Title : The Way Into Love

Main Cast
Lee Haechan / Donghyuck
Mark Lee

Other Cast
Na Jaemin
Lee Jeno, etc

Genre
School Life
Romance
Drama

Disclaimer : Terinspirasi dari novel yang judulnya "The Way Into Love". Tapi keseluruhan cerita ini murni pemikiran aku sendiri.

Summary : Haechan tidak pernah tahu bahwa kesalahan yang dilakukannya dua tahun lalu akan membuat Mark membenci dirinya sedalam ini. Haechan kemudian berusaha untuk menebus kesalahannya pada Mark dengan kembali ke Korea, namun hasilnya tidak seperti yang Haechan harapkan. Mark malah semakin membencinya bahkan sampai menghindarinya.

THIS IS MARK X HAECHAN FANFICTION

DO NOT LIKE DO NOT READ

.

.

.

.

HAPPY READING~~

.

.

.

.

Sebuah mobil putih berhenti tepat didepan sebuah gedung sekolah yang cukup besar. Tentu saja gedungnya besar dan terlihat mewah, karena memang sekolah ini merupakan salah satu sekolah menengah atas seni terbaik di Korea Selatan. Kenapa disebut salah satu yang terbaik? Karena sekolah ini memiliki banyak alumni idol-idol yang sekarang sangat terkenal, sebut saja Kai EXO juga Sehun EXO yang bersekolah disini dulu, ya.. nama sekolah itu Seoul of Performance Art atau yang lebih dikenal dengan singkatan SOPA.

Seorang pria bertubuh kecil keluar dari sisi pengemudi, diikuti oleh seorang pria dengan seragam kuning khas milik SOPA. Pria bertubuh kecil itu menatap sang adik tidak yakin, "Donghyuck-ah, apa kau yakin?" Tanya nya khawatir.

Lee Donghyuck, atau yang lebih sering dipanggil Haechan oleh teman-temannya mengangguk penuh keyakinan, "Aku yakin Baekhyun hyung." Haechan mengulum senyumnya, "Mimpi itu mulai lebih sering menghampiri diriku setiap malam. Aku pikir ini yang harus kulakukan agar mimpi itu bisa segera berhenti."

"Aku bisa mengantar mu ke psikolog kalau kau bermasalah dengan mimpi itu Donghyuck-ah.." Tawar Baekhyun. Sungguh, didalam hati kecilnya, dia tidak rela adiknya harus sekolah di SOPA. Bukan karena sekolah ini tidak bagus, tentu saja Baekhyun tahu kalau ini salah satu sekolah seni yang terbaik.. Hanya saja.. Alasan Haechan pindah kesini yang membuatnya ragu untuk membiarkan adiknya itu pergi.

"Tidak." Tolak Haechan halus, "Aku akan mengatasi masalah ini sendiri, karena aku yakin.. sekalipun hyung membawaku ke psikolog terbaik yang ada di dunia pun, mimpi itu tidak akan berhenti sampai aku sendiri yang menuntaskannya."

Baekhyun menghela napasnya, dia mengangguk mengerti mencoba membiarkan adik kesayangannya ini menyelesaikan semua nya sendiri, "Tapi kau harus ingat perjanjian kita. Sebelum akhir tahun nanti kau harus sudah kembali ke London." Ujar Baekhyun.

Haechan menunjukkan ibu jarinya pada Baekhyun, "Aku tidak akan lupa hyung."

Baekhyun merentangkan tangannya untuk memeluk Haechan, "Jaga dirimu baik-baik ya?"

"Iya."

"Maaf aku harus segera kembali ke London karena perusahaan kita membutuhkan aku disana." Sesal Baekhyun.

"Arraseo.." Haechan membalikkan tubuh kakaknya kemudian mendorongnya kembali ke arah mobil mereka, "Pergilah, pesawatmu kan nanti siang, kau harus segera membereskan barang-barangmu juga."

Baekhyun menghembuskan napas dengan tidak rela, meninggalkan Haechan sendirian di Korea itu membuatnya sedikit khawatir. Memang sebelum mereka pindah ke London mereka tinggal di Korea sejak kecil, Haechan juga sudah cukup mandiri, namun yang mengganjal hatinya itu adalah permasalahan yang akan dihadapi oleh Haechan selama disini. Ketika Haechan bercerita tentang rencananya kembali ke Korea, Baekhyun tentu saja menolak dengan tegas karena dia tahu mungkin Haechan akan mengalami kesedihan yang lebih dalam di Korea, tetapi dia bisa berkata apalagi kalau kedua orang tuanya ternyata sudah memberikan Haechan ijin.

