Title : The Way Into Love

Main Cast
Lee Haechan / Donghyuck
Mark Lee

Other Cast
Na Jaemin
Lee Jeno, etc

Genre
School Life
Romance
Drama

Disclaimer : Terinspirasi dari novel yang judulnya "The Way Into Love". Tapi keseluruhan cerita ini murni pemikiran aku sendiri.

Summary : Haechan tidak pernah tahu bahwa kesalahan yang dilakukannya dua tahun lalu akan membuat Mark membenci dirinya sedalam ini. Haechan kemudian berusaha untuk menebus kesalahannya pada Mark dengan kembali ke Korea, namun hasilnya tidak seperti yang Haechan harapkan. Mark malah semakin membencinya bahkan sampai menghindarinya.

Note : Italic = Flashback

THIS IS MARK X HAECHAN FANFICTION

DO NOT LIKE DO NOT READ

.

.

.

.

HAPPY READING~~

.

.

.

.

"Serius tidak mau ke kantin?" Tanya Jaemin untuk memastikan sekali lagi.

Haechan mengangguk mantap, "Iya, tadikan aku tidak fokus saat pelajaran dan aku diberi tugas oleh Shim seonsaengnim untuk menyelesaikan latihan ini."

Jaemin menepuk pundak Haechan memberinya semangat, "Baiklah, aku ke kantin dulu ya."

Haechan melambaikan tangannya pada Jaemin kemudian kembali fokus pada soal-soal latihan dari Shim Changmin seonsaengnim yang diberikan padanya. Haechan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, jujur saja dia tidak begitu ahli dalam pelajaran science dan sekarang dia diberikan tugas untuk mengerjakan dua puluh lima soal yang berada di bukunya. Sudah satu minggu dia berada di sekolah ini dan itu artinya dia sudah dua kali pertemuan dengan Shim seonsaengnim untuk pelajaran ini, namun tetap saja dia tidak mengerti apa-apa.

"Rumusnya saja aku tidak mengerti, bagaimana mau mengerjakan soalnya?" Gumam Haechan sambil menutup buku science nya dengan kesal.

Haechan mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan memilih untuk bermain game saja. Toh, dia tidak mengerti juga mau mengerjakan apa dan dia juga malas ke kantin untuk menyusul Jaemin, jadi dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya dengan main game di kelas saja.

BRUKK

Haechan terperanjat kaget dengan tumpukkan buku yang ditumpukkan begitu saja diatas mejanya, ia mengangkat kepalanya dan menemukan Chanhee sedang berdiri dengan senyum manisnya.

"Ini apa?" Tanya Haechan bingung.

"Buku tugas Matematika teman-teman sekelas."

Haechan mengernyit, ia masih tidak mengerti, "Lalu?"

"Park seonsaengnim meminta kita untuk memeriksanya." Jelas Chanhee sambil memutar kursinya sehingga berhadapan dengan Haechan.

"Kita?" Haechan menunjuk dirinya serta Chanhee bergantian, "Kita?" Ulangnya sekali lagi.

Chanhee mengangguk santai, "Mungkin kau belum tahu tetapi nilai Matematika ku adalah yang tertinggi di kelas ini."

"Tapi nilai Matematika ku tidak bagus kok." Kilah Haechan secepat kilat, "Serius."

Chanhee memutar bola matanya, ia mengabaikan Haechan dan malah membagi buku itu menjadi dua tumpuk, kemudian memberikan satu tumpuknya kepada Haechan.

Haechan menatap tumpukan buku itu malas, kalau boleh jujur.. Memang sih nilai Matematikanya itu bagus, bahkan dia pernah mengikuti beberapa kali olimpiade Matematika saat di London dulu. Tapi kalau sudah disuruh memeriksa pekerjaan teman seperti ini rasanya dia malas sekali. Bukan malas karena latihannya banyak, tetapi ia jamin rumus yang dituliskan teman-temannya itu pasti berantakkan dan tidak nyambung. Kan dia malas kalau memeriksa seperti itu.

