Kuroko no Basuke disclaimer by Fujimaki Tadatoshi-sensei

Bye Bye, My Shelter by Rin Shouta
Rate : T
Genre : D
rama, Romance, Hurt/Comfort

Pair : AkaKuro (main pair)

Summary : Hubungan AkaKuro sudah berjalan kurang lebih empat tahun sebagai sepasang kekasih. Namun sejak Seijuurou mulai magang di perusahaan Akashi Corp., sikapnya mulai berubah. Tetsuya sakit hati karena selalu mendapat bentakan dari kekasihnya itu. Di satu sisi, Tetsuya ingin fokus untuk bisa mengikuti pertukaran mahasiswa dengan universitas lain di luar negeri. Fanfic request by Aike Wikanti Fitriani.

Warning : OOC, typos, etc. Don't like, don't read. I've warned you, okay?


Uap udara keluar dari mulut Kuroko Tetsuya ketika jendela kamar udara mulai mendingin di pertengahan bulan November. Mungkin akan mencapai minus nol derajat celsius saat malam Natal nanti. Ia menutup jendela lalu berjalan pelan menuju kasur king size yang terlihat ada gundukan cukup besar di balik selimut.

Pemuda itu memilih duduk di pinggir kasur. Tangan kanannya perlahan menyentuh wajah seseorang yang tertidur lelap dengan wajah menghadap ke arahnya. Ibu jarinya mengusap pipi dari wajah tampan itu.

Tiba-tiba ia merasa sebuah tangan memeluk daerah pinggang hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan. "U-um, Sei-kun, apa aku membangunkanmu?" tanya Tetsuya sambil mengangkat sedikit wajahnya untuk melihat wajah lawan bicara.

"Hm, tidak juga. Ayo tidur lagi. Masih tengah malam, kan?" ajak pemuda lain bernama lengkap Akashi Seijuurou tanpa membuka mata.

Tetsuya tersenyum. Ia mencium ujung hidung Seijuurou. "Lepaskan tanganmu, aku tak bisa bergerak," pintanya.

"Hai, hai." Tangan Seijuurou pun melepas pelukannya seraya mengikuti Tetsuya yang ingin berbaring di sisi kirinya sehingga mereka saling berhadapan. Kedua matanya terbuka perlahan. Memperlihatkan iris mata seindah batu mulia ruby. Pemuda itu menempelkan dahinya pada dahi Tetsuya. "Jangan tidur di sofa tidak suka," ucapnya dengan nada menyesal.

Pandangan Tetsuya mulai tidak fokus. Dirinya tahu kalau air mata mulai menggenangi kedua matanya. Daripada membuat Seijuurou makin merasa bersalah, ia memilih menyembunyikan wajah di dada kekasih yang sudah dikencaninya selama kurang lebih empat tahun.

Ya. Sore ini sekitar jam tujuh, mereka sempat bertengkar. Walau hanya Seijuurou yang marah-marah (baca: membentak) dan Tetsuya tidak melawan sama sekali.

Tetsuya paham, alasan kenapa Seijuurou membentaknya. Mungkin karena kelelahan atau ada masalah di tempat kerja part time-nya aka perusahaan keluarganya sendiri, yaitu Akashi Corporation. Namun pertengkaran sore ini adalah pertengkaran terburuk yang pernah mereka alami.

Jujur saja Tetsuya sangat sakit hati ketika teh susu buatannya malah berakhir di atas lantai. Disampar hingga cangkir dan piring kecilnya tak berbentuk sama sekali. Padahal Tetsuya hanya ingin menenangkan Seijuurou seperti biasanya. Namun yang ia dapat justru membuatnya ingin kembali ke rumah orang tuanya dan menyudahi hubungan mereka. Demi menyelamatkan dirinya sendiri, baik tubuh maupun mental yang semakin lama semakin hancur.

