Dear Bride

(This song is dedicated to Naruto and Hinata)

Jalan menuju masa depan baru yang akan kau jalani mulai sekarang akan terselimuti oleh cinta yang melimpah. Untukmu yang akan mewujudkan mimpi yang besar di tempat ini. Aku sungguh sangat bangga kepadamu.

Agak malu rasanya untuk menatap sosokmu yang berkilauan mengenakan gaun putih. Tapi, dari sepanjang waktu yang telah kita habiskan bersama. Hari ini kau terlihat sangat lucu dan juga begitu cantik.


#NulisRandom2017

Day 12; 12 Juni 2017


Switzerland, Distrik Appenzel
1 tahun kemudian

Appenzel adalah sebuah desa yang terletak di wilayah timur laut Swiss, serta dekat dengan pegunungan Alpen. Sepanjang mata memandang, hanya ada rerumputan dan bukit-bukit yang hijau. Namun sebenarnya, ada beberapa rumah yang memiliki model sama. Terlihat begitu kecil, dan rumah-rumah itu tidak saling berdekatan.

Banyak kambing dengan warna putihnya sedang menguasai beberapa rerumputan. Meskipun tempat ini dikatakan sebagai desa, namun kondisinya seperti kota kecil yang lumayan padat.

Rumah-rumah itu berbentuk A dengan beberapa tingkat; dari yang hanya dua lantai, sampai empat lantai. Toko-toko di sini berisi perlengkapan yang lumayan lengkap. Anak laki-laki dan anak perempuan berjalan untuk menuju perternakan membantu keluarganya. Membersihkan kandang dan memberikan makan beberapa sapi betina. Semua tampak menikmati hari minggu di Switzerland. Banyak sekali orang-orang berbelanja kebutuhan dan datang ke pasar tradisional yang penuh dengan para ibu rumah tangga.

"Mr. Naruto," roda pada sepeda itu berhenti. Secara kuat dia menekan rem. Kini ia tak lagi mengayuhkan pedal ketika seseorang memanggilnya cukup keras. "Apakah kau akan mengambil susu dan keju pesananmu?" gigi putihnya ia pamerkan seperti biasa ketika ia memilih untuk tersenyum.

Kemudian, dia mengangguk. "Apakah semuanya sudah beres, dan bagaimana kabarmu Mr. Federic?"

"Oh tentu, aku baik-baik saja. Meski punggungku masih sering terasa sakit," katanya. "Fidela sudah mempersiapkan pesananmu. Aku harus ke peternakan bagian yang lain untuk melihat kondisi sapi dan kambingku."

Naruto menganggukkan kepalanya, "Baiklah Mr. Federic, aku akan pergi untuk menemui Fidela, beberapa waktu lagi masakanku harus siap dihidangkan, karena aku harus menjamu tamuku yang beberapa jam lagi sampai di rumah."

"Tamu? Apakah nenekmu yang pemarah itu akan datang?" Mr. Federic tertawa cukup keras. Namun Naruto tidak melakukan hal yang sama untuk membalas. Dia hanya lagi-lagi menyunggingkan senyuman manisnya dan tipis. "Dia sangat cantik, orang-orang sempat mengira jika dia ibumu." Naruto menaikkan bahunya sedikit, sambil sudut bibirnya diturunkan, dan hal tersebut membuat bibirnya melengkung ke bawah. Seolah-olah ia ingin berkata; aku merasa bingung juga, seharusnya aku memanggilnya dengan sebutan Mom daripada Granny.

Setelah Mr. Federic pergi, Naruto benar-benar kembali mengayuh sepedanya.

Dia menyusuri jalanan yang tidak terlalu ramai kendaraan. Sudah sekitar satu bulan dia berada di Switzerland. Madam Tsunade memberikan kunci rumah yang dulu pernah ditinggali kedua orangtuanya. Rumah itu awalnya dijaga oleh sepasang suami istri dengan satu anak perempuan berumur sepuluh tahun. Kenangan masa kecilnya terbungkus rapi di rumah itu, sama-sekali tidak pernah dirubah dan dijaga sangat baik.

