HAPPY READING ~ please, Enjoy!

.

.

.

Denting suara garpu dan sendok yang bertabrakkan dengan piring kaca memenuhi ruang makan. Seperti pagi biasanya, Keluarga Akashi bersama Kuroko menjalani sarapan bersama.

Suasana yang khidmat ternyata tidak didalami oleh tiap anggota disana. Masaomi sangat curiga tentang hubungan anaknya dengan Kuroko. Shiori khawatir hubungan mereka. Sedangkan kedua objek pemikiran gundah sendiri dengan hati mereka.

Akashi jelas masih mencintai Kuroko tanpa mengurangi persentase nya, sejak tadi mata nya tak pernah berhenti melirik Kuroko yang tak duduk disamping nya pagi ini. biasanya mereka selalu duduk bersampingan.

Kuroko pura-pura cuek saja, tidak ingin beradu tatap dengan Akashi yang ada diseberang nya. Ketika tadi pagi ia terbangun, tetap saja ia terbaring di sofa. Kuroko berfikir, itu berarti Akashi tidak peduli dengan nya. padahal tanpa Kuroko ketahui, Akashi rela tidur di lantai demi menemani Kuroko yang sangat nyenyak terlelap di atas sofa. Akashi hanya tidak mau menganggu tidur Kuroko jika mengangkat nya bergeser.

Serbet pengelap mulut digunakan, Kuroko menyudahi acara sarapan nya.

"Anoo.. sumimasen"

"Ada apa Kuroko-kun?"

"Sebenarnya, saya tidak mau merepotkan Akashi-san lebih jauh lagi. Jadi saya akan tinggal sendiri saja di apartemen dekat kampus"

Kling kling kling.

Garpu dan sendok yang seharusnya berada diatas piring malah terjatuh ke lantai. Akashi tidak menyadari mengapa tangan nya berubah kaku hanya karena mendengar penuturan itu.

"Seijuurou?"

"Ah, maaf"

Garpu dan sendok baru diambil, yang jatuh akan di bersihkan oleh pembantu nanti.

"Jadi maksud Kuroko-kun adalah tidak tinggal disini lagi?" Masaomi turut bertanya, rasanya kecurigaan nya semakin nyata.

"Ha'i Akashi-san"

Seperti terpukul entah oleh apa, Akashi merasa batin nya sangat berat. Kuroko bahkan tidak mau lagi tinggal seatap dengan nya, tidak ingin berbagi kehangatan lagi. Sarapan yang harusnya menambah gizi dan semangat berubah menjadi hambar tak berasa.

"Tapi kami akan merasa tidak enak dengan Kuroko-san"

"Tidak apa-apa, saya yang akan membicarakan dengan ayah dan ibu"

Kuroko tahu ini bukan sepenuhnya keinginan nya secara tulus, Kuroko sadar ia hanya tidak ingin melukai sebuah luka. Kuroko mencintai Akashi, itu fakta. Tetapi berada dalam lingkungan yang sudah pasti tidak menerima hubungan nya ini membuatnya tidak berdaya apapun.

Kuroko tersenyum kecut, mencoba menyakini Masaomi dan Shiori bahwa ia akan baik-baik saja tinggal sendiri.

Brak!

"Seijuurou?"

"Aku berangkat"

Tanpa mengangkat kepala nya, tanpa memberi salam yang manis, Akashi dengan kasar mendorong kursi ke belakang untuk kemudian berjalan meninggalkan ruang makan setelah menggapai tas kerja nya. Kuroko sedikit tersentak kaget, pandangan nya berubah sendu.

'Kenapa Akashi-kun terlihat marah? Bukankah seharusnya dia senang karena aku pergi dari sini?' batinnya.

"Kenapa anak itu? pagi-pagi sudah bad mood saja" Masaomi meneguk gelas air.

"Sudahlah, mungkin dia sedang buru-buru. Ne Kuroko-kun, jadi apa benar kau akan meninggalkan rumah ini? padahal aku sudah betah dengan kehadiran Kuroko-kun. Rumah ini jadi sedikit lebih ramai"

Kuroko senang bisa tinggal disini, apalagi bersama seseorang yang ia cintai.