Memang Seijuurou belum pernah melakukan tindak kekerasan. Tapi Tetsuya tidak bisa tahan jika terus dibentak, dimarahi, disalahkan. Meskipun ingin menyerah, dirinya justru tak bisa meninggalkan Seijuurou sendirian. Jauh dalam lubuk hatinya, Tetsuya masih berharap hubungan mereka kembali menghangat seperti dulu.

Dengan berat hati, Tetsuya berniat untuk tidur di sofa saja malam ini. Ia tak ingin kekasihnya itu berucap keputusan yang buruk dan menyesalinya kelak. Satu jam kemudian, Seijuurou yang pikirannya mulai mendingin pun meminta maaf. Bahkan dirinya sampai mengeluarkan air mata. Tetsuya luluh dan menurut sehingga mereka bisa tidur di satu kasur seperti sekarang.

"Oyasumi, Tetsuya," ucap Seijuurou lirih.

"Oyasumi, Sei-kun." Tetsuya menutup mata ditemani harum clean winds dari tubuh sang kekasih. "Ii no nioi..."

.

Sudah dua hari sejak pertengkaran itu dan sudah dua hari pula mereka tidak bertemu. Saat Tetsuya terbangun di pagi harinya, ia hanya ditinggali pesan dalam secarik kertas yang ditaruh di meja makan. Sebelum pergi, Seijuurou juga membuatkan menu sarapan walau ala kadarnya. Meski begitu, Tetsuya tetap kurang suka. Seolah dirinya hanya dianggap pemuas nafsu di malam hari dan ditinggalkan ketika matahari terbit.

Plak. Dengan cepat ia menepuk keras kedua pipinya. Berusaha menghilangkan pikiran negatif tersebut.

Seijuurou sedang sibuk, Tetsuya sangat paham itu. Apalagi Masaomi pernah bilang kalau cabang perusahaan baru dalam proses pembangunan dan anaknyalah yang memimpin proyek tersebut. Tetsuya hanya bisa bersabar sampai proyeknya selesai. Daripada memikirkan hubungan percintaannya yang sedikit merenggang, lebih baik Tetsuya memfokuskan diri untuk membuat jurnal yang menarik.

Ia berencana ingin mencoba berkarir menjadi jurnalistik di negara adikuasa, Amerika Serikat. Universitas Teikou (kampusnya dan Seijuurou) sudah beberapa tahun terakhir bekerja sama dengan salah satu universitas ternama di California. Tahun ini pun diadakan pertukaran mahasiswa lagi, khusus untuk mahasiswa tingkat tiga.

Sebenarnya Tetsuya belum benar-benar membicarakan rencana ini dengan Seijuurou maupun keluarganya sendiri. Tapi sejak awal ia memang sudah merencanakannya. Tetsuya berusaha diterima di Universitas Teikou demi pertukaran mahasiswa ini. Mana mungkin ia menyia-nyiakannya, kan? Dan Seijuurou tahu itu (kalau ia tidak lupa).

Deadline pengumpulan jurnal tinggal tiga minggu lagi. Bahannya sudah lengkap. Jurnal milik Tetsuya pun sudah setengah jalan.

Ia kembali mengecek bahan lalu mulai mengetik jurnal di laptopnya ditemani segelas kopi susu dan burger. Tiba-tiba bahu kanan Tetsuya ditepuk dengan lumayan keras. Suara meringis meluncur dari mulutnya seraya menengok.

"Kagami-kun..."

"Yo!"

Pemuda tinggi bernama Kagami Taiga memasang wajah tak bersalah. Di tangannya juga terlihat kopi hitam gelasan. Tanpa minta izin, ia duduk di samping Tetsuya kemudian menyeruput kopinya sendiri.

Masih mengusap bekas tepukan Taiga, pemuda berambut biru muda itu menggerutu. "Tepukanmu tidak kira-kira, Kagami-kun. Pakai tenaga kingkong, sih."

