Disclaimer: Reiichiro Inagaki & Yusuke Murata
Story Line by: Morveren Petra
.
.
.
BAB V
ENDLESS
Mamori meringkuk di tempat tidurnya, angin malam bersemilir menerobos masuk melalui jendela yang Mamori biarkan terbuka lebar semenjak ia pulang. Gadis itu masih menangis, suara isakkannya memenuhi seluruh ruangan yang sunyi. Bahkan ia tak peduli angin dingin yang menyapa kulitnya sinis. Lampu kamar juga tak ia nyalakan, membiarkan juga cahaya bulan yang tanpa malu-malu menerobos masuk, sedikit membantu menyinari ruang kamarnya yang gelap.
"Hiruma-kun…Kau bodoh…Kau kejam." Ucapnya sangat lirih.
Tangisan Mamori kunjung tak berhenti, malah ia semakin menangis. Ia tidak peduli sudah sebengkak apa kedua matanya nanti jika ia terus begini, namun gadis itu benar-benar tidak peduli. Tangannya mencengkram seprai kasur kuat-kuat, tak kuasa menahan rasa sakit yang terus menghantam dadanya, ia merasa sesak. Pasalnya Hiruma benar-benar membuatnya sakit hati. Ia juga tak mengerti kenapa ia bisa sampai sesakit ini? Gadis itu juga mengatakan ia membenci Hiruma Youichi, benarkah? Malah Mamori tak sampai hati untuk mengatakannya. Sampai akhirnya ia menyadari sesuatu. Pria itu tak tergantikan, seberapa kasarnya-pun dia, Mamori tak pernah bisa membencinya. Ini sangat tidak adil untuk Mamori dan hatinya.
Mengingat kembali masa-masa lalu dimana Hiruma juga memberikan kekuatan bagi Mamori, membantunya dalam diam tanpa Mamori ketahui, Hiruma yang juga selalu ada untuknya, walaupun ia menunjukkannya dengan sikap arogan dan keras. Mamori sadar, bahwa ia sangat mencintai Hiruma Youichi. Mamori merasa frustasi dengan pikiran yang melanda dirinya. Bagaimana jika Hiruma kini membencinya? Dikarenakan rasa sakit di hati yang membakar, membuat Mamori berani mengucapkan kata-kata itu.
"Bodoh."
Mamori makin meringkukkan dirinya dan tangisannya semakin pecah.
.
.
.
Tiang lampu jalanan yang berdiiri kokoh disepanjang terotoar menerangi setiap perjalanan Hiruma Youichi. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, jalan-jalan mulai lengang karena malam semakin larut, hanya ada beberapa mobil yang berlalu lalang. Berkali-kali ia menekan tombol, mencari saluran radio yang layak untuk di dengar, sekedar menemani perjalanannya. Tak lama Hiruma berdecih kesal, karena tak mendapatkan satu pun siaran bagus yang ia inginkan, lalu pria itu dengan kasar mematikan radionya. Kemudian ia memicu mobilnya dengan cepat berharap lekas sampai di tempat tujuannya.
Hatinya juga sedikit cemas, Hiruma ahli dalam merencanakan seusuatu bahkan memperhitungkan apapun, bahkan nyaris tidak pernah gagal dan juga sekalipun ia tidak pernah ragu. Namun kali ini pria itu sedikit was-was dengan apa yang ada dibenak dan otaknya yang encer. Ia takut memperhitungkan apa yang akan terjadi, ia takut pemikirannya meleset, Hiruma takut akan semua itu. Ia mengeratkan cengkraman tangannya di setir kemudi, menghela napas dalam lalu membuangnya.
"Persetan."
.
.
.
Hiruma melajukan mobilnya menuju daerah Shibuya, Apartemen Mamori terletak disana. Jalanan di Shibuya tak pernah mati, masih banyak orang-orang yang berlalu lalang, begitu pula dengan kendaraan bermobil. Dan juga banyak gedung pencakar langit yang memamerkan cahaya warna-warni, menghiasi kota menjadi menakjubkan, itu yang dipikirkan orang lain, namun tidak dengan Hiruma.
