A Ghost Like Me

Cast:

Haechan and Mark as main cast

Author:

Real Soseol


Haechan sedang makan di kantin bersama dengan Renjun. Haechan makan dengan tenang sementara Renjun sibuk memindahkan beberapa potong tomat cherry ke salah satu kotak makannya yang telah kosong. Sesekali juga ia memindahkan potongan kimbapnya ke dalam sana. Haechan yang memperhatikannya hanya geleng kepala saja.

"Bisakah kau hentikan itu, Huang?"

Renjun menatap lawan bicaranya sembari mulutnya mulai mengunyah potongan kimbap yang cukup besar. Renjun mengunyah dengan cepat agar bisa menanggapi ucapan Haechan.

"Hentikan apa? Makan?"

"Berhenti memindahkan tomat cherry-mu ke dalam sana"

"Jaemin menyukainya!"

"Tapi dia juga tidak dapat makan!"

Jaemin yang sebenarnya memang ada disana hanya menyaksikan kedua temannya berdebat. Ia memangku dagunya dengan tangan sembari menunggu keduanya selesai. Saat Haechan dan Renjun sibuk dengan urusan mereka, Jaemin tak sengaja melihat roh yang kemarin ia temui. Berdiri cukup jauh dari mereka. Tubuhnya yang tembus pandang itu terlihat mengintip dari balik ruang musik.

"Haechan"

Haechan yang sedang adu mulut dengan Renjun secara reflek menoleh ke sebelahnya.

"Apa?"

Haechan menanggapi seadanya saja. Sementara Renjun kembali memakan tomat cherry-nya sembari menggerutu beberapa kali.

"Lihat disana. Dia yang aku ceritakan semalam"

Haechan mengikuti arah pandang Jaemin dan menangkap sosok laki-laki dengan wajah yang tampak asing, menatapnya dengan tatapan kosong. Haechan tidak tau siapa dia, tapi ia merasa roh itu tidak akan menganggunya. Jadi Haechan melempar senyum kecil padanya, yang Haechan kira pastinya sosok itu tidak akan memberi balasan padanya. Haechan kembali menatap Renjun yang sedang menggigiti sumpitnya dengan mata tertuju pada kotak bekal berisikan beberapa tomat cherry serta 3 potong kimbap yang berada tepat di depan Jaemin.

"Cih, kau masih mau kan? Sudah kubilang jangan berikan pada Jaemin"

Renjun menatap tajam Haechan yang tersenyum mengejek padanya. Jaemin geleng-geleng saja lalu kembali menatap roh laki-laki yang masih berdiri jauh dari mereka.

"Dia tersenyum"

Telinga Haechan menangkap suara Jaemin lalu matanya tertuju pada laki-laki yang tengah tersenyum itu.

"Ia belum mati"

"Seperti yang sudah aku katakan"

Haechan mengangguk-angguk saja. Sementara Jaemin yang sekarang menatap Renjun malah tersenyum sendiri. Ia tau Renjun masih ingin makan tomat cherry, ini makanan favoritenya. Haechan melirik Renjun yang sedang meminum susunya. Tangan Haechan bergerak mengusak rambut Renjun kemudian tersenyum pada temannya yang lebih tua beberapa bulan darinya itu.

"Kau boleh makan tomatnya"

Renjun menatap Haechan bingung, namun perlahan ia mengangguk lalu balas tersenyum padanya.

"Terima kasih, Jaemin"

Maka Renjun sekarang mulai memakan tomat kesayangannya dengan lahap. Haechan memang teman dekatnya, jadi Renjun tau sekali bahwa Haechan itu tidak terlalu suka kontak fisik. Kalau sampai mengusak kepala dengan enteng seperti tadi berarti Jaemin pelakunya. Renjun mungkin tidak bisa melihat Jaemin, tapi ia tau temannya dari dunia yang berbeda itu adalah sosok yang hangat.

"Omong-omong, semalam kau bilang namanya siapa? Aku tidak sempat dengar saat kau sebut namanya"

Jaemin mencebik mengingat semalam Haechan malah tidur saat mereka sedang bicara.

"Namanya Minhyung"

"Minhyung"

Haechan menggumamkan nama itu. Wajahnya asing tapi tidak dengan namanya. Haechan berusaha mengingat nama itu, tapi tidak muncul satu wajah pun dalam ingatannya. Ia menyerah. Lagipula itu tidak begitu penting. Hal yang lebih penting sekarang adalah telepon masuk dari sang kakak. Tidak biasanya Doyoung menghubunginya pada jam sekolah.

"Aku harus mengangkat telepon, kalian tunggu disini saja"

"Oke"

Renjun dan Jaemin balas serempak walau yang terdengar tak begitu. Beberapa siswa tahun ajaran baru menatap aneh pada meja mereka. Sejujurnya seluruh sekolah sudah tau kalau Haechan itu punya kemampuan lebih, jadi jika anak itu bicara sendiri di koridor atau mengoceh sendiri saat menunggu bus di halte dekat sekolah saat kelas berakhir, itu sudah tidak aneh. Tapi tidak dengan beberapa siswa baru yang adalah adik kelas Renjun dan Haechan. Renjun masa bodo saja. Haechan apalagi.