"Hati-hati hyung." Haechan melambaikan tangannya pada Baekhyun sebelum mobil putih yang mengantarnya tadi mulai berjalan menjauhinya.

Haechan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Dia mengangkat kepalanya menatap gedung sekolah yang besar itu, dia mengepalkan tangannya, mencoba memberi semangat pada dirinya sendiri.

Aku harus melakukannya. Batin Haechan.

Dengan langkah pasti, Haechan memasuki area sekolah yang cukup ramai karena jam pelajaran pagi memang masih akan dimulai sekitar duapuluh menit lagi. Haechan berjalan disepanjang lorong lantai dua untuk mencari ruang guru, karena menurut informasi yang ia dapat hasil bertanya pada salah satu murid yang lewat katanya ruang guru berada di lantai dua. Haechan tersenyum lebar begitu melihat papan bertulisan 'Ruang Guru' tepat berada didepannya, dengan segera ia sedikit merapikan blazer serta dasinya sebelum melangkah masuk dan mencari guru yang bernama Kim Joonmyeon.

"Oh! Apa kau Lee Donghyuck?" Seorang guru yang baru saja lewat seperti ingin masuk ke ruang guru bertanya.

Haechan mengangguk sopan, "Ne.. Uhm.. Apa.. Kim Joonmyeon songsaenim ada di dalam?"

Guru itu segera mengulurkan tangannya, "Aku Kim Joonmyeon."

"Ah! Maafkan aku.." Haechan segera membungkukkan tubuhnya sopan sembari menjabat uluran tangan dari gurunya.

Joonmyeon tersenyum ramah, "Masuklah, siapkan berkasmu karena aku perlu melihatnya."

Haechan mengikuti Joonmyeon dari belakang menuju meja guru tersebut, setelah Joonmyeon duduk di kursinya Haechan segera menyerahkan berkas-berkas kepindahannya yang sudah dia siapkan dari jauh-jauh hari. Joonmyeon menerima berkas Haechan kemudian membacanya secara singkat sebelum menaruhnya di atas meja.

"Kau adik Baekhyun kan?" Tanya Joonmyeon.

Haechan mengangguk, "Iya, aku adiknya."

"Arraseo." Joonmyeon membuka laci meja kerjanya dan menyerahkan sebuah ID Student kepada Haechan, "Kartu pelajarmu. Kau memilih kelas Vocal bukan?"

"Terima kasih, iya aku memilih vokal."

"Kalau begitu ikuti aku."

Joonmyeon melangkah keluar dari ruang guru diikuti oleh Haechan dibelakangnya, mereka menaiki lantai tiga, berbelok ke arah kanan, dan melanjutkan kearah sebuah kelas yang terletak di urutan kedua dari pojok lorong tersebut. Joonmyeon masuk lebih dahulu kedalam kelas, sedangkan Haechan berdiri di luar kelas dengan perasaan gugup. Tentu ini bukan pertama kalinya dia pindah sekolah, waktu pertama kali pindah ke London juga dia masuk ke sekolah baru yang lingkungannya amat jauh berbeda seperti sekolah di Korea pada umumnya. Tetapi tetap saja Haechan merasakan gugup didalam hatinya karena sudah dua tahun sejak dia pindah.

"Kau boleh masuk!" Joonmyeon berseru dari dalam kelas membuat Haechan tersadar dari lamunannya. Dia menghembuskan napasnya sebelum masuk ke dalam ruang kelas 2-2.

Haechan menatap seluruh murid didalam kelas, kemudian membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi salam, "Annyeonghaseyo, aku Lee Donghyuck. Kalian bisa memanggilku Haechan karena teman-temanku biasa memanggil begitu, mohon kerja samanya." Perkenalan Haechan diakhiri oleh tepukan riuh dari seluruh murid yang berada di dalam kelas, tetapi ada seorang murid yang hanya diam di kursi paling belakang sebelah kiri, bahkan murid itu hanya menatap Haechan dengan tatapan datar.

Joonmyeon memukulkan tangannya keatas meja menyuruh semua murid diam, kemudian menyuruh Haechan untuk duduk di salah satu kursi kosong yang berada di baris kedua dari belakang didekat jendela.