"Fidela, bagaimana dengan pesananku?" anak perempuan dengan postur tubuh tinggi dengan kulit wajah penuh bintik-bintik berhenti mengarahkan kambingnya ke arah rerumputan. Dia berjalan dengan merapikan kepang duanya di setiap sisi kepalanya. "Kau masih cantik hari ini." seru Naruto membuat Fidela bersemu merah.

"Mr. Naruto, semua sudah siap. Aku sangat senang kau datang kemari tepat waktu. Karena jika aku sudah berada di padang rumput, akan sangat sulit untuk mencariku yang sedang berbaur dengan beberapa kambing."

Naruto mengulurkan kedua tangannya. Kemudian Fidela memberikan peti kecil dengan warna cokelat kayunya. "Terima kasih, Fidela."

"Hubungi aku jika kau kehabisan susu dan keju," Naruto segera memberikan usapan kecil di atas kepala Fidela. Seorang anak perempuan yang masih berumur tiga belas tahun. Dia cantik dengan giginya yang berkawat, rambutnya yang sedikit merah kehitaman. "Mr. Naruto, apakah kau sudah punya pacar?"

Kening Naruto mengerut dengan wajahnya yang berubah memandang anak perempuan di depannya cukup aneh. Jika dia dan Fidela bertemu, pertanyaan itu selalu keluar, sudah menjadi langganan untuknya, namun Naruto tidak pernah menjawabnya. Tapi kali ini dia tersenyum. Naruto akan memberi jawaban untuk Fidela, agar gadis itu tidak bertanya hal yang sama lagi setiap mereka bertemu.

"Tentu saja aku sudah punya pacar. Kenapa kau selalu bertanya hal yang sama?" Fidela menggeleng. Kemudian melangkah mundur dengan tersenyum geli dan cukup malu.

Pada akhirnya, gadis itu berlari menjauh bersama kambing-kambingnya dan satu anak Anjing untuk membantunya. Naruto memandang Fidela yang berlari. Gadis polos itu sangat manis tapi bisa menjadi menakutkan di beberapa kondisi.

Dia akan menjadi gadis pemarah jika ayahnya; Mr. Federic lupa untuk menggembala kambing dengan benar. Beberapa kambing yang selalu si manis Fidela rawat, hilang—dan ditemukan di dekat bukit Alpen. Itu sangat jauh. Butuh menggunakan truk untuk mengangkut kambing-kambing tersebut agar masuk ke kandang tepat waktu.

"Semoga hari ini dia tidak memarahi Mr. Federic," ujar Naruto yang kemudian ia meletakkan peti kecil berisi pesanannya pada keranjang sepeda. "Fidela, aku pergi ya." Naruto berteriak. Melambaikan tangan ke arah si manis Fidela—dan gadis itu berbalik. Membalas dengan melambaikan tangannya, dan Anjing milik Fidela menggonggong cukup keras, memberikan ucapan perpisahan untuknya juga.


Naruto berhenti mengayuh sepeda, ketika dua mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan rumah kayunya yang memiliki halaman luas—seluas lapangan bola.

"Selamat datang, Master!" ini akan menjadi sangat sia-sia. Pagi-pagi dia memilih untuk berbelanja dan memesan susu dan keju terbaik untuk menyambut tamunya. Namun saat Yamato berada di depannya dengan menenteng cover jas berwarna hitam, badan Naruto lemas seketika. "Saya sudah mempersiapkan semuanya." Senyuman Yamato, menjadi hal yang paling menyebalkan sekarang. Menambah rasa kesalnya. Dia tahu, apa arti lelaki itu membawa setelan jas formal untuknya.