"Ha'i Akashi-san. Saya akan kemas-kemas barang hari ini juga. Kalau begitu, saya permisi"

Kuroko menutup sendok dan garpu nya, kemudian ia membungkuk sebelum meninggalkan ruang makan.

Kini hanya tersisa Masaomi yang sudah mulai membaca koran pagi dan Shiori yang membereskan meja makan.

"Aku jadi curiga dengan dua bocah itu"

"Hmmm Masaomi, jika ternyata mereka memang ada hubungan, apa kau tetap tidak akan merestui nya?"

"Tidak akan"

"Lalu apa yang kau curiga kan?"

"Curiga bahwa mereka memang ada hubungan. Dan, KAU MENYEMBUNYIKAN NYA DARIKU!"

Terbelalak kaget, Shiori sampai menjatuhkan beberapa piring kaca yang tadi di genggaman nya. mata nya membulat sempurna memandang sang suami yang menutup koran dan membantingkan koran itu keatas meja.

"Kau tiba-tiba saja menjodohkan mereka, kemudian sekarang sikap mereka begitu. Apa kau kira aku bodoh?"

Shiori ingin diam saja, tapi kesempatan ini sepertinya dapat ia manfaatkan.

"Jika kau sudah tau, kenapa kau tidak merestui nya saja?"

"Tentu saja tidak akan, aku juga tidak akan mempercayai bahwa anak ku menyukai lelaki"

"Ya, anak mu penyuka sesama jenis dan sekarang Seijuurou berpacaran dengan Kuroko-kun"

Shiori tak kalah panas, emosi nya diundang ke permukaan. Shiori tidak masalah Akashi mau bersama siapa selama itu menjamin kebahagiaan nya, itu lebih dari cukup.

"Ibu macam apa kau yang mendukung anak mu belok orientasi seksual nya?"

Sakit! Dikata ibu seperti apa, Shiori adalah sosok ibu yang ideal. Ibu yang memikirkan kebahgaiaan putra semata wayangnya.

"Kau seharusnya sadar, Masaomi. Kita sudah tua, kebahagiaan yang kita beri untuk Seijuurou sudah tidak akan sama dengan kebutuhan nya lagi. Ia sudah harus menentukan sendiri kebahagiaan nya"

"Aku tidak keberatan dia berpacaran bahkan menikah dengan siapapun juga, tetapi tidak dengan lelaki. Sudahlah aku lelah berdebat dengan mu!"

Masaomi dengan berang meninggalkan Shiori di ruang makan. Shiori menghela nafas pasrah, ia masih gagal menyakini suami nya. bagi Shiori saat melihat anak nya tampak begitu bahagia, ia merasa sangat senang. Maka demi melihat kebahagiaan yang lebih terpancar, dirinya sudah memikirkan hal yang harus ia lakukan. Shiori tentu bukan wanita golongan rendah, bisa menjadi nyonya besar Akashi tentunya ia memiliki martabat tinggi khususnya talenta, misalnya kecerdasan.

.

.

"Hiksss…"

Kuroko tak berhenti mengusap airmata yang mengucur deras sambil memasukkan barang-barang nya pada kotak kardus. Kamar ini membawa banyak kenangan indah untuk dirinya dan sang mantan kekasih. Mulai dari rumah ini lah kisah cinta nya dimulai.

Rasa tak rela begitu kuat mengikat langkah, tapi Kuroko mencoba tegar.

Barang terakhir berupa foto dirinya dengan Akashi yang telah terbingkai rapi dimasukkan kedalam kardus. Sudah semuanya, kini Kuroko besiap meninggalkan kamar dan rumah ini.

Setiap hal dalam kamar ini diingat nya lagi baik-baik, biarkan jadi tumpukan memory dalam otak, setidaknya tidak pernah terlupakan.

Terpukul oleh kegundahan batin karena seorang Akashi Seijuurou yang membuatnya begitu jatuh cinta hingga rela melekat pada perasaan yang semakin terombak ambik.

Tok Tok Tok "Kuroko-kun?"

"Ah, Akashi-san?"

Kuroko membuka pintu. Shiori terlihat rapi dengan dress formal selutut.

"Kuroko-kun sudah membereskan barang ya?"

"Iya, barangku tidak terlalu banyak jadi tidak butuh waktu lama"

"Kuroko-kun yakin dengan ini?"