Namun pada akhirnya, Haechan tetap memeriksa buku-buku milik temannya satu persatu. Haechan mengangguk-nganggukkan kepalanya, ternyata anak-anak kelas mereka tidak seburuk yang dia kira. Walaupun ada beberapa anak yang rumusnya mengarang semua sih, tetapi rata-rata anak kelas ini mengerjakannya dengan baik.

"Woah.. Daebak!" Seru Chanhee membuat Haechan menatapnya, Chanhee menunjukkan buku yang sedang ditangannya, "Na Jaemin, dia dapat seratus!"

Mata Haechan membulat tidak percaya, "AH JINJJA?!" Pekiknya, dia mengambil buku milik Jaemin dan memeriksanya sendiri dengan matanya. Senyum Haechan mengembang lebar ketika mendapati pekerjaan Jaemin yang jawabannya benar semua.

"Ini semua berkatmu." Ujar Chanhee.

"Tidak." Haechan menggeleng, "Ini semua usaha Jaemin sendiri, dia mengerjakan soal-soal ini hanya dengan buku catatanku."

"Benarkah?"

"Ya." Haechan mengangkat kepalanya untuk menatap Chanhee dengan senyum yang masih terpatri di wajahnya, "Jaemin pasti senang mengetahuinya."

Chanhee mengangguk setuju, "Tentu saja."


The Way Into Love


"Murk Lee!" Sapa Jaemin, "Boleh aku duduk disini?" Tanya Jaemin dengan senyum lebar ketika Mark menatapnya.

Mark menggeleng, "Tidak."

Jaemin mengerucutkan bibirnya, "Kenapa? Meja mu kan masih lega dan kau duduk disini sendirian, yah! Memang wakil ketua OSIS bisa ya bersikap kejam seperti ini?"

"Cari tempat lain saja." Gumam Mark sambil melanjutkan acara makan siangnya.

"Tidak mau!" Jaemin masih mempertahankan pendiriannya, dengan santai dia menaruh nampan makan siangnya disamping Mark dan duduk disampingnya.

Mark menghela napas kemudian berdiri dari tempat duduknya sambil membawa nampan makan siangnya, baru saja ia hendak pindah ke meja lain sebelum suara Jaemin berhasil menahan langkah kakinya.

"Aku tidak bersama Haechan, dia berada di kelas." Ia menarik lengan Mark untuk kembali duduk di kursinya, "Kalau memang Haechan adalah alasanmu aku tidak boleh duduk disini, kau bisa tenang karena dia tidak akan datang."

"Hal ini tidak ada urusannya dengan anak itu." Sahut Mark.

"Terserah kau mau bilang apa, tapi aku tahu pasti ada masalah diantara kalian berdua."

Mark menatap Jaemin tidak suka, "Mungkin kau sudah tahu tapi aku akan mengatakannya sekali lagi kepadamu.. Aku tidak suka orang lain mencampuri kehidupanku."

"Aku juga tidak berminat." Jaemin tersenyum, "Maka dari itu segeralah kau selesaikan masalahmu dengan Haechan sebelum aku mulai berminat mencampuri kehidupanmu." Ucapnya dengan nada sangat tidak bersahabat.

Mark mendengus, dia bersedekap sambil menatap nampan makanan yang berada di hadapannya. Dia sudah tidak memiliki nafsu makan lagi karena kedatangan Jaemin. Mark bukannya tidak suka dengan kedatangan dan kata-kata Jaemin barusan, tetapi dia tidak suka karena Jaemin mengetahui bahwa dirinya dan Haechan memiliki masa lalu yang benar-benar tidak ingin Mark ingat lagi.

"Mark."

Mark dan Jaemin menolehkan kepalanya kearah suara yang memanggilnya dan menemukan Dokyeom sudah berada di belakang mereka, "Kenapa?" Tanya Mark.

"Dipanggil Park seonsaengnim di ruang kesiswaan."

"Sekarang?"

Dokyeom mengangguk, "Iya."

"Baiklah." Mark berdiri dari kursinya namun langkahnya lagi-lagi terhenti karena kalimat terakhir yang keluar dari mulut Dokyeom.

"Kata Park seonsaengnim, kau harus mengajak Donghyuck juga."