"Kalau begitu, pertemuan pagi selesai. Siapkan buku kalian untuk pelajaran pertama." Ucap Joonmyeon sebelum keluar dari kelas.

Haechan menaruh tasnya disamping meja, lalu mengeluarkan buku Matematika dari dalam tas miliknya. Tadinya dia ingin membuka buku itu untuk melihat materi yang akan dia pelajari sebelum ada seseorang yang menepuk bahunya dari belakang.

"Aku Na Jaemin." Ucap murid bernama Na Jaemin tersebut.

Haechan memberikan Jaemin tersenyum ramah, "Haechan."

"Aku dengar kau pindahan dari London, apa itu benar?" Tanya Jaemin membuat murid yang berada disekitarnya jadi memperhatikan mereka.

Haechan melirik beberapa anak yang menunggu jawaban darinya, juga seorang murid yang hanya duduk diam di pojok sana, "Ya. Aku dari London."

"WOAH! Yah! Zhong Chenle! Ada yang lebih kaya darimu ternyata!" Seru Jaemin heboh. Murid yang dipanggil Zhong Chenle itupun hanya menatapnya malas sudah biasa dengan kelakukan heboh Jaemin.

"Kenapa pindah kemari? Bukankah di London juga pendidikannya bagus?" Tanya Chanhee penasaran.

"Yah.. kenapa bertanya masalah seperti itu?" Tegur murid bernametag Lee Jeno

"Tidak apa-apa." Ujar Haechan, "Aku pindah kesini karena ada yang harus kuselesaikan." Jawabnya.

Jaemin menepuk pundaknya bersemangat, "Kau mau kita mengadakan pesta penyambutan untukmu?"

"Apa tradisinya memang begitu?" Tanya Haechan ragu-ragu.

"Tidak sih.." Jaemin terkekeh, "Tapi kalau kau mau tentu kami tidak keberatan, iya kan Ketua kelas Lee?"

Haechan mengikuti arah pandang Jaemin untuk mengetahui siapa yang anak itu panggil 'Ketua kelas Lee', dia sedikit tertegun saat melihat murid yang duduk di ujung sana malah menatapnya tajam seakan sangat tidak suka dengan kehadilannya.

"Mark! Apa itu tatapan yang kau berikan untuk teman baru kita?" Protes Jaemin tidak suka.

Mark -murid yang duduk di pojok itu, membuang wajahnya kearah lain, "Aku tidak akan mengeluarkan dana kelas sepeserpun untuk penyambutan murid baru itu." Sahut Mark.

"Kau kenapa sih?" Sungut Jaemin sebal. Tidak biasanya Mark bersikap seperti itu.

Jeno menahan lengan Jaemin yang sudah akan berdiri dari kursinya untuk mendatangi meja Mark, "Sudahlah, mungkin dia sedang pusing dengan turnamen basket yang akan diadakan sebentar lagi." Ujar Jeno menenangkan.

"Turnamen basket?" Gumam Haechan pelan, namun suaranya itu masih dapat didengar oleh murid yang duduk didepannya, Kang Chanhee.

"Iya. Turnamen persahabatan yang diadakan untuk merayakan hari ulang tahun sekolah. Mark itu ketua tim basket sekaligus ketua panitia untuk acara tersebut, hebat bukan?"

Haechan mengernyit, "Ketua panitia?"

"Mark itu wakil ketua OSIS di sekolah kita. Ketuanya adalah Lee Jeno." Jelas Chanhee.

Haechan membulatkan matanya kaget, "Wakil ketua OSIS?"

Chanhee tertawa melihat raut kekagetan dari wajah Haechan, "Benar. Banyak yang iri dengan Mark karena dia selalu mendapatkan posisi-posisi penting didalam suatu organisasi."

Haechan lagi-lagi melirik Mark yang duduk di ujung sana dengan tatapan kaget sekaligus kagum. Haechan tidak menunyangka bahwa Mark bisa mendapatkan posisi sepenting itu di sekolah ini. Wakil ketua OSIS, Ketua tim Basket, Ketua Panitia untuk acara ulang tahun sekolah, dan bukankah Jaemin juga bilang bahwa Mark itu Ketua kelas? Astaga.. Siapapun pasti akan iri dengan posisi-posisi yang dimiliki oleh Mark Lee. Diam-diam Haechan mengulum senyumnya ketika melihat wajah tampan Mark yang sedang membaca buku di mejanya.