"I-iya"

Shiori tersenyum terpaksa, padahal bukan dia yang merasakan hal ini tetapi melihat bagaimana Kuroko mencoba tegar padahal mata merah bekas tangis masih tercetak jelas sudah membuat hatinya terasa disayat.

"Ngomong-ngomong, Akashi-san mau kemana serapi ini?"

"Oh, aku mau keluar sebentar. Kuroko-kun sudah mau berangkat? Biar sekalian diantar supir"

"Baiklah jika begitu"

Yang Kuroko fikirkan, ternyata Shiori juga mendukungnya untuk meninggalkan rumah bukan membujuk untuk tetap tinggal selain sekedar bertanya. Sayang sekali, Kuroko terlebih dahulu berburuk sangka tanpa memikirkan keadaan yang sebenarnya.

Dengan ini, Kuroko resmi pula meninggalkan kediaman Akashi.

.

"Ini apartemen yang akan kutinggali, aku ada dilantai 11 dengan kamar no 4"

Setelah melaju sekitar 20 menit dari rumah, mobil hitam yang dikendarai oleh supir pribadi berhenti didepan gedung apartemen sesuai jalan yang ditunjuk Kuroko. lumayan mewah untuk ukuran anak kuliahan, tentu nya itu karena Kuroko bukan datang dari keluarga miskin, keluarga nya hampir imbang dengan keluarga Akashi. Kuroko tidak bohong tentang tinggal dekat kampus, letak apartemen ini memang hanya berjarak 5 atau 10 menit menuju kampus.

"Tidak usah, Kuroko-kun. Aku ada urusan lain jadi harus buru-buru. Kuroko-kun baik-baik ya, jika butuh apa-apa jangan segan untuk datang kerumah. Sering-sering main kerumah juga ya, atau jika tidak nyaman tinggal sendiri, balik lah kerumah kami. Dengan senang hati, pintu rumah akan selalu terbuka untuk Kuroko-kun"

Nada suara yang sangat lembut serta begitu manis didengar. Kuroko sudah lama tidak mendengar suara ibunda nya, namun suara Shiori cukup menenangkan. Perhatian khas seorang ibu, Shiori dengan tulus hati mengatakan itu semua.

"Ha'i Akashi-san. Terimakasih banyak"

Kuroko turun dari mobil, barang-barang bawaan nya sudah lebih dulu dibawa masuk oleh supir mobil. kaca mobil yang masih terbuka memperlihatkan Shiori yang melambai tangan dari dalam. Kuroko membungkuk terlebih dahulu sebelum membalas lambaian tangan.

.

.

Sebutkan dokumen apa yang tidak bisa ditangani oleh Akashi Seijuurou? Jawaban nya tidak ada. Semua dokumen teratasi dengan baik dan benar. Namun masalah hati membuatnya lemah tak berkehidupan.

Sepanjang waktu yang sudah berlalu sejak ia mendengar penuturan dari bibir yang sering ia cicip rasanya, hati nya tak berhenti bergaduh ria.

"Arggg.."

Tubuh dihempas untuk bersandar pada sandaran kursi kebesaran. berkali-kali menghirup dan menghembus nafas dengan harapan gelisah nya dapat berkurang namun sia-sia belaka.

Tok Tok "Akashi"

"Jangan mengangguku!"

Sejak tadi Nijimura ingin masuk menemui Akashi tetapi Akashi tidak mengizinkan. Nijimura mencoba meningkatkan tingkat kesabaran nya demi menghadapi pemuda yang ia impikan.

"Ada yang ingin bertemu dengan mu"

Telinga yang mendengar itu merespon gerak tubuh untuk duduk dengan benar dikursi. Akashi menimbang-nimbang siapa gerangan yang datang menemui nya di hari yang masih pagi.

"Siapa? Masuk"

Pintu berdecit terbuka. Sosok wanita berambut sama dengan nya terlihat awet muda dengan setelan dress formal dan tas kecil yang ditengteng.

"Okaa-sama?"

Akashi bangkit dari duduk nya untuk menyambut sang ibu yang datang berkunjung. Dibandingkan dengan ayahnya, Akashi lebih menghormati sosok sang ibu.

"Apa Okaa menganggumu?"

