DESTINY

BL, BxB, YAOI

Cast :

- Huang Renjun

- Lee Jeno

- Na Jaemin

- Mark Lee

Summary :

Mereka sudah ditakdirkan bersama(mungkin). Hanya perlu waktu dan keberanian untuk mengungkapkan perasaan mereka, Tapi takdir membuatnya rumit. Perpisahan, penghalang, keraguan, kekecewaan, dan tangisan. Melibatkan lebih banyak drama.

...

...

' Over?'

...

...

ooOO0OOoo

" Apa Jeno lebih baik dariku? jika iya maka tinggalkan aku!"

Renjun terdiam, sama sekali tidak berniat membalas ucapan Mark. Otaknya seakan membeku seketika, tatapan suram Mark seakan mengiris hatinya. Menyesal? tentu, dia sangat sangat menyesal membawa Mark kedalam permasalah hatinya. Dan kini akhirnya Mark tahu, tentang betapa busuknya seorang Huang Renjun.

"Kau masih mencintainya, tapi kenapa mengizinkan ku masuk kedalam hidupmu. Membiarkan aku terbuai, dengan setiap perkataan dan perlakuan mu, yang sama sekali tidak sejalan dengan isi hatimu sendiri."

Rentetan perkataan Mark seperti sebuah lontaran cambuk bagi Renjun, perih. Cairan bening yang sudah menumpuk tumpah begitu saja, membasahi pipi tirusnya.

"Lalu aku harus bagaimana?" Renjun buka suara, nada frustasi sangat kental. Semakin memperdalam tatapannya kepada Mark, yang tak terputus sama sekali. "Membiarkan perasaan itu yang terus menyiksa ku?, aku tidak tahu, jika sekali jatuh maka hatiku tidak akan mudah untuk bangun." Mark terdiam, tatapan Renjun semakin turun. "Aku sudah menyerah, jadi buat aku tidak mengingatnya. Bawa lari diriku dan buat aku menjadi milik mu sepenuhnya, jangan biarkan aku menoleh kebelakang, kau bisa kan? Mark. " Ya, Renjun sudah sepenuhnya menyerah, meski dia berjuang akhirnya akan tetap sama.

"Renjun, -

"Kau hanya perlu membawa ku, dan semuanya selesai. Aku lelah sangat lelah." Potong Renjun masih dengan nada frustasi nya, tatapan nya tak pernah lepas dari Mark. Seketika itu juga Mark mendekap erat tubuh kecil di hadapannya, yang kapan saja bisa tumbang. Mark merasa menyesal pada dirinya sendiri yang dengan gamblang, menyuruh Renjun memilih. Ia seharusnya tahu, Renjun sedang mencoba menghapus semua perasaan nya. Bisa Mark rasakan tubuh Renjun semakin bergetar pada dekapan nya.

"Tenanglah.. Maafkan aku." bisik Mark lembut mencoba menenangkan Renjun. Kenapa bukan dirinya saja yang bertemu dengan Renjun untuk pertama kali, betapa beruntungnya Lee Jeno itu.

"Kita akan menikah minggu depan!" hening. Renjun yang masih berada di dekapan Mark, tidak merespon apapun perkataan dari pria yang mendekapnya. Mark bergerak melepas dekapan nya, hendak melihat wajah Renjun. Tangan kekar nya menangkup pipi halus milik pemuda manis di depannya, "kau tidak perlu mengatakan apapun, cukup ikuti apa yang aku katakan."

...

...

Lee Jeno yang kini masih berada di dalam mobilnya, menatap datar kearah mansion mewah tetap di depannya. Melajukan mobilnya memasuki halaman luas mansion tadi, perasaan nya masih tak karuan dan kini dia harus berhadapan dengan Jaemin. Jeno menghela nafas berat, setelah memarkirkan mobilnya di salah satu garasi, ia masih enggan untuk turun merasa takut emosi nya tidak terkontrol saat berhadapan dengan Jaemin.

Meski sudah beberapa menit berlalu dia masih terdiam, helaan nafas panjang lolos dari bibirnya. Sebelum tangannya bergerak membuka pintu mobil, setelah keluar dari mobilnya Jeno melangkah menuju pintu masuk mansion.