"Lampu-lampu sialan, membuatku sakit mata." Hiruma menggerutu.
Ingin rasanya Hiruma segera tiba ditempat tujuan, karena ia tidak tahan lagi dengan kondisi di daerah Shibuya lebih tepatnya memang Hiruma tidak menyukai keramaian. Juga dengan sangat terpaksa ia memperlambat laju mobilnya karena masih sangat ramai.
"Tidur sana orang-orang sialan, haruskah aku hancurkan daerah ini? Kekeke." Ia menggerutu sembari menyeringai.
Berkali-kali juga ia mengeklaksoni segerombol pemuda atau pemudi yang sembarangan menyebrang jalan yang hampir saja ia tabrak kalau Hiruma tidak cepat menginjak rem.
"Bocah-bocah buta sialan tidak berotak! kulindas baru tahu rasa." Hiruma menggerutu lagi, kali ini ia makin kesal.
Hiruma terus seperti itu, menggerutu dan melemparkan makian kepada orang-orang yang membuatnya tidak senang. Sudah ada beberapa orang yang terkena peluru karet yang ia tembakkan dengan brutal. Sampai akhirnya dia tidak tahan lagi. Hiruma keluar dari mobil dan menenteng Basoka di pundaknya, lalu ia naik ke atap mobil dengan raut wajah menyeramkan dan seringai khas miliknya. Orang-orang disekitar yang melihat Hiruma hanya termangu dan bergidik ngeri.
"Kalian orang-orang sialan menyebalkan mengganggu jalanku, kekeke rasakan ini!" Pelatuk ditariknya, Hiruma mengarahkan basoka tepat di papan iklan yang terpampang diatas gedung setinggi tujuh puluh meter. Papan iklan itu pun hancur beserta suara ledakkan yang merconnya tak lama juga ikut membuat ledakkan cahaya berwarna-warni. Hiruma menyeringai kembali, ia lalu melompat dari atas mobil dan masuk kedalam. Menghiraukan pandangan orang-orang yang ketakutan, bahkan pengendara mobil dijalan menepikan mobilnya membuka jalan untuk Hiruma.
"Kekeke."
.
.
.
Setelah cukup puas menghadapi hiruk pikuk kota Shibuya, serta umpatan-umpatan dan makian yang ia lontarkan sedari tadi akhirnya Hiruma bisa bernpas lega. Ia telah jauh dari keramaian sialan yang membuat dirinya memanas. Hanya berjarak lima puluh meter lagi Hiruma mendekati apartemen Mamori. Letak apartemen Mamori cukup terpencil, lumayan jauh dari inti kota. Hiruma melihat gedung bercat krem berlantai lima di hadapannya. Hanya ada beberapa lampu apartemen yang masih menyala, namun tidak dengan lampu apartemen Mamori.
Hiruma juga memicingkan mata, melihat sosok siluet yang tak asing baginya. Tanpa ragu ia memakai lampu jauh, dan benar, mendapati Yamato bersandar di mobil sedan hitam, pandangannya terpaku menatap apartemen Mamori. Hiruma berdecih, langsung saja ia memarkirkan mobilnya tak jauh dari mobil Yamato.
"Apa yang kau lakukan disini rambut liar sialan?" Ucap Hiruma dingin.
Yamato mendengar suara yang tak asing baginya, dengan malas ia menoleh, tepat seperti dugaan Yamato.
"Kau sendiri?" Yamato balas bertanya tak acuh.
Hiruma menaikkan sebelah alis, kedua tangannya ia masukkan ke saku jaket parka hitam. Lalu ia menghampiri Yamato dan ikut bersandar di sedan hitam milik Yamato. Hiruma mendongakkan kepala, menatap langit malam yang kosong, hanya bulan yang terlihat menghiasi malam hari ini. Yamato hanya melirik Hiruma seperti tidak peduli, ia hanya ikut mendongakkan kepalanya. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka pembicaraan. Yamato lalu membuang napas.
