TAKE MY HEART

EXO Fanfiction

HunKai

Cast : EXO member, BTS member, and other maybe

Rating : T

Warning : BL, Typo

Romance, Humor, Drama, or call it what you want

BAB SATU

Cerita ini bagaimana memulai cerita ini, mungkin sedikit mencuri pengenalan dari sebuah drama masa kecil kira-kira seperti ini "cerita ini bermula dari keluarga Kerajaan Korea abad modern, anggap saja Korea di abad 21 ini masih berbentuk kerajaan" mari kita mulai cerita ini.

"Dua puluh tiga."

"Hmm ya dua puluh tiga. Dua puluh tiga. Apa katamu?!"

"Bodoh." Gerutu laki-laki berkulit kecoklatan bernama lengkap Kim Jongin. "Kenapa otakmu selalu lambat memproses Kim Taehyung."

"Hei aku sedang konsentrasi dengan minuman cokelatku yang enak." Balas Taehyung dengan nada malas.

"Aku kakakmu!" protes Jongin.

"Aku tahu, di Kartu Keluarga kita sudah tertulis jelas jika kau dan aku saudara kandung." Balas Taehyung enteng.

"Dasar!" Jongin mati-matian menahan diri untuk tidak menjitak kepala sang adik. "Bisakah kau sedikit bersimpati padaku?" pinta Jongin penuh iba.

"Bersimpati untuk apa? Perjodohanmu?"

"Ya." Suara Jongin terdengar lemah.

"Kau tidak ada pacar jadi tidak masalah tentang perjodohan itu, kalaupun kau punya pacar kau harus memutuskan dia. Keluarga kerajaan tidak bisa ditolak." Taehyung mencondongkan tubuhnya menatap kedua mata Jongin lekat. "Tidak bisa menolak. Final."

"Aku ingin kabur." Ujar Jongin masih melempar tatapan putus asa kali ini ia bahkan menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, frustasi.

"Kemana? Kau saja bingung naik pesawat seorang diri, memang bisa kabur sejauh apa?" Taehyung terang-terangan melemparkan keraguan.

"Kenapa kau meragukan kemampuanku secara terang-terangan?" Jongin melempar protes, tidak terima direndahkan oleh manusia yang lebih muda darinya.

"Wajahmu saja sudah meragukan." Taehyung membalas telak, entah untuk keberapa kali.

"Terimakasih banyak, kurasa di kehidupan lalu aku banyak berdosa dan memilikimu sebagai adik adalah hukuman." Jongin menatap sengit, gelas berisi es cokelat di tangan kiriya bahkan sudah siap dia tumpahkan ke wajah tampan sang adik.

"Aku tidak tersinggung." Taehyung menanggapi kelewat santai.

"Aku tidak bermaksud menyinggungmu." Balas Jongin padahal dia sudah ingin mati menahan dongkol.

"Ngomong-ngomong sekarang sudah pukul lima sore, bukankah kita harus pulang dan menyambut keluarga kerajaan?"

"Tidak. Aku tidak sudi."

"Ayolah…. Jong…,"

Raut wajah Jongin berubah keras mendengar namanya dipanggil tidak sopan oleh sang adik. Tapi berharap Taehyung berucap sopan sepertinya mustahil. "Bagaimana jika kau yang pulang dan menggantikan aku?" Jongin berharap gagasan jeniusnya diterima Taehyung.

"Aku yakin kau sudah membayangkan adegan dramatis, dimana seseorang yang dijodohkan denganmu berpaling dan terpesona denganku?"

"Ya. Lagipula kau lebih tampan dariku."

"Cih!" desis Taehyung. "Di situasi genting seperti ini kau mengakui jika aku tampan. Tidak, aku tidak mau. Lagipula Sehun sudah mengenalmu, seluruh keluarga kerajaan sudah mengenal anggota keluarga kita, dan satu hal yang paling penting kita bukan kembar siam, wajah kita berbeda, bahkan orangtua kita saja ragu apa kita lahir dari rahim yang sama."

"Ayolah Tae…," ucapan Jongin terhenti, ponsel di atas meja bergetar. Di dalam layar tertera nama ibu mereka. "Tae angkat." Perintah Jongin tiba-tiba merasa ciut.

"Kau saja. Paling-paling Ibu meminta kita pulang karena keluarga kerajaan sudah tiba."

"Kalau begitu biarkan saja!" pekik Jongin sembari meraih ponsel di atas meja kemudian dengan cekatan ia balik ponsel miliknya, kini punggung ponsel yang terlihat bukan lagi layar.