Entah bermaksud menyindir atau menghina, yang pasti ucapan Tetsuya berhasil meremukkan hati Taiga. "Ucapanmu juga tidak kira-kira. Bikin sakit hati," balas Taiga sambil menahan emosi.

"Tidak ada kelas?" tanya Tetsuya, mengalihkan topik.

"Jam sepuluh nanti."

"Kelasmu kelihatan santai sekali, ya."

Taiga mendengus. "Kau tidak tahu saja soal tugas dari hari ke hari yang makin menumpuk. Mana deadline-nya di hari yang sama semua lagi," curhatnya.

Pada dasarnya memang kalimat, "Kelasmu kelihatan santai sekali, ya", adalah kalimat yang cukup tabu di kalangan mahasiswa. Tetsuya mengangguk sekali setelah mendengar ucapan dan melihat perubahan sikap sahabatnya sejak SMA-nya itu. Arah pandangnya kembali terfokus pada layar laptop kemudian melanjutkan kegiatan mengetik.

"Oh iya, akhir-akhir ini aku tak melihatmu jalan dengan Akashi. Marahan?" tanya Taiga tanpa tedeng aling.

Tak. Tetsuya kehilangan semangat untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya. Helaan napas berat terdengar. Cepat atau lambat, Taiga pasti akan menanyakannya.

"Tidak juga." Hanya itu yang bisa dijawab oleh Tetsuya. Ia sendiri juga bingung dengan hubungannya dan Seijuurou sekarang. Ingin bilang "baik-baik saja", tapi mana mungkin bisa dibilang begitu. Seijuurou jelas-jelas berubah. Tetsuya hanya bisa gigit jari mengingatnya.

Taiga memandang pemuda di sampingnya dengan rasa simpati. Mata dark ruby-nya melirik ke kiri. Ingin mengatakan sesuatu namun ragu. Setelah menarik napas dan membuangnya secara kasar, ia menengok ke arah Tetsuya.

"Kuroko, ada yang ingin kukatakan," ucapnya serius.

Lawan bicara terlihat risih. "Apa?"

"Semalam, aku sempat melihat Akashi keluar bar dengan laki-laki lain."

"...bar? Mungkin rekan bisnisnya."

Kepala Taiga menggeleng pelan. "Sayangnya bukan. Aku tahu laki-laki ini karena kami sempat satu kelas di matkul etika bisnis. Rambutnya cokelat dan tingginya mungkin sama denganmu."

Raut muka Tetsuya berubah suram. Taiga bukan bermaksud untuk mencari perkara, tapi ingin memastikan kalau Tetsuya mengenal si objek pembicaraan. Namun jawaban negatif yang didapat. Tetsuya tidak mengenal pemuda ini. Lantas siapa? Tidak mungkin 'kan Seijuurou 'main-main' di belakang Tetsuya? Setelah mereka berjuang keras untuk mendapat restu dari orang tua mereka hingga bisa tinggal di satu apartemen bersama?

"M-mungkin aku hanya berpikiran negatif. Pasti dia teman Akashi. Semacam relasi bisnis?" ucap Taiga, berusaha mengusir atmosfer gelap di sekitarnya.

"Mudah-mudahan saja begitu."

"Kuroko..."

.

Momoi Satsuki memandangi jam tangan di pergelangan tangan kirinya. Selang tiga detik kemudian, mata beriris merah muda itu bergerak. Menatap cuaca mendung di luar jendela. Menurut ramalan cuaca, sebagian besar area Tokyo akan mengalami hujan ringan hingga lebat. Atensi Satsuki kembali pada keadaan ruang kelas saat sang dosen mengucapkan kalimat pembangkit semangat para mahasiswa yang merasa bosan akan mata kuliahnya, yakni kalimat "Saya sudahi materi untuk hari ini". Ketika dosen tersebut benar-benar keluar ruangan, Satsuki pun memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dengan terburu-buru. Hal itu membuat dua sahabatnya heran.