"Katakan hal yang lain lagi, bisakah kita pergi setelah makan siang? Aku baru sebulan berada di sini. Aku akan kembali ke London dan belajar jika aku sudah bisa membuat makalah yang menarik untuk diperlihatkan pada Profesor," Yamato memberikan gelengan, dan lelaki tersebut semakin mengangkat cover jas hitam itu agak tinggi. "Oh ya ampun, ini menyebalkan."

"Saya datang ke sini bukan diperintahkan untuk menjemput Anda dari berlibur, atau memerintahkan Anda untuk berhenti mengenang mendiang Lord Minato dan Madam Kushina di sini," Naruto memandang Yamato serius namun sedikit malas. "Madam Tsunade dan Lord Jiraiya sudah berada di St. Gallen tadi malam. Ada pertemuan keluarga yang sangat penting. Mengenai pertunangan Anda."

"Ha?" Naruto menyela cepat setelah Yamato berhenti menjelaskan. "Aku tidak pernah diberitahu masalah pernikahan bisnis atau tunangan. Aneh rasanya, dan mereka belum membicarakan ini padaku." Naruto masih berdiri di tempatnya berpijak. Dia sama-sekali tidak menggerakkan kakinya untuk melangkah maju. Mendekati Yamato.

"Ini adalah situasi genting. Sebenarnya masalah ini sudah disepakati oleh keluarga Anda dari tiga tahun silam. Hanya saja, baru sekarang Madam Tsunade memiliki waktu yang tepat untuk menjelaskan dan langsung mempertemukan Anda."

"Aku tidak mau, aku tidak akan menikah tanpa cinta. Nenek sudah menyetujuinya, bahwa aku tidak akan terlibat pernikahan bisnis. Bahwa aku akan menikah dengan gadis yang kucintai," suaranya lebih keras. Kemudian, pada saat yang sama, beberapa orang berbadan kekar yang ia kenal keluar dari mobil sedan hitam itu. "Jangan paksa aku. Kau ingin aku berlari dan kabur dari sini?"

"Apa kita perlu membicarakan hal ini di dalam, Master?" Naruto menggosok giginya dengan ujung lidah. Dia juga berkacak pinggang, menarik napas dalam-dalam, sebelum benar-benar mengangguk untuk menyetujui. "Kabar yang saya bawa, tidak akan mengecewakan Anda." Begitulah yang Yamato katakan kepadanya saat ini.

Naruto kemudian berjalan lebih dulu untuk masuk ke dalam rumah setelah mengangkat peti kecil berisi susu dan keju. Setelah itu, isi yang ada di dalam kotak tersebut pun dia pindahkan semuanya ke dalam lemari es besarnya. Sembari menunggu Naruto selesai. Yamato merapikan beberapa kain lap yang masih berserakan di atas meja makan. Sepertinya kain-kain itu baru saja selesai dijemur.

"Dia dari keluarga mana? Kenapa nenek menyetujuinya?" suara cangkir bertabrakan membuat Yamato melirik ke arah depan. Di mana Naruto masih sibuk untuk menyiapkan minuman hangat. "Aku tidak yakin bisa menikah di usia muda."

"Saya tidak sedang membicarakan pernikahan. Saya hanya mengatakan bahwa Anda harus bertemu dengan keluarga besar Anda dan melakukan acara pertunangan di St. Gallen."

Naruto berbalik, secepat mungkin dia melakukan hal itu. "Ada pertunangan, berarti akan ada pernikahan bukan?" Yamato mengangguk. "Baiklah, berikan profile-nya. Semua tentang calon istriku itu."

"Saya tidak memilikinya, hanya ada satu cara untuk Anda tahu, bahwa Anda harus pergi ke St. Gallen sekarang juga bersama saya. Madam Tsunade berpesan. Dia akan memberikan hadiah berharga untuk Anda. Jika Anda menolak sekarang, Madam Tsunade sudah memastikan bahwa Anda akan menyesal seumur hidup."

"Nenekku yang berkata seperti itu?"