Mark memejamkan matanya, kenapa dari sekian banyaknya murid yang ada di sekolah ini dia harus menemui Park seonsaengnim bersama dengan Haechan?

"Baiklah."

Jaemin yang melihat punggung wakil ketua OSIS itu mulai menjauh pun menepuk perut Dokyeom, "Yah! Duduklah, temani aku makan siang."


The Way Into Love


"Selesai!" Seru Haechan gembira kemudian melakukan high five dengan Chanhee. Mereka berdua baru saja selesai memeriksa pekerjaan seluruh teman-teman sekelasnya, "Chanhee-ya."

"Hm?"

"Kupikir kita bisa berteman dengan baik." Ujar Haechan disertai kekehan lucu.

Chanhee mengangguk antusias, "Iya kan? Aku juga merasakan bahwa kita bisa menjadi teman baik." Chanhee mengulurkan tangannya, "Kita berteman mulai sekarang."

Haechan tanpa ragu menyambut uluran tangan Chanhee, "Teman." Ulangnya kemudian mereka tertawa bersama.

Chanhee melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, "Apa kau mau makan? Masih ada waktu untuk -Oh, Mark!"

Mark? Apa Mark ada disini? Batin Haechan.

Haechan pun menolehkan kepalanya ke belakang dan Mark ternyata memang sudah berada di belakangnya, tiba-tiba ia merasa gugup karena tatapan mata tajam Mark tadi sempat bertemu dengan matanya.

"Aku disuruh bertemu Park seonsaengnim bersama teman barumu ini." Ucap Mark pada Chanhee.

Chanhee tersenyum ramah, "Kalian bisa pergi kalau begitu."

"Tapi kan-"

"Kau tidak mau ikut?" Sela Mark.

Haechan buru-buru menggeleng, "Bukan begitu maksudku.. Baiklah, Chanhee-ya aku pergi ya."

"Tentu."

Haechan lalu berjalan mengikuti Mark dari belakang menuju ke ruang kesiswaan, selama perjalanan mereka tidak berbicara apapun. Bagaimana mau berbicara kalau Mark bahkan sama sekali tidak menoleh kearahnya. Haechan hanya menghela napasnya, dia tidak mau terus seperti ini dengan Mark, tapi mau bagaimana lagi bukan?

Merekapun akhirnya tiba didepan ruang kesiswaan, Mark mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum mendorongnya ke dalam, "Ssaem memanggil?"

Chanyeol yang sudah menunggu kedatangan mereka berdua pun mempersilakan Mark serta Haechan duduk dihadapannya, "Tentang sekolah yang akan kita undang nanti, apa kalian sudah menentukannya sekolah mana saja yang akan diundang?"

"Sudah, bukankah proposalnya sudah kuberikan?" Tanya Mark karena memang seingatnya dia sudah menyerahkan proposal itu pada Chanyeol selaku pembina OSIS.

"Disini tertulis, Kyunggi High School dan Sungjin High School. Untuk Kyunggi aku tidak ada masalah, tapi untuk yang Sungjin High School.. apa kau melakukan kesalahan dalam mengetik nama sekolahnya?"

Mark mengernyit, "Aku tidak melakukan kesalahan. Aku dan Lucas sejak awal memang ingin mengundang Sungjin High School."

"Nah kalau begitu aku tidak bisa memberikan tanda tanganku disini."

"Kenapa?" Tanya Mark dengan nada sedikit terkejut, biasanya pembina OSIS mereka ini selalu dengan mudahnya memberikan ijin tetapi kenapa sekarang malah tidak diijinkan?

Haechan pun sebenarnya sama terkejutnya dengan Chanyeol. Tentu saja dia tahu bahwa Sungjin High School itu merupakan salah satu dari tiga sekolah terburuk yang ada di Seoul, kenapa Mark malah ingin mengundangnya? Bukankah sebaiknya mereka mengundang Hanlim saja?

"Mark, apa kau tidak tahu betapa buruknya reputasi Sungjin High School?"

Mark memutar bola matanya, "Ssaem, kita itu mau mengadakan olimpiade olahraga bukannya mengadakan olimpiade tentang reputasi sekolah apa yang terbaik.. Apa masalahnya kita mengundang Sungjin? Aku pikir anak sekolah Sungjin tidak seburuk itu."