"Kita bisa mendapat masalah." Nasihat Taehyung berusaha meraih ponsel milik sang kakak. Namun, Jongin menepis tangan Taehyung cepat.

"Abaikan saja!" Jongin bersikeras.

"Apa buruknya menikah?"

"Tidak ada yang buruk, kau akan tahu jika usiamu sudah dua puluh tiga tahun dan keluarga kerajaan meminangmu."

"Itu masih lama, tiga tahun lagi."

"Kenapa kau terdengar tidak keberatan?"

"Bukankah itu tradisi."

"Bagaimana jika kau mencintai orang lain?"

Taehyung bungkam, mengerutkan kening menatap Jongin. "Apa kau menyukai orang lain?"

"Ya—kurasa—aku menyukai orang lain."

Taehyung memperhatikan ekspresi malu-malu wajah Jongin. Dan tiba-tiba dia merasa iba, bagaimana kakaknya bisa bertindak begitu bodoh. Sudah tradisi jika keluarga kerajaan akan berbesan dengan keluarga Kim sebagai bentuk penghargaan karena leluhur keluarga Kim berjasa menyatukan Korea sebagai seorang Jenderal Perang.

"Tae!" pekik Jongin membuyarkan seluruh lamunan Taehyung.

"Apa?" balas Taehyung datar.

"Apa kau tidak pernah berpikir jika para Pangeran itu juga memiliki kekasih? Bagaimana jika pernikahan kami tidak berakhir bahagia? Aku pasti menderita, aku pasti melukai hati kekasih mereka."

"Mereka juga terikat tradisi, jika mengelak. Habislah, kurasa mereka bisa berpikir rasional dibanding perasaan."

"Kenapa ucapanmu terdengar sangat dingin. Apa kau tidak memiliki perasaan? Apa kau tidak pernah mencintai orang lain?"

"Jatuh cinta." Kali ini suara Taehyung terdengar lebih lemah. "Tentu saja aku pernah jatuh cinta, tapi sama sepertimu aku sudah terbelenggu." Tangan kanan Taehyung menunjuk leher Jongin.

Jongin memakai kalung emas dengan liontin bertuliskan nama salah satu pangeran kerajaan yang akan menikah dengannya di masa depan. "Sehun." Gumam Jongin, ia bahkan merasa enggan menyebut nama itu. "Kenapa keluarga kita mempertahankan tradisi kuno seperti ini?! Ini abad modern!"

"Pelankan suaramu, kau bisa dianggap menghina kerajaan dan menghina Negara."

Jongin mendengus mendengar ucapan Taehyung, mengangkat gelas es cokelat miliknya kemudian menyedot isinya dengan beringas menimbulkan suara slurp keras yang tidak sopan.

"Kalian." Suara itu membuat bulu kuduk Jongin dan Taehyung meremang. Ibu mereka sudah berdiri dengan seringai mengerikan. "Jongin berani sekali kau mengabaikan panggilan ibumu."

"Maaf Ibu." Balas Jongin dengan suara pelan.

"Pulang sekarang, kalian berdua. Kita akan berada dalam satu mobil."

"Mobilku?!" protes Taehyung yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh ibu mereka.

"Sopir Ibu akan membawa mobil kalian. Angkat bokong malas kalian sebelum Ibu menyiram wajah kalian dengan minuman yang sedang kalian nikmati." Ancam nyonya Kim.

Menahan geram Jongin dan Taehyung berdiri dari kursi masing-masing, berjalan dengan patuh di belakang ibu mereka yang kini menjelma lebih mengerikan dibanding seekor Singa. Jongin dan Taehyung duduk berhimpitian di kursi penumpang belakang.

Nyonya Kim mengendalikan setir kemudi. Sesekali Taehyung melirik Jongin dari ekor matanya. Jongin benar-benar terlihat enggan, Taehyung mulai mempertimbangkan cara membawa Jongin kabur. Tapi jika hal itu terjadi keluarga Kerajaan akan marah besar dan bisa saja mereka menjadi Buronan Negara. Taehyung bergidik membayangkan nasib malang mereka.

"Keluarga Kerajaan menunggu. Bagaimana kalian bisa bersikap tidak sopan seperti sekarang?! Kim Jongin?! Kim Taehyung?!"

"Semua salahku Ibu, jangan menghukum Taehyung. Hukum saja aku." Balas Jongin.

"Memang hukuman seperti apa yang akan aku berikan pada pemuda berusia dua puluh tahun dan dua puluh tiga tahun?" cibir Nyonya Kim menahan geram.