"Tolong jaga dia." Gumam Yamato memecah keheningan diantara mereka berdua.
"Ngoceh apa kau?" Balas Hiruma, matanya tetap melihat kearah langit.
"Jangan naïf Hiruma, aku tahu dia tidak mencintaiku, melainkan dirimu."
Hiruma menoleh, datar menatap Yamato.
"Jangan sok tahu kau sialan."
Yamato menyisir rambutnya ke atas, ia memang sudah terbiasa dengan sikap Hiruma yang tak acuh, "Mari kita selesaikan disini." Lanjut Yamato "Anezaki tampak lebih hidup jika ia bersamamu, aku sadar sikapnya sangat berbeda ketika bersamamu, ia sangat baik padaku, tapi itu hanya sebatas peduli seperti ia dengan yang lainnya. Mungkin itu yang membuatku jatuh cinta padanya, dan juga sikapnya yang sederhana."
Hiruma tak menanggapi ucapan Yamato, ia hanya menyimaknya dengan tenang. Kesunyian kembali menyelimuti mereka berdua.
"Mungkin aku akan menyerah kali ini, aku tak bisa juga membuatnya jatuh cinta kepadaku sementara dia mencintai pria lain, yah—."
"Lalu, apa yang akan kau lakukan?"
"Menyerahkannya kepadamu."
"Menyerah sebelum bertarung heh rambut liar sialan?"
Yamato menggeleng "Yah, jika aku teruskan kau juga pasti langsung mencegahnya, bahkan kalau aku bisa membuatnya berpaling darimu, kau bisa membunuhku—mungkin."
Hiruma menyeringai lebar "Tepat."
"Tapi—jika kau membuatnya sakit atau menderita, aku pastikan kau tidak bisa lagi melihatnya atau menyentuhnya." Yamato tersenyum memikirkan kembali kata-katanya yang ia ucapkan.
Hiruma berdiri dari posisi bersandarnya, jemari telunjuknya yang ramping menekan dada Yamato kuat hingga Yamato sedikit memundurkan badan.
"Coba saja rambut liar sialan, aku hanya tinggal pastikan lagi kau tidak akan bisa mendapatkan manajer jelek itu selamanya." Balas Hiruma.
Yamato merasakan hatinya sedikit lebih lega, walaupun masih ada yang mengganjal namun ia yakin ia bisa mengatasinya. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Mamori.
"Jagalah dia dengan baik Hiruma-san." Yamato menyunggingkan senyum dan bersiap memasuki mobilnya. Hiruma hanya melihat gerak-gerik Yamato.
"Jangan khawatir rambut liar sialan." Ucap Hiruma dengan nada pelan dan langusng pergi menuju apartemen Mamori. Yamato yang mendegarnya hanya menggeleng dan tersenyum.
.
.
.
Mobil Yamato berbelok dan dengan cepat pergi meninggalkan daerah apartemen Mamori. Yamato mengemudikan mobilnya dengan santai. Hatinya masih terasa sakit, tapi ini adalah pilahan yang benar-benar seharusnya ia lakukan, ia seharusnya tak pernah menyesali keputusan yang dia buat.
Suara dering handphone Yamato mengaburkan lamunannya, ia segera mengangkat panggilan telepon itu.
"Yamato, apa kau baik-baik saja?"
Pria bersurai hitam itu sedikit kaget mendengar suara lembut perempuan diseberang telepon, suaranya terdengar sangat khawatir.
"Tidak terlalu baik." Jawab Yamato
"Taka menceritakannya kepadaku, itu… Mari kita pergi minum-minum bertiga. Aku dan Taka sangat mencemaskanmu."
"Hahaha baiklah-baiklah, kita bertemu di tempat biasa."
"Hati-hati, Yamato. Aku sangat mencemaskanmu."