"Tetap saja, aku tidak akan memberikanmu tanda tangan jika kau masih tetap mengundang Sungjin."

"Seonsaengnim!" Mark benar-benar tidak mengerti dimana letak kesalahannya, hanya karena reputasi yang buruk, SOPA tidak bisa mengundang Sungjin? Yang benar saja!

"Kau harus memikirkannya lagi." Putus Chanyeol.

"Aku sudah memikirkannya!" Sahut Mark.

"Berapa kali?"

"Terlalu sering aku memikirkannya sampai aku tidak tahu lagi."

Chanyeol mengembalikan proposalnya pada Mark, "Pikirkan lagi."

Mark mengembalikan proposal itu pada gurunya, "Tidak mau."

Chanyeol menghela napasnya, "Kau mau acara ini gagal?"

"Ssem, tolong jangan persulit masalah ini.. Jika aku tidak bisa mendapatkan tanda tangan seonsaengnim bagaimana aku bisa mendapatkan tanda tangan kepala sekolah?" Pinta Mark.

"Tetap tidak bisa Mark, kalau kau mau, kau bisa mencoba meminta tanda tangan kepala sekolah terlebih dahulu. Jika kepala sekolah memang setuju, aku juga akan memberikan ijin." Chanyeol mengembalikan proposal Mark sekali lagi dan kali ini Mark tidak menolaknya.

"Baiklah." Mark mengambil proposal itu kemudian keluar dari ruang kesiswaan begitu saja tanpa memberikan salam apapun.

Haechan pun segera mengikuti Mark namun sebelumnya ia tetap menundukkan kepalanya kepada Chanyeol. Pria berkulit tan itu mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Mark, lalu ia menemukan Mark yang ternyata duduk di tangga menuju lantai dua.

Keadaan selasar memang sudah sepi karena jam istirahat sudah selesai, jadi Haechan memutuskan untuk menghampiri Mark dan duduk disampingnya.

"Kalau kau kesini untuk mendukung Park seonsaengnim lebih baik kau mengundurkan diri dari jabatanmu, aku tidak butuh wakil yang tidak satu pemikiran denganku." Ujar Mark saat Haechan duduk disampingnya.

Haechan tersenyum kecil karena nada datar yang biasa Mark keluarkan ketika berbicara dengannya kali ini tidak terdengar, "Aku akan mendukungmu jika kau memberi tahu alasan kenapa kau mau mengundang Sungjin High School."

"Apa salahnya mengundang Sungjin? Mereka memang salah satu sekolah terburuk di Seoul, lalu kenapa? Tidak semua murid di sekolah itu buruk, banyak yang memiliki kemampuan." Mark berdiri dari duduknya, "Aku mau menemui kepala sekolah."

Haechan buru-buru menahan lengan Mark, "Tunggu sebentar!" Serunya, sedetik kemudian ia menyadari pandangan Mark mengarah pada tangannya yang menahan lengan kirinya, "Maaf." Lirih Haechan sambil buru-buru menjauhkan tangannya.

"Hm.. Bukankah jika kau pergi menemui kepala sekolah hasilnya akan sama saja?" Tanya Haechan takut-takut.

Mark menaikkan sebelah alisnya, "Kau meremehkanku?"

"Ti-Tidak! Maksudku, bukankah lebih baik kita mengikuti saran Park seonsaengnim untuk berpikir terlebih dahulu?"

"Sampai kapanpun aku tidak akan mengubah proposal ini asal kau tahu!"

"Aku mengerti." Haechan mengambil proposal itu dari tangan Mark perlahan-lahan, "Karena itu, biarkan aku yang mencoba nya kali ini."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Membujuk Park seonsaengnim mungkin?"

Mark mengerang, "Tidak akan berhasil kalau pada dia!"

"Kita tidak akan tahu hasilnya jika kita belum mencoba, percayakan masalah ini kepadaku."

Dan Mark entah kenapa mau saja percaya akan ucapan Haechan, karena memang dari dulu sampai sekarang jauh didalam lubuk hatinya yang terdalam, dia selalu mempercayai setiap kata yang keluar dari mulut Haechan.