Memasuki ruangan mansion yang mewah dan klasik, beberapa pelayan yang berpapasan dengan Jeno sempat menyapanya. Ya, Jeno sudah beberapa kali kesini meski tidak sering, karena Jaemin juga jarang berada di mansionnya pria manis itu lebih memilih tinggal di apartemen yang sama dengan Jeno. Alasannya karena Jaemin merasa kesepian jika harus tinggal di mansionnya, sedang keluarga nya yang lain masih di kanada. Untuk hari ini, dia bilang ingin makan malam mewah dan romantis bersama Jeno. Sambil membicarakan hal yang penting katanya, yang Jeno sendiri tidak tahu.

Tidak mau berlama-lama, Jeno segera menuju ke ruang jamuan. Disana Jaemin sudah duduk dengan manis pada kursi di samping meja, tersenyum menyambut kedatangan Jeno. Dia berdiri kemudian mendekat kearah Jeno merangkul tangannya erat.

"Duduklah. " Jaemin menuntun Jeno untuk duduk di kursi samping kiri meja, sehingga dapat berhadapan dengan nya. Jeno hanya tersenyum kepada Jaemin tipis sangat tipis. Jaemin tidak masalah dengan itu, ia sudah terlalu biasa mendapat respon seperti itu. Masih dengan senyum lebarnya ia kembali duduk di kursi miliknya.

"Makanlah, aku yang memasak semua ini." lagi, Jeno tidak merespon hanya tersenyum kemudian mengambil makanan yang terdapat di meja. Jaemin yang melihatnya hanya bisa meringis, memilih untuk tidak peduli.

Untuk beberapa saat suara dentingan sendok yang beradu dengan piring mengisi keheningan. Jaemin sesekali melirik kearah Jeno yang fokus dengan makanannya, tidak ada suara keluar dari mulutnya, setidaknya komentari makanan nya itu yang Jaemin harapkan.

"Ekhem..." deheman Jaemin, membuat atensi Jeno teralih. Acara makannya sudah hampir selesai, dan dia baru ingat tujuan nya kesini bukan hanya untuk makan malam tapi juga mendengarkan hal penting yang akan diutarakan Jaemin.

"Kau tahu kan aku ingin membicarakan hal penting dengan mu? "

"hmm, " Jeno sambil membersihkan mulutnya yang terdapat kotoran sisa-sisa makanan tadi dengan tissue. "Katakanlah" lanjutnya.

Jaemin menarik nafasnya perlahan, "Eomma(ibu Jeno) dan aku sudah membicaran ini sejak lama, kami memutuskan untuk mengubah acara pertunangan kita menjadi acara pernikahan," Jeno mendelik tidak percaya dengan apa yang diucapkan Jaemin barusan, pernikahan? yang benar saja. "Terlalu lama jika harus menunggu proyek mu selesai, lagi pula paman Kim sudah menyetujuinya." lanjutnya, ia sadar Jeno tidak senang dengan ini, tapi dia juga tahu Jeno tidak akan bisa berbuat apa-apa, dia tidak akan menolak. Karena jika Jeno menolaknya, dia sudah menyiapkan sesuatu dan itu akan membuat Jeno tunduk.

"Sudah cukup!" Jaemin sedikit tersentak, nada suara Jeno tidak seperti biasanya. Apa semarah itu dan setidak setuju itukah Jeno atas gagasan nya. "Hentikan semua drama ini, -"

"Ap-Apa maksudmu?"

"Hentikan semuanya, tidak ada pernikahan, tidak akan pernah ada. Aku sudah mengingat semuanya, aku muak mengikuti alur cerita yang kau buat. Kau egois, - Kau tahu itu Na Jaemin?"

Jaemin kehilangan kata-kata, seakan tenggorokannya tercekat sesuatu. Matanya membola, menatap tak percaya kearah Jeno yang kini tengah menatapnya sangsi. Tangannya gemetar, mencoba meraih sesuatu. "Oh, -" ia berdecak, kini menatap Jeno seakan menantang. "Lalu kau akan lari, dan menikah bersama Huang Renjun?!" tangannya menggengam erat gelas kaca.

"Jika bisa akan ku lakukan, tapi meski tidak begitu. Aku juga tidak akan pernah menikahimu. Ini sudah berakhir, jadi kau tidak perlu berpura-pura menjadi pasangan ku." Jeno berbalik, siap melangkah menjauh dari tempat Jaemin. Tapi...