"Tumben ponselnya disilent"

Jaemin menatap punggung Haechan yang menjauh kemudian hilang saat berbelok. Mungkin telepon penting hingga harus cari tempat sepi, pikir Jaemin.

"Iya, biasanya tidak begitu"

Renjun menyahut menyetujui sambil memakan tomatnya yang terakhir. Jaemin secara refleks menatap Renjun yang sedang mengunyah tomatnya. Renjun sendiri perlahan menyadari apa yang baru saja terjadi lalu dengan wajah terkejut ia menoleh ke sekelilingnya, seperti mencari sesuatu.

"Aku mendengarmu"

Renjun bergumam pelan saat matanya tak menemukan sosok yang ia cari. Jujur ia tidak tau bagaimana rupa Jaemin, namun jika ada sosok berwajah asing yang secara tiba-tiba muncul di hadapannya dengan seragam sekolah SMA Guk-min, ia berani bertaruh itu pasti Jaemin.

Sementara itu Haechan sudah berada di tempat yang cukup sepi untuk menerima telepon sang kakak. Ia menempelkan layar ponsel pada telinganya, dan tak lama muncul suara yang familiar.

"Haechan?"

"Ada apa?"

"Aku bermimpi buruk" Doyoung menghela napas berat, hingga rasanya Haechan dapat merasakannya "Ini tentang kau dan Haejung"

"Aku baik-baik saja, hyung"

"Kau yakin?"

"Ya" Haechan bersandar pada dinding di belakangnya, lalu tak sengaja matanya menangkap sosok asing bernama Minhyung yang Jaemin ceritakan.

"Baiklah, hubungi aku jika terjadi sesuatu"

"Ya, baiklah"

Sambungan terputus dan Haechan menyimpan ponselnya dalam saku blazer. Sosok itu menghampirinya dan Haechan hanya memperhatikannya.

"Kau melihatku"

Haechan menoleh ke sekelilingnya lalu kembali menatap sosok itu.

"Kau Minhyung, benar?"

"Ya, dan kau satu-satunya yang bisa aku ajak bicara disini selain teman hantumu"

"Kau dan Jaemin ada di level yang sama, jadi aku bisa sebut kau juga sebagai 'hantu', paham?"

Haechan tidak tersinggung atas pernyataan Minhyung mengenai Jaemin. Minhyung menyebut Jaemin 'hantu' dan Haechan hanya ingin mengklarifikasi bahwa kosa kata itu juga cocok padanya.

"Ya kurasa, untuk sementara waktu. Aku koma, dan hanya itu yang aku tau sekarang"

"Menarik. Lalu untuk apa kau menghampiriku?"

"Kau tau, dengan wujud seperti ini aku tidak bisa bersosialisasi"

Minhyung menggaruk kepalanya, membuat rambut blond-super-kritingnya semakin terlihat berantakan. Haechan mengangguk saja sebagai respon.

"Namamu?"

"Haechan"

"Ok Haechan. Bisa aku menanyakan sesuatu?"

"Selagi bisa aku jawab"

"Sejauh ini yang kuingat; aku kecelakaan dan tubuhku ada di rumah sakit. Saat aku sadar aku tak berada di rumah sakit, aku ada di salah satu kelas di sekolah ini. Apa ada penjelasan tentang itu?"

Haechan memandang menerawang ke arah ruang laboraturium yang kosong. Ia memikirkan kemungkinan apa saja yang membuat sosok laki-laki di depannya itu berada disini, namun buntu. Ia tidak menemukan clue untuk itu.

"Untuk saat ini aku tidak bisa menjawabnya" Haechan menatap Minhyung untuk sesaat lalu kembali bicara "Sedikit lebih rumit dari yang kuduga"

"Baiklah"

Haechan berniat pergi dari sana karena kelas akan dimulai. Bel masuk pun sudah berbunyi beberapa saat yang lalu.

"Aku harus pergi. Jika kau ingin mengobrol, datangi Jaemin saja. Mungkin dia ada di kantin atau kalau tidak berarti dia ada di tribun lapangan basket indoor" Haechan melempar senyum pada Minhyung, lalu mulai berjalan pergi.

"Apa kau..."

Haechan menghentikan langkahnya lalu kembali menoleh pada hantu itu. Ia menatap Minhyung, menunggunya kembali bicara.

"Apa kau mengenalku?"

Haechan mengernyit bingung. Jujur saja wajah Minhyung benar-benar asing dalam ingatannya dan ia rasa Minhyung memang sosok asing yang belum pernah ia temui.

"Kurasa tidak"

"Baiklah, tapi apakah aneh jika kukatakan sepertinya aku mengenalmu?"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Next?