Lama tidak bertemu Mark Lee.


The Way Into Love


Jam istirahat sudah berbunyi, seluruh murid mulai berhamburan dari kelas masing-masing untuk mengisi perut mereka yang lapar. Sama seperti Haechan yang sudah ditarik keluar oleh Jaemin. Tadinya Haechan berniat untuk diam saja di kelas selama jam istirahat, tetapi ternyata Jaemin malah menariknya untuk ikut ke kantin.

"Apa di London juga suasana kantinnya seperti ini?" Tanya Jaemin saat mereka berdua mengantri untuk mengambil makanan.

"Tentu." Haechan terkekeh geli, "Aku pikir di semua negara keadaan kantin sekolah hampir mirip semua."

"Benar." Sahut Jaemin.

Setelah mengambil makan jatah siang mereka, Jaemin dan Haechan memilih untuk duduk di tempat yang agak sepi. Karena kata Jaemin, saat makan dia tidak suka dengan suasana yang terlalu ramai, dan Haechan pun hanya mengikuti kemauan Jaemin saja.

Haechan memakan makan siangnya dengan cukup lahap sampai tiba-tiba matanya menangkap seseorang yang tengah bermain basket sendirian di lapangan yang berada tepat didepan kantin. Hati Haechan sedikit menghangat melihat senyum tipis yang terpatri di wajah tampan itu ketika ia berhasil memasukkan bola berwarna orange itu kedalam ring. Jaemin yang melihat Haechan menghentikan acara makannya secara tiba-tiba pun mengikuti arah pandangan mata Haechan.

"Kau sudah tahu kan ketua kelas kita merupakan kapten tim basket?" Ujar Jaemin.

Haechan mengedipkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan fokusnya, "Ah, iya."

"Dia sangat mencintai basket." Jaemin ikut memperhatikan Mark yang masih bermain sendirian di lapangan, "Bahkan waktu pertandingan tahun kemarin dia sempat cedera parah, namun tetap bersikeras untuk melanjutkan permainan sampai akhir bersama tim."

"Kenapa kalian tidak menahannya?" Tanya Haechan dengan nada sedikit tinggi membuat Jaemin menatapnya dengan pandangan heran, Haechan yang menyadari hal itupun berdeham, "Maksudku.. Bukankah kalau cederanya tambah parah nanti akan memperburuk kondisinya?"

Jaemin mendengus sebal ketika mengingat kejadian itu, "Aku sudah mengingatkannya, bahkan aku hampir memukulnya agar bocah itu sadar dan berpikir dengan akal sehat, namun dia terlalu mencintai basket sehingga tidak dapat berhenti."

Hati Haechan sedikit merasa sakit begitu mendengar Jaemin mengatakan bahwa Mark sangat mencintai basket, sehingga saat cederapun dia lebih memilih untuk melanjutkan pertandingan.

"Kau tahu apa jawaban yang keluar dari mulutnya begitu aku bertanya kenapa dia bisa menyukai basket sampai sedalam ini?"

Haechan menggeleng lemah, sungguh dia belum siap mendengarkan jawabannya.

"Dia bilang, dia menyukai basket karena basket sudah membawanya untuk bertemu pada sebuah kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya." Jaemin menaruh sendoknya diatas nampan, "Tetapi dia bilang, basket jugalah yang sudah membuat kebahagiaannya itu hilang. Makanya, sampai sekarang dia masih giat bermain basket adalah agar ia bisa kembali menemukan kebahagiaan yang telah hilang itu."

Kedua mata Haechan terasa panas, sungguh.. ucapan Jaemin membuat hatinya serasa diremas dengan kuat sampai membuatnya sulit untuk bernapas. Haechan mencoba menarik napas untuk kembali menata perasaannya. Dia tidak boleh menangis sekarang karena semuanya adalah kesalahannya sendiri.

"Kenapa diam? Apa ucapanku aneh?" Tanya Jaemin khawatir.

Haechan mengangkat kepalanya yang entah sejak kapan sudah menunduk, "Tidak, tidak apa-apa." Ujar Haechan, "Ngomong-ngomong.."

Jaemin yang baru ingin menyuapkan kembali makanannya mengurungkan niat, "Ya?"

Haechan terdiam, memikirkan apakah dia harus bertanya pada Jaemin sekarang ataukah nanti, namun kemudian ia tersenyum, "Makanan disini enak."

