanya mendongak, Taeyong memandangnya dengan pandangan meminta maaf. Sesuatu yang buruk akan terjadi. "Aku tak bisa." Tangan Taeyong bergerak, menggenggam tangan Johnny, dia menghela napas sebelum melanjutkan. "Aku menganggap sebagai saudara bagiku. Aku tak bisa menganggapmu lebih."

Johnny tersenyum pahit. Johnny bukan kalah cepat dari dia, hanya saja status hyung-nya sama sekali tak bisa diubah oleh Taeyong.

...

Taeyong mendesah geram. "Bisakah kau tersenyum lebih natural?" Berkali-kali Taeyong berkata seperti itu tetapi seorang namja menyebalkan bernama Jung Jaehyun hanya menarik secara tak natural otot-otot bibir sehingga terlihat tak natural dan sangat aneh jika dilihat dari lensa kameranya.

"Hariku buruk." Dia mendengus kasar. "Cercaan netizen, treatment, dan-." Kau, bisik sambil melirik Taeyong yang berdiri didepannya tak cukup jauh. "Berbeda dengan kau yang harinya menyenangkan." Setelah berkencan dengan Johnny, bisiknya lagi.

"Apa maksudmu?" Taeyong mendelik tajam. Dia berjalan perlahan mendekati Jaehyun dengan tatapan tajam dari mata indahnya. "Hariku selalu buruk karena kau."

Jaehyun mengeringai. "Gara-gara aku. Lucu sekali." Jaehyun berjalan mendekati Taeyong yang berhenti tengah perjalanan, matanya masih menatap Jaehyun dengan marah. Telinga terlihat sangat merah dan mungkin siap meledak kapan saja.

"Kita putus secara baik-baik wak-."

"FUCK." Jaehyun menatap Taeyong dengan kaget. Selama hampir 8 tahun mengenal Taeyong, dia tak pernah sekalipun mendengar Taeyong mengumpat dan ini pertama kalinya. "Kau ingat tanggal dua belas Juni enam tahun yang lalu?"

"Memang ada apa di hari itu?" Jaehyun menelan ludahnya dengan susah payah.

"Rooftop."

Rooftop. Dua belas Juni. Lutut Jaehyun terasa lemas.

"Apa masih harus kujelaskan?" Taeyong tertawa mengejek melihat perubahan sikap Jaehyun, wajahnya yang tadi mengeras kini melembut, seolah ada sebuah ingatan terdalam yang kini masuk kedalam jalur ingatan.

Atlet panahan. 12 juni enam tahun yang lalu. Rooftop. Jadi?

Jaehyun mendongak, tatapan melembut. Tetapi Taeyong kini telah berbalik, tangannya terangkat mengusap wajahnya. Airmata.

"Aku sedang tidak mood. Pemotretan dilanjutkan besok." Teriak Taeyong. Dia meletakkan kamera nakas, lalu meninggalkan ruangan dengan segera.

...

Enam tahun yang lalu

Aliran udara disekitarnya terasa berhenti. Matanya yang besar itu mengerjap beberapa kali memastikan semua yang dilihat matanya benar, Jaehyun berdiri didepannya dengan pandangan meminta maaf. Tangannya terangkat keatas menyentuh telinganya, mengusap beberapa kali memastikan telinganya masih bisa berfungsi dengan baik, memastikan apa yang dia dengar adalah yang sebenarnya, bahwa Jaehyun ingin berpisah dengannya.

"Aku akan masuk Taereung, hyung." Jaehyun menunduk tak berani menatap mata indah Taeyong.

Taeyong menghela napasnya. "Aku tak-."

"Aku yang tidak bisa, hyung." Jaehyun maju perlahan lalu menyentuh lengan Taeyong, mengusapnya perlahan. "Aku harus konsentrasi dengan latihanku, hyung."

