.
.
SIN –God, please forgive us-
Chapter Prologue
Naruto Belong Masashi Kishimoto
Rated M
Genre : Romance, Hurt/comfort, Angst
Warning : OOC, AU, INCEST, DARK FICT.
.
.
Terlihat layar laptop dengan gambar sebuah peta dan tanda merah yang berkelap-kelip, laki-laki berambut hitam dengan gaya rambut dikuncir—si pemilik laptop—kini menyeringai kemudian menatap lembut pada sebuah bingkai yang terletak di meja tempat ia bekerja. Sebentar ia rebahkan tubuhnya di kursi elastis itu, sambil menatap langit-langit, laki-laki itu kemudian memejamkan kedua matanya.
"Sudah enam tahun, apa kabarmu… Sakura…"
.
.
Seorang gadis berdiri memakai dress putih dengan sepatu hak tinggi yang manis, rambut pink miliknya ia biarkan tergerai menyentuh lehernya. Kedua mata emeraldnya terlihat gugup sambil bercermin di kaca yang terdapat etalase tempat penjual minuman. Tas kecil berwarna hitam membuat penampilan gadis itu terlihat sangat manis.
"Mau sampai kapan kau menata rambutmu?"
Mendengar suara yang sangat ia kenal membuat gadis itu langsung berdiri tegak, "I-Itachi-nii! Kau membuatku kaget!"
"Ayo, sebentar lagi mereka keluar." Itachi menggandeng tangan adiknya menuju pintu keluar tempat orang-orang yang turun dari pesawat.
Yap. Mereka kini sedang berada di bandara.
Kedua mata emerald itu melihat dua sosok berambut pirang, jantungnya berdegup kencang ketika sosok laki-laki dengan wajah yang ceria menyapa dirinya, "Sakura-chan!"
Tanpa pikir panjang, gadis bernama Sakura itu berlari dan memeluk sosok tersebut dengan erat.
"Narutooo! Aku merindukanmu…"
"Aku menepati janjiku 'kan?"
"Ng, terima kasih!"
"Haduuuuuh, siang-siang sudah bikin panaaass!"
Sakura menoleh pada suara wanita yang sangat ia rindukan, "Ino! Ino! Ino! Aku juga kangen padamu!" Sakura memeluk Ino.
"Iya, iya, iya, lepaskan pelukanmu, aku harus memeluk kakakmu." Ino melepaskan pelukan Sakura dan berdiri di hadapan Itachi, senyuman Ino membuat Itachi menatapnya dengan sangat lembut, "aku datang."
"Selamat datang."
"Rambutmu dipotong?" tanya Naruto sambil membelai rambut Sakura yang kini seleher.
"Iya, aku sengaja tidak bilang padamu, hehehe kejutan, kejutan."
Naruto tersenyum lembut dan merangkul Sakura, "Sangat cocok untukmu."
"Jadi, apa tempat tinggal kalian dekat dari sini?" tanya Ino sambil merangkul lengan Itachi.
"Tidak terlalu kok, kalian pasti akan menyukai tempatnya, selera ayah memang sangat elegan." Sakura menjawab dengan bahu yang dirangkul oleh Naruto.
"Tunggu sampai dia bercerita tentang masa lalunya menghadapi perang dunia, siapkan penutup telinga," ujar Itachi tanpa ekspresi.
"Hahaha, sepertinya akan menyenangkan," jawab Ino.
"Ino, kau Masochist," ledek Itachi.
"Enak saja!"
.
.
Sementara itu, di dalam sebuah gedung pencakar langit yang sangat tinggi, terdapat sosok pria memakai setelan berwarna hitam duduk membelakangi pintu masuk, kursi nyaman dan terlihat mewah membuat penampilan laki-laki itu semakin menawan.
"Tuan Sasuke, saya ingin melapor keberadaan adik anda dari tuan shikamaru."
Laki-laki yang dipanggil Sasuke itu menyeringai dan memutar kursinya, "Jadi, apa yang dia lakukan hari ini?"
"Beberapa jam yang lalu dia memotong rambut panjangnya dan—"
"APA?!"
"Maafkan saya tuan, saya hanya menjalankan tugas." Pria berbaju hitam dan memakai kacamata hitam itu langsung bersujud di hadapan laki-laki itu.
Uchiha Sasuke.
Pemilik saham dari sebagian besar perusahaan ternama di Jepang ini terlihat kesal, dia melihat satu persatu lembar foto yang diserahkan oleh pesuruhnya itu. Bagaimana bisa Sakura memotong rambut yang sangat ia sukai? "Kau boleh keluar," ucap Sasuke sambil mengeluarkan ponselnya.
"Shika, kau sudah tahu kabar baru tentang Sakura?"