Mata Jaemin berbinar, "Iya kan? Woah.. Aku juga selalu bangga bersekolah disini karena kantin kita setiap harinya menyediakan makanan yang amat sangat luar biasa lezat. Apa kau mau tambah satu porsi lagi?" Tawar Jaemin.

Haechan menggeleng cepat, "Tidak, nanti aku bisa lebih gemuk dari ini."

"Oh ayolah.. tubuhmu itu kan masih ideal, kenapa harus takut gemuk?"

"Karena di keluargaku hanya aku yang punya tubuh paling berat." Keluh Haechan.

Jaemin tertawa, "Benarkah? Tidak apa-apa, yang penting kan sehat."

Haechan ikut tertawa dan mengangguk menyetujui ucapan Jaemin. Dia senang, di hari pertamanya pindah ke sekolah ini dia bisa mengenal Jaemin yang menurutnya sangat menyenangkan.


The Way Into Love


Haechan menoleh kearah kursi belakangnya, tepat dimana Jaemin duduk disana. Dia menatap Jaemin dengan tatapan penuh tanya karena anak itu melemparkannya sebuah kertas yang di remas menjadi bentuk bola. Jaemin hanya tersenyum lebar ketika Haechan menatapnya seperti itu, menyadari bahwa Jaemin hanya berbuat iseng dia pun hanya memutar kedua bola matanya malas.

Tepat saat Haechan akan kembali memperhatikan Park songsaenim bel sekolah sudah berbunyi menandakan pelajaran mereka hari ini telah usai.

"Baiklah, pelajaran sampai disini.. Jangan lupa untuk mengerjakan tugas menulis karangan yang aku minta." Ujar Park songsaenim.

"Ne, ssaem." Jawab murid kelas 2-2 bersamaan.

"Ah ya, Mark Lee, kau datanglah ke ruang kesiswaan setelah ini."

Mark mengangguk mengerti, ia berdiri untuk menyiapkan seluruh murid, "Perhatian." Mark melirik teman-teman sekelasnya yang sudah duduk dengan tegak, "Berisalam."

"Terima kasih ssaem!"

Sedetik setelah Park songsaenim keluar dari kelas, murid-murid pun mulai membereskan barang-barang milik mereka kecuali Mark yang segera keluar kelas untuk menemui Park songsaenim.

Jaemin yang sudah merapikan barang-barangnya berdiri disamping meja Haechan untuk mengajaknya pulang, "Ayo pulang Haechan-ah!"

Haechan mengernyit, "Tapi.. aku ada jadwal piket hari ini. Bukankah kau juga hari ini?" Tanya Haechan saat mengingat-ngingat kelompok piketnya.

Jaemin mendengus, "Asal kau tahu saja, aku tidak pernah mengikuti kegiatan seperti itu jadi lebih baik kita pulang saja."

"Kenapa?" Haechan tertawa melihat wajah Jaemin yang tampak malas, "Piket itu menyenangkan Jaemin-ah, aku mau piket dulu.. kalau kau memang tidak mau menungguku, tidak apa."

"Ah.. kita harus pulang bersama!" Paksa Jaemin.

Haechan menaik turunkan alisnya menggoda Jaemin, "Jadi kau mau piket bersamaku kan?"

Jaemin menunjuk Haechan dengan jari telunjuknya, "Kau ternyata pemaksa ya!"

Haechan mengangkat bahu cuek, "Mungkin.."


The Way Into Love


Mark menutup pintu ruang kesiswaan setelah ia sampai didalam. Mark menarik kursi yang berada disana untuk duduk sambil menunggu Park songsaenim datang. Beberapa menit kemudian pintu ruang kesiswaan terbuka dan masuklah Park Songsaenim bersama dengan wakil ketua panitia untuk acara ulang tahun sekolah, Lucas Wong.

Park songsaenim atau yang lebih dikenal dengan Park Chanyeol duduk dihadapan Mark serta Lucas, lalu memberikan sebuah map kepada Mark.

Mark dengan tenang membuka map pemberian Chanyeol kemudian membaca kata demi kata sampai selesai sebelum kembali menutup map itu, dan menyerahkannya kepada Chanyeol, "Aku menolaknya." Ucap Mark.

Chanyeol mengangguk mengerti, dari awal dia sudah tahu jawaban apa yang akan keluar dari mulut Mark, "Orangtua Lucas sendiri yang datang ke sekolah kemarin untuk mengurus kepindahannya ke Amerika." Jelasnya.