Taeyong kembali menghela napas, dia lalu mendongak, menatap Jaehyun dengan senyuman manis. "Iya Jaehyun, ini adalah mimpimu. Aku akan mendukungmu, apapun yang terjadi."

Jaehyun tersenyum perlahan lalu membawa Taeyong kedalam pelukannya.

...

12 Juni enam tahun yang lalu.

Taeyong memberikan senyum terima kasih pada namja didepannya. "Berkat kau aku bisa masuk kesini, Joongkok-ah. Terima kasih." Dia menundukkan kepalanya. Joongkok menggaruk rambut belakangnya dengan malu.

"Iya hyung. Tidak apa-apa, senang membantumu."

"Jadi, Jaehyun ada dimana?" Katanya sambil berjalan perlahan membuat Joongkok mengikuti langkah kakinya memasuki halaman Taereung. "Apa tak apa-apa aku masuk?"

"Tenang saja, hyung. Hari ini atlet sedang istirahat. Kalau tidak salah Jaehyun ada di rooftop, tapi aku tidak bisa mengantarmu kesana, hyung." Katanya, kakinya berhenti berjalan diujung tangga naik.

"Tak apa. Kau tak perlu mengantarku."Taeyong menundukkan kepalanya, sebagai pengucapan terima kasih. Langkah kaki kecilnya kini menatapi tangga, tak terlalu jauh sehingga hanya beberapa menit saja dia telah sampai didepan pintu menuju rooftop.

"Kudengar kau putus dari Taeyong." Taeyong menghentikan niatnya untuk membuka lebih lebar pintu rooftop ketika namanya kini disebut dengan lantang.

"Iya. Memang mengapa?" Taeyong dapat melihat Jaehyun kini tengah membawa minuman berkaleng untuk membuat cairannya membasahi tenggorokkannya dari celah yang tak cukup lebar pada pintu.

"Itu sebabnya kau kini berkencan dengan atlet panahan itu." Dia memukul perlahan lengan besar milik Jaehyun. "Wow, kau daebak. Mengapa kau putus dari Taeyong?" Taeyong menggigit bibir bawahnya dengan gugup, entah mengapa dirinya mendadak gugup.

"Kau tahu bukan apa ambisiku? Medali emas." Jaehyun mengeringai, tangannya terangkat membiarkan cairan lainnya membasahi tenggorokkannya, dia lalu memalingkan wajahnya, memandang langit biru dihadapannya.

"Jadi maksudmu atlet panahan itu bisa membuatmu mendapatkan medali emas." Jaehyun mengangguk, membuat namja disampingnya ini membulat tak percaya. "Kau membuang dia karena medali. Kau benar-benar?" Taeyong menghembuskan napasnya dengan kasar, mencegah airmatanya mengalir lalu dia berbalik, tak ingin mendengar lebih lanjut.

...

"Kau seharusnya mendengarkan sampai akhir." Jaehyun tertawa perlahan, tangannya bergerak memasukkan cairan tak berwarna sehingga membasahi tenggorokannya.

"Jujur saja, aku tidak bisa konsentrasi latihan karena dia." Jaehyun menghela napas perlahan, dia meletakkan kedua tangannya disisi badannya, dia mendongak menatap langit. "Yang dipikiranku hanya dia, jadi bagaimana aku bisa mendapatkan medali emas?" Jaehyun menghela napasnya sebelum akhirnya berdiri dan berjalan perlahan.

"Mau kemana kau?"

"Latihan."

Jaehyun menyeringai sebelum akhirnya kini kembali menuangkan cairan itu kedalam gelas yang telah kosong, berharap cairan itu bisa membersihkan semua masalahnya.

...

Ini sudah cukup malam, dan Taeyong sebenarnya ingin segera merebahkan tempat tidurnya yang nyaman tapi bel berbunyi tepat dia sedang ingin merebahkan tubuhnya.

Dia perlu memukul orang yang menekan bel rumahnya dengan menyebalkan itu.

