Babypanda89

Warn : Mafia!AU, Psycho!Yuta, Bitchy!Yuta, GORE, YAOI

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

Seorang anak kecil terlihat berlari begitu mendengar suara rusuh dari dalam kamar orangtuanya. Langkah kecilnya mengantarkan anak kecil itu ke depan pintu kamar. Menempelkan telinganya ke daun pintu, anak kecil itu dapat mendengar beberapa barang yang jatuh ke lantai hingga menimbulkan bunyi yang begitu nyaring. Anak kecil itu memberanikan dirinya untuk membuka sedikit pintu di hadapannya. Mata besarnya sontak membulat begitu melihat pemandangan di dalam sana yang membuat otaknya tak dapat berfikir apa-apa.

"Ternyata kau di sini, bocah!" Suara datar dari arah belakang anak kecil itu berhasil membuat anak berusia 7 tahun itu membeku. Menolehkan kepalanya secara perlahan, anak kecil itu mendapati seorang pria paruh baya yang menatapnya lengkap dengan seringai lebar.

Saat ingin berlari, anak kecil itu sudah lebih dulu berada dalam gendongan sang pria paruh baya. Memberontak dan berteriak pun percuma, karena ia tahu, pria paruh baya itu bukan tandingannya. Dan ia juga sadar sekarang, jika rumahnya sudah terkepung oleh orang-orang asing yang bahkan tidak ia kenal.

Dalam hati, anak kecil itu berteriak, memanggil ibunya yang sudah tidak bernyawa di dalam kamar sana.

.

.

"Kaasan!"

Lagi, mimpi buruk yang berasal dari kejadian nyata kembali hadir dalam mimpi Yuta. Lelaki berparas manis itu terduduk di ranjang setelah mendapat mimpi buruk yang selama ini selalu menghantuinya. Yuta mengatur nafasnya yang berantakan. Matanya berpendar mengelilingi kamarnya yang gelap itu. Mendesah pelan, Yuta bangkit dari ranjangnya dan beranjak keluar dari kamarnya.

Yuta melangkah menuju dapur yang tak jauh dari kamarnya. Melihat dari anak tangga ke lima belas, Yuta menemukan Johnny dan Jaehyun yang sedang duduk di kursi meja makan. Yuta tersenyum kecil, kedua lelaki yang juga satu profesi dengannya itu memang akan sangat jarang untuk tidur malam, mereka memang lebih suka untuk tidur pagi hingga sore menjelang. Karena memang, mengerjakan pekerjaan 'kotor' itu, harus pada malam hari kan?

Yuta menarik kursi yang berada di dekat Johnny. Suara deritan kursi yang terdengar, mengalihkan dua orang yang tadinya sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing, Jaehyun dengan rokoknya dan Johnny dengan serbuk putih di tangannya, kini menatap Yuta yang mengambil dengan santainya sekaleng wine di depannya itu.

"Mimpi buruk lagi?" Jaehyun membuka suaranya setelah menghembuskan asap rokok yang tadi dihisapnya.

Yuta menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Jaehyun. Meneguk winenya, Yuta menatap Johnny yang tengah menghirup serbuk putih di tangannya itu. Yuta menggeleng pelan, tangannya mengulur untuk mengusap keringat Johnny yang keluar dari dahi pemuda blasteran itu.

"Kau baik-baik saja?" Yuta berbisik di telinga kanan Johnny. Johnny menoleh dan menatap sayu pada Yuta sembari berkata, "Tidak."

Jaehyun berdiri dari duduknya. Yuta melirik dan menatap Jaehyun dengan pandangan bertanya. Jaehyun yang mengerti akan tatapan Yuta pun tersenyum tipis lalu menjawab, "Aku harus pergi. Ada klien yang harus ku temui sekarang."

"Baiklah, hati-hati di jalan, Jaehyunie!" Yuta melambaikan tangannya begitu Jaehyun melangkah menjauh. Lalu perhatian Yuta kembali teralih pada Johnny yang kini tengah membelai pahanya yang tertutupi celana piyamanya.

Yuta menyeringai tipis, tangannya mengusap pipi Johnny dan menciumnya mesra. Yuta kembali berbisik, "Kau merindukanku?"

.

.

Taeyong tak bisa tidur malam ini. Matanya terus menatap langit-langit kamar yang baru pertama kali ia tempati ini. Bayangan akan kejadian siang tadi yang menimpa dirinya begitu membekas dalam ingatannya. Dirinya bertengkar hebat dengan ayahnya hingga tanpa sadar ia lepas kendali dan membunuh ayahnya menggunakan tangannya sendiri.