"Acara ini akan diadakan sekitar tiga minggu lagi, bagaimana bisa ssaem mengganti kepanitiaan inti di waktu seperti ini? Terlebih Lucas merupakan wakil ketua panitia." Mark tidak habis pikir dengan keputusan sekolah yang seenaknya saja mengijinkan Lucas untuk pindah sekolah minggu depan. Apa mereka mau acara ulang tahu sekolah ini hancur berantakan?

"Maka dari itu Mark.." Chanyeol membenarkan letak kacamatanya, "Kita akan mengadakan pemilihan untuk menggantikan Lucas."

Mark menghela napasnya kemudian menatap Lucas jengah, "Kenapa kau seolah menumpahkan segala pekerjaan kepadaku? Kau pikir aku tidak punya banyak urusan lain?"

Lucas menundukkan kepalanya menyesal, "Maaf Mark, tapi aku harus pindah minggu depan. Ayahku akan dipindah tugaskan disana dan semua keluargaku akan ikut. Ibu dan adikku bahkan sudah berangkat lusa."

"Bagaimana menurut Jeno? Apa dia setuju dengan pergantian kepanitiaan ini?" Tanya Mark.

Chanyeol mengangguk cepat, "Dia setuju."

"Baiklah, lakukan semau kalian." Ucap Mark final. Murid yang sempat tinggal di Kanada itu hendak berdiri dari tempat duduknya namun suara Chanyeol menahannya.

"Apa aku sudah bilang kau boleh pergi?"

Mark mendesis pelan, dia akhirnya kembali duduk di kursinya. Chanyeol menggelengkan kepala melihat sikap Mark yang menurutnya sangat angkuh tersebut.

"Masalahnya, kita tidak bisa mengganti posisi Lucas dengan anggota OSIS lainnya. Mereka sudah mendapat jabatan masing-masing."

"Jangan bilang bahwa kita akan mengambil salah satu murid untuk menggantikan posisi Lucas?" Tebak Mark.

Chanyeol menjentikkan jarinya, "Sayangnya, tebakan mu benar. Kita akan mengadakan audisi untuk murid kelas sepuluh dan sebelas, karena kelas dua belas harus fokus pada ujian kelulusan mereka."

"Ssaem." Desah Mark kesal, "Bisakah kau mempertimbangkan hal itu lagi? Bagaimana jika wakil ku nanti tidak bisa bekerja sama denganku? Kita akan mengundang sekolah lain dan aku tidak ingin malu sebagai ketua panitia."

"Kau kan jadi salah satu jurinya, tentu saja kau bisa menggunakan suaramu untuk memilih dari salah satu calon."

Mark mendengus, dia tidak tahu lagi harus berkata apa. Demi Tuhan, acara ini akan diadakan tiga minggu lagi dan kepanitiaan inti bisa tiba-tiba dirubah. Ini salah satu event terbesar yang sekolah mereka adakan dan dia tidak ingin mempermalukan sekolah serta dirinya sendiri untuk acara kali ini, tetapi Chanyeol malah seolah mengangggap ini masalah yang tidak rumit. Apalagi meminta untuk melakukan audisi bagi kelas sepuluh dan sebelas. Menurut Mark itu sangat membuang banyak waktu, apalagi jika nanti yang terpilih adalah anak yang susah untuk bergaul atau keras kepala, wah.. jika memang benar seperti itu sama saja rasanya dia seperti bekerja sendirian.

Chanyeol menepuk tangannya, "Baiklah, pertemuan kita selesai. Mark, aku akan segera menempelkan pengumuman untuk audisi ini besok pagi, jadi kuharap besok kau juga harus sudah menyerahkan proposalnya kepada kepala sekolah untuk meminta persetujuaan acara kita." Chanyeol berdiri dari kursinya kemudian berjalan meninggalkan ruang kesiswaan sehingga hanya tersisa Lucas serta Mark didalam sana dalam keadaan hening.

"Apa kau memiliki dendam terhadapku?" Mark membuka mulutnya yang tadi tertutup.

Lucas mengibaskan tangannya panik, "Mana mungkin aku seperti itu terhadapmu!"

"Lalu kenapa?" Seru Mark frustasi, "Astaga! Kau benar-benar membuatku pusing Lucas Wong!"

