Disclaimer: seluruh tokoh bukan milik saya. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat hanya untuk senang-senang

Main pair: Fang x fem! All elemental Boboiboy

Selamat membaca...

.

[Pick Me; i only see you]

—chapter 6: GEMPA and FANG—

.

Hari ini hari senin, dan semua murid masuk lebih awal untuk mengikuti upacara.

Gempa—yang kebetulan hari ini menjadi petugas upacara pun berangkat lebih awal. Gadis itu harus bersiap-siap menjadi tim pengibar bendera. Gempa memang dikenal aktif dalam berorganisasi di sekolah. Sudahlah manis, ramah, pandai bergaul, dan juga pintar. Siapa yang tidak menyukainya? Gempa ini gadis pujaan setiap orang, lho! Ibu-ibu di kompleksnya pun ingin Gempa menjadi menantu mereka. Sudah banyak pria yang berusaha mendekatinya, tapi berakhir gagal. Alasannya? Pertama, ada Halilintar yang menjaga Gempa. Yang kedua, ada seseorang yang sudah mengisi relung-relung hatinya.

Siapa pria beruntung itu? Tentu saja si rambut landak. Fang—ketua OSIS di SMA Pulau Rintis.

Satu sekolah sudah tahu jika si kembar Boboiboy (kecuali Halilintar) menyukai—atau bisa dibilang sudah tergila-gila dengan Fang. Ya, Fang sendiri memang nampak sempurna. Dia tampan, baik, senang bercanda, pintar, dan berasal dari keluarga berada. Siapa yang tidak ingin dengannya? Hanya orang gila mungkin (oh, kalau kalian mau tahu, orang gila pun menyukai Fang). Banyak yang beranggapan jika Fang dan Gempa adalah kombinasi yang sempurna. Anak mereka pasti akan sangat hebat (jelas, lihatlah betapa sempurnanya Fang dan Gempa). Gempa yang mendengar hal itu hanya bisa tersipu malu. Hei, pacaran saja belum sudah memikirkan anak!

Hari ini, yang menjadi pemimpin upacara adalah Fang. Sebelum melakukan upacara, semua petugas berkumpul di dalam ruang OSIS—bersiap-siap sembari bersenda-gurau. Diam-diam Gempa selalu melirik ke arah Fang berada. Pria berambut raven itu tengah berlatih sendiri di pojok ruangan. Gempa melihat; pria itu tampan sekali jika tengah serius. Rahangnya yang nampak tegas begitu kentara ketika berbicara. Gempa tersipu sendiri tatkala tidak sengaja mata mereka berjumpa. Fang berjalan mendekat ke arah pasukan pengibar bendera. Gempa mendadak kikuk ketika Fang berdiri di sebelahnya.

"Semuanya. Semangat!" ucap Fang.

Semua yang ada di ruangan pun bersuara. Semangat! Semangat! Semangat! Gempa sendiri tersenyum manis melihat tingkah kawan-kawannya.

"Setelah ini, akan kutraktir makan sepulang sekolah!" ujar Fang. Gempa yang mendengarnya lantas tersenyum.

"Terima kasih, kak Fang." ucap Gempa. Fang yang melihatnya pun balas tersenyum, "Sama-sama, Gempa."

Oh, astaga. Wajah gembil Gempa sudah merah tak karuan.

.

Sekolah pun usai. Gempa segera membereskan buku-buku yang berada di atas meja.

Halilintar yang melihat gelagat Gempa pun berinisiatif menghampiri. Ditepuk pundak kiri sang adik, "Gempa. Mau pulang bareng?"

Gempa menoleh. Ah, itu kakaknya. Gadis itu hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala, "Maaf kak Hali. Hari ini tidak pulang bareng. Aku ada acara dengan kelompok upacara."

Halilintar mengerti. Tentu saja, Gempa kan anak yang aktif—tidak seperti dirinya yang introvert akut, "Oh. Kalau begitu aku duluan. Hati-hati."

Gempa mengangguk, "Iya kak. Kak Hali pulang dengan siapa?"