Taeyong mengacak rambutnya frustasi. Ia lantas bangkit dari acara tidurannya dan mendudukkan dirinya di atas ranjang. Taeyong tidak habis pikir, bagaimana mungkin jika lelaki semanis Yuta adalah seorang psychopat? Seorang pembunuh berdarah dingin yang tak mempunyai hati? Otak Taeyong kembali memutar kejadian yang terjadi padanya tadi siang.

.

Flasback On

Taeyong menatap nanar pada tangannya yang berlumuran darah sekarang. Bukan hanya tangannya, tapi seluruh pakaian, badan, bahkan hingga wajahnya kini berlumuran darah. Dengan raut wajah kosong, Taeyong terduduk dari berdirinya dengan bunyi yang cukup kencang.

Suara derap langkah terdengar, namun Taeyong tidak berpindah dari tempatnya ataupun sekedar melirik seseorang yang baru datang. Taeyong hanya diam, menatap datar ke depannya untuk menemukan seorang pria paruh baya yang sudah tak bernyawa tepat di depan matanya sendiri dan juga tangannya.

"Kerja bagus, Lee Taeyong-ssi," Suara manis seorang pemuda -yang baru datang tadi- terdengar, membuat Taeyong mendongak dan bertemu tatap dengan mata besar pemuda itu.

Pemuda berwajah tampan namun cenderung manis dan terkadang terlihat cantik itu, tersenyum lebar dengan tangan yang terulur ke depan wajah Taeyong. Dengan tangan yang bergetar, Taeyong meraih tangan pemuda itu dan lantas berdiri.

Senyuman manis masih terpatri di wajah pemuda manis itu dengan mata yang juga menatap penuh binar pada mata tajam Taeyong. Tangan bebas dari pemuda manis itu masuk ke dalam saku celananya untuk merogoh sebungkus tisu basah. Setelah mendapatkannya, pemuda itu membuka bungkus itu dan mengambil selembar tisu.

Dengan telaten, pemuda manis itu membersihkan darah yang berada di tangan Taeyong. Taeyong mengerjapkan matanya dan kembali menatap pemuda manis -yang belum Taeyong ketahui namanya- itu dengan senyum tipis di wajahnya.

"Aku Nakamoto Yuta," Pemuda bernama Nakamoto Yuta itu kembali menatap mata Taeyong yang entah mengapa membuat hati Taeyong berdebar.

"Ayo kita pergi dari sini. Sebentar lagi polisi akan datang," Yuta menarik tangan Taeyong untuk ikut berlari bersamanya. Taeyong menengok jasad lelaki paruh baya di belakangnya sebelum ikut berlari bersama dengan Yuta.

Setelah sampai di belakang rumah mewah yang menjadi saksi bisu terbunuhnya orang nomor satu di rumah itu, Yuta lantas menyuruh orangnya untuk memberikan kunci motor yang memang sudah Yuta persiapkan dan memberikannya pada Taeyong.

"Kau tenang saja, para polisi maupun detektif tidak akan tahu bahwa kau pembunuhnya. Tapi, kau sepertinya butuh waktu untuk menenangkan diri. Pergilah, nanti aku akan menyusulmu."

Taeyong menatap kunci di tangannya dengan bingung sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada Yuta.

"Pergi kemana?"

Yuta menepuk dahinya dan kembali merogoh sakunya.

"Pergilah ke alamat ini."

Yuta menyerahkan secarik kertas yang diambilnya pada Taeyong.

"Cepat, pergilah."

Taeyong mengangguk, menaiki motor ninja berwarna merah itu dan memakai helm Taeyong lantas melirik Yuta sekali lagi sebelum melajukan motornya meninggalkan belakang rumah keluarga besar Lee itu.

Yuta menyeringai ketika matanya sudah tidak lagi menangkap bayangan Taeyong dan juga motor yang dinaikinya. Dengan cepat, Yuta melangkah memasuki rumah mewah itu lagi dan berhenti tepat di samping jasad pria paruh baya yang beberapa puluh menit lalu baru saja dibunuh oleh Taeyong.

"Ternyata anakmu polos juga, Tuan Lee."

Yuta memainkan pisau kecil miliknya pada wajah Tuan Lee yang sudah pucat karena kehabisan darah. Dengan sengaja, Yuta menekan pisau tajam itu pada pipi Tuan Lee hingga pisau itu menimbulkan guratan panjang namun tidak berdarah. Namun sensasi seperti ini yang Yuta suka, ia tidak suka kotor karena darah, namun ia sangat menyukai sensasi saat memotong-motong tubuh manusia yang sudah tidak bernyawa.

Ini bukan pertama kalinya untuk Yuta. Selama 27 tahun hidupnya, sudah separuh dari hidupnya ia habiskan untuk melakukan pekerjaan kotor ini. Dengan senyum mematikan yang dimilikinya, Yuta lantas kembali menekan pisau kecil itu hingga ke bagian matanya. Membuat mata kecil milik Tuan Lee terbelah hingga Yuta tertawa terbahak yang membuat beberapa orang yang mendengarnya bergidik takut.