"Ah, dia sedang berada di bandara menjemput Ino dan Naruto."
"Apa kau tahu dia memotong rambutnya?"
"Tidak tahu, tapi aku tahu dia pergi ke salon sebelum ke bandara."
"Tetap awasi."
"Pasti."
Sasuke memutus sambungan teleponnya. Rasanya ingin sekali mengamuk melihat Sakura memotong rambut dan menjadi terlihat sangat dewasa juga menawan. Sasuke berani bertaruh bahwa banyak laki-laki hidung belang di sana mengincar adiknya. Sasuke berjalan mendekati kaca jendela, dia bisa melihat seluruh isi kota Tokyo dari situ, mengingat tempat yang ia tempati saat ini berada di lantai lima puluh.
"Sebentar lagi, Sakura," gumam Sasuke.
Enam tahun berlalu sejak Sakura pindah ke Spanyol. Enam tahun juga Sakura menjalani hubungan jarak jauh dengan Naruto, walaupun hubungan mereka tidak semulus yang Sakura pikir, namun pertengkaran kecil membuat mereka menjadi lebih mengenal satu sama lain. Dalam enam tahun, Naruto dua kali mengunjungi Sakura ke Spanyol, pertama dia seorang diri dan kedua bersama dengan Ino.
Enam tahun berlalu, dan enam tahun juga Sakura tidak mendengar kabar dari Sasuke maupun Shikamaru. Walau Sakura menghindari kedua kakaknya tersebut, dalam lubuk hatinya yang paling dalam… Sakura sangat merindukan mereka berdua. Sakura tidak tahu… dan tidak sadar, bahwa selama enam tahun ini, kedua kakaknya yang sinting itu selalu memperhatikan setiap langkah yang ia ambil.
Sakura berhasil lulus dengan nilai yang memuaskan, kini dirinya bekerja di perusahaan kecil dan menjadi jurnalis. Itachi berhasil mendapatkan gelar dokternya, Naruto pun berhasil lulus dan menjadi pengacara yang baru mengepakkan sayapnya.
Shikamaru… dia mendapatkan gelar paling jenius di kepolisian, dia selalu berhasil menangkap penjahat dari kelas teri sampai kelas kakap. Bahkan Shikamaru tidak jarang meretas sistem pertahanan bank internasional demi keisengannya.
Sedangkan Sasuke, dengan mengandalkan kepintarannya dalam berbisnis, dia membangun sebuah perusahaan dan membeli saham hampir di seluruh perusahaan Jepang, bahkan beberapa sudah sah menjadi miliknya. Dengan umur yang masih muda, Shikamaru dan Sasuke memiliki banyak fans yang sangat fanatik.
Namun jangan salah…
Dengan Shikamaru yang bisa mengendalikan apa saja dari laptopnya, juga kekuasaan Sasuke yang berhasil ia capai… itu semua hanya untuk Sakura… adik tersayang yang sengaja mereka bebaskan untuk menghirup udara segar sementara.
Sasuke dan Shikamaru menyeringai di tempat yang berbeda.
"Sudah saatnya, Sakura."
.
.
"Menjual rumah lama?" kini Sakura terlihat syok oleh pernyataan sang ayah.
Mereka sudah sampai di rumah, dimana ayahnya sudah menyuruh para koki untuk menyiapkan makan siang. Sang ayah mengangguk dan melanjutkan ucapannya, "Ayah ingin menjual rumah lama kita, karena terakhir ayah ke sana tidak ada satu orang pun yang tersisa, bahkan para pelayan juga tidak ada."
"Tidak ada orang?" Sakura ingin sekali bertanya dimana keberadaan Sasuke dan Shikamaru, namun dia tidak berani membuka suara. Sang ayah tidak mengetahui kejadian yang terjadi kepada tiga anaknya itu.
"Shikamaru tinggal di kepolisian pusat, dia mendapatkan fasilitas yang luar biasa, sedangkan Sasuke tinggal di apartemen mewah, hahaha, mereka sudah sukses, ayah bangga."
Sakura meremas dressnya, mendengar sang ayah yang bangga kepada kedua kakaknya yang sudah sukses di umur yang terbilang sangat muda.
"Saat lulus SMA, Sasuke menelepon ayah dan minta diajarkan bagaimana cara bermain saham dan mengatur strateginya, tidak ayah sangka ternyata dia jauh lebih mahir dari yang ayah duga."
Merasa canggung dengan percakapan yang membicarakan kakak-kakaknya, Sakura meminum air putih dan mengubah topik, "Ah, Itachi-nii kapan akan menikah dengan Ino?"