Yamato tersenyum lembut lalu ia tertawa.
"Terima kasih Karin… Sampai jumpa."
Sambungan telepon terputus, tawa pria berparaskan tampan itu menggelegar. Hatinya kini merasakan lega, setidaknya ia telah berusaha keras untuk dirinya sendiri dan dia harus mengapresiasikannya.
"Begini ya rasanya patah hati." Ucapnya lirih.
Mobil Yamato melaju menulusuri jalan Shibuya yang sangat ramai, namun jauh di dalam dirinya merasakan sepi. Ia menyalakan radionya, mendegarkan suara lantunan musik Jazz bercampur Pop-Indie, dan suara penyanyi wanitanya yang unik membuatnya tertegun, suaranya sangat menyentuh hati, mungkin sang penyanyi menciptakan lagu ini dengan sepenuh hati, pikir Yamato. Pria bersurai hitam yang memang sedikit berantakan mulai sangat menikmati lagunya, menganggukan kepala sesuai irama lagu, mengetuk-ngetuk setir mobil menggunakan jari telunjuk, dengan seksama ia mendengarkan isi kandungan lirik dibagian Chorus, lalu ia tertawa.
Let's Raise A Glass or Two.
To All The Things I've Lost on You, Oh Oh.
Tell me Are They Lost on You, Oh Oh.
Just That You Could Cut Me Loose Oh Oh.
After Everything I've Lost On You, Is That Lost On You.
Hooh Ohh Ohh
Baby Is That Lost On You?
Is That Lost On You.
"Bahkan Radio mengerti suasana hatiku." Yamato tersenyum simpul, menyeka rambutnya dengan jemari-jemari tangan.
.
.
.
Kini pria bersurai spike kuning berdiam diri di depan pintu kayu bercat cokelat tua, tanpa perasaan ragu sedikit pun, ia memutar kenop pintu yang nyatanya tak dikunci oleh si empunya apartemen bernomorkan 1321. Perlahan Hiruma mulai mendorong pintu hingga setengah terbuka. Dilihatnya seluruh ruangan sangat gelap, sepertinya Mamori tidak menyalakan semua lampu-lampunya. Dengan cepat Hiruma menekan tombol yang berda di samping dinding dekat pintu masuk, sepertinya ia sudah tahu betul seluk beluk ruangan apartemen Mamori. Yah, dia pernah beberapa kali kesini, untuk mengerjakan tugas-tugas klub atau perkuliahan misalnya.
Matanya menyisir seluruh ruangan, tidak ada keberadaan Mamori juga dilihatnya, dan pada akhirnya manik hijau milik Hiruma menilik tajam ke arah pintu yang sedikit terbuka, tanpa cahaya di dalamnya. Hiruma yakin itu adalah kamar milik Mamori. Ia membuka jaketnya dan menaruhnya diatas kursi meja makan, lalu mulai berjalan menuju pintu itu. Di dalam otaknya berkecamuk bermacam pikiran-pikiran yang sedikit membuatnya merasa ragu. Sampai pada akhirnya ia berdiri tepat di depan pintu yang terdapat papan kecil berbentuk awan bertuliskan Anezaki Mamori.
Pendengaran Hiruma yang sudah diakui ketajamannya mendengar suara isakkan seorang gadis yang ingin ditemuinya. Dirinya merasa kecil saat itu juga, mengingat kejadian sore ini, tapi ia tidak bisa mundur begitu saja, ia ingin menyelesaikan semuanya, hari ini, dengan baik. Hiruma menghembuskan napas dan langsung membuka pintu kamar, dan memang yang dilihatnya Mamori meringkuk diatas kasur sambil menangis terisak. Matanya terpaku menatap gadis itu dengan perasaan bersalah. Hiruma berjalan dan duduk diatas kasur, membelakangi Mamori.