Berpindah dari wajah Tuan Lee, pisau kecil namun tajam milik Yuta berpindah tempat ke dada Tuan Lee yang pakaiannya sudah koyak akibat pertarungannya bersama Taeyong sebelumnya. Belum sempat Yuta menekan pisau itu pada dada Tuan Lee, suara berat dari belakangnya membuat Yuta menghentikan aksinya.

"Apa yang kau lakukan, Nakamoto?"

Taeyong menatap tak percaya pada Yuta yang tengah melakukan 'sesuatu' pada jasad ayahnya. Taeyong kembali awalnya berniat untuk mengambil ponsel genggamnya yang tertinggal di dalam kamarnya, namun ia malah mendapat kejutan yang tak ia duga dari Yuta lengkap dengan seringai lebar nan cantiknya.

Yuta berdiri dari jongkoknya dan melangkah mendekati Taeyong yang tetap diam di tempat. Yuta terkekeh pelan, lalu mengalungkan tangannya pada leher Taeyong.

"Haruskah aku jelaskan? Tapi aku harus mulai dari mana?" Yuta menatap polos pada Taeyong, tangan kanannya yang masih memegang pisau lipat ia arahkan ke rahang tegas Taeyong.

Yuta tersenyum kecil, lantas mencium sekilas bibir Taeyong yang membuat yang empu terbelalak kaget. Puas dengan ekspresi yang diperlihatkan Taeyong, Yuta melepaskan rangkulan tangannya pada leher Taeyong dan berjalan membelakangi Taeyong.

Yuta kembali memainkan pisau lipatnya pada wajah Tuan Lee. Membelah pipi tirus itu hingga terbagi menjadi dua. Yuta kembali tertawa mengabaikan Taeyong yang menatap kosong ke arahnya. Tangan Yuta turun ke bawah, membelah dada Tuan Lee dan menyayatnya menjadi beberapa bagian.

"Hen-hentikan Nakamoto!" Suara Taeyong terdengar serak. Taeyong tahu jika ia salah karena sudah membunuh ayahnya sendiri, tapi Taeyong tak tahu, kenapa Yuta melakukan hal seperti ini pada ayahnya. Meyakinkan dirinya sendiri, Taeyong kembali berujar, "Apa maumu sebenarnya?!"

Yuta menghentikan kegiatannya sekali lagi. Ekor matanya melirik Taeyong sementara tangannya memainkan jari telunjuk Tuan Lee dari tangan sebelah kanan yang sudah dipotongnya tadi.

"Aku hanya sedang melakukan pekerjaanku, Lee Taeyong-ssi!" Yuta menjawab dengan nada sedikit dinaikan karena merasa terganggu kegiatannya diinterupsi sejak tadi.

"Pekerjaan? Memutilasi orang yang sudah mati itu pekerjaanmu?" Taeyong bertanya dengan nada datar namun raut wajahnya menunjukan emosi marah yang begitu kentara ia tahan.

Yuta tersenyum meremehkan, lalu tangannya kembali memotong jari telunjuk Tuan Lee kini tangan yang sebelah kiri. Taeyong berniat mendekati Yuta namun langkahnya tertahan oleh seseorang yang menahan pundaknya dari belakang.

"Thanks John."

Hanya itu yang Yuta ucapkan. Tidak menjawab pertanyaan Taeyong dan kembali sibuk pada pekerjaannya. Yuta berteriak pada salah satu pesuruhnya untuk mengambil pisau yang lebih besar. Tangannya yang terlatih memotong tubuh Tuan Lee dimulai dari jari-jarinya, tangan serta lengannya, Yuta pisahkan semuanya. Lalu Yuta berpindah pada kaki Tuan Lee, dengan telaten, lelaki manis itu kembali memotong jari-jari kaki Tuan Lee. Memisahkan antara jemari, betis, hingga paha yang kini semuanya terpisah.

Taeyong berniat memberontak, namun tidak bisa. Lelaki yang dipanggil John oleh Yuta tadi bukan hanya menahan pundaknya, namun juga menyutikkan cairan entah apa yang membuat tubuhnya lemas hingga tak sanggup untuk menghentikan kegiatan Yuta. Taeyong hanya bisa menatap tak percaya pada Yuta yang dengan santainya memotong-motong tubuh sang ayah sama seperti memotong daging ayam.

Yuta tersenyum puas pada hasil kerjanya. Tubuh Tuan Lee sekarang hanya tersisa bagian kepala hingga perut saja. Sementara bagian kaki dan tangannya, sudah Yuta amankan di beberapa plastik hitam.

"Mau kau apakan jasad ayahku?" Taeyong bertanya dengan lemah, ia sudah terduduk di lantai dengan Johnny yang setia di belakang lelaki itu.