Taeyong bergerak dengan malas lalu menekan intercom walau matanya kini tak tertuju langsung. "Siapa?" Suaranya terdengar sangat rendah, matanya kini menatap pintu kamarnya walau telinganya masih dia jaga.

"Kalau aku mengaku sebagai Jung Jaehyun apa kau akan membukakan pintu?" Serunya dengan kekehan aneh yang membuat Taeyong menoleh , menatap intercom yang kini menampilkan wajah Jaehyunyang seperti fokus. "Atau ini Johnny, bisakah kau membukakan pintunya, Taeyong-ah?" Serunya dengan tawa yang tidak biasanya diselingi dengan geraknya yang tidak teratur.

Membuat Taeyong kini segera berjalan menuju pintu. "Anak itu mabuk." Dan benar saja, ketika Taeyong membuka pintu, tubuh Jaehyun langsung jatuh padanya, dengan susah payah Taeyong harus menopang tubuh besar Jaehyun.

"Hallo, aku Johnny." Taeyong bisa mencium bau alkohol yang pekat pada mulutnya.

"Kau mabuk." Taeyong berusaha mengangkat tubuh Jaehyun sehingga kini kakinya bisa menapak dengan benar dan Taeyong berharap Jaehyun bisa berjalan tanpa harus memberikan berat pada tubuhnya. Karena demi celana Spongebob, Jaehyun sangat berat.

"Tidakkk~ aku tidak mabuk, hyungie~." Racau Jaehyun, dia bahkan bertingkah imut ketika Taeyong kini berhasil mendudukkan tubuh besarnya di tempat tidur Taeyong.

"Iya aku tahu. Sekarang kau tidur, oke?" Suaranya yang terdengar sangat lembut, membuat Jaehyun kini tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan antusias. Tangan Taeyong dengan perlahan membuka sepatu nike Jaehyun.

"Hyungie." Suara lembut dan imut Jaehyun membuat Taeyong mendongak setelah meletakkan kedua sepatu Jaehyun dilantai kamarnya. "Kalau begini jadinya aku sungguh menyesal memilih medali emas sialan itu." Jaehyun menarik tangan Taeyong perlahan, membuat tubuh kecil ini berada dekat dengannya. Tangannya terangkat mengelus pipi Taeyong. "Medali emas itu terus saja menjauh dariku, hyung. Mungkin bahkan aku tak bisa mendapatkannya selamanya" Jaehyun terkekeh perlahan, walau airmata kini menggenang di kedua matanya.

Senyum lembut kini terpasang pada wajah Taeyong, tangannya terangkat mendorong tubuh Jaehyun untuk berbaring pada kasurnya yang empuk, walau Jaehyun menahannya dengan sangat kuat sehingga Taeyong terlihat menyerah.

"Jika saat ini aku lebih memilihmu daripada medali emas, apa kau akan menerimaku, hyung?" Jaehyun menggenggam erat kedua lengan Taeyong, geraman kesakitan terdengar. "Jawab pertanyaanku, hyung." Tuntut Jaehyun, dia menarik Taeyong mendekati, wajahnya kini perlahan mendekat, menyentuh bibir cherry itu dengan bibirnya, mengesap perlahan, menikmati semua rasa makanan yang sempat Taeyong makan, walau Taeyong tak membalas. Biarlah Jaehyun tak peduli. Izinkan dia mengecup untuk terakhir kalinya.

"Sebaiknya kau tidur dulu." Dia mendorong perlahan dada Jaehyun. Taeyong berusaha tersenyum lembut, dia berdiri, meletakkan tangan kirinya didada Jaehyun dan tangan kanannya berada dipunggung Jaehyun. Dia mendorong dada Jaehyun membuat tubuh itu kini terbaring sempurna.

"Tapi hyungie." Dia mengerucutkan bibirnya, tak terima dengan perintah Taeyong.

"Istirahat dan kita akan bicara besok. Aku tak percaya dengan orang mabuk, Jung-ssi."

...