The Way Into Love


"Chanhee-ya, apa kau tahu kemana Haechan?" Tanya Jaemin karena sejak jam istirahat berakhir ia belum bertemu dengan Haechan sedangkan sekarang mereka sudah berada di lapangan untuk melakukan pelajaran olahraga.

Chanhee mengangkat bahunya, "Tadi dia pergi bersama Mark tapi belum kembali sampai sekarang."

"Baiklah, terima kasih ya." Jaemin berjalan menjauhi Chanhee yang sedang berkumpul bersama teman-temannya sambil bersedekap. Sebenarnya mereka berdua itu membicarakan apa saja sih dengan Park seonsaengnim sampai selama ini? Jaemin kan jadi khawatir pada sahabatnya itu.

Namun Jaemin terperanjat ketika merasakan sebuah lengan melingkar di bahunya, "Aish! Lee Jeno!" Makinya kemudian menepis lengan Jeno dari bahunya, "Tidak tahu ya aku itu kaget?"

"Kan memang sengaja mengagetkanmu." Balas Jeno cuek, "Kenapa sih kau akhir-akhir ini terlihat banyak pikiran?"

Jaemin mengacak rambutnya frustasi, "Aku juga tidak mengerti dengan diriku sekarang."

"Kau pasti mengkhawatirkan Mark serta Donghyuck." Tebak Jeno, "Bukankah sudah kubilang untuk jangan terlalu memikirkan masalah mereka berdua?"

"Memang." Jaemin menghela napasnya, "Tapi bagaimana ya? Rasanya aku tidak bisa diam saja."

"Sekarang kutanya, memang kau bisa melakukan apa selain diam? Bukankah Donghyuck juga masih belum mau cerita kepadamu? Sudahlah Nana jangan terlalu sibuk memikirkan hal itu.." Nasehat Jeno.

Jaemin akhirnya mengangguk setuju, "Iya, iya.. Kau tidak ikut main sepak bola?" Tanya Jaemin.

Jeno menggeleng, "Kakiku kan cedera sejak minggu lalu, jadi aku tidak bisa main."

Jaemin menepuk dahinya, benar juga.. Minggu lalu kan saat jam olahraga kaki Jeno terkilir makanya hari ini dia tidak bisa bermain, "Kau sudah baikkan?"

"Sudah." Jeno mengacak rambut Jaemin, "Khawatir padaku ya?" Godanya.

Jaemin mendengus keras kemudian memukul kepala Jeno, "Khawatir? Dalam mimpimu saja!"

Jeno meringis merasakan sakit dikepalanya, kemudian ia ditinggalkan oleh Jaemin begitu saja. Kedua mata tajam Jeno memperhatikan Jaemin yang langsung berlari menghampiri Haechan ketika melihat sahabatnya itu sudah tiba dilapangan bersama Mark, lengkap dengan seragam olahraga sekolah mereka.

"Lama sekali sih!" Jaemin langsung menyuarakan pemikirannya saat Haechan sudah berhasil dirangkulnya, kemudian mereka berjalan beriringan menuju lapangan, tempat para siswa pria bermain sepak bola.

Haechan terkekeh, "Merindukanku ya?"

"Tidak sih.." Jaemin mengeratkan rangkulannya pada leher Haechan, "Aku khawatir saja kau mendapatkan masalah."

Haechan meringis pelan, "Benar sih aku mendapatkan masalah."

"Masalah apa lagi?"

"Nanti kuceritakan, sekarang kita main bola saja."

Jaemin mengangguk setuju kemudian memanggil Samuel untuk meminta ijin ikut bermain. Ketika Jaemin dan Haechan memilih untuk bermain sepak bola bersama para siswa lainnya, Mark serta Jeno lebih memilih untuk duduk di pinggir lapangan sambil melihat permainan sepak bola teman-teman mereka.

"Park seonsaengnim tidak memberikanku ijin." Gumam Mark membuka pembicaraan bersama Jeno.

Sang Ketua OSIS mendesah, "Aku akan berusaha untuk membantumu.." Ia melirik Mark, "Tetapi, apa yang akan kau lakukan?"