Yuta berbalik menatap Taeyong setelah menyimpan pisau lipatnya. Yuta tersenyum manis, lalu berkata, "Seperti korban-korban yang lain, akan ku jadikan makanan anjing."

Mata Taeyong membulat begitu mendengar jawaban Yuta. Menghembuskan nafasnya pelan, Taeyong menatap melas pada Yuta dan berucap, "Tidak bisakah kau melakukan pemakaman yang layak pada ayahku?"

"Lalu setelah itu kau masuk penjara dan mati membusuk di dalam sana. Well, akan ku lakukan jika itu maumu," Yuta menyambar dengan cepat setelah Taeyong selesai dengan kalimatnya.

Taeyong terdiam, lalu menundukan kepalanya. Yuta tersenyum misterius, bertukar pandang dengan Johnny yang menatapnya intens dan melangkah mendekat pada tuan rumah. Menyentuh pundak Taeyong, Yuta tersenyum manis ketika Taeyong menatap ke arahnya.

"Pilihanmu hanya dua Lee Taeyong. Masuk penjara namun baru selangkah kau keluar dari rumah ini kau mati, atau ikut kami dan kau aman."

.

Flashback Off

Taeyong hanya bisa mengutuk dirinya sendiri begitu menjawab pertanyaan Yuta yang membuatnya harus berkumpul bersama orang-orang yang Taeyong tidak kenal dan sudah pasti mempunyai pekerjaan yang sama dengan lelaki manis bernama Nakamoto Yuta itu. Karena Taeyong sempat berfikir, jika ia memilih pilihan kedua, nantinya ia bisa melapor pada polisi tentang kumpulan pembunuh bayaran ini. Meskipun Taeyong tahu itu adalah hal yang sulit untuk dilakukannya.

Dan Taeyong menyesali dirinya sendiri yang sempat memuji paras menawan Yuta. Ia tak tahu, jika lelaki itu adalah seorang pembunuh bayaran sebenarnya. Tapi Taeyong merasa heran, kenapa Yuta dan kawanannya bisa berada di rumahnya tadi siang? Apa yang sebenarnya terjadi?

Taeyong mengacak rambutnya frustasi. Taeyong mengedarkan pandangannya untuk menemukan setidaknya segelas air putih. Namun nihil, tidak ada. Bahkan gelas kosong pun tak ada di nakas samping tempat tidurnya. Taeyong melihat jam tangannya yang menunjukan waktu sudah lewat dari tengah malam, Taeyong yakin jika penghuni rumah ini pasti sudah terlelap di kamar mereka masing-masing. Dengan keyakinannya itu, Taeyong mengatur nafasnya sebentar sebelum bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari kamar.

Taeyong menajamkan pendengarannya begitu telinganya mendengar suara erangan serta desahan yang berasal dari dapur. Tempat yang akan ia tuju. Meneguk ludahnya, Taeyong bersembunyi di tembok terdekat dapur dan mencoba mengintip apa yang terjadi disana.

Mata tajam Taeyong membulat kaget begitu melihat Yuta dan Johnny, yang Taeyong ketahui sebagai teman dekat Yuta, tengah bercumbu di dapur sana dengan badan Yuta yang berbaring di atas meja makan tanpa menggunakan apapun dan Johnny yang dengan santainya memainkan kejantanan Yuta lengkap dengan seringai lebarnya.

'Shit'

Taeyong mengumpat dalam hati begitu mendengar suara desahan Yuta yang terdengar begitu menggoda. Mata keduanya bertemu, dan Taeyong dapat melihat jika Yuta menyeringai ketika mata sayu lelaki manis itu menatap ke dalam mata tajamnya. Mau tak mau, Taeyong kembali mengumpat dalam hati dan mencoba menahan hasrat yang kini sudah berkumpul di kejantanannya.

Taeyong memejamkan matanya begitu Yuta dengan sengaja menatap ke arahnya namun tangan lelaki manis itu bekerja pada kejantanan Johnny yang memang berada di atasnya. Taeyong menahan dirinya agar tidak memikirkan apapun termasuk membayangkan jika yang berada di atas Yuta itu adalah dirinya, bukan Johnny.

Taeyong kembali meneguk ludahnya, karena ketika ia membuka matanya, ia menemukan Yuta yang tengah mengulum kejantanan Johnny namun matanya terus saja menatap Taeyong. Taeyong tidak kuat. Ia harus segera pergi sekarang. Harus.

Taeyong pun berbalik, melupakan rasa hausnya dan memilih untuk menuntaskan hasratnya di kamar mandi. Namun belum tiga langkah Taeyong melangkah, suara di belakangnya malah menggodanya.

"Lee Taeyong-ssi, mau bergabung?"

.

.

.

TBC