"Ya!" Yamato berucap yakin. Dia menyunggingkan senyumannya. Kemudian bangkit dari duduknya dan dengan segera ia juga meraih cover jas itu, menyerahkannya pada Naruto yang sedikit berwajah muram. "Silahkan, Master. Kita tidak memiliki banyak waktu untuk berbincang-bincang."


Tempat yang dia kunjungi tidak bisa dikatakan tempat mewah. Sebenarnya Switzerland tidak terlalu memiliki tempat mewah yang megah seperti kebanyakan kota barat miliki. Bedanya Switzerland dari kebanyakan kota besar yang terkenal. Mereka masih melestarikan bangunan kuno sejak beberapa abad yang lalu. Hingga kemegahan dan kemewahan alami terpancar dari bangunan-bangunan yang dijaga itu.

Bangunan kuno mirip kastel itu berdiri tegak di St. Gallen. Warna temboknya yang putih tulang memang sangat indah. Daripada disebut sebagai bangunan mewah, justru bangunan mirip kastel itu terlihat begitu artistik di mata Naruto sekarang. Sudah di bilang jika Switzerland memang kota yang penuh dengan bangunan tua yang menarik untuk memanjakan mata-mata penikmat seni.

Naruto pun membuang napasnya kasar. Dia berdiri dengan meletakkan kedua tangannya di dalam saku mantel hitamnya. "Aku tidak yakin bisa bertemu dengan gadis pilihan nenek." Ia bingung harus berekspresi seperti apa. Dia tidak pernah terlalu bisa dekat dengan seorang wanita—tidak juga! Dia bisa dekat... hanya sekadar dekat, tidak lebih seperti sekarang. "Apa? Apa yang harus kulakukan?" ia memandang Yamato yang berada di sampingnya.

Namun, lelaki itu memberikan satu buket bunga indah, entah sajak kapan lelaki itu mendapatkannya. "Apa ini?"

"Seorang gadis, sangat suka dengan bunga. Jadi, saya mempersiapkan ini untuk Anda," Yamato tersenyum, terpancar kebahagiaan. Namun Naruto tidak tahu, apa yang bisa dikatakan kebahagiaan di sini. Ia lagi-lagi membuang napasnya cukup kasar. Akan tetapi, sebelum kakinya berhasil untuk melangkah—menaiki anak tangga di bangunan mirip kastel itu. Suara melengking neneknya yang menunjukkan kebahagiaan membuatnya terkejut.

"Oh sayang, kemarilah," Naruto melambaikan tangannya. Menyapa neneknya yang dengan hati-hati menuruni anak tangga, karena sepatu hak tingginya, cukup menyulitkan wanita itu menuruni anak tangga itu. Naruto yang melihatnya, hanya bisa meringis ngeri. "Aku akan memperkenalkanmu, dengan calon tunanganmu. Maaf, karena nenek tidak memberitahumu lebih dulu, tapi aku yakin, kau pasti senang. Nenek tidak akan memintamu menikah sekarang, jangan khawatir."

"Bisakah tenang sedikit?" seru Naruto dengan menangkap pundak neneknya yang terbungkus oleh mantel hijau brokat-nya. "Aku akan masuk, jangan khawatirkan apa pun. Walau sempat tadi aku ingin memberontak, tapi aku ingat, setiap kejutan yang nenek berikan selalu membuatku bahagia." Katanya seperti itu. Kemudian, ia pun mengambil pelukan.

Di dalam ia merasakan neneknya membalas pelukan tersebut. Kepalanya mendongak. Dan matanya mengarah pada seorang lelaki berambut panjang yang berada di bangunan tinggi itu. Naruto seperti pernah bertemu. Wajahnya benar-benar tidak begitu asing untuknya.

"Nenek!" buru-buru Naruto melepaskan pelukan. Mendorong kedua bahu neneknya. Memaksa neneknya untuk menjauh. Sementara dia ingin berlari untuk memastikan sesuatu.

