Disclaimer : demi apapun, naruto bukan punya saya, punya masashi sensei, aku hanya pinjam saja.

.

.

Rumah tangga

.

(Hati hati typo, tulisan mendadak hilang, OOC, AU dan lain-lain. Udh usahain sebagus mungkin)

.

Rumah tangga by author03

Uzumaki Naruto x Hyuuga Hinata.

Drama/hurt/comfort

.

.

.

Please.. Dont like dont read.. Thanks.

.

.

Chapter 1

.

.

.

.

"Baiklah Sakura, aku akan segera ke sana dalam waktu 30menit." ucap seorang gadis bersurai indigo dengan sebuah ponsel yang melekat di telinga kirinya sedangkan tangan kanannya yang mengambil sehelai gaun selutut berwarna cream dan meletakkannya ke ranjang king sizenya.

"Aku menunggumu, bye Hinata." suara dari seberang sana yang langsung mengakhiri panggilannya.

"Huh.." Hinata yang mendudukan dirinya ke ranjang king sizenya sambil meletakkan ponselnya ke sebelahnya, Ia merasa ada yang aneh dengan sahabat baiknya ini.

"Semalam, dia mengatakan padaku siapa pacarnya yang sangat ia rahasiakan dan sekarang ia ingin mengenalkan pacarnya pada temannya. Aneh sekali." ucap Hinata bingung. Semalam Sakura menelepon Hinata dan mengatakan jika pacarnya bernama Uzumaki Naruto, pria pemilik Uzumaki corp yang sangat kaya raya itu, umurnya hanya 25, berjarak satu tahun dari Sakura maupun Hinata. Tentu saja Hinata sangat terkejut mendengarnya, tapi bukan itu yang aneh. Anehnya adalah mengapa Sakura tiba-tiba mengatakan hal itu pada Hinata? Dan ia meminta untuk tak memberitahu siapapun tentang pacarnya dan kini ia bilang ia ingin memperkenalkan pacarnya secara langsung ke Hinata dan teman lainnya. Kalau tak salah sudah dua tahun Sakura pacaran secara diam-diam dan sangat rahasia dengan lelaki itu, bahkan Hinata yang berstatus sahabat paling baiknya saja tak tahu siapa pacarnya selama dua tahun itu.

"Oh! Apa jangan-jangan mereka ingin menikah?" tebak Hinata yang langsung bersemangat. Itu alasannya mengapa Sakura ingin mengenalkan pacarnya ke teman-temannya?

"Aku bertaruh mereka pasti sangat terkejut." Hinata membatin lucu. Sakura seorang gadis biasa bisa mendapatkan sang Uzumaki yang kaya raya itu. Bukan apa-apa, cuma hal ini memang cukup mengejutkan dan dalam percakapan semalam Sakura juga menjelaskan soal pacarnya itu, katanya pacarnya baik hati, perhatian, bla bla bla. Cara bicaranya seolah ingin menjodohkan Hinata dengan lelaki itu saja. Huh..

.

.

.

.

11.34 matahari yang sudah hampir diatas kepala. Terik hari ini yang tak begitu panas.

Hinata yang telah ready dengan gaun berwarna cream selutut berlengan pendek, rambut panjang indigonya yang dibiarkan terurai, wajahnya yang hanya dilapisi sedikit bedak dan lipbam. Tanpa make up pun wajah Hinata memang sudah terlihat cantik. Dan tak lupa kaki Hinata yang terbalut highheel 3cm yang juga berwarna cream.

mobil kuning Hinata yang baru melaju menuju ke cafe iciraku, sesuai dengan janjinya pada Sakura. Butuh waktu 15 menit untuk sampai kesana. Tapi mengapa harus bertemu di cafe itu? Padahal cafe itu sangat sepi begitu juga dengan orang ataupun mobil yang berlalu lalang disana. Rasanya lumayan mengerikan.

.

.

.

Tatapan Hinata yang terfokus kedepan mungkin sedikit melamun. Entahlah. Tiba-tiba saja ia teringat soal perjodohkan yang dikatakan ayahnya beberapa hari lalu. Tentu saja Hinata menolaknya. Hinata tak ingin dijodohkan. ia bahkan tak mendengar nama lelaki yang hendak di pasangankan dengannya, yang ia dengar hanyalah ia adalah seorang lelaki tampan dan muda. Hinata menduga jika orang itu pasti sangat kaya, jika tidak ayahnya tak akan menerima perjodohan ini.