"Kami masih harus mengurus surat-suratnya, dan Ino masih belum memutuskan dimana kita akan tinggal nanti," jawab Itachi.
"Aku tidak ingin jauh dari orang tuaku," sambung Ino, "tapi Itachi juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya sebagai dokter di sini."
"Wah, rumit," ucap Sakura.
"Kalau begitu, jangan jual rumahnya, biar aku dan Ino yang menempati rumah itu," ucap Itachi yang membuat Ino tersedak makanannya.
"Uhuk! Uhuk! Sebentar… rumah itu terlalu besar untuk kita berdua…" protes Ino, "aku lebih memilih apartemen sederhana, lagipula bagaimana caraku untuk membersihkan rumah sbesar itu!"
"Hahahaha." Sang ayah tertawa geli melihat reaksi Ino, "kau sungguh wanita yang luar biasa, normalnya wanita akan sangat senang tinggal di rumah itu."
"Itu karena Ino beda dari wanita lain, ayah," bela Sakura.
"Tenang saja, Ino." Sang ayah melanjutkan, "aku akan membayar beberapa pelayan dan supir untukmu, kau juga ajak saja kedua orang tuamu tinggal di sana."
Ino tersenyum lembut, "Terima kasih atas kebaikan anda, tapi orang tuaku harus mengurus toko bunga, jadi—"
"Mereka bisa meneruskannya dengan berangkat dari rumah 'kan, aku tidak meminta orang tuamu berhenti usaha," potong Itachi yang mengerti keinginan Ino, bahwa walaupun Ino menikah dengan Itachi yang sudah sangat mapan, Ino tidak ingin dimanja berlebihan, dan Ino ingin usaha keluarganya dihargai dengan tidak menyuruh kedua orang tuanya untuk berhenti usaha.
Itachi mengerti hal itu dari siapapun.
"Jadi bagaimana? Apa kau setuju, nona yang sebentar lagi akan menyandang nama Uchiha…" tanya Fugaku sambil mengamgkat gelas kecil berisi wine.
Ino tersenyum dan mengangguk, "Ng, aku terima."
"Kalau begitu sudah kuputuskan, kita akan menikah dan tinggal di Jepang, untuk tanggalnya kuserahkan padamu," ucap Itachi.
Ino menunduk dan tersenyum gugup, "A-aku ingin pernikahan kita di tanggal tepat kita resmi berpacaran."
Sakura menatap Ino dengan tatapan terkejut, dia yang paling tahu tanggal berapa dan bulan apa itu, Sakura membuka suara, "Itu artinya tiga bulan lagi?! Mendadak sekaliiii."
"Cukup kok, itu waktu yang sangat cukup menyiapkan pesta pernikahan," jawab sang ayah, "ayah akan memberitahu seluruh kolega dan sahabat ayah agar datang ke pernikahan kalian."
Fugaku beranjak dari duduknya ketika makanan sudah habis disantap, sebelum pergi meninggalkan ruang makan, Fugaku menoleh, "Ah, jangan lupa beritahu Sasuke dan Shikamaru untuk menjadi best man-mu."
Dan mereka berempat hanya saling tukar pandangan dengan tatapan panik. Apa yang seharusnya mereka lakukan? Sangat tidak lucu jika salah satu keluarga Uchiha menikah… dua anggota keluarga penting tidak hadir dalam pernikahan tersebut.
"Tidak usah, jangan beritahu mereka," ucap Itachi tiba-tiba.
"Apa alasannya yang tepat untuk diberitahu pada ayahmu?" tanya Naruto.
"Aku yang akan menjelaskannya," jawab Ino.
"Ng, tidak apa-apa." Sakura berkata sambil tersenyum, "sudah enam tahun berlalu, mungkin mereka sudah berubah, atau mungkin saja mereka sudah menemukan wanita idaman mereka masing-masing 'kan, dulu… mungkin juga itu adalah perasaan sesaat yang labil karena masih remaja."
Mendengar ucapan Sakura membuat Ino menatap sahabat—calon adik iparnya—dengan tatapan sendu, "Kau sangat baik, Sakura."
"Bagaimanapun juga mereka kakak-kakakku."
Naruto menarik pundak Sakura agar kepalanya bersender di pundak laki-laki itu, "Jika terjadi sesuatu padamu, kali ini aku benar-benar tidak akan tinggal diam."
Sakura tersenyum dan memejamkan kedua matanya, "Ng, aku tahu itu."
-TBC-
A/N : chapter prologue selesaiiii, sesuai janji aku bikin sekuelnya yaa, aku juga publish kok di wattpad, oh iya, username wattpad aku bukan V3 Yagami ya, tapi Lady707 XD
sampai jumpa di chapter depan
XoXo
V3 Yagami