PRAK

Jeno menghentikan langkahnya, menoleh kebelakang matanya membola tidak percaya dengan apa yang disaksikannya sekarang.

"Jaem, -

"PERGILAH! TEMUI RENJUN, menikah dengannya. Karena setelah ini aku tidak akan ada di dunia ini!" Jaemin memegang pecahan gelas kaca yang cukup tajam, menempelkannya tepat di pergelangan tangan. Air matanya sudah mengalir deras, ia tahu ini bodoh tapi sama sekali tidak peduli.

"Jaemin, jangan berbuat hal bodoh. Tolong! sadarlah kau hanya terobsesi padaku, itu bukan cinta." Jeno mencoba menenangkan, perlahan mendekati Jaemin.

"DIAM! JANGAN MENDEKAT!, Kau akan bahagia jika aku mati, jadi pergilah!"

Jeno meneguk ludah, tangan Jaemin semakin mengerat.

"Baiklah, - " Jeno menjeda sesaat ucapannya, tangannya terulur kearah Jaemin. "Kau ingin kita menikah? aku lakukan. " Jaemin terdiam. Srak

Dengan cepat Jeno merebut pecahan gelas kaca itu dari tangan Jaemin, tidak peduli telapak tangannya tergores dan kini mengeluarkan darah. Melemparnya sembarang, "Kau dengarkan? Kita akan menikah. Jangan buat hal bodoh!" setelah itu Jeno melangkah menjauh dengan darah yang sedikit demi sedikit menetes dari telapak tangannya, meninggalkan Jaemin yang masih membeku.

Bruk

Jaemin terduduk lemas, menatap datar pecahan gelas kaca di depannya. Apa yang barusan telah ia lakukan?, Apa tadi itu keterlaluan?. Sesaat senyuman tipis terkembang, 'Bukankah Acting seorang Na Jaemin tadi sangat bagus'

"Tuan muda?! A-apa yang telah terjadi?" tanya pelayan, yang kebetulan lewat hendak membersihkan ruang makan karena merasa acara makan malam nya sudah selesai.

"Tidak ada, -" Jaemin bangkit dari posisi terduduk nya, "Bersihkan semuanya, aku ingin tidur. " merapihkan bajunya, Jaemin berjalan menuju tangga.

...

...

Loser'

...

...

Jeno mengendarai mobilnya, membelah jalanan seoul. Bagus, sekarang ia kembali menjadi seorang pecundang. Dia sudah muak, dengan semua yang ia lalui dalam hidupnya. Takdir? apa harus ia percaya. Apa seperti ini takdirnya?. Jeno menambah kecepatan mobilnya, melesat seakan mencoba menuangkan semua emosinya.

Entah apa yang membawa nya berhenti tepat di depan apartemen Renjun sekarang, Menatap sendu kearah apartemen yang sudah terlihat lenggang. Apa Renjun sudah tidur? pikirnya, kemudian helaan nafas kembali lolos dari bibir tebalnya.

Tangannya meraih ponsel yang berada di dashboard, berniat menelpon... yeah Renjun mungkin. Jari-jarinya menekan layar, menyentuh kontak yang terpampang di layar ponsel. Ya, benar Jeno berniat menghubungi Renjun. Ia tidak berharap Renjun mengangkatnya, tapi setidaknya dia ingin mengirim pesan suara.

Ponselnya ia dekat kan pada telinga, sehingga terdengar nada sambung dari seberang. Cukup lama, hingga Jeno sudah hampir berniat memutus panggilan nya sebelum... Pip!

"Renjun!.. kau belum tidur? "

Dia mengangkatnya.

...

Didalam sana (Apartemen Renjun) Mark masih senantiasa terjaga, menemani Renjun yang sudah terlelap beberapa menit yang lalu, memandang wajah teduh Renjun matanya yang sembab membuat Mark tersenyum miris. Helaan nafas lolos, sekali lagi Mark tidak bisa memungkiri keputusannya tadi mungkin terlalu terburu-buru. Tapi... hey! mereka sudah bertunangan sejak dua tahun yang lalu, dan sudah bersama selama 4 tahun itu wajar.