Kringggg... Suara ponsel dari dalam tas kecil berwarna hitam Hinata yang terletak dikursi sebelah yang berhasil membuat perhatian Hinata teralih.

Satu tangan Hinata yang menarik tas kecil itu mendekat dan menarik resleting tas itu.

Matanya kembali terfokus ke jalan dan kembali ke tas dengan satu tangan nya yang masih menggorek isi tasnya.

.

"Hallo?" sapa Hinata ketika ia mendapatkan ponselnya dan menempelkannya di telinga kirinya dengan satu tangannya yang masih sibuk di setir dan kini matanya telah kembali berfokus ke depan.

"Hinata, kau sudah mau sampai?" tanya orang diseberang sana.

"Sudah Sakura, hmm.. Beberapa ruko lagi.. Wooo!" kaki Hinata yang langsung menginjak rem ketika ada tonjokan di didepannya, tangan nya yang memegang ponsel langsung teralih pada setir didepannya agar mobilnya tak linglung yang menyebabkan ponselnya terjatuh.

"Ck.. ponselku." ucap Hinata tak suka sambil kembali melambat mobilnya ketika ia merasa mobilnya sudah kembali ke keadaan semula.

"Sebentar Sakura, hp aku jatuh." ucap Hinata kuat agar ponsel nya yang terjatuh ke bawah kakinya yang terbalut heel bisa mendengar suaranya. Suara di ponselnya kecil jadi ia tak bisa mendengar suara Sakura jadi jarak segini.

Hinata yang melihat ke depan dan belakangnya, lumayan sepi. Iapn megulurkan tangannya untuk mengambil ponsel yang terjatuh di kakinya yang membuat wajahnya ikut menurun.

"Sebentar Sakura, aku akan mengambil hp ku dulu." ucap Hinata yang masih berusaha mengapai ponselnya tapi masih tak dapat.

Hinata yang menaikkan wajahnya untuk melihat jalan dan kembali berfokus pada ponsel didekat kakinya.

Satu kaki Hinata yang masih menginjak pelan pedal gas sedangkan satu kakinya berusaha menarik ponsel nya keluar dari sana.

"Waaaa!." sebuah tonjokan yang tak sengaja membuat badan Hinata merosot ke bawah dan tanpa sengaja kakinya yang semakin tertekan dipedal gas yang membuat mobilnya langsung melaju kencang.

"Oh tidak.." Hinata yang berusaha mengeluarkan badannya yang tersangkut disana. Hinata bahkan bisa merasakan mobilnya yang terus melaju.

Brakkkk... Tangan Hinata yang langsung menekan kuat rem ketika ia berhasil mengangkat kakinya dari pedal gas. Tapi apa yang baru saja ia langgar? bahkan membuat badannya terpantul dan rasanya sakit sekali.

"Auch.. Haah~"

..

Hinata yang langsung naik dan mendudukan dirinya ke kursi pengemudi. Matanya yang terbelak kaget ketika ia melihat seorang gadis berambut pink yang terbaring di depan mobilnya dengan jarak 2meter.

"Astaga." Hinata yang langsung membuka pintu mobilnya dan menghampiri seorang gadis dipenuhi darah yang baru saja ia tabrak.

!

"Sakura! Sakura!" panggil Hinata panik ketika ia melihat wajah gadis yang terbaring itu.

Hinata yang langsung bersimpuh dan sedikit mendorong pelan lengan Sakura agar posisinya telentang.

"Oh tidak.. Hiks.. Sakura." Hinata yang mulai menangis. Ia panik. Ia baru saja menabrak teman baiknya!

"Hiks.. Sakura. Sakura. Tolong! Tolong!" teriak Hinata panik sambil terus menguncang pelan lengan Sakura. Kepala Sakura dipenuhi darah begitu juga hidung dan mulutnya. Badannya pun luka-luka dan berdarah.