"Entahlah, orang itu memintaku untuk percaya padanya." Jawab Mark.

Jeno mengernyit, "Orang itu? Lee Donghyuck maksudmu?" Tanya Jeno dijawab anggukan singkat dari Mark.

"Dan kau memutuskan untuk mempercayainya?" Mark lagi-lagi mengangguk menjawab pertanyaan Jeno.

"Otakmu memerintahkanmu untuk membenci Donghyuck, tapi perintah dari hatimu berbeda bukan? Hatimu mengatakan untuk tetap percaya pada Donghyuck." Jeno mengangkat bahunya ketika ia mendapatkan tatapan tajam dari Mark, "Semua orang disekitarmu pasti menyadari bahwa sikapmu pada Donghyuck berbeda."

"Aku ti-"

"Kau tidak usah mengelak Mark." Sela Jeno, "Memang kita baru kenal selama dua tahun, tapi aku rasa aku cukup memahami dirimu dan aku tahu perubahan yang terjadi pada dirimu setelah Donghyuck datang." Jeno benar-benar mengucapkannya secara terang-terangan pada Mark karena sungguh, dia juga ingin Mark tahu bahwa dirinya itu peduli pada Mark, "Aku sudah menganggapmu sahabatku sejak kita dikelas sepuluh Mark. Jaemin juga sama, kita menganggapmu sahabat dan kita peduli padamu.. Tapi kau tidak pernah terbuka pada kami." Jelas Jeno dengan nada kekecewaan.

"Aku bukannya tidak mau terbuka pada mu Lee Jeno." Mark menghembuskan napas panjang, "Bagaimanapun juga, kau adalah sahabatku.. Sekalipun aku terlihat jarang memperhatikanmu tetapi sesungguhnya aku peduli padamu. Aku minta maaf jika kau tidak nyaman dengan semua sikapku selama ini."

"Aku mengerti." Jeno menepuk pundak Mark, "Sudahlah, tidak usah dipikirkan lagi.. Sekarang fokus saja pada acara ulang tahun sekolah, aku dan anggota OSIS lain pasti akan selalu berusaha membantu."

Mark mengangguk dan memberikan senyum tulus pada Jeno, "Terima kasih Jeno-ya."


The Way Into Love


Haechan menaruh nampan yang berisi dua hotdog berukuran sedang serta dua cup cola diatas meja makan, kemudian ia menarik kursi untuk duduk berhadapan dengan Jaemin yang kini sibuk dengan ponselnya. Haechan mengerucutkan bibirnya, dia malas kalau Jaemin mulai sibuk dengan dunianya sendiri, padahal sekarang kan dia butuh seseorang untuk memberinya saran.

"Kalau kau masih mau bermain game tidak penting itu, lebih baik aku pulang saja." Ucap Haechan ketus.

Jaemin melirik Haechan sekilas sebelum kembali menatap layar ponselnya, "Kau kenapa sih? Biasa juga tidak protes."

"Pokoknya kalau kau masih sibuk dengan ponselmu, aku tidak akan mau bicara."

Jaemin akhirnya mengalah, ia menaruh ponselnya di meja dan memfokuskan dirinya kepada Haechan, "Kenapa?"

Sedetik kemudian Haechan menunjukkan raut wajah sedih, "Aku dalam masalah."

"Masalah apalagi?" Jaemin menghela napasnya, "Kau bahkan murid baru di sekolah, tapi masalahmu sudah lebih banyak dibanding aku yang sudah dua tahun di sekolah itu."

"Ah Jaemin-ah bagaimana ini?" Tanya Haechan frustasi, "Aku tadi dengan percaya dirinya meminta Mark untuk menyerahkan masalah proposal padaku!"

"Proposal apa sih? Coba, kau jelaskan masalahmu dari awal kau bertemu Park seonsaengnim sampai akhir. Aku tidak akan mengerti kalau kau bicara setengah-setengah seperti ini."

Haechan menghela napasnya panjang, "Jadi begini, tadi Park seonsaengnim menolak proposal yang Mark untuk acara ulang tahun sekolah kita dengan alasan tidak setuju jika sekolah kita mengundang Sungjin High School. Lalu Mark keluar begitu saja dari ruang kesiswaan, dan aku segera menyusulnya.."