Mamori yang sedari tadi sudah mendengar langkah seseorang masuk, memang mengacuhkannya, ia tidak peduli walaupun itu pencuri sekalipun. Namun ketika seseorang itu masuk ke kamarnya dan yang ia rasa memang duduk diatas kasur, tepat disampingnya, ia berhenti menangis. Gadis itu menyadari siapa seseorang itu.
"Hi..Hiruma-kun?" Ucap Mamori masih terisak.
"Hm." Jawab Hiruma singkat.
"Mau apa kau kesini?"
"Sudah berapa lama kau menangis sialan?"
Mamori tersentak, matanya melebar dan ia bangun dari posisi tidurnya, dengan cepat ia melempar bantal secara kasar tepat di punggung Hiruma.
"Mau apa kau kesini hah?! Kalau hanya ingin memakiku lebih baik kau keluar! Pergi kau sekarang juga!" Mamori sangat murka, seolah ia meluapkan segala kekesalan dan kesedihan yang ia pendam sendiri sedari tadi. Hiruma tetap diam tak bergeming.
"Dasar manusia tidak punya hati! Kau anggap dirimu itu manusia hei Hiruma?! Yang dengan seenaknya memperlakukan orang lain?! Kau sangat tidak tahu diri!" Mamori masih berteriak.
Gigi-gigi runcing Hiruma bergemelatuk, ia langsung berbalik dan menarik tangan Mamori, lalu mendekapnya erat. Mamori tertegun sesaat.
"Katakanlah…Katakanlah semuanya, katakan apa yang ingin kau ungkapkan hingga kau merasa puas, pukul aku bila perlu." Jika memang memiliki pendengaran yang tajam suara Hiruma sedikit bergetar, pria itu merasakan gejolak hebat dihatinya, lalu Hiruma membenamkan wajahnya dibahu Mamori.
Manik biru Mamori terbelalak, air matanya kembali mengalir, kali ini tanpa isakan.
"Kenapa kau begini? Hiruma-k—." Suara Mamori bergetar hebat, tak kuasa malanjutkan kata-katanya, kedua tangannya dengan lemah memukul-mukul punggung Hiruma "Aku… Ben…"
"Maafkan aku." Hiruma mengucapkannya, ia mengucapkan kata-kata yang kedua kalinya seumur hidup pernah ia ucapkan, dengan suara yang sangat pelan juga parau dan hanya bisa didengar oleh Mamori.
"Maafkan aku, aku tak bermaksud mengatakannya. Aku tau aku memang berengsek. Jadi—Tolong jangan pernah membenciku." Hiruma makin mengeratkan pelukannya.
Mamori terhenyuh hatinya, perasaan murka yang meluap-luap kini telah sepenuhnya membuar tak bersisa. Mamori merasakan ketulusan di setiap kata-kata terucap melalui mulut seseorang yang mendapat julukan Komandan Dari Neraka. Yang Mamori pernah bertaruh dengan dirinya sendiri bahwa Hiruma tidak akan pernah menjadi seperti ini.
"Jangan membenciku, katakan kau hanya mencintaiku, bukan lelaki manapun, aku tak suka melihat kau dengan lelaki berengsek diluaran sana, aku hanya tak suka itu bisakah kau mengerti? Hanya kau yang bisa membuatku seperti orang tolol begini, hanya untuk dirimu, aku rela mengiba seperti ini."
Mamori kembali menangis, ia tak habis pikir benarkah ini Hiruma yang ia kenal selama ini? Mengapa ia berani memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan Mamori? Bagi Mamori, Hiruma bukanlah tipe orang yang akan melakukan hal gila seperti ini. Perlahan tangan Mamori beralih memeluk tubuh Hiruma. Rasa hangat menjalar keseluruh tubuh mereka berdua. Mereka merasakan kenyamanan dan ketenangan yang baru pertama kali mereka rasakan.
"Hiruma-kun." Mamori mengeratkan pelukannya. Mereka tenggelam di dalam perasaan mereka masing-masing yang baru kali ini juga mereka sadari.