Mark hendak turun dari ranjang, tapi urung Drrt drrt drrt getaran ponsel yang tepat berada di samping Renjun, mengalihkan atensinya. Tangannya telurur untuk meraih ponsel itu, Mark mengernyit "Jeno-ssi" gumamnya, setelah melihat layar ponsel yang memperlihatkan nama si pemanggil. Cukup lama ia menatap ponsel iti, tanpa berniat menolak ataupun menerima panggilan. Namun sedetik kemudian Mark menyentuh layar ponsel, menggesernya untuk menerima panggilan. Ia mendekatkan ponselnya ke telinga, bisa Mark dengar seseorang di seberang sana menyahut antusian.

"Renjun!.. kau belum tidur? "

"Huh... ini tidak akan lama. Renjun... Aku akan menikah dengan Jaemin. "

Deg. Jaemin? Oh, tidak mungkin dunia sesempit itu. Mark masih terdiam, tidak berniat menjawab dia hanya ingin mendengar apa yang akan dikatakan lelaki yang sangat dicintai Renjun.

"Aku tahu kau tidak peduli... dan tidak ingin peduli lagi tentang ku." Mark bisa mendengar helaan nafasnya, yang bisa ia rasakan lelaki itu sama lelahnya dengan Renjun.

"Bisakah besok kau menemuiku di halte Yongsan jam 3 sore, aku akan menunggu sampai kau datang"

"Tidurlah!, terima Kasih kau masih mau mendengarkan ku. Selamat malam" Pip.

Mark mendengus, Bagaimana bisa mereka masih saling mencintai? setelah perpisahan yang lama, dan bahkan sudah memiliki pasangan masing-masing. Mark tidak ingin mengatakan itu Cinta sejati, tapi... Ah Masa bodoh pikirnya.

Jeno masih terdiam di dalam mobil, menatap ponselnya dengan senyuman tipis bisa dikatakan senyuman miris. Helaan nafas kembali keluar dari bibirnya, Jeno melempar begitu saja ponselnya sehingga beradu dengan dashboard. Tangannya meraih kemudi, setelah menyalakan mesin mobil Jeno melesatkan mobilnya membelah jalanan yang cukup lenggang. Karena sekarang sudah hampir tengah malam, tidak banyak aktivitas.

-

-

-

Pagi hari, Renjun tengah berkutat dengan roti-roti panggang hangat yang baru saja keluar dari alat pemanggang. Menaruhnya pada dua piring yang ada di meja, lalu mengolesi satu persatu roti nya dengan selai coklat.

"Kau tidak kerja hari ini kan? " intrupsi seseorang yang kini tengah duduk santai di ruang tamu, Mark.

"Ya." jawab Renjun sambil berjalan kearah Mark dengan dua piring yang berisi roti.

"kalau begitu, kau bisa ikut aku. "

"Kemana? "

"Rahasia." Renjun mendengus, sambil menikmati roti panggangnya dengan ekspresi kesalnya. Membuat Mark terkekeh, dan tidak tahan untuk mencubit pipi halus Renjun.

"Kalau sudah selesai, segera bersiap-siap." Mark meninggalkan apartemen Renjun telebih dahulu, lagi Renjun mendengus.

"ish, kenapa dia terburu-buru sekali." tapi setelah itu, Renjun segera menuruti perintah dari Mark.

-

-

"Jeno! " suara teriakan seorang namja, menggema memecah keheningan pagi hari di sebuah mansion mewah milik keluarga Na.

"Ya, ada apa?" Jeno menyahut santai, yang tengah duduk di ruang tamu yang cukup luas.

"Kau sudah diberitahu eomma kan?, untuk menemaniku memilih baju yang akan dikenakan di hari pernikahan? "

"hmm, kau sudah siap? kita pergi sekarang!" Jaemin tersenyum ceria, sambil merangkul lengan Jeno dengan erat. "Ok" ucapnya dengan semangat mengikuti langkah Jeno.

-

Kini Jeno dan Jaemin tengah berada di sebuah butik, atau lebih tepatnya sebuah gedung Wedding organizer . Karena tempat ini menyediakan berbagai keperluan untuk pernikahan mulai dari busana, undangan, dan bahkan ballroom untuk resepsi. Yeah, dari penjelasan tadi bisa dipastikan, orang-orang yang kesini adalah para chaebol. Kenapa tadi dikatakan butik, karena Jeno dan Jaemin tengah berada disalah satu ruangan yang menyediakan berbagai busana resmi untuk pernikahan di gedung itu.