"Tidak, silakan duduk"

Nijimura bertaruh kehormatan untuk sikap Akashi yang santun dengan orangtua nya. wajar saja siapapun bisa tergia-gila pada diri Akashi. Pintu kembali ditutup, Nijimura tidak berhak menganggu privasi ibu dan anak itu.

"Ada apa Okaa-sama datang kesini?"

"Langsung saja, Okaa-sama ingin bertanya, apa kau dan Kuroko-kun berpacaran?"

Akashi tidak terlihat terkejut, ia hanya merasa miris ketahuan penyuka sesama jenis.

Sambil mendudukkan diri di samping sang ibu yang sudah duluan menempati sofa, Akashi menatap ibu nya sebelum menjawab.

"Ya"

"Syukurlah ternyata benar"

Yang ini baru membuatnya terkejut. Ibu nya tidak marah, tidak jijik malahan berkata syukur dan tersenyum bahagia. Sebelah alis diangkat tinggi, Akashi menatap tak percaya.

Walaupun sudah menyaksikan langsung, Shiori perlu memastikan langsung dari orang yang terkait. Bisa saja apa yang dilihatnya ternyata hanya pemaksaan atau sejenisnya. Dan sekarang ia lega ternyata apa yang anak nya perbuat dilandasai cinta, bukan nafsu semata.

"Apa kau ingin menikahi Kuroko-kun?"

Akashi tidak akan heran jika seorang ibu menanyakan pernikahan atau menawarkan pernikahan untuk putra nya bersama seorang gadis. Akan tetapi, dengan santai ibu nya menanyakan pernikahan dengan sesama jenis.

"Jika kau binggung, ibu akan beritahu satu hal bahwa ibu tidak masalah kau bersama Kuroko-kun"

Hangat, perasaan dingin berubah hangat. Harapan yang indah bertabur bunga yang bermekaran. Apa ini mimpi? Akashi rasa ia kurang tidur tadi malam hingga berhalusinasi begini.

"Bukan kah kalian tidak setuju?"

"Ayah mu saja yang keras kepala"

Meski ada harapan, tantangan belum teratasi. Dalam sebuah keluarga, sudah pasti ayah lah yang memegang kekuasaan tertinggi.

"Aku tetap akan bersama Tetsuya, bahkan jika otou-sama tidak merestui"

Bukan Akashi namanya jika menyerah begitu saja. Akashi tidak keberatan menentang ayah nya, lagipula ia memang tidak senang dengan ayahnya. Bukan hanya demi cinta nya, ini tentang kebahagiaan kelangsungan hidup nya.

"Ibu tahu itu. tetapi tolong jangan bertengkar dengan ayah mu. Ibu menyayangi kalian semua, ibu ingin yang terbaik untuk kalian semua. Ayah mu sudah tua, dia memang tidak akan menang jika berurusan dengan mu. Tapi, kenapa tidak kita mendapat restu nya dengan cara lain saja?"

"Cara lain?"

.

.

Kuroko menyapu bersih ruang apartemen nya, kenyaman adalah hal utama yang harus didapati dari tempat tinggal. Kardus berisi barang-barang nya mulai ditata rapi pada posisi yang sesuai.

"Eh?"

Ketika sedang menyusun buku-buku, sebuah buku tidak ada disana. Buku yang ia pinjam demi menguasai sastra lebih dalam.

"Dimana ya?"

Mencoba mengingat-ingat, ternyata tertinggal pada laci meja belajar di kamar Akashi. Kuroko berniat untuk mengabaikan saja namun itu buku pinjaman, akan repot urusan nya.

"Yasudah nanti saja"

Sebentar lagi Kuroko harus ke kampus, tidak akan sempat untuk mengambil sekarang. Kuroko memutuskan akan mengambil nanti sore sebelum jam Akashi pulang kerja. Tentu saja Kuroko akan menghindari berpas-pasan dengan Akashi.

.

.

"Masaomi, aku tidak pulang malam ini. aku ingin jalan-jalan, sudah lama tidak refreshing sendiri. Kau tenangkan lah pikiran mu sendiri"

"Kemana?"

"Luar kota"

"Sampai?"