Hiruma lalu melepaskan pelukannya dan menatap mata Mamori lembut, bagi Mamori dirinya seperti melihat hamparan padang rumput hijau luas yang indah, membuat Mamori terpana. Hiruma menggenggam kedua tangan Mamori, ia menyiapkan hatinya, Hiruma merasakan jantungnya berdegup cepat, namun tetap ia bisa menutupinya dengan ekspresi datar Hiruma. Namun tak bisa menutupinya dari Mamori, ia tahu bahwa Hiruma sedang gugup saat ini.
"Aku mencintaimu, menikahlah denganku."
Jantung Mamori berdebar dengan sangat cepat seperti tak beraturan, sehingga rasanya ingin menerobos tulang rusuk Mamori. Gadis itu menangkupkan kedua tangannya di dada, berjaga-jaga jika jantungnya memang melompat keluar.
"Bohong, Kau—Bercanda."
"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda manajer sialan?"
Mamori menatap lekat kedua mata Hiruma, memang ia tidak menampakkan kebohongan, keraguan, bahkan Hiruma balas menatap Mamori memberikan keyakinan penuh, bahwa memang ia tidak main-main. Hiruma ingin meyakinkannya.
"Benarkah kau sangat mencintaiku Hiruma-kun?"
Hiruma membalikkan badan, ia menatap rembulan yang bersinar terang menerobos melalui jendela. Memejamkan kedua mata, walau tak sehangat sinar mentari, Hiruma merasakan sinar rembulan yang menerpa wajahnya memberikan ketenangan. Mamori yang melihatnya sangat tertegun, baru kali ini ia melihat Hiruma sebegitu tenang, tidak ada aura setan yang selama ini selalu melekat di dirinya. Gadis itu melihat pria yang ia kenal dengan angkuh dan arogan, kali ini sangat damai dan teduh juga Mamori merasakan sepi serta kesedihan yang mendalam pada Hiruma.
"Aku kehilangan Ibuku ketika berumur tiga tahun karena beliau sakit, dan juga seringkali bertengkar dengan ayah sialanku. Ayahku adalah pemain catur amatir tingkat nasional, dia rela meninggalkan keluarganya demi sebatas ambisi, menelantarkan ibuku, ia rela mengorbankan apapun termasuk kami," Hiruma membuka matanya, menatap kosong ke langit hitam "Setelah meninggalnya ibuku, ayah dari ibuku membawaku bersamanya selama dua belas tahun, mereka sangat baik merawatku. Tapi ada hal yang tak akan pernah aku pelajari, aku merasa sangat kosong selama ini. Sewaktu kelas satu SMP aku kembali ke ayah, ternyata hubunganku dengan ayahku juga tidak kunjung membaik, dan rasa benci juga tak percaya padanya semakin membesar, aku memilih keluar dari rumah dan melakukan apapun untuk bertahan hidup, seorang diri." Hiruma berhenti sebentar, ia menoleh ke Mamori dan tersenyum simpul "Untuk apa juga aku berada dirumah bersama seseorang yang perasaan, otak dan hatinya sudah mati. Aku hanya tambah merasakan kekosongan, sedih, dan kesepian, tanpa siapa pun. Ayah sialan itu juga jarang sekali pulang, ka—."
Pria bersurai kuning pucat itu kembali merasakan kehangatan menjalar diseluruh tubuhnya, Mamori memeluknya, tangisan Mamori kembali pecah.
"Maafkan aku Hiruma-kun" Mamori berseru, gadis itu mengerti sekarang, mengapa Hiruma bisa bersikap seperti itu, bersikap tidak seperti kebanyakan orang. Mamori sangat mengerti, awalnya dia ragu mengenai pendapatnya sendiri tentang Hiruma, tapi ternyata, tebakannya benar. Tangisan gadis bersurai auburn itu memecah. Hiruma memutar tubuhnya dan balas memeluk Mamori, kepalanya ia sandarkan diatas kepala Mamori, ia mencium wangi vanilla yang menguar dari rambut gadis yang ia peluk, Hiruma tersenyum.