"Silahkan tuan, anda bisa memilih salah satu Tuxedo unggulan yang kami sediakan." Ucap salah satu staf, dengan menunjukan tuxedo hitam dan putih yang terlihat elegan. Jaemin tersenyum menyentuh salah satu tuxedo yang berwarna putih.

"Ini, sepertinya cocok untukku, Jeno bagaimana menurutmu?" Jeno yang sejak tadi hanya terdiam, memusatkan atensinya pada Jaemin.

"Ya, itu Bagus. " jawabnya singkat, Jaemin kembali terseyum.

"Noona, apa ada ukuran yang pas untukku?" Staf yang disebut noona oleh Jaemin tadi, tersenyum kemudian mengangguk.

"Sepertinya ada, saya akan mengukur tubuh Tuan Na dan Tuan Lee terlebih dahulu."

Butuh waktu beberapa menit untuk mengukur tubuh masing-masing dari mereka berdua. Setelah selesai, Jeno dan juga Jaemin duduk bersantai di salah satu sofa yang disediakan disana untuk menunggu. Sambil sesekali menyesap minuman yang sengaja disediakan staf disana, dan juga membaca beberapa majalah sebagai referensi yang diletakkan di meja.

"Tuan Mark dan Tuan Huang bisa duduk dulu disana, saya akan mengambil beberapa baju dengan ukuran yang cocok untuk anda berdua."

"Oh baiklah."

Sayup-sayup terdengar percakapan staf dan pengunjung, yang sepertinya baru saja datang. Mungkin. Karena sejak tadi Jeno maupun Jaemin sibuk dengan dunianya sendiri, sebelum mendengar sebuah nama yang tidak asing mengalihkan segalanya.

"Renjun-sii." Jaemin berdiri bermaksud menyapa Renjun, yang kini tengah berjalan kearah sofa yang berada tepat disamping tempat duduknya. Mendahului pria dibelakangnya yang masih terpaku, menatap Jaemin yang juga sama terpakunya. Sedangkan Jeno terdiam saat pandangannya bertemu tatap dengan Renjun.

...

...

...

"Kenapa kau tidak mengatakan kita akan menemui ayahmu?" Renjun mendengus kesal, ia dan Mark baru saja keluar dari gedung perkantoran milik ayah dari pria bermarga Lee itu. Berjalan mendahului Mark, Renjun segera masuk kedalam mobil yang terparkir tidak jauh dari tempat itu. Mark hanya terkekeh geli melihatnya, lalu masuk juga kedalam mobil.

"Maaf, Aku takut kau akan menolak ikut jika kuberitahu" ucap Mark, sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Ck, kau ini, kita bahkan tidak membawa apapun. Itu sungguh tidak sopan." Renjun masih berdecak menunjukkan kekesalannya. Mark hanya tersenyum tidak berniat membalas, ia memilih fokus ke jalanan kota seoul yang dipenuhi salju disetiap sisinya meskipun tidak setebal di kanada.

"Kita... akan kemana lagi?" Renjun kembali buka suara, karena merasa jalan yang dilewati saat ini bukanlah jalan menuju apartemen nya.

"Wedding Organizer, kita perlu mempersiapkan segalanya sebelum tanggal 19 januari, itu berarti waktu kita hanya punya waktu seminggu." Renjun terdiam. Ah benar. Mereka baru saja membahas pernikahannya dengan ayah Mark. Secepat itukah?.

Renjun terlalu sibuk dengan pikirannya, bagaimana ia akan benar-benar menjadi milik Mark. Hingga tidak sadar jika mereka sudah sampai, dan Mark sudah selesai memarkirkan mobilnya. Cklek. pintu mobil disamping Renjun terbuka "Hey! kau melamun?" Suara bass itu mengintrupsi Renjun, membawa kembali kesadarannya.

"O-oh, kita sudah sampai?" Renjun keluar dari mobil, netra nya tidak berhenti menatap dan menelusuri setiap sisi gedung di depannya saat ini.

"Wah... Apa ini tempatnya?"

"Ya,.. Renjun! apa kau percaya aku sudah memesan ballroom disini?" Renjun mengernyit seakan bertanya, Mark yang mengerti ekspresi itu terkekeh. "Aku berteman dengan pemilik gedung ini, dari jauh-jauh hari aku sudah menghubunginya untuk menyisakan ballroom yang spesial untuk pernikahan ku nanti." Mark menghela nafas pelan sebelum meneruskan ucapannya.