Bau makanan yang menyerang saraf berhasil membuka secara perlahan matanya, rasa kantuknya mendadak hilang, dia membiarkan kakinya menapak di lantai. Matanya yang telah terbuka dengan lebar, mengedarkan pandangan bukan hanya untuk meneliti sudut kamar yang memang bukan miliknya tetapi untuk membiasakan matanya dengan cahaya matahari –lagipula dia tahu ini kamar siapa, walaupun dia mabuk, dia masih ingat apa yang dia lakukan dan bicarakan, dia bahkan masih ingat rasa bibir Taeyong. Dia menjilat bibirnya perlahan, kembali merasakan manis yang masih tertinggal.

Tunggu! Jaehyun mendongakkan kepalanya, matanya kini menatap lurus pada pintu dihadapannya. Sudut bibirnya terangkat, menyeringai, daripada merasakan rasa tertinggal, bukankah orang yang meninggalkan bekas itu berada tepat didapur.

"Morning, hyu—AKHHH." Jaehyun padahal sudah meletakkan tangannya di pinggang Taeyong, tetapi kini malah terlepas dan spontan memegang kepalanya yang dicium oleh sendok sup.

Ketika Taeyong membalikkan badannya, Jaehyun mengerucutkan bibirnya kesal. "Kau jahat, hyung. Aku lebih ingin dicium oleh—mu." Jaehyun mengatup mulutnya dengan cepat, Taeyong kini menatapnya dengan tatapan dingin yang berhasil membuat Jaehyun menjaga jarak dengan memundurkan badannya.

"Apa maksudmu?" Taeyong melipat tangannya didada, matanya masih terunus tajam pada Jaehyun.

"Bukankah semalam ki ."

"Aku tak percaya dengan orang mabuk." Dia berbalik, sibuk menambahkan sesuatu pada sup didepannya.

"Aku ingat semua apa yang katakan semalam, hyung?" Jaehyun mendesah kecewa, dia berjalan perlahan dan berdiri disebelah Taeyong yang masih memusatkan konsentrasinya pada sup, seolah sup lebih berharga dari Jaehyun.

"Aku tak ingat." Seru Taeyong tak peduli, tetapi semua sikap dingin mendadak luluh, ketika tubuh Jaehyun kini mendadak jatuh dilantai dengan lutut sebagai tumpuan, Jaehyun berlutut untuknya.

"Maafkan aku, hyung. Aku memang salah. Aku lebih mementingkan medali emas." Jaehyun berkata sambil menundukkan kepalanya, dia hanya tak ingin melihat ekspresi Taeyong. "Aku berfikir dengan memutuskanmu dan mendekati atlet panahan." Jaehyun kembali menghela napasnya. "Dia adalah pemegang medali emas tahun lalu, jadi kukira itu bisa memotivasiku untuk mendapatkan medali."

"Lalu maksudmu aku adalah penghambatmu mendapatkan medali emas." Dia mendesah lelah, dia ingin berbalik tak ingin melihat seorang Jung Jaehyun tetapi kata-kata itu berhasil menghentikan langkahnya bahkan berhasil menghentikan setiap fungsi seluruh otaknya.

"Yang aku pikirkan ketika bersamamu adalah senyummu, kebahagianmu dan mata berbinarmu, hyung." Jaehyun mendongak, menatap langsung pada mata berbinar Taeyong, mengirimkan sebuah sinyal kepercayaan.

"Ak ku." Taeyong gugup. Jaehyun mendesah kecewa, jadi ciuman semalam hanya sikap kasihan Taeyong padanya.

"Tak apa, hyung. Lagipula aku yang melepasmu terlebih dahulu dan sekarang ." Jaehyun berdiri, matanya tak ingin menatap Taeyong. " kau sekarang telah memiliki namja bernama Johnny ."