"Astaga, sampai kapan kau mau menangis Manejerk? Matamu mirip sekali dengan bakpao sialan, kau tahu?"
Mamori membenamkan wajahnya di dada Hiruma "Aku tahu." Jawabnya lirih.
"Suara tangisanmu yang seperti Monster sialan itu bisa melukai pendengeran tentanggamu dan membuat mereka takut, kau tahu?"
"Aku Tahu."
"Badanmu itu jadi melar dan berat serta, tengamu seperti herkules karena kue beracun itu memasuki tubuhmu, kau tahu?"
Mamori makin mengeratkan pelukannya, "Aku Tahu."
Hiruma terdiam, ia membenamkan wajahnya di pucuk kepala Mamori, "Aku sangat membutuhkanmu—kau tahu?" Kali ini Hiruma memelankan suaranya.
"Aku Tahu."
"Aku mencintaimu, apa kau tahu?"
"Tentu aku tahu." Mamori mengangguk pelan.
"Apa kau menerima tawaranku padamu manajer sialan?"
"Tentu Hiruma-kun. Aku mencintaimu, aku akan menghapus semua kesedihanmu serta bebanmu yang sudah lama kau tanggung sendiri. Aku berjanji akan memberikanmu kebahagiaan lebih dari apa-pun." Mamori menjawab beserta senyum kelembutan yang terpatri di wajahnya.
Hiruma tertegun, "Ah, jadi seperti ini ya rasanya dicintai. Terima kasih, Mamori." Hiruma menyeringai, bukan seringai menakutkan seperti biasanya. Kali ini berbeda. Hiruma tersenyum penuh kelegaan, ia bahagia.
.
.
.
Mamori mengeratkan pelukannya, ia juga tersenyum penuh kebahagiaan, semburat merah padam terlihat di kedua pipinya.
"Perlihatkan wajahmu." Pinta Hiruma.
"Tidak, kau akan mengejekku nanti." Tolak Mamori masih dengan suara parau sehabis menangis.
"Tidak akan."
"Janji?"
"Tentu—."
Perlahan Mamori merenggangkan pelukannya. Hiruma berhadapan dengan gadis yang sedari tadi memeluknya dan menangis karena dirinya. Sebelah tangannya ia tangkupkan di pipi Mamori yang terasa lembut dan hangat, menatap gadis itu dalam, menghapus sisa air mata dibawah matanya. Wajahnya memang sangat kacau, matanya sangat sembab, tapi tidak menghilangkan paras cantik alaminya. Tanpa sadar Hiruma menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Membuat Mamori membulatkan pipi.
Mamori berseru, "Tuh kan kau mengejekku!"
Hiruma mendongakkan kepala, "Maaf aku tak tahan." Dia berusaha menahan tawanya
"Tertawa saja!" Mamori mendengus.
"KEKEKEKEKEKE JELEK SEKALI WAJAHMU MANAJER SIALAN! AKU SANGAT TAK TAHAN KEKEKEKE." Tawa Hiruma menggelegar, ia terpingkal-pingkal, membuat Mamori menjadi jengkel.
"Ya ya ya, terus saja kau tertawa seperti itu Hiruma-kun! Padahal kan kau yang membuat wajahku menjadi seperti in—."
Kata-kata Mamori terhenti ketika Hiruma beralih mencium bibir mungilnya, Mata Mamori membulat lebar. Hiruma melumat bibir Mamori lembut, namun gadis itu tidak protes. Jantungnya semakin cepat berdebar merasakan sensasi panas di dalam dirinya. Kedua mata Mamori perlahan terpejam, menikmati setiap pergerakan Hiruma dan Mamori membalasnya, mengalungkan kedua tangan dilher Hiruma, memperdalam ciumannya. Sensai luar biasa yang baru pertama kali mereka alami, dengan seseorang yang berharga.