"Mungkin besok atau lusa"

"Oh"

"Ohiya, Seijuurou juga kata nya ada urusan pertemuan. Jadi juga tidak pulang. Baik-baik lah dirumah. Jaa"

Shiori tersenyum setelah sambungan pasti ditutup. Sedikit bernafas kecewa karena suami nya meskipun perhatian tetapi cuek saja berkata. Tiba-tiba ia jadi rindu masa kencan dulu.

"Okaa-sama yakin dengan ini?"

"Hmm tentu. Are? Seijuurou jadi tidak percaya diri ya"

Akashi masih tidak yakin ibu nya baik-baik saja. Lihatlah ibu nya yang sekarang asik tersenyum dan memberi semangat. Akashi juga binggung, sebenarnya yang sedang jatuh cinta itu siapa? Yang jatuh cinta siapa, yang semangat siapa.

"Kereta menuju Tokyo akan segera berangkat, harap para penumpang segera memasuki kereta dan menempati tempat duduk"

"Ayo"

Setelah makan siang, Akashi dan Shiori bergegas menuju stasiun Shinkansen. Saat ini mereka sudah berada di kereta yang akan melaju menuju Tokyo.

.

"…. Tapi, kenapa tidak kita mendapat restu nya dengan cara lain saja?"

"Cara lain?"

"Ya, seperti mendapat izin dulu dari pihak pasangan yang bersangkutan"

Mungkin Shiori lupa umur, tidak sadar sudah tua malah bergaya layaknya gadis remaja yang ngebet nikah. Secara semangat, Shiori memberi ide yang tak pernah Akashi bayangkan secepat ini.

"Kita ke Tokyo untuk melamar Kuroko-kun dari pihak keluarganya"

Walau terdengar sangat garing, tapi Akashi tidak bisa menyembunyikan garis senyuman yang mulai mekar diatas wajah tampan nya, tidak mampu berkata tidak pada perasaan bahagia yang muncul, bahkan menjerit kegirangan dalam hati.

Demi apa, ibu nya mendukung penuh kisah cinta nya. membantu berjuang dengan cara yang fantastik. Akashi bukan tidak cerdas, tapi Akashi terlalu terpicu pada ayah nya dan melupakan bahwa pernikahan juga membutuhkan restu dari keluarga pasangan.

Bolehkah mulai hari ini Akashi menyayangi ibu nya dengan tulus? Setelah merasa tidak diperdulikan oleh keluarga, kini ibu nya malah memberi bantuan yang sangat berarti. Saat dulu ibu nya terus membela sang ayah, Akashi sempat menaruh rasa tidak senang untuk ibu nya ini.

"Seijuurou sudah siap?"

"Ya!"

Anggukan antusias diperlihatkan. Shiori terkekeh geli, pertama kali merasa sedekat ini dengan putra nya, Shiori dalam hati berterimakasih untuk kehadiran Kuroko dalam keluarganya. Masalah adalah solusi, dan itu benar.

Setelah nya, Akashi dan Shiori bersiap-siap untuk melaksanakan rencana mereka. Kekompakkan ibu dan anak demi sebuah ikatan hubungan yang diyakini membawa kebahagiaan.

.

"Seijuurou, meskipun ibu membantumu, semua masalah ini adalah tanggung jawab mu sendiri, kaujuga harus bisa menyelesaikan nya"

"Aku tahu, bu"

Akashi tahu memang seperti itu. bagaimana pun juga ini masalah pribadi nya. Akashi memantapkan hati untuk yakin menghadapi masalah apapun yang hadir tanpa diminta.

Seolah memory kepala nya kurang berfungsi baik, Akashi lupa semua keburukan Kuroko yang sempat Nijimura katakan, yang ia tahu saat ini ia harus dengan gigih memperjuangkan cinta nya.

Shiori tersenyum lembut melihat tatapan anak nya yang berkonsentrasi penuh pada dokumen yang saat ini diperiksa. Karena perjalanan mendadak, sisa dokumen terpaksa Akashi bawa serta. Meski fokus pada pekerjaan, Shiori jelas tahu siapa penghuni sesungguhnya dalam pikiran Akashi.

.

.

Kuroko mondar mandir di depan pintu rumah. Baru saja tadi pagi meninggalkan rumah ini, rasanya sudah sangat asing untuk dimasuki kembali. Sudah setengah jam Kuroko tiba disini setelah jam kuliah nya selesai.