"Hiks.. Sakura.. Berbicaralah. Siapapun tolong!" teriak Hinata panik sambil terus menguncang lengan sahabatnya, Mata Sakura yang masih terbuka tapi ia tak bergerak maupun bersuara sedikitpun. Mengapa Sakura harus memilih tempat sepi seperti ini! Hinata jadi sulit meminta bantuan.

!

"Paman! Paman! Tolong angkat dia ke mobilku! Hiks.." pinta Hinata takut ketika ia melihat beberapa orang lelaki menghampirinya.

Tiga orang lelaki yang langsung mengangkat pelan badan Sakura dan membawanya ke mobil Hinata yang kemudian langsung membaringkanya ke kursi penumpang.

"Terima kasih.. Hiks.." ucap Hinata yang langsung mendudukan dirinya ke kursi kemudi dan menggas laju mobilnya meuju rumah sakit terdekat.

.

.

"Hiks..hiks.. Sakura. Sakura. Maafkan aku.. Hiks.. Aku sungguh tak sengaja.. Hiks.. Kumohon.. Sadarlah." Ucap Hinata panik dengan air matanya yang terus mengalir. Matanya yang terus menatap jalan dan Sakura lewat cermin secara bergantian. Ia sungguh takut.

"Hiks.. Hiks.. Sakura. Maafkan aku." ucap Hinata takut. Kedua tangan dan badannya yang terus bergetar. Air matanya yang terus mengalir, jantungnya yang terus berdebar.

.

Mobil kuning Hinata yang terus melaju dan menyelip ke mobil yang menghalang jalannya, ia bahkan menerobos lampu merah.

"Hi.. Na.. Na..ta.." panggil Sakura susah payah yang membuat Hinata membalikkan wajahnya dan menatap Sakura.

"Hiks.. Sakura.. Aku sungguh takut. Tetaplah sadar, aku akan membawamu me rumah sakit." ucap Hinata yang semakin melajukan mobilnya.

.

.

Mobil Hinata yang berhenti didepan sebuah rumah sakit. Hinata yang langsung beranjak dari tempatnya dan masuk ke dalam rumah sakit.

"Tolong! Tolong! Temanku tertabrak!" teriak Hinata yang membuat beberapa pekerja mengekori Hinata keluar dengan bed pasien.

"Ma..maaf..kan.. A..ak..u" ucap Sakura bersusah payah dengan matanya yang perlahan tertutup.

Pintu mobil Hinata yang dibuka oleh pemiliknya, seorang perawat lelaki yang langsung mengangkat pelan Sakura dan membaringkannya ke bed pasian yang ia dan rekannya bawa tadi.

"Sakura.. Hiks.. Sakura.." Hinata yang ikut berlari mengekori Sakura yang dibawa pergi oleh tiga perawat tadi tapi dua buah tangan tiba-tiba saja mendorongnya yang membuat dirinya terdorong dan terjatuh ke bawah.

"Aauu." desis Hinata sakit ketika jejang kakinya menggesek lantai.

Orang yang mendorongnya adalah Naruto uzumaki yang berstatus pacar Sakura.

"Kau. Aku akan membunuhmu jika ada yang terjadi pada Sakura." ucap Naruto penuh penekanan dengan kedua matanya yang terus menatap benci wajah Hinata yang tertunduk. Naruto yang baru keluar dari iciraku cafe melihat kejadian dimana Hinata menabrak Sakura yang berlari hendak menyebrang jalan, jantung Naruto yang seketika terasa remuk, tubuhnya yang membeku, ia bahkan lupa caranya bernafas waktu itu. Ia tak bisa berkata-kata, tak bisa bergerak ketika ia melihat orang yang dicintainya terbaring dijalan dan dipenuhi darah.

Dan ketika ia melihat Sakura dibawa pergi oleh seorang gadis yang menabraknya Naruto langsung mengejarnya hingga kesini.

...

Wajah Hinata yang perlahan terangkat ketika ia merasa Naruto telah pergi, masuk kedalam rumah sakit.