Cahaya rembulan dan angin yang menerpa tubuh mereka berdua adalah saksi bisu dari ikatan seorang Setan dan Malaikat yang tidak akan pernah terbayangkan oleh siapapun yang mengenal mereka. Biarlah itu menjadi rahasia kedua insan tersebut.
To Be Continue
.Morveren: Yeay! Terima kasih untuk yang sudah review dan terima kasih banyak sudah mengikuti cerita ini bahkan menikmatinya. Ah seneng banget XD Kali ini saya mau balasin review untuk chapter sebelumnya yang pertama dari:
Sreaderr-san: Fast update thorr~ mau liat hiruma minta maaf terus nemenin mamori sampai sembuuhh hehe.
Morveren: Ini sudah saya percepat updatenya hehehe, mohon maaf yah sebelumnya kalau updatenya hanya satu minggu sekali. Sejujurnya buat cerita ini dalam satu hari saya biasanya buat dua chapter untuk minggu ini dan minggu depan. Kenapa gak saya update cepat? Karena setelah ceritanya selesai, untuk yang minggu pertama saya mengedit lagi kalau ada cerita yang dirasa kurang atau typo, biasanya saya tambahin atau bisa jadi ada yang saya ganti atau kurangin. Biar reader juga enak bacanya hehe, edit satu chapter biasanya sampai tiga hari buat saya, karena saya berpikir gimana ceritanya biar bisa enak dibaca dan gak berbelit-belit. Sama halnya dengan chapter untuk minggu depan. Setelah itu diupdate di hari sabtu XD Itu aja sih hehehe terima kasih sebelumnya ya sreader-san :D Dan selanjutnya
BlondieFrankenstein: Yay yay akhirnya chap 5 update walopun agak telat karena aku uda nungguin dari hari sabtu dan baru terupdate senin. Tapi taka pa lah, ceritanya menyenangkan dan panjangg goodluck ya hiruma. Akhir kata utk author, semngat terus ngelanjutin ceritanya yak
Moreveren: Kyaa~ Tuan Frankenstein aku rela jadi anak buahmu dan Tuan Raizel~ (loh hahaha XD). Mohon maaf dengan sangat, hari sabtu sebenarnya mau saya update tapi ternyata saya ada acara keluarga dari pagi sampai malam, mau update malamnya malah ketiduran, gomen ne T^T. Dan pas hari minggu pagi aku mau update lagi dan malah bermasalah dari fanfictionnya aku coba sore sama malem gabisa juga, jadi aku tunggu senin, sempet was-was juga kalau masih eror, tapi syukurlah bisa di update. Mohon maaf sekali lagi. Ahhh seneng banget banget!, terima kasih atas supportnya selalu tuan Frankenstein XD. Dan terkahir~
YouicHime: semangat buadt Authorny … nice story
Morveren: Terima kasih banyaak sudah mereview dan membaca Hime-sama! XD Saya selalu semangat kok untuk buat cerita ini. Kan saya sudah berjanji tuntasin cerita ini hehe, terima kasih sekali lagi untuk supportnya, ikuti terus ceritanya yah :)
Morveren: Yup, terima kasih ya semuanya saya senang banget. Dan pasti ada yang heran kenapa updatenya cepat. Karena minggu ini saya akan sibuk, jadi saya cepet-cepet selesaiin untuk chapter minggu ini. Saya pikir dari pada updatenya telat lebih baik dipercepat aja ya kan? Hehehe. Oh iya apa reader ada yang punya Wattpadd? Kalau ada silahkan di inbox akunnya saya follow nanti. Saya juga baru buat cerita bergenre fantasy disana (dih promo) hahaha atau kita bisa berteman lewat sosial media (ngarep hahaha).
FB: Morveren Petra
IG: rosemarrymor
Wattpadd: morverenpetra
Silahkan di add dan follow bagi yang berkenan, pasti saya acc atau folback nyehaha. Akhir kata terima kasih untuk dukungan dari semuanya. Sampai jumpa di chapter berikutnya ^^.