"Ya, dengan Ice dan Blaze. Taufan selalu keluyuran tidak jelas setelah pulang sekolah. Ah, lihat saja. Batang hidungnya pun sudah tak nampak." ucap Halilintar. Gempa yang mendengar ocehan kakaknya pun terkekeh—kakaknya yang kedua memang ajaib.

Ketika Halilintar dan Gempa tengah berbincang, Fang dari depan kelas menghampiri. Beruntung saja Ice, Blaze, serta Taufan tidak ada di dalam ruangan. Kalau saja ada... ah, tidak perlu dijelaskan lagi bagaimana ricuhnya kelas. Gempa yang menyadari kehadiran Fang pun terkejut bukan main. Lho, lho, Fang menjemputnya di kelas?!

"Kak Fang? Kenapa di sini?" tanya Gempa dengan wajah sedikit panik. Sedangkan Halilintar tak memasang ekspresi apa pun. Wajahnya datar macam pantat panci.

Fang sedikit terkejut ketika melihat Halilintar. Wajah gadis itu—selalu saja suram, "Oh, hai Halilintar."

Halilintar tak mengubris. Ia langsung menatap sang adik, "Kamu akan pergi dengan pria ini?"

Gempa hanya mengangguk lugu, "I—iya kak."

Setelah itu, Halilintar kembali menatap ke arah Fang—pria itu masih berdiri tak jauh dari mereka. Mata di balik kacamata ungu itu menatap takut-takut ke arah Halilintar. Oh, siapa yang tidak takut dengan tatapan dingin itu? Halilintar mendekat, Fang semakin dibuat merinding disko. Tak lama, kerah baju Fang ditarik oleh Halilintar—hingga membuat mata mereka bertemu pandang (dengan begitu dekat).

"Awas kau macam-macam dengannya. Aku tahu, sejak kemarin kau dekat dengan adik-adikku." ucap Halilintar dingin. Fang hanya bisa meneguk ludah kasar. Sial, bulu kuduknya sukses berdiri semua.

Kerah baju terlepas. Halilintar pergi begitu saja dari kelas—meninggalkan Gempa yang nampak kebingungan serta Fang yang masih ketakutan.

.

"Maafkan kak Hali." ucap Gempa.

Kini, mereka berdua berada di tempat makan yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Gempa menunduk—merasa sedikit canggung dengan Fang akibat insiden di kelas tadi. Fang yang melihat gelagat tak enak dari Gempa pun tersenyum lembut. Perlahan, telapak tangan besarnya mengusap lembut pucuk kepala Gempa. Tentu saja, Gempa terkejut bukan main. Astaga, baru kali ini ada pria yang menyentuh kepalanya. Mendadak tubuh Gempa menjadi tegang. Astaga, kalau sampai Halilintar tahu, matilah Fang sekarang.

Tapi, Fang mengusap kepala Gempa bukan bermaksud untuk modus-modus yang dilakukan laki-laki lain yang memang pada dasarnya ingin dekat dengan Gempa. Fang murni gemas, tidak lebih. Tapi, dari tindakannya tersebut ia tidak menyadari risikonya. Risiko yang membuat seorang gadis akan menaruh hati padanya. Dan, itu benar. Gempa memang sudah menaruh hati pada si ketua OSIS.

"Tidak apa-apa. Itu tandanya kakakmu sangat menyayangimu." ucap Fang sembari mengakhiri aksi 'elus-elusan kepala'.

Gempa hanya menunduk. Sungguh, ia malu sekali sekarang. Dan kenapa pula kelompok upacara tidak kunjung datang?! Gempa sedikit merutuk dalam hati.

"Hai, maaf kami datang terlambat." itu Ying—kakak kelas Gempa (oh, sebut saja dia adalah sepupu Fang). Ying datang dengan Yaya, Gopal, dan semua pasukan upacara, "Apa kalian sudah lama menunggu?" tanya Yaya.

"Tidak juga, kak. Kami baru datang." ucap Gempa. Gopal di sebelah hanya bersiul-siul tidak jelas, "Hei, kenapa kalian datang berdua? Apa kalian... hehe."