"Sebenarnya aku menyusul mu ke korea memang berniat melamarmu, semua persiapan sudah aku siapkan. Ibu dan juga ayahmu sudah kuberitahu-

Seharusnya aku meminta mu menikah, bukan kau yang menyerahkan diri padaku." Renjun tak bergeming sama sekali, dia tampak tak percaya dengan penjelasan Mark.

"Mark,-"

"Sudahlah, ayo masuk disini sangat dingin" Mark meraih pergelangan tangan Renjun, lalu melangkah masuk kedalam gedung. Memasuki area butik di gedung itu, Mark menghampiri meja resepsionis dengan Renjun yang berada disampingnya. Staf yang berada disana segera mengampiri mereka berdua.

"Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya, Mark tersenyum, lalu mengisyaratkan staf itu untuk mendekat. Renjun yang melihat Mark membisikan sesuatu pada staf itu hanya mengernyit bingung.

"Oh, Anda tuan Mark itu?" Mark mengangguk. "Baiklah, Tuan Mark dan Tuan Huang bisa duduk dulu disana, kami akan mengambil beberapa baju yang cocok dengan ukuran kalian."

"Oh baiklah" setelah staf itu pergi, Renjun melangkah ke tempst ysng dikatakan staf tadi diikuti Mark di belakangnya. Baru beberapa langkah, keduanya berhenti,

"Renjun-ssi" panggil pria manis yang sudah tidak asing bagi Renjun maupun Mark. Na Jaemin.

Renjun melirik ke samping kiri Jaemin, dan benar sudah ia duga pasti ada Jeno disana yang kini tengah menatapnya. Mark terdiam, menatap Jaemin yang juga menatapnya dengan tatapan tak percaya. Mereka, Apa memang sudah ditakdirkan untuk saling berkaitan? lelucon.

Suasan hening menyelimuti, keempatnya yang kini tengah duduk di sofa yang sama dengan meja panjang di tengahnya masih enggan bersuara. Beberapa saat berlalu tanpa percakapan apapun, membuat Jaemin merasa jengah. Kenapa juga harus merasa canggung mereka sudah memiliki pasangan masing-masing sekarang. Pikirnya.

"Ehmm, -" deheman Jaemin memecah keheningan, sekaligus mengalihkan atensi ketiga pria lainnya.

"Renjun-ssi, apa kau tidak berniat memperkenalkan tunangan mu, pada teman lama? " lanjutnya.

Renjun mengernyit Teman lama? yang benar saja, Ia kemudian tersenyum mencoba menghilangkan rasa canggungnya.

"Kurasa tidak perlu." jawabnya singkat. Jaemin yang mendengarnya terkekeh.

"Apa namanya Mark Lee? aku sempat mendengar staf menyebutnya tadi. " Jaemin melirik kearah Mark, yang tengah menatapnya seakan bertanya Apa yang kau lakukan?. Tapi Jaemin mengabaikannya, dia tidak peduli, Jeno dan Renjun tidak boleh tahu tentang masa lalunya dengan Mark.

"Oh ya!, kuharap kalian bisa datang ke acara pernikahan kami, tanggal 19 Januari." ucapnya lagi.

"Aku tidak bisa, karena di tanggal yang sama juga kami melangsungkan pernikahan." Renjun tersenyum mengakhiri ucapannya, tidak peduli dengan ekspresi Jeno yang ia tahu tidak baik-baik saja. Tatapannya berakhir pada manik hitam itu lagi, yang kini terlihat lelah seakan meredupkan kilauan nya.

"Selamat atas pernikahan kalian." kalimat singkat itu menjadi akhir percakapan mereka, mungkin saja akan menjadi kalimat perpisahan bagi dua insan itu.

-

-

-

Sepasang Netra itu tidak berhenti mengedarkan pandangannya, menunggu dan terus berharap semoga sosok itu masih sudi bertemu dengannya. Lee Jeno kini tengah terduduk disalah satu bangku yang tersedia di halte Yongsan, ia melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya "13.05" gumamnya. Helaan nafas berat lolos dari bibir tebalnya, hampir 30 menit ia menunggu.