Sepuluh menit kemudian mobil yang dikemudikan oleh Nyonya Kim berhenti di depan sebuah halaman rumah bergaya tradisional Korea. Jongin menatap enggan pada sedan-sedan hitam mewah yang memenuhi halaman depan rumahnya.

"Ibu harap Pangeran Sehun tidak terlalu marah padamu."

Jongin memilih bungkam mendengar ucapan sang ibu. Jongin melangkah turun bersamaan dengan Taehyung. "Woah! Datang!" lengkingan suara penuh semangat itu menarik perhatian Nyonya Kim beserta dua putranya.

Jongin melirik Taehyung. Terlihat jelas jika Taehyung menahan diri untuk tidak mendengus melihat siapa yang menghampiri mereka dengan antusias. "TaeTae!" Jungkook menubruk tubuh Taehyung, memberi pelukan erat. Dia tersenyum lebar. Jeon Jungkook, putra Raja Korea kedua. Entah sejak kapan anak laki-laki pemilik gigi kelinci itu tergila-gila pada adiknya, Jongin bahkan tidak ingat kapan tepatnya.

"Pangeran." Ujar Taehyung dengan bahasa sopan. Mendorong pelan tubuh Jungkook, Taehyung membungkuk sembilan puluh derajat memberi hormat.

"Jangan seperti itu." Balas Jungkook kemudian terkekeh pelan. "Kita akan menikah jadi kau tidak perlu bersikap kaku seperti itu Tae."

Taehyung menegakan tubuh kemudian melangkah pergi, Jongin tahu kemana Taehyung akan pergi. Kabur ke kamarnya untuk bersembunyi dari Jungkook. "Tae aku membawakanmu hadiah dari kunjungan Kenegaraanku, aku pergi ke Amerika. Ayo aku tunjukan!" Jungkook dengan bersemangat menarik pergelangan tangan kanan Taehyung.

"Jongin, Pangeran Sehun sudah menunggumu."

"Iya Ibu." Jongin mengikuti langkah kaki sang ibu namun tatapan tidak lepas dari punggung Taehyung, ia berharap Taehyung tidak terlalu direpotkan Jungkook.

Jongin melepas sepatu yang dia kenakan sebelum menjejakan kakinya pada undakan menuju lantai kayu rumah tempat tinggalnya. "Maafkan aku Ibu." Tetap saja Jongin tidak ingin dicap sebagai anak tidak tahu diri. "Aku hanya butuh udara segar." Ujar Jongin beralasan.

"Kali ini Ibu memaafkanmu, cepat masuk. Sehun menunggu di dalam dan jangan lupa berikan penghormatanmu pada Sehun."

"Aku tahu." Jongin membalas malas.

"Masuk!" tegas Kim Hara, ibu Kim Jongin sembari mendorong punggung putra pertamanya. Mau tidak mau Jongin menggeser pintu geser di hadapannya.

Sehun, Pangeran pertama keluarga Kerajaan Korea, pewaris Tahta. Duduk bersimpuh, terlihat sopan sekaligus angkuh dalam waktu bersamaan. Jas putih membungkus tubuh langsing dan tingginya dengan sempurna. Rambut cokelat tersisir rapi ke belakang, kedua mata tajamnya mengawasi Jongin lekat.

Menelan ludah susah payah, Jongin menggeser pintu sepelan mungkin. Menutupnya sembari berusaha untuk tidak menimbulkan bunyi. Membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Sehun, sebelum mendudukan tubuhnya sepelan mungkin. Bertimpuh, kemudian bersujud di hadapan Sehun.

"Maaf saya terlambat Pangeran."

"Dua jam. Aku menunggumu dua jam."

"Sekali lagi maafkan saya Pangeran."

"Bangunlah."

Jongin menegakan tubuh, ia berharap Sehun akan tersenyum dan mempersilakannya untuk bersikap santai. Tapi semua harapannya sirna Sehun masih menatap tajam dengan ekspresi datar. "Berapa usiamu?"

"Dua puluh tiga tahun."

"Usia kita sama, tapi kau harus bersikap sopan padaku. Karena aku Pangeran dan kau calon istri-ku."

"Iya Pangeran."

"Selanjutnya aku berharap kau berhenti bersikap kekanakan dan sembrono. Kau calon pendampingku, jaga sikapmu, dan satu lagi hormati waktuku aku tidak bisa selalu menunggumu."

Jongin mengangguk kecil, ia kembali bersujud ketika Sehun memutuskan untuk berdiri kemudian berjalan meninggalkan ruangan. Setelah mendengar suara pintu geser tertutup, Jongin cepat-cepat meluruskan kedua kakinya.