"Hiks.. Hiks.. Sakura.. Maafkan aku." ucap Hinata takut dengan air matanya yang kembali mengalir. Ia bahkan tak perduli pada mata-mata yang tertuju pada nya. Ia takut. Ia sungguh takut kehilangan Sakura. Mengapa juga waktu itu ia harus perduli pada panggilan Sakura yang masih terhubung ke ponselnya. Toh. Merek bisa bicara nanti. Mengapa ia harus mengambil ponselnya yang jatuh. Toh.. Ia bisa mengambilnya ketika ia tiba di cafe iciraku. Mengapa juga harus ada tonjokan yang membuat dirinya terpeleset ke bawah! Semua ini salahnya! Semua ini karena dirinya yang tak berhati-hati!

"Hinata."

"Hinata." dua orang gadis yang menghampiri Hinata dan membantunya berdiri.

"Hiks.. Hiks.. Ino.. Tenten.. Hiks.." Hinata yang langsung memeluk kedua temannya itu dan menangis. Mereka pasti datang dari tempat yang sama dengan Naruto.

"Hiks.. Ino.. Tenten.. Aku hiks.. Telah menabrak Sakura.." ucap Hinata takut. Ino dan Tenten yang hanya bisa mengelus punggung Hinata, berusaha menenangkannya. Waktu itu mereka didalam cafe iciraku. Mereka juga megekori Naruto dan Sakura keluar dan ikut membeku ketika melihat kejadian ini tapi ada yang ...

"Hinata, sebaiknya kau tenang dulu." ucap Tenten lembut tapi Hinata tetap saja menangis.

"Hiks..hiks..hiks.."

"Sebaiknya kita kedalam dan tunggu Sakura saja." saran Ino yang langsung dibalas anggukan oleh Hinata yang kemudian melepaskan pelukannya.

Ino dan Tenten yang mengengam lengan kiri dan kanan Hinata dan melangkah masuk ke dalan rumah sakit. Mereka takut jika Hinata pingsan.

.

"Hiks.." Hinata yang kembali terisak ketika Tenten dan Ino membuatnya terduduk di bangku panjang di seberang pintu UGD.

Ino yang ikut terduduk dan mengelus pelan pundak Hinata sedangkan Tenten yang melangkah menghampiri Naruto yang sedang berkofus pada sepetak kaca bening dipintu UGD.

"Naruto.." panggil Tenten pelan tapi Naruto mengabaikannya. Mata Naruto masih sibuk menatap takut dan panik ke dalam lewat pintu UGD itu. Padahal dari kaca bening itu, ia tetap tak bisa melihat Sakura. Sejujurnya Tenten baru bertemu Naruto setengah jam yang lalu begitu juga dengan Ino. Mereka baru bertemu di cafe iciraku. Ia tak tahu mengapa Sakura tiba-tiba mengajak ia, Ino dan Hinata untuk menemui pacarnya ini tapi kini hal itu tak lagi penting. Tenten sungguh tak mengira hal ini akan terjadi. Ia sama takutnya dengan Hinata maupun Naruto.

.

"Hiks.. Sakura.. Hiks.." wajah Hinata yang masih tertunduk, membiarkan air matanya membasahi gaun cream nya. Semoga saja Sakura baik-baik saja.

"Hinata, tenanglah. Sakura akan baik-baik saja." ucap Ino berusaha menenangkan Hinata yang terus menangis sedari tadi. Ia juga takut pada keadaan Sakura tapi yang bisa ia lakukan kini hanyalah berdoa semoga Sakura baik-baik saja.

"Ino.. Hiks.. Semua ini salahku." ucap Hinata merasa bersalah, ia yang masih bertahan pada posisinya.

"Hinata, ini kecelakaan." jawab Ino yang masih mengelus pundak Hinata.

Ceklit... Pintu di hadapan Naruto yang tiba-tiba terbuka yang membuat Hinata dan Ino menghampiri sang pembuka pintu.

"Bagaimana dengannya dokter?" tanya Naruto buru-buru. Ia sungguh takut. Semoga Sakura baik-baik saja.

...

"Ia ... sudah lewat sebelum tiba di disini." jawab sang dokter menyesal yang membuat para pendengar membelakkan mata mereka tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

...

"Maafkan saya, permisi." sambung sang dokter yang langsung melangkah pergi, meninggalkan Naruto yang membeku dan terus menatap kearah pintu yang masih terbuka itu.