Tin Tin

Mobil sedan silver memasuki perkarangan rumah dan berhenti tepat didepan pintu.

Masaomi keluar dengan elegan, mata nya langsung menuju pada Kuroko yang juga memandangnya.

"Doumo, Akashi-san"

"Ada perlu apa?"

"Sumimasen, saya ketinggalan sebuah buku"

"Oh, masuk dan ambil lah"

"Ha'i"

Masaomi membuka kan pintu dan berjalan duluan, kemudian Kuroko menyusul dibelakang nya. kesan dalam rumah sangat hening. Sunyi senyap temaram selain para pelayan yang sibuk membersihkan ruangan.

Masaomi memperhatikan Kuroko yang melirik seisi rumah.

"Seijuurou sudah keluar kota"

Padahal bibir Kuroko bahkan tidak sanggup menanyakan keberadaan sang mantan, namun telinga nya sudah mendapat kabar tersebut. Hati Kuroko bergetar sedih, Akashi ikut-ikutan meninggalkan rumah.

"B-begitu ya. Urusan pekerjaan kah? Kapan kembali?"

"Tidak tahu"

Bahkan lidah turut bergetar. Kuroko melangkah cepat menuju kamar yang letak nya masih ia ingat jelas. Kuroko tidak lagi bisa menahan isak tangis nya, lebih baik segera menghindari Masaomi.

Kamar tersebut belum berubah, masih seperti itu. sprei kasur tertata rapi tidak terjamah, Kuroko tahu Akashi bahkan tidak pulang kerumah sejak tadi pagi dan telah langsung berangkat keluar kota.

"Akashi-kun langsung pergi jauh ya" lirihnya.

Kuroko sedih, setelah ini mungkin dirinya tidak akan lagi bertemu dengan Akashi. Akashi langsung bergerak menjauh sejauh-jauh nya. Kuroko tak menyangka begitu cepat Akashi bertindak.

Perasaan menyesal muncul, seharusnya ia bertahan tinggal disini. Setidaknya masih bisa melihat Akashi walau tak lagi berhubungan.

Kuroko mengambil buku yang tertinggal di laci, lalu ia melompat ke atas kasur. Berbaring disana. Bantal dengan kain merah masih tercium wangi khas nya Akashi, hati menjadi rindu akan belaian yang sudah tak didapat.

"Akashi-kun…"

.

.

Beda tempat beda suasana. Di Kyoto Kuroko sedang bersedih hati, sementara di Tokyo Akashi sedang sibuk dengan gembira memilih barang tradisional yang wajib dibawa untuk acara lamaran.

"Okaa-sama apa ini sudah semua?"

"Masih ada lagi, Ke toko itu"

"Baiklah"

Jam 4 sore tadi Shinkansen telah tiba di ibukota Jepang. Akashi dan Shiori langsung saja menuju pusat pembelanjaan yang tak pernah sepi. Mereka dengan gesit membeli barang-barang yang diperlukan, tidak perlu lelah menawar, berapa pun harga nya pasti sanggup dibeli.

Acara lamaran rencana dilakukan esok pagi, malam ini mereka akan menginap di salah satu hotel bintang lima di kawasan elit Tokyo.

"Tolong ambilkan souvenir lamaran pernikahan ya"

"Baik, bu"

Shiori dan Akashi memasuki toko berikutnya. Sementara Shiori sedang berbincang dengan penjaga toko, Akashi hanya melihat-lihat barang-barang yang dijual di toko tersebut. Kedua tangan nya penuh dengan tentengan kantong belanjaan. Banyak sekali yang sudah mereka beli.

"Ada yang anda inginkan, tuan?"

Seorang wanita tua penjaga toko menghampiri Akashi, ia sudah tua tetapi dengan ramah menyambut para pembeli.

"Ini apa?"

Akashi menunjuk sebuah botol kaca berukuran sedang, bentuk nya sangat imut dengan gantungan diatas nya.

"Itu botol harapan. Konon, setiap pasangan yang ingin menikah, mereka boleh menulis harapan-harapan nya pada kertas yang bisa dibeli sepaket, kemudian dimasukkan kedalam botol"

Akashi tertarik. Akashi memang tidak terlalu percaya cerita mitos zaman dulu, tetapi botol ini sepertinya menarik untuk dibeli. Otak jenius mulai berfikir, harapan apa yang pertama ingin dimasukkan kedalam botol.

