Jeno menggerutu kesal. Ia menghentak-hentakan kakinya berkali-kali, melampiaskan rasa jengkelnya.

Pasalnya, secara mendadak ia di suruh pindah ke apartemen yang sudah di siapkan oleh kedua orang tuanya itu. Dan hari itu juga ia harus pergi.

Juga mereka tak memberi alasan yang logis, membuat Jeno tambah kesal aja. Awas saja kalau mendadak ada kabar ia akan punya adik baru.

Jeno menghela nafas gusar memikirkan itu. Setelah mengetikan kata sandinya, ia bergegas masuk dan menutup pintu kembali.

Ia hanya membawa satu koper, sisanya sedang di siapkan oleh kedua orang tuanya. Mungkin nanti sore barang-barangnya secara keseluruhan tiba.

Jeno menaruh koper sembarang arah dan melompat ke sofa, membaringkan tubuhnya di sana. Lift sedang mati, artinya dia harus naik tangga darurat tadi. Padahal kamar apartemennya berada di lantai tujuh.

Bayangkan saja betapa capeknya menjadi Jeno! Jadi jangan heran jika sekarang cowo manis itu bau keringat. Lari keliling lapangan tiga kali aja dia udah tepar apa lagi naik tangga?

Jeno mengutuk pengurus apartemen ini. Harus kah lift mati? Katanya sih tadi sedang dalam proses perbaikan. Semoga saja bisa di percepat, Jeno gamau naik tangga lagi.

Jeno sudah tetap dalam posisi pw-nya. Membuatnya enggan meninggalkan sofa ini, kalaupun harus pindah ke kamar.

Seharusnya sekarang ia harus merapikan baju-bajunya. Tapi Jeno sedang malas sekali sekarang, ia berharap baju-baju itu pindah sendiri ke dalam lemari.

Keempukan sofa membuatnya semakin terlena dan tak ingin beranjak sebelum puas menikmatinya.

"Ah nanti aja. Bodo amat gue ngantuk sekarang!" katanya. Rasa kantuk lebih mendominasinya, perlahan ia mulai menutup mata.

Namun—

Jika saja tak ada suara itu, mungkin Jeno sudah tertidur pulas dan tenang sekarang.

"Anak gadis itu rapiin dulu bajunya, bersih-bersih baru tidur."

[a/n: i luv markno]