"Satchan, kau mau kemana?" tanya Kikuchi Atsuko.

"Aa, sorry, guys! Aku tak bisa makan siang dengan kalian hari ini! Duluan, ya!"

Arai Miki mengedikkan kedua bahu ketika Atsuko menengok padanya.

Sambil berlari-lari kecil, Satsuki melihat hasil screenshot di ponselnya. Gadis itu mengangguk lalu fokus ke depan. Dirinya pun sampai di area kantin kampus. Langkah kakinya mulai diperlambat. Kedua matanya bergerak memandangi sekitar kantin. Ia sedang mencari dua mahasiswa yang datanya ada dalam screenshot.

Satsuki bergeming kemudian memicingkan mata. Dua target yang dicarinya terlihat tengah menikmati makan siang. Terdengar helaan napas lega dari mulutnya sebelum ia mendekati dua mahasiswa tersebut.

Suara dehaman sopan nan lembut menjadi pembuka. Dilanjutkan dengan aksi memikat hati seperti menyelipkan rambut ke belakang telinga sebelah kiri. Tak ada maksud untuk menggoda, tapi rasanya tidak enak hati jika ingin meminta informasi secara cuma-cuma. Itu salah satu prinsip hidupnya sih, kalau mau tahu.

"Mm, halo. Boleh aku duduk di sini?" tanya Satsuki setelah perhatian dua target tertuju padanya.

Dua pemuda itu saling pandang lalu mengangguk. Tak lupa senyum ramah mengembang di wajah mereka. Namun pemuda berambut hampir botak merona walau terlihat secara samar-samar.

"Ano, sebenarnya aku ingin meminta bantuan kalian, Fukuda-san, Kawahara-san," ucap Satsuki dengan tingkah malu-malu.

"Eh? Bantuan apa, Nona—mm, siapa namamu kalau boleh tahu? Dan kenapa kau bisa tahu nama kami?" tanya balik pemuda yang diketahui bernama lengkap Fukuda Hiroshi.

Dalam hati Satsuki mulai harap-harap cemas. Dilihat dari tampangnya, Hiroshi bukanlah seseorang yang bisa dimintai tolong atau memberikan informasi dengan mudah. Tapi jika memintanya secara baik-baik dan sopan, pasti tidak akan jadi masalah. Satsuki tersenyum sambil memasang ekspresi menyesal. "Maaf, aku tidak sopan karena belum memperkenalkan diri. Namaku Momoi dari jurusan Jurnalistik. Aku tahu nama kalian dari beberapa temanku. Kalian sering ikut goukon, kan?"

Kali ini Hiroshi mengangguk dan buat Satsuki bisa bernapas lega. Ia tidak dicurigai lagi.

"Omong-omong, Momoi-san ingin bantuan apa dari kami?" tanya Kawahara Kouichi.

"Aa, mm, tapi yang ingin kubicarakan adalah tentang Furihata-san, teman kalian. Tidak apa-apa?"

Ekspresi Kouichi berubah lesu. Entah kenapa Hiroshi malah menepuk punggungnya pelan. Seolah ia berniat menghibur temannya yang sedang patah hati. Atau memang begitu?

Hiroshi berdeham. "Tidak apa. Silakan mau bertanya apa, Momoi-san?"

"O-oke."

Diam-diam sang gadis sudah mengaktifkan menu sound recorder di ponsel yang sudah tersembunyi dalam saku kemeja kotak-kotaknya. Lagi-lagi ia mulai berakting layaknya seorang gadis yang ingin tahu tentang gebetan lewat teman-temannya. Ini hanya "akting". Akting.

Sambil memainkan jari-jari kedua tangannya, Satsuki memulai sesi tanya-jawab. "Aku ingin tahu. Apa gosip yang beredar akhir-akhir ini di kampus tentang Furihata-san itu benar?"