"Hah! hah!" jantung Hinata yang tiba-tiba terasa sesak, Kepalanya yang terasa berputar. Matanya yang tiba-tiba terpejam begitu juga dengan tubuhnya yang tiba-tiba terjatuh kebawah, untung saja cepat ditangkap oleh Ino.

.

.

.

.

14.52

"Ha?!" mata Hinata yang langsung terbuka lebar, ia yang langsung mendudukkan dirinya dan menatap ke sekitarnya.

"Kau sudah bangun?" tanya Ino lega, ia dan Tenten yang terduduk di sofa tak jauh darinya.

"Dimana ini?" tanya Hinata yang masih merasakan kepalanya sedikit berputar.

"Ini di rumah sakit. Kau pingsan tadi." jawab Tenten sambil menghampiri Hinata.

Bammmm... Belum sempat Hinata menjawab, pintu ruangan yang di huninya dibuka dengan kasar.

"Naruto." panggil Ino yang langsung berdiri dan menghampiri Naruto, berusaha menghentikan Naruto yang melangkah menghampiri Hinata tapi Naruto langsung mendorongnya dan melangkah menghampiri Hinata dengan kedua matanya yang menunjukan jika ia akan membunuh Hinata saat ini juga.

"Kau! Dasar gadis sialan! Kau membunuh Sakura!" ucap Naruto penuh amarah ketika ia mencengkram kerah gaun Hinata dan menatap mata Hinata kesal.

"Naruto. hentikan." pinta Tenten sambil menarik tangan Naruto agar Naruto mau melepaskan Hinata tapi lelaki itu tak perduli sedikitpun.

"Lepaskan dia Naruto." pinta Ino sambil menarik pundak Naruto.

"Maafkan aku.. Hiks.. Aku sungguh tak sengaja." ucap Hinata sambil menundukkan kepalanya tapi Naruto tetap saja menatapnya benci.

!

"Security! Lelaki ini mengangu." teriak Ino pada dua orang security yang lewat didepan pintu.

Dua orang security yang di panggil Ino tadi langsung masuk ke ruangan dan menangkap Naruto.

"Sialan! Lepaskan!" marah Naruto sambil terus memberontak tapi kedua security tadi tetap saja membelenggu kedua tangganya dan menariknya keluar.

.

"Hiks.. Hiks..Sakura..hiks.." tangis Hinata yang langsung pecah. Ia merasa sangat bersalah dan tak tenang.

"Hinata. Ini kecelakaan." Ucap Ino sambil menempelkan telapak tangannya ke pundak Hinata.

"Hiks.. Apakah orang tua Sakura telah mengetahui hal ini?" tanya Hinata mMemahan tangisnya. Ia harus minta maaf pada orang tua Sakura karena telah membunuh anak mereka.

Tenten dan Ino yang hanya terdiam. Mereka tak berani menjawab. Orang tua Sakura masih belum tahu hal ini. Tapi bagaimana menjelaskannya pada mereka?

"Aku akan menemui mereka dan meminta maaf. Hiks.." ucap Hinata yang langsung beranjak dari tempatnya. Ia tahu minta maaf tak akan bisa mengembalikan putri mereka. Tapi ia tak tahu lagi apa yang bisa ia lakukan.

"Hinata, kami yang akan menemui mereka. Sebaiknya kau tak usah." jawab Tenten sambil menahan pergerakan Hinata.

"Tidak. Aku harus pergi." ucap Hinata bersikeras. Ia tak perduli jika mungkin ayah Sakura akan memasukkannya ke penjara ataupun menamparnya. Itu masih belum seberapa dengan apa yang telah ia lakukan pada Sakura.

...

"Kami akan ikut denganmu." pinta Ino. Ia takut jika terjadi sesuatu pada Hinata.

.

.

.

Ino, Tenten dan Hinata yang kini terduduk di ruang tamu bersama orang tua Sakura.

Sudah dua menit dan tak ada percakapan sedikitpun. Mereka yang hanya terduduk dan saling pandang kecuali Hinata.

"Sakura meninggal karena kecelakaan mobil." Ucap Ino memberanikan dirinya yang membuat Hinata semakin menahan isakannya dan membuat kedua orang tua Sakura terkejut.