"Aku kesemutan brengsek!" keluh Jongin, sembari memukul-mukul pelan kedua pahanya. "Sok keren, sok dingin, selanjutnya aku berharap kau berhenti bersikap kekanakan dan sembrono. Cih! Kau pikir kita hidup di zaman apa, aku bisa hidup tanpamu dasar Pangeran sombong!" cibir Jongin.

"Ibu!"

Jongin terlonjak, ia bergegas bangkit, membuka pintu menuju arah suara. Suara teriakan Taehyung. Jongin yakin sang adik dalam keadaan bahaya. Membuka pintu geser di sebelah ruangannya Jongin berjalan cepat menuju beranda belakang rumah.

Dan Jongin disuguhkan pemandangan mengejutkan. Jungkook. Adik Sehun, Pangeran kedua. Sedang memeluk erat Taehyung sembari menciumi pipi kanan Taehyung dengan gemas.

"Kau manis sekali Taehyung…., aku gemas. Aku ingin cepat-cepat menikah denganmu." Ujar Jungkook.

"Ibu!" Taehyung semakin histeris dan sikap seluruh keluarga Kim yang menyaksikan keadaan itu hanya saling melempar senyum.

"Jungkook kau harus menunggu hingga usia Taehyung dua puluh tiga tahun." Nasihat sang Ratu.

"Lama sekali! Masih tiga tahun!" protes Jungkook. "Aku inginnya sekarang." Ujar Jungkook kemudian kembali menciumi pipi Taehyung gemas.

Jongin menahan tawa, di dalam hati dia ingin menertawai nasib malang Taehyung tapi setelah melirik Sehun yang juga ada di sana, berdiri di sisi kanan ibunya. Jongin berubah pikiran, setidaknya Taehyung lebih beruntung memiliki kekasih aktif seperti Jungkook. Dibanding dirinya yang akan menikahi dinding.

"Baiklah…, ini tidak adil kenapa Sehun hyung lahir lebih dulu." Jungkook melanjutkan gerutuan sementara Jongin memilih pergi diam-diam. Dia sedang tidak ingin bertemu dengan anggota kerajaan lebih lama lagi.

Jongin berjalan pelan melintasi jalan tanah lembek di bawah alas sepatunya. Menuju kandang Kuda, ya, tentu saja Keluarga Kim adalah keluarga terhormat dengan kemapanan finansial turun temurun. Memiliki rumah luas lengkap dengan kandang kuda dan arena pacuan kuda bukanlah hal sulit.

Jongin menoleh ke belakang, melihat keluarganya yang sedang bercengkrama dengan anggota keluarga Kerajaan di ruang pertemuan. Pintu ruang pertemuan dibuka lebar, namun Jongin yakin mereka tidak akan peduli dengan apapun yang akan dia lakukan.

Mempercepat langkah kakinya menuju kandang Kuda. Jongin berdiri di depan pintu salah satu kandang. "Stone." Ujar Jongin memanggil nama kuda kesayangannya. Kuda jantan berwarna hitam itu mengeluarkan suara menyambut kedatangan Jongin, kepalanya ia julurkan melewati palang pintu.

Jongin tersenyum kedua telapak tangannya membelai surai lembut Stone. "Keluarga Kerajaan datang, Sehun datang. Aku—tidak menyukainya." Gumam Jongin sebelum menempelkan dahinya pada kepala Stone. "Aku membutuhkanmu sekarang."

Memberi usapan terakhir pada kepala Stone sebelum membuka pintu kandang, tangan kanan Jongin meraih tali kendali Stone, menggiring kuda kesayangannya keluar dari kandang. Jongin melepaskan tali kendali di tangannya untuk mengambil pelana dari gantungan. Dengan cekatan Jongin memasang pelana pada punggung Stone menghubungkan tali-talinya melingkari perut Stone.

"Sudah." Ujar Jongin menatap Stone puas. "Kita jalan-jalan sebentar."

Kaki kiri Jongin menapak pada pijakan, mengangkat tubuh, dan dalam hitungan detik Jongin sudah menduduki punggung Stone dengan nyaman. Stone berjalan pelan melewati kandang-kandang Kuda yang lain. "Perjodohan ini membuatku pening Stone." Adu Jongin, ia tidak berniat untuk meminta Stone berjalan lebih cepat atau bahkan berlari. Ia menikmati setiap langkah pelan Stone sekarang.

"Bagaimana jika Sehun memperlakukan aku dengan buruk? Bagaimana jika kami tidak bahagia? Bagaimana jika Sehun memiliki kekasih atau memiliki orang yang dia sukai? Kepalaku bisa pecah memikirkan semua itu."

TBC