Mark berdiri dari kursinya, menatap Lucas dengan penuh ancaman, "Kalau sampai acara ini semua berantakan, siap-siap hidupmu di Amerika tidak akan tenang!" Peringat Mark sebelum keluar dari ruang kesiswaan dan menutup pintunya dengan keras.


The Way Into Love


"Ah melelahkan sekali!" Jaemin menjatuhkan tubuhnya didepan meja guru dengan lemas, dia sudah menyapu, membersikan meja, serta menghapus papan tulis barusan, dan menurutnya itu sungguh melelahkan, "Haechan-ah, sudahlah kita pulang saja sekarang."

Haechan mengangguk untuk mengikuti saran Jaemin kali ini, "Iya, aku akan membuang sampah ini sebentar, kau tunggu disini." Ujar Haechan sambil membawa satu kantong plastik yang cukup besar berisikan kertas-kertas yang berbentuk bola ataupun sobek, hasil dari keisengan murid-murid yang lain.

Haechan akan membawa plastik berisikan kertas bekas itu kearah tempat pembuangan sampah sekolah, namun langkahnya terhenti ketika melihat Mark sudah berdiri dihadapannya sambil menatap tajam. Haechan segera menundukkan kepala dan ingin pergi dari situasi tersebut, sebelum pada akhirnya Mark menahan lengan kanannya.

"Maaf, tapi aku harus-"

"Kenapa kau muncul lagi dihadapanku?" Kata-kata itulah yang pertama kali keluar dari mulut Mark.

"Aku ingin menemuimu untuk-"

"Seharusnya kau tidak usah datang." Sela Mark. Pria itu melepaskan tangannya dari lengan Haechan kemudian berjalan melewatinya, tetapi baru beberapa langkah suara Haechan kembali terdengar.

"Aku minta maaf." Haechan menatap punggung Mark penuh penyesalan, "Aku seharusnya mengatakan padamu waktu itu tetapi aku malah-"

"Jangan bertingkah seolah kau mengenalku dengan baik, karena mungkin orang yang kau kenal dua tahun lalu itu sudah mati." Ucap Mark kemudian melanjutkan langkahnya menuju kelas.

Haechan yang melihat punggung Mark semakin menjauh pun hanya bisa menghela napasnya. Mungkin memang kata maaf yang ia ucapkan tadi tidak sebanding dengan apa yang telah ia lakukan pada Mark dua tahun lalu.


The Way Into Love


Keesokkan harinya, para siswa maupun siswi sudah ramai berkumpul didepan papan pengumuman untuk membaca informasi terbaru apa yang sudah ditempel disana. Haechan yang baru saja datang bersamaan dengan Jaemin pun ikut menembus beberapa siswa yang berada disana agar bisa melihat pengumuman tersebut dengan lebih jelas.

"Audisi untuk posisi wakil ketua panitia acara ulang tahun sekolah?" Jaemin menggaruk tengkuknya bingung, "Bukankah Lucas yang menjadi wakilnya? Kenapa tiba-tiba diadakan audisi begini?"

Haechan mengangkat bahunya, "Mungkin ada sesuatu. Bukankah Jeno merupakan ketua OSIS? Dia pasti tahu mengenai hal ini, kita tanya saja pada Jeno." Usul Haechan.

Jaemin mengangguk setuju, dengan bersemangat dia merangkul pundak Haechan dan berjalan kearah kelas 2-2. Sesampainya didalam kelas, Jaemin segera menghampiri Jeno dan duduk di kursi depan Jeno.

"Yah! Membuatku kaget saja." Tegur Jeno.

Jaemin tanya tersenyum lebar menanggapinya, "Maksud OSIS menempel pengumuman audisi itu apa?"

"Ya kau baca kan? Untuk mencari pengganti Lucas."

"Memang Lucas kemana?"

"Dia mau ke Amerika, dia pindah minggu depan sehingga tidak bisa melanjutkan tugasnya untuk menjadi wakilnya Mark." Jelas Jeno.

"Lalu Mark bagaimana?"

Jeno menutup buku bahasa Inggrisnya, "Dia menolaknya tentu saja."

"Dan Park songsaenim memaksanya?"

"Tepat sekali." Jeno menatap Jaemin serius, "Apa kau tertarik? Tumben bertanya masalah OSIS."

"Ck." Jaemin berdencak, "Aku mana suka yang begituan. Aku kan bertanya karena penasaran saja."