"Hiks.. Maafkan aku.. Hiks.. Semua ini salahku. Hiks.. Aku yang telah menabraknya." ucap Hinata dengan kepalanya yang masih tertunduk.

"Dimana dia sekarang?" tanya ayah Sakura menahan emosinya.

"Dirumah sakit xx.." jawab Tenten pelan.

"Sebaiknya kalian pulang." pinta Ibu Sakura.

"Paman. Bibi.. Hiks.. Maafkan aku.. Aku rela jika kalian memasukkanku kedalam penjara. Semua ini adalah salahku. Hiks.." ucap Hinata yang masih menangis. Ia takut. Semua ini salahnya. Ia sungguh siap jika ia harus mendekam dipenjara.

"Pulanglah." jawab Ibu Sakura singkat.

...

"Hinata, sebaiknya kita kembali lain kali, biarkan mereka tenang dulu." ucap Ino lembut sambil membantu Hinata berdiri dan membawanya pergi yang langsung diikuti oleh Tenten.

.

"Sakura bodoh. Ia memang bodoh." ucap Ayah Sakura sedih, kecewa, kesal menjadi satu. Anak satu-satunya yang begitu bodoh.

"Kita harus menuruti permintaan terakhirnya." jawab Ibu Sakura menahan amarahnya, kekecewaannya, kesedihannya sambil mengengam erat satu tangannya yang membuat sebuah kertas ditangannya ikut teremuk. Anak gadis nya memang bodoh.

.

.

.

Hinata yang kini terduduk didalam mobil di sebelah Ino yang sedang mengemudi sedangkan Tenten terduduk dibelakang. Ini adalah mobil Ino. Mobil Hinata yang dibiarkan terletak di depan rumah sakit beserta tas dan ponselnya, ia terlalu takut untuk melihat mobil itu.

"Hiks.. Aku mau ke rumah kekasih Sakura dan meminta maaf pada nya." pinta Hinata dengan kepalanya yang tertunduk yang membuat Tenten dan Ino menatapnya takut dan tak percaya.

"Tidak. Kau lihat kejadian tadi. Aku tak ingin kau kenapa-napa." jawab Ino khawatir sambil terus fokus menyetir.

"Ini semuanya salahku. Aku harus terima resikonya tak perduli apapun. Jadi bawa aku kesana. Aku mau minta maaf karena telah membunuh pacarnya. Hiks." ucap Hinata yakin. Ia harus minta maaf pada Naruto, Ia telah membunuh Sakura yang berstatus pacar Naruto, Saat ini Naruto pasti sangat sedih.

"Hinata, itu kecelakaan lagi pula aku merasa ada yang janggal dari hal ini." jawab Ino bersikeras. Melihat kejadian ini dari awal hingga saat ini, membuat sesuatu sedari tadi terasa semakin terasa aneh.

"Ino benar. Aku merasa seperti semua ini sudah terencana. Lihat saja reaksi ayah dan ibunya yang seolah sudah tahu hal ini ter~"

"Ini salahku. Aku menabrak Sakura karena aku tak memperhatikan jalan. Tak ada yang salah. Hiks.. Hiks.. Ini salahku." sela Hinata yang kembali menangis. Tak ada yang salah dengan Sakura maupun orang tuanya. Ini adalah salahnya yang tak memperhatikan jalan didepannya yang menyebabkan Sakura tertabrak.

"Hinat~"

"Kumohon antar kan aku kerumahnya." pinta Hinata berharap. Ia merasa sangat tak bisa tenang, ia ingin meminta maaf pada Naruto.

Ino dan Tenten yang saling berpandang sejenak. Mereka takut jika Naruto akan melukai Hinata.

"Dan kali ini aku tak ingin kalian ikut. Aku tak ingin kalian terkena masalah." sambung Hinata yang membuat Ino dan Tenten menatapnya khawatir. Mereka sungguh takut jika Naruto akan melukai nya.

"Kumohon. Aku tak takut pada apa yang akan terjadi padaku. Semua ini salahku. Aku harus terima resikonya." pinta Hinata memohon. Rasanya ia sungguh ingin mati.

"Baikkah." jawab Ino pasrah.

.

.

.

.