Jaemin mengangguk-ngangguk sambil meminum colanya, "Lalu?"

"Mark bilang dia mau menemui kepala sekolah saja agar bisa langsung mendapatkan tanda tangannya." Haechan mengacak rambutnya frustasi, "Lalu aku dengan bodohnya mengatakan agar dia mempercayakan proposal itu padaku. Jaemin-ah apa yang harus kulakukan? Kalau sampai aku tidak bisa membuat proposal itu berhasil disetujui besok, aku bisa mati di tangan Mark."

"Makanya, kalau kau memang belum punya rencana apa-apa di otakmu itu jangan asal bicara! Dasar bodoh!" Maki Jaemin dengan ketus membuat Haechan semakin cemberut.

"Aku tidak minta dikatai bodoh olehmu! Aku minta saran darimu!"

"Saran apalagi? Sebaiknya kita segera pulang agar kau bisa mengerjakan proposal itu."

Haechan menggeleng, "Aku tidak punya ide.. Apa yang harus kulakukan?"

"Apa ya.." Jaemin bergumam, berusaha memutar otaknya yang jarang terpakai untuk membantu Haechan keluar dari masalahnya saat ini, "Tunggu.. Park seonsaengnim bilang kalau dia tidak mau mengundang Sungjin karena reputasi sekolah itu buruk kan?" Tanya Jaemin membuat Haechan menggangguk cepat, "Kalau begitu, begini saja.."

"Begini bagaimana?"

"Kau harus mencari kelebihan sekolah Sungjin dibandingkan sekolah yang lain, karna menurutku seburuk apapun sekolah itu pasti dia memiliki setidaknya beberapa prestasi yang bisa dibanggakan, kalau tidak ada prestasi sekolah itu tidak mungkin punya murid kan?" Jelas Jaemin panjang lebar.

Haechan memekik tertahan, terlalu kagum akan ide jenius yang berasal dari otak jarang terpakai milik Jaemin. Kadang Jaemin itu memang ada gunanya juga. Dia memang jarang berpikir, tapi sekalinya berpikir, ide yang keluar dari otaknya juga ide yang bisa dibilang sangat bagus. Jaemin memutar bola matanya malas melihat reaksi Haechan yang menurutnya berlebihan itu.

"Puas?" Tanya Jaemin.

Haechan tersenyum sangat amat lebar, "Puas. Terima kasih Na Jaemin! Kau yang terbaik!" Puji Haechan sembari mengacungkan kedua ibu jarinya pada Jaemin membuat anak lelaki itu menepuk dadanya dengan bangga.


TBC


Hai...

Masih ada yg inget ga sm cerita ini? Udh lupa kali ya karna aku sendiri yg nulis aja udh ampir lupa .ggg

Maaf ya update nya lama + pendek banget, kyknya aku lgi kena writerblock deh jdi gini :" tp aku usahain chapter depan bisa 3k words lebih kyk chapter" sebelumnyaaa!

Ya semoga review nya bisa byk ya jdi aku nya jg semangat lanjutinnya hehehe.. Semoga jg tugas aku kedepannya ga banyak" amat jdi update nya bisa cepet

Oh iya, aku mau bilang kalau Haechan di We Young ganteng yah wkwkwk malah moment Markhyuck byk lgi kan jdi tambah seneng deh.. tp sedihnya ya itu, ini comeback terakhir Mark ya sebelum dia bener" graduate dr dreamies :( why dreamies ga fixed unit kek 127 :(

Yasudah.. aku cm mau ngomong gitu aja hehe, makasi buat yg udh review, fav, dan follow! Review kalian lah yg bikin aku semangat lanjutin ff ini jdi jgn lupa review ya :))

Annyeong~

Special Thanks To

markchan97, BooSeungkwan, Minge-ni, SMark, Guest, Dindch22, aiumax, lovebe, Wiji, jungXlee, Park RinHyun-Uchiha, Markeuhyucklee, WllyHchn21, xoo'94, jeffreyyahaeng, bomceri, liliput