"Hubungan kami jelas, sangat jelas." Jaehyun menutup matanya perlahan, berharap kata-kata menyakitkan itu tak memasuki telinganya. "Kami hanya teman." Jaehyun mendadak membuka matanya, menatap Taeyong dengan bingung.

"Maksudnya kau dan Johnny?" Binar bahagia kini terlihat pada wajahnya.

...

Kakinya melangkah percaya diri memasuki venue. Sesekali dia mendongakkan kepalanya, menatap kearah para penonton, lalu tersenyum sangat manis hingga kedua dimplenya terlihat sangat jelas. Dia harus bagus dalam jepretan namja itu, dia bahkan sempat melambai membuat beberapa gadis-gadis penonton berteriak histeris.

padahal sebenarnya dia hanya ingin mengirimkan satu sinyal pada satu orang dibangku penonton, tapi jika begini dia jadi lebih disayang oleh para penggemarnya. Dia terkekeh perlahan.

"Kau baik-baik saja, Jaehyun." Jaehyun menoleh kesamping menatap Joongkok yang menatapnya khawatir, dia gila semenjak kembali bertanding, mungkin itu maksudnya.

"Baik-baik saja. Ngomong-ngomong kau sudah siap untuk menggigit medali perak Jung Joongkok." Joongkok tersenyum sebagai gantinya, melihat rivalnya ini kembali, hormon adrenalinenya naik secara dratis.

"Kita lihat saja nanti." Serunya sambil bersiap memakai kacamata renangnya. Suara wasit kini terdengar, membuat semua atlet kini menaiki undakan, Jaehyun melempar senyum perlahan kepada Joongkok tepat sebelum wasit meniupkan peluit tanda pertandingan dimulai.

PRITTTTT.

Tak ada lagi yang berada didalam pikiran Jaehyun, dia langsung menjatuh dirinya, ketika tubuhnya telah menyentuh permukaan air, dia mendongakkan kepalanya keluar dari air, menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum akhirnya bertarung melawan daya dorong air yang cukup tinggi mengenai tubuhnya.

Dia berbalik dengan cepat ketika sampai diujung, tak sempat dia melihat posisinya sekarang. Suara dari komentator juga tidak membantu melawan daya besar yang menutup jalur pendengarannya, satu-satunya yang bisa dia dengar ada deburan air yang diakibatkan oleh gesekan tubuhnya dengan air.

Hampir sampai, dia bergumam dalam hati ketika mata dari balik kacamata renang. Dia merentangkan tangannya kedepan, menyentuh ujung kolam renang dengan sangat cepat. Suara bising terdengar, Jaehyun mengeluarkan kepalanya dari air, matanya kini menelusuri papan pengumaman diujung kiri tubuhnya, dan namanya ada disana, teratas.

"YESSS." Dia memukul-mukul air, dia yang teratas dan Joongkok berada dibawahnya.

"Selamat, chingu-ya." Joongkok sengaja memainkan nada suaranya, dia tersenyum perlahan. "Medali emas pertama, euh?"

"Medali emas itu nomor dua. Aku telah mendapatkan yang lebih berharga daripada medali emas." Jaehyun membuang pandangannya kearah bangku penonton, membuat Joongkok yang kini telah berada diatas ikut menolehkan kepalanya.

"Kalian sudah kembali bersama?"

"Belum." Jaehyun membawa tubuhnya naik. "Dia belum menjawab pertanyaannya." Dia memalingkan wajahnya, menatap hamparan penonton. "Apa dia takut aku kecewa ketika dia menolakku?"

Joongkok menggeleng, dia berdiri mengikuti perintah wasit lapangan. "Dia tak mungkin datang kalau menolakmu?" Jaehyun mengeringai.

...

Taeyong berjalan perlahan perlahan menuruni tribun penonton. Dia sebenarnya tak ingin menuju ruang ganti tapi Jaehyun terus saja mengganggunya dengan telepon dan sms tak jelas. Taeyong mengalungkan kamera disekitar lehernya. Sesekali dia tersenyum ketika beberapa orang kini menyapanya.