"Aku beli ini, sama kertasnya"

"Baik, anakmuda. Tunggulah sebentar"

Botol itu dibawa untuk dibungkus. Akashi ikut berjalan menuju ibu nya yang sudah membayar dikasir.

.

.

Kuroko terbaring lemah diatas kasur single bed nya. setelah pulang dari rumah Akashi, ia tidak berniat melakukan apapun. Ia ingin tidur, ingin terlelap jauh ke dunia mimpi agar tak lagi menyaksikan dunia nyata ini. lelah yang penat, batin nya teriris perih.

"Akashi-kun, kau kemana?"

Rindu menyeruak kedalam relung hati, foto kenangan berbingkai rapi dipeluk erat dirangkap diatas dada. Air mata menetes membasahi bantal, merembes memasuki telinga tetapi tidak diperdulikan.

Kuroko mencintai Akashi, sangat dan dalam. Membohongi perasaan sendiri sangat menyesakkan. Berpura-pura tegar juga tidak berguna, terlalu lemah untuk tidak menangis.

Kuroko berharap masih bisa bertemu Akashi. Ya, ia berharap. Berharap kembali merasakan kehangatan belaian kasih, begini parah rasanya mencoba move on padahal perasaan masih mengebu-gebu.

Kuroko bangkit dari kasurnya, berjalan menuju balkon kecil yang dilalui dari jendela. Angin malam bertiup melambaikan surai biru ke udara, mata sembab bekas airmata menatap langit malam tak berawan.

"Akashi-kun.. aku mencintaimu"

Suara khas yang manja, objek yang dipikirkan hanya ada dalam bayangan tetapi dirinya mencoba mengobati rindu bercampur luka yang manis.

.

Sama seperti Kuroko, setelah selesai berbelanja dan makan malam bersama sang ibunda tercinta dan tentunya selesai membereskan barang untuk esok hari, Akashi memilih melepas lelah di balkon. Ibu nya sedang mengecek kembali barang untuk besok.

Kaos oblong hitam dengan celana ponggol putih yang baru dibeli juga tadi, sangat pas ditubuh atletis yang dibentuk saat zaman sekolah nya.

Secarik kertas yang telah berisikan harapan dimasukkan kedalam botol, botol itu Akashi angkat ke udara. Membiarkan cahaya rembulan membias ke kaca dan membeli kilauan silau ke mata.

Satu kertas harapan memang sudah ada didalam situ, namun hati dan pikiran nya tak henti memikirkan sosok biru muda tersebut.

"Seijuurou, Nijimura-kun menelepon mu"

"Katakan saja aku sudah tidur"

Tidak ingin diganggu oleh siapapun, fokus nya tersita penuh pada sosok bayangan yang tak nyata. Peduli setan dengan apapun, yang ia tahu dirinya sangat mencintai Kuroko.

Ya, Akashi Seijuurou tidak akan pernah menghilangkan rasa cinta ini, bahkan jika sekarang petir dari langit dengan tega menyambar dirinya, cinta nya tetap tak akan mati.

Karena itu adalah Kuroko Tetsuya, harapan manis pada kertas putih didalam botol yang terkena sinar bulan terlihat sangat indah bercahaya.

Aku dan Tetsuya akan bersama selamanya

Meskipun Akashi tidak pernah diajarkan untuk mengemis atau meminta pada apapun, kali ini saja, biarkan tangan nya menulis pada kertas itu, sebuah harapan demi masa depan nya.

.

.

.

TBC

.

.

.

Terimakasih buat yang sudah membaca~

BIG THANKS buat Izumi-H, nimuixkim90, Kaluki Lukari, Vanilla Parfait, Divanabila1717, Arisa Ezakiya, ryu elchan yang sudah menyempatkan waktu memberi review di chapter sebelum nya :') BIG THANKS juga buat yang sudah Fav dan Follow.

Akankah mereka jadi menikah?~ see you next chap! *kalau ada yang nungguin :'v diusahain fast update!

A/N : kena error ya? error type 2 (?) tidak tahu mengapa begitu huhu...

TERIMAKASIH~