"Gosip? Aku baru tahu kalau banyak yang menggosipkan Furihata," balas Kouichi.

"Memang gosip tentang apa, ya?" tanya Hiroshi penasaran.

Satsuki mengedipkan mata beberapa kali. Antara kaget dan tidak percaya. Gimana mau cari informasi kalau targetnya malah tidak tahu apa-apa!? Rasanya Satsuki ingin memaki mereka sekarang juga. Teman macam apa kalian, hah!? Huft, oke. Tenang... Tenang...

"Mm, itu loh. Soal Furihata-san dekat dengan Akashi Seijuurou. Kalian tidak tahu?" Pandangan penuh harap dari Satsuki dilayangkan pada dua pemuda di depannya.

"Kalau itu, aku juga baru tahu darimu," sahut Kouichi yang sukses menghancurkan harapan Satsuki.

"Tunggu. Jadi mereka digosipkan sedang dekat, begitu?" tanya Hiroshi tidak yakin.

Yang ditanya hanya mengangguk lemas. Semangatnya sudah mulai hilang. Ia tidak tahu harus mencari fakta di balik gosip tersebut dari mana lagi kalau bukan dari mereka berdua.

"Tapi sepertinya gosip mereka dekat itu benar, deh. Kalau tidak salah... sejak goukon enam bulan yang lalu." Hiroshi menengok pada Kouichi. "Kau ingat, kan? Waktu itu kau hampir kena serangan jantung karena terlalu syok melihat seorang Akashi ikut goukon dengan kita. Padahal kita jarang atau bahkan tidak pernah mengobrol dengannya."

Tubuh Satsuki menegang. Mulutnya terbungkam seketika. Ia hanya bisa mendengarkan secara seksama sambil mengepalkan tangan kanan tanpa sadar.

Kedua alis Kouichi mengernyit. Berusaha mengingat kejadian yang dimaksud sahabatnya itu. "Sepertinya memang ada kejadian itu, deh. Aku tidak terlalu ingat."

Hiroshi berdecak lalu memasang wajah berpikir. "Aku tidak tahu ada hubungan apa di antara mereka. Tapi aku cukup sering bertemu dengan Akashi di apartemen Furihata. Bahkan pernah ada saat masih pagi sekali. Sepertinya dia habis menginap semalaman atau semacamnya."

Tepat di akhir cerita Hiroshi, terdengar benda jatuh dari belakang Satsuki. Perasaannya mulai tidak enak saat dirinya menatap sosok Taiga yang berdiri sekitar satu meter dari tempatnya duduk dan memperlihatkan ekspresi kaget. "Kuroko!"

Dengan kecepatan seperkian detik, Satsuki berdiri sambil berbalik badan. Tubuhnya melemas ketika matanya melihat pemuda yang dipanggil Taiga barusan sedang berjongkok untuk mengambil file yang jatuh. Tanpa menatap wajah Satsuki, pemuda itu berlari menjauhi kantin.

"Tetsu-kun..." Satsuki menunduk sedih.

"...jangan bilang kalau dia pacar Akashi..."

Taiga yang memang berniat menghampiri Satsuki itu menepuk bahu Hiroshi. Ekspresinya tak terbaca. Lebih tepatnya ia sedang bingung harus melakukan apa sekarang karena sempat melihat sisi terpuruknya Tetsuya meski sekilas.

Dengan lirih pemuda berambut merah gelap tersebut menjawab.

"Ya, dia pacar empat tahunan mereka pacaran."

To Be Continued

Re-upload. ^^

Sekali-kali upload fanfic tema perselingkuhan, ahaha. #plak Yah, salahkan Sei-kun dan karismatiknya. *gak

Ternyata di FFn jam 6 itu masih terhitung tanggal sebelumnya. Jadi fanfic yang kemarin di-upload baru tanggal 10 April. Dan saya kecewa...

Okay! Bye, bye!

CHAU!