"Ada apa?"

Naruto sama-sekali tidak mendengar pertanyaan yang keluar dari bibir neneknya yang mendadak terperangah karena tingkah cucunya yang tidak sopan, begitu saja berlari menaiki anak tangga sambil menenteng buket bunga. Napasnya yang terengah-engah terbayar saat dia dengan yakin tidak salah melihat. Lelaki di depannya adalah seseorang yang satu tahun lalu memukulnya di taman—di Jepang.

"Lama tidak berjumpa."

"Tidak mungkin!" dada Naruto berdegap tidak karuan. Dadanya menjadi kembang-kempis. Secara mendadak ia lupa caranya untuk bernapas. Tunangan yang dikatakan neneknya di sini, tidak mungkin gadis yang sudah menjadi pilihan hatinya, dan dia, mencoba melupakan gadis itu. "Dia ada di sini?" lelaki itu mengangguk kecil. Lalu menggerakkan kepalanya sedikit, mengarah ke arah pintu, seolah-olah memberitahukan bahwa gadis yang Naruto rindukan ada di dalam restoran itu.

Matanya memejam. Menahan sesuatu yang tidak ingin keluar. Betapa dia rindu seperti dia merindukan Switzerland. Seperti dia merindukan ibu dan ayahnya. Satu tahun yang lalu. Sosok gadis manis duduk di kursi roda itu, ia umpamakan seperti Switzerland; dia pernah menghabiskan waktu di negara itu, kenangan buruk menghampiri, hingga begitu saja dia lupa bagaimana dia merasa bahagia di sana. Dia berharap bisa melupakan Hinata, seperti dia melupakan kenangan bersama orangtuanya di Switzerland.

Namun, ternyata itu sulit. Perasaan cinta dan hatinya yang telah memilih gadis itu dan tidak bisa begitu saja disingkirkan. Naruto menderita, namun dia terus mencoba kuat.

"Masuklah, Hinata ada di dalam. Dia sangat senang, mengetahui kau baik-baik saja."

Naruto tidak mampu berkata banyak. Sungguh, dia menekan dadanya dengan cara tidak bernapas. Lalu, ia melirik ke arah pintu restoran tersebut. Dia melihat sosok gadis sedang memunggunginya samar-samar, sedang duduk di kursi roda dan melihat beberapa orang berbincang-bincang.

"Hinata," gadis itu memerintahkan kemudinya untuk membalikkan kursi rodanya. Dia tersenyum dengan kedua pipinya yang merona merah, saat akhirnya ia bertemu dengan lelaki yang dengan berani melamarnya satu tahun silam. "Hinata!" Naruto berlari, menjatuhkan buket bunga. Melewati kakeknya yang sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang.

"Naruto-san, selamat datang."

Dia sudah yakin sekarang, dia bukan salah satu lelaki yang akan masuk ke dalam golongan para lelaki yang tidak mampu meraih cinta pertamanya. Pada kenyataannya Naruto mampu untuk meraih Hinata. Dia mampu untuk bersama seseorang yang benar-benar ia cintai. Dan Naruto melupakan bahwa masih ada yang namanya 'takdir'.

Naruto segera berlutut dan mendaratkan keningnya pada pundak Hinata. Dia memeluk gadis itu dengan perasaan senang pun juga sedih. Dia rindu. Benar-benar rindu sampai rasanya ingin mati. "Aku mencintaimu, maukah kau menikah denganku?" bisiknya seperti itu. Hinata mengangguk dan tersenyum. Sambil mengusap-usap punggung Naruto yang terus bergerak-gerak karena terisak.

"Aku juga mencintai Naruto-san." Jawaban itu berhasil membuat Naruto merasa senang pun bahagia. Dia tidak memiliki tindakan selain ini. Perasaan rindunya membuat Naruto tidak bisa melepaskan gadis itu dari pelukannya. "Aku senang, jika kau adalah tunanganku."


Tamat