"Kau lama sekali, hyung?" Taeyong mengerucutkan bibirnya kesal, Jaehyun kini tengah menyanderkan punggungnya didepan loker miliknya, dengan bangsatnya, hanya memakai celana renang dan rambut serta tubuhnya masih terlihat basah oleh tetesan air. Dia memandang Taeyong dengan menyeringai, tangannya memegang handuk, mengeringkan rambut hitamnya yang basah.

"Seharusnya kau yang menyusul. Mengapa harus aku yang menyusulmu?" Jaehyun terkekeh perlahan.

"Baiklah, lain kali Prince akan menghampirimu Princess." Serunya dengan memasang senyum manis yang hampir membuat Taeyong mati karena jantung berdetak sangat cepat.

"Sudahlah. Kau mau apa? Aku ingin pulang." Taeyong memalingkan wajahnya membuat dimple itu tercetak jelas di wajahnya.

"Tak ada yang mengundangmu kemari, hyung." Taeyong menghembuskan napasnya perlahan, dia harus sabar.

"Aku ada pekerjaan disini." Jaehyun melemparkan handuknya sembarang, dia menarik tangan Taeyong, menarik tubuh kecil itu sehingga kini punggung Taeyong tepat mendarat di pintu loker dengan Jaehyun yang berada didepannya.

"Apa yang mau kau lakukan?" Tanya Taeyong dengan gugup, tetapi anehnya tubuhnya tak berniat mendorong Jaehyun menjauh.

"Kau sekarang bekerja di majalah sports."

"Aku freelance." Serunya dengan menarik tangan yang digenggam Jaehyun, tetapi percuma karena Jaehyun menggengamnya dengan sangat erat.

"Freelancee menjadi masternim fansite-ku."Taeyong mendelik, dia telah bersiap mengangkat tangannya untuk memukul kepala bodoh Jung Jaehyun tetapi . "Apa ini?" Taeyong memegang medali emas yang kini melingkar di lehernya.

Jaehyun berhasil mengalungkan medali di lehernya.

"Kau tak tahu? Itu medali yang baru aku dapat tadi." Taeyong mendengus.

"Aku tahu, bodoh. Tetapi mengapa kau mengalungkannya padaku?" Taeyong menaikkan nada suaranya, dan mungkin akan kembali naik ketika Jaehyun malah memasang wajah dengan senyum bodohnya. "Bukankah ini hal yang penting bagimu?" –Taeyong menurunkan nada bicara membuat senyum itu melembut.

"Ada yang lebih penting bagiku." Jaehyun memajukan tubuhnya, membuat jarak mereka kini semakin menipis, Taeyong bahkan dapat merasakan hembusan napas hangat dari hidung Jaehyun. "Kau." Taeyong hampir saja tersenyum, tetapi dia berusaha menahannya. "Aku ingin kau menjaga barang berhargaku, hyung. Apa kau bersedia?"

Taeyong menutup matanya, membuat Jaehyun kini menahan napasnya. Walau sedetik kemudian, napasnya kembali berjalan dengan lancar, karena anggukkan kini tertangkap oleh matanya.

"Jadi kita kembali bersama?" Jaehyun meletakkan tangannya di pinggang Taeyong, membuat semburat merah kini menghiasi wajah Taeyong.

"Haruskah aku menjawabnya?"

Taeyong tersenyum perlahan sebelum akhirnya mengalungkan tangannya di leher Jaehyun, memberikan Jaehyun akses pada bibir kissablenya, memberikan satu kecupan, dua kecupan ataupun satu dan dua lumatan.

...

END

...

a/n :

saya comeback. Ada yang kangen? Maaf yah saya sibuk banget beberapa minggu ini dan baru bisa update 1 bulan. Btw ada yang galau karena MUBANK kemarin.

Oh iya beberapa minggu belakangan ini susah banget nyari ff Jaeyong. Sepi banget.