16.02

Bammm... Pintu Rumah yang ditutup dengan kasar oleh seorang lelaki bersurai kuning yang baru masuk kedalamnya.

"Naruto? Ada apa denganmu?" tanya seorang wanita bersurai merah terkejut ketika anaknya berjalan menaiki tangga, melewatinya di ruang tamu.

"Naruto!" panggil Wanita yang ternyata ibu Naruto kuat yang membuat Naruto menghentikan langkahnya di tengah anak tangga. Naruto yang langsung membalikkan badannya dan menatap ibunya itu.

"Kau sangat tak sopan. Lihatlah siapa yang datang." ucap Kushina tak enak pada seorang tamu yang tengah terduduk berseberangan dengan suaminya di sofa yang tak jauh darinya.

"Haah~!" Naruto yang menghela kasar nafasnya. Mulutnya terasa kaku dan tak bisa bersuara.

"Hiashi-san. Maafkan putra kami. Tak biasanya dia begitu." ucap Kushina tak enak pada yang yang ternyata Hiashi.

"Tak apa, jangan hiraukan aku." jawab Hiashi dengan senyumnya.

"Naruto. Bukankah kau bilang ingin membawa pacarmu kemari? Dimana dia?" tanya ayah Naruto yang bernama Minato penasaran. Selama ini anaknya selalu merahasiakan soal pacarnya. Bahkan dirinya dan istrinya tak tahu siapa kekasih Naruto hingga kini.

Naruto yang hanya terdiam. Gara-gara gadis sialan itu ia tak bisa masuk ke dalam rumah sakit dan menemui Sakura dan alasan lainnya, ia tak berani melihat Sakura. Ia takut tak ada hal yang bisa ia lakukan untuk menghidupkan Sakura kembali tapi ia bersumpah. Ia akan menemukan gadis itu dan membuatnya sengsara. Ia akan balas dendam pada gadis sialan yang telah membunuh orang yang ia cintai bahkan membuatnya tak bisa menemuinya.

Naruto yang langsung membalikkan badannya dan melangkah pergi, masuk kekamarnya yang terdapat dilantai dua.

Blammm..!

.

"Ka~"

Ting tong.. Belum sempat penghuni ruang tamu berkata, pintu rumah atau lebih tepatnya disebut mansion Uzumaki berbunyi.

"Aku akan membukanya." ucap Kushina yang langsung melangkah pergi, meninggalkan Hiashi dan Minato yang langsung kembali berbicara.

.

Ceklit..

"Hinata? tumben sekali kau kesini?" tanya Kushina terkejut pada seorang gadis bersurai indigo yang berdiri dibalik pintu. Ini adalah putrinya Hiashi.

"Aku mencari Naruto. Ada yang ingin aku bicarakan." jawab Hinata sopan dan takut. Ia tak begitu mengenal keluarga ini, ia hanya pernah bertemu dan sedikit berbasa-basi saja.

"Ah.. Masuklah." ajak Kushina sambil mengeserkan tubuhnya. Memberi jalan agar Hinata bisa lewat. Hmm.. Mengapa putri Hiashi datang kemari? Mencurigakan. Hinata sama sekali tak pernah kesini, jadi pasti ada hal yang penting yang membuatnya kesini.

"Terima kasih." jawab Hinata yang langsung melangkah masuk.

.

.

"Hiashi-san. Lihatlah siapa yang datang." ucap Kushina dengan senyum senangnya ketika ia dan Hinata tiba di ruang tamu.

Hinata yang membelakkan kaget matanya ketika ia melihat ayahnya yang tengah terduduk di sofa di dekatnya.

"Hinata, putriku. Mengapa kau kemari?" tanya Hiashi penasaran. Rasanya Hinata belum pernah ke sini. Ia bahkan tak begitu kenal dengan keluarga Uzumaki ini jadi mengapa ia kemari?

"Ayah? Mengapa kau bisa ada disini?" tanya Hinata terkejut ketika ia melihat ayahnya.

"Oh.. Apa jangan-jangan kau adalah kekasih anakku?" tebak Kushina dengan senyum senangnya yang membuat Hinata membeku seketika. Naruto mengatakan ia akan membawa kekasihnya kesini. Apakah itu gadis ini?