Gopal terlihat begitu usil menggoda Gempa dan Fang. Kalau Fang, dia biasa saja. Kalau Gempa? Tidak usah ditanya lagi—wajahnya sudah merah padam macam kepiting rebus. Gopal gemas sendiri dengan reaksi manis Gempa. Sedangkan Fang di sebelahnya hanya menatap tajam—seakan memberi isyarat; jangan goda dia, atau kita baku hantam.

"Kami mencarimu tadi, Fang. Ternyata kamu sudah di sini dengan Gempa." ucap Ying. Yaya di sebelah menyetujui, "Ya. Kalau ingin modus, bilang dong! Kami kan bisa datang lebih lambat."

Tak sadar, Gempa menyemburkan kembali teh yang sudah diminum. Sialan, ucapan Yaya sukses membuat Gempa tersedak. Fang di sebelah segera memberikan air mineral pada Gempa, "Pelan-pelan. Nanti tersedak lagi."

Ying, Yaya, serta Gopal yang melihat kemesraan 'pasangan' di depan mereka pun hanya tersenyum. Ya, mereka berdua memang begitu serasi, kan?

.

"Terima kasih." ucap Gempa.

Kini, gadis manis itu berada di atas motor ninja besar milik Fang. Lelaki itu memutuskan untuk mengantar balik Gempa ke rumahnya. Entah kenapa, akhir-akhir ini Fang selalu berhubungan dengan Boboiboy bersaudara sampai mengantar mereka pulang ke rumah. Entah itu memang sudah suratan takdir atau memang kehendak authornya yang menulis skenario. Ah, Gempa di belakang hanya bisa malu-malu. Sejujurnya ia takut—tentu saja, motor Fang terbilang sangat tinggi.

"Tidak masalah." ucap Fang di balik helm hitamnya.

Motor mulai melaju sedikit cepat. Gempa dengan refleks memeluk punggung belakang Fang. Gadis itu takut jatuh, perlahan menyandarkan kepalanya di punggung sang ketua OSIS. Setelah itu, motor melaju stabil. Gempa masih belum sadar jika ia memeluk erat Fang dari belakang. Dan ketika ia sadar,m ia langsung melepaskannya, "A—ano, maafkan kelancangan saya, kak Fang!"

Dari belakang, Gempa bisa merasakan jika Fang tengah terkekeh pelan. Punggungnya bergerak ke atas dan ke bawah, "Tidak apa-apa. Maaf jika aku terlalu kencang membawa motor."

"Ah, tidak kak! Tidak apa-apa!" Gempa refleks berkata-kata. Ia jadi merasa tidak enak hati pada Fang.

Di balik helm hitamnya, Fang sedikit menyeringai, "Oh, jadi kamu ingin aku ngebut supaya bisa memeluk pinggangku lagi?"

Dan wajah Gempa merah merona mendengarnya, "U—uh, bukan begitu!"

Fang tertawa keras. Ternyata Gempa anak yang manis dan juga polos.

Mereka berbincang di sepanjang jalan. Fang yang menggoda Gempa, serta Gempa yang malu-malu di belakang. Tak sadar jika motor besarnya sudah berhenti di depan rumah Tok Aba.

"Terima kasih kak Fang atas tumpangannya." ucap Gempa setelah turun dari motor hitam sang ketua OSIS.

Fang hanya balas tersenyum, "Sama-sama. Sebaiknya kamu cepat masuk."

Gempa menurut. Fang kembali menyalakan mesin motor—lalu menghilang dari pekarangan rumah Tok Aba. Gempa masih di depan, tangannya tergerak untuk melambai-lambai.

Tak lama kemudian, tangan kanannya pun berpindah tempat; memegangi dadanya yang berdetak begitu cepat.

"Banyak lelaki yang mendekatiku. Tapi hanya dia yang bisa membuatku berdebar seperti ini." gumam Gempa. Masih berandai-andai di depan rumah.

Kakinya melangkah masuk ke dalam rumah. Sebelum membuka pintu, kepalanya kembali menengok ke arah belakang—bibirnya kembali tersenyum.

"Aku harap, kita bisa lebih dekat, Kak Fang."

.

tbc

Cirebon, 23 September 2019 - 21:48 PM