Jeno mengalihkan pandangannya kepada Haechan yang duduk disebrangnya, "Kalau kau? Apa kau tertarik?"

Haechan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Jeno. Tentu saja sebenarnya dia mau ikut, mungkin dengan menjadi wakil ketua panitia dia bisa dekat lagi dengan Mark dan menyelesaikan permasalahan mereka baik-baik. Tetapi, Haechan juga ragu.. Bagaimana jika nanti Mark malah tambah membencinya? Haechan benar-benar tidak mau itu terjadi.

"Kalau kau tertarik, kau bisa kok minta kertas pendaftarannya pada Somi di kelas 2-3. Dia yang mengurus administrasinya."

"Arra, terima kasih Jeno-ya."


The Way Into Love


Begitu jam istirahat, Haechan memutuskan untuk pergi ke kelas 2-3 untuk meminta kertas pendaftaran pada Somi. Selama pelajaran tadi, Haechan sungguh tidak bisa konsentrasi dengan apa yang dijelaskan oleh guru didepan, pikirannya terus menimang-nimang ucapan Jeno tadi pagi. Hasilnya, Haechan pun memilih untuk mendaftar saja, toh belum tentu juga kan dia yang dipilih nanti.

Haechan berdiri didepan pintu belakang kelas 2-3, guru Oh terlihat masih berada di kelas jadi kelas 2-3 belum ada yang keluar dari kelas, namun beberapa menit setelahnya guru Oh keluar dari kelas dan murid-murid mulai keluar dari dalam kelas.

Haechan yang tidak tahu mana siswa yang bernama Somi itupun memutuskan untuk bertanya, "Maaf." Haechan menghentikan seorang siswa yang dari nametag nya bertuliskan nama Lee Chan, "Boleh aku tahu mana yang bernama Somi-ssi?"

"Jeon Somi?" Tanya Lee Chan.

Haechan hanya mengangguk saja, karena sebenarnya dia juga tidak tahu marga Somi itu apa. Lee Chan yang melihat Somi sudah hampir menuruni tangga bersama teman-temannya pun meneriakinya.

"Jeon Somi!"

Somi dan teman-temannya berhenti, terlihat gadis itu menyuruh teman-temannya untuk pergi duluan sebelum kemudian ia mendekati Lee Chan bersama Haechan, "Kenapa?"

Lee Chan menunjuk Haechan dengan ibu jarinya, "Dia mencarimu." Siswa itu menepuk pundak Haechan, "Aku pergi dulu."

Haechan tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Lee Chan, lalu ia mengalihkan pandangannya pada Somi, "Kata Jeno, kau yang mengurus administrasi audisi untuk pemilihan wakil ketua panitia?"

"Benar." Mata Somi berbinar, "Kau mau daftar?"

Haechan mengusap tengkuknya merasa tidak yakin, "Uhm.. Mungkin aku hanya ingin mencoba saja."

"Tidak apa-apa." Sahut Somi cepat, "Tunggu sebentar ya, aku ambilkan kertas pendaftarannya." Somi masuk ke dalam kelasnya lalu mengambilkan selembar kertas, kemudian kembali lagi ke tempat Haechan menunggunya, "Ini."

Haechan menerima kertas pendaftaran tersebut dari tangan Somi, "Terima kasih."

"Sama-sama." Ujar Somi ramah, "Ngomong-ngomong, kau murid baru dari London itu ya?"

"Iya, bagaimana kau bisa tahu?"

Somi tertawa, "Anak pindahan itu biasanya cepat terkenal."

"Begitu ya.." Gumam Haechan.

"Kalau begitu, aku pergi dulu.. Kau bisa menyerahkan kertas pendaftarannya pulang sekolah. Sepulang sekolah besok kau harus ke ruang kesiswaan untuk melakukan wawancara."

Haechan mengangguk mengerti, "Baiklah, terima kasih."

Haechan menatap kertas pendaftaran yang berada di tangannya, setidaknya dia hanya berharap agar Mark tidak semakin membencinya karena telah melakukan hal ini.


TBC


Hai~

Sebenernya aku iseng aja sih bikin ff ini, itung" buat nanti jdi pengganti You've Got Me From Hello

Ini chapter pertama, dan baru akan aku lanjut kalau peminatnya byk.. oh iya, cast nya jg bisa bertambah sesuai kebutuhan cerita tapi ttp aja main cast nya itu Mark & Haechan

Okay, aku tunggu respon kalian buat ff ini

See You~