Pertemuannya dengan Renjun di butik tadi sudah dua jam berlalu, tidak mungkin Renjun masih berada disana. Kecuali, dia memang tidak ingin menemui dirinya.

"Aku akan menunggu," gumam Jeno lagi, udara dingin semakin menusuk meski ia sudah mengenakan syal tebal dan mantel juga topi, tetap saja tidak mampu menghalau rasa dingin. Sedikit demi sedikit serpihan salju mulai turun, "Apa dulu kau juga seperti ini?" Jeno ingat dia pernah membuat Renjun menunggunya delapan tahun lalu, kini ia tahu betapa menyakitkannya menunggu.

"Maaf"

-

-

"Salju?" Renjun menatap jalanan yang mulai dipenuhi salju, yang turun dari langit. Mark yang sedari terus memperhatikannya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, pukul 13.00 sudah lewat lebih dari 10 menit. Ia tentu saja ingat Jeno pasti tengah menunggu Renjun saat ini, Tapi apakah dia harus mengatakannya pada Renjun dan membiarkan Renjun Pergi.

"Renjun"

"Huh?" Mark masih ragu mengatakannya, sehingga ia memfokuskan pandangannya kedepan tidak menoleh kearah Renjun. Masih sambil mengemudi Mark menarik nafas perlahan mencoba meyakinkan dirinya, jika pun ia memberi tahu Renjun dan lelaki itu pasti akan pergi menemui Jeno. Meski bertemu ia yakin Renjun tidak akan meninggalkannya.

"Semalam, Jeno menelpon, -"

"Apa? apa yang dia katakan? " Renjun melirik kearah Mark yang masih menyetir.

"Dia akan menunggumu di halte Yongsan Pukul 13.00 hari ini." Renjun yang mendengar perkataan Mark melirik jam tangannya yang kini menunjukan pukul 13.15, Netra nya kembali mengedar kearah jalanan yang masih turun salju. Pikirannya berkelana, di udara sedingin ini Jeno sedang menunggunya. Renjun tahu betul Seorang Lee Jeno tidak kuat dengan udara yang semakin dingin ini.

"Hentikan mobilnya!"

"Apa? Renjun kau akan menemuinya?"

"HENTIKAN MOBILNYA SEKARANG!" Renjun tidak bisa berpikir lagi saat ini, yang ia pikirkan hanya Jeno untuk saat ini. Mark tidak punya pilihan lain, ia pun menghentikan mobilnya tepat di persimpangan jalan.

Renjun segera keluar dari mobil, diikuti Mark yang mencoba menghentikan Renjun dengan menahan tangannya.

"Kau sungguh akan pergi?" Renjun menatap Mark memohon, ia tahu Pergi yang Mark maksud.

"Aku hanya menemuinya, setelah itu aku akan kembali. Percayalah, dan... tunggu aku." Mark masih enggan melepas genggamannya, tapi tatapan Renjun membuat nya tidak bisa melakukan apapun. Perlahan Mark melepas genggamannya,

"Aku akan kembali." ucapan terakhir Renjun sebelum ia mulai berlari, menjauh dari Mark. Sedangkan Mark, hanya bisa menatap punggung sempit itu menjauh membiarkan Taksi membawanya.

"Aku tahu kau akan kembali"

-

-

'Destiny Never Lie'

TBC

ooOO0OOoo

Yuhuuuuuuu Jae comeback hehehe udah berapa lama saya hiatus? 2 bulan doang kan hehehe, maaf ya TT lama update nya. niatnya tanggal tujuh bulan kemarin eh malah bablas karena sibuk kerja. Ditambah sakit sekarang juga masih pusing kepala, tapi karena masih punya utang ff jadi dipaksain deh. Btw ini tinggal 1 chapter lagi loe hehehe, paling update lagi minggu depan kalo gak ada kerjaan.

Dan ENDINGNYA bakal... nocoment :V tunggu minggu depan aja ya bye.

Big Thanks : Sulcus Bicipitis, AbighoilPark, Honeypink, Prince Yuta, Sheunsays, Vfffff, nichi, Wiji, dhantieee, yeolloaddedbaek, Excogitatoris, dhinaapriliani. and all followers.

Jangan lupa review ok, gak review terpaksa bulan depan aku lanjutnya BYE.

Review Juseyo ~~~

TTD Jae...