"Oh.. Ternyata alasan dia tak mau dijodohkan karena mereka memang sudah pacaran.. Haha.." sambung Hiashi senang yang membuat Minato ikut tersenyum senang. Hiashi senang karena ia tak perlu memaksa putrinya lagi untuk menerima perjodohan ini.

"Tidak.. Ini sala~"

"Jadi apakah sebaiknya kita membuat acara pernikahan mereka secepat mungkin?" sela Minato senang yang membuat jantung Hinata semakin membeku. Ini salah paham..

"Naruto! Naruto! Turunlah! Pacarmu datang!" panggil Kushina senang yang membuat Hinata semakin membeku. Lidahnya menjadi sangat kaku. Suaranya tak ingin keluar. Ini salah paham! Ini lah yang ingin Hinata katakan.. Tapi ia terlalu takut dan terkejut untuk berbicara.

.

.

.

.

.

Satu minggu kemudian..

Matahari yang sudah menurun, langit yang mulai gelap, udara yang sudah terasa dingin. Jam telah menunjuk pukul 18.12

Hari ini adalah hari berbahagia untuk semua orang apalagi keluarga Hinata dan Naruto. Anak mereka yang kini berdiri di altar dan mengucapkan janji suci pernikahan. Mereka hanya tak tahu jika sepasang manusia yang berpengaruh dalam acara ini tak bahagia sama sekali. Mempelai pria yang berdiri dengan tatapan dan aura benci untuk gadis yang akan berstatus istrinya sedangkan sang mempelai wanita yang berdiri dengan wajah yang tertunduk, ia takut. Sangat takut pada pada lelaki yang akan berstatus suaminya. Apakah ini karmanya kerena telah mencelakai Sakura?

"Silahkan cium mempelaimu." ucap sang pendeta yang membuat Hinata membeku. Badannya bergetar. ia sangat takut.

Naruto yang mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata yang membuat wajah dan badan Hinata termundur tapi dengan cepat satu tangan Naruto melingkar di punggung Hinata untuk menahan pergerakan Hinata.

Satu tangan Naruto yang menempel di tengkuk di Hinata, memaksa agar wajah Hinata menghadapnya.

Badan Hinata yang samakin bergetar, jantungnya yang semakin menggila ketika Naruto menempelkan bibirnya ke bibir Hinata yang membuat mata Hinata terpejam dengan alisnya yang berkerut.

.

Wajah Hinata yang kembali ditundukkan ketika Naruto melepaskan ciumannya.

Plok..plokk..plokkplokk..

Hinata yang mengulum pelan bibir bawahnya. Rasanya sakit, ia dapat merasakan bibirnya yang seolah berlubang kerena gigi Naruto menekan kulit bibirnya. Pasti saat ini bibirnya berdarah. Itulah tujuan mengapa Hinata mengulum bibirnya.

Supaya semakin jelas. Naruto tak mencium Hinata melainkan mengigit kuat bibir Hinata dan Hinata sadar dimana ia saat ini, jadi ia tak bisa memberontak.

Dan Hinata sadar apa arti tatapan Naruto padanya. Ia sangat tahu jika hal ini tak akan berakhir dengan baik. Hinata takut, ia sangat takut, rasanya ia seperti masuk ke kandang singa. Ia akan mati.

Badan Hinata yang tak berhenti bergetar sedari tadi, jantungnya yang tak kunjung normal, keringat yang terus membasahi pelipisnya. Ia bahkan tak bisa bernafas dengan normal. Tapi bagaimana bisa mereka para tamu merasa pasangan ini sangat bahagia?

"Semua ini adalah salah ku." Hinata membatin menyesal. Seandainya waktu itu ia tak pergi ke rumah Naruto. Hal ini tak akan terjadi... Ia sungguh tak akan mengira hal ini akan terjadi.

Flashback...

.

.

.

.

.

To be continue..

.

.

.

.

Yoo..fic Baru lagi.. Moga saja bagus. Moga suka.. Moga berjalan lancar.. Tinggalkan review .. Dan makasih banyak..

Hmm biasa kan si istri cinta si suami benci kalau ga ya sebaliknya.. Jadi aku bikin ya begini la.. Moga suka..

Bye.. Bye..