Hello! This is the intro!

Sorry for trolling, tho. Hehe~

Karena banyak yang minta sequelnya, aku bikinin kok. ^^

Semoga ngga ngecewain aja sih :"

.

.

.

Happy reading, Guys!

Give me some reviews!

.

.

.

Chanyeol menyusuri lorong sekolah dengan jaket rumah sakit yang sudah lusuh dan mata yang berkantong. Bahkan saat ini, dia yang berkeliaran di sekolah itu hanya mengenakan sepasang sepatu rumah sakit yang memang, dirinya, benar-benar keluar dari ruang operasi dan bergegas pergi kesana. Matanya yang memerah itu sudah ingin diistirahatkan, namun masalah kali ini membuat dirinya penat walaupun hanya sepele.

Chanyeol berbelok ke sebuah ruangan dan mendapati anak lelakinya yang berusia 13 tahun itu duduk dan ditempeli plester luka di sudut bibir, siku, dan lututnya. Anak lelaki yang sudah mengenakan tas ransel di punggungnya itu menoleh ketika dirinya datang. Dia hanya terdiam tanpa berbicara apapun ketika sang ayah berjalan dan berbincang dengan guru kedisiplinannya. Sudah yang kesekian kalinya, dia tahu. Tapi dia tetap tidak bisa menerima perlakuan dan ucapan mereka.

"Park Taehyung," Chanyeol berbalik dan menatap Taehyung dengan wajah datar, "ayo pulang."

Anak lelaki bernama Taehyung itu mengangguk dan berdiri hingga akhirnya berjalan beberapa langkah di belakang ayahnya. Dia tidak berkomentar dan memilih untuk memilin jari-jemarinya yang sedikit terluka karena kejadian sebelumnya. Sesekali dia membersihkan seragamnya yang kotor terkena tanah dan sedikit darahnya sendiri itu. Walaupun sebenarnya percuma dan mungkin dia akan mendapat ocehan dari ibunya di rumah nanti.

Dia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi samping sang ayah yang sedari tadi mengerutkan alisnya. Dia sudah mengira jika ayahnya sedang tidak mau berbicara dengannya, dan dia sudah mengerti akan hal itu.

"Taehyung-ah," gumam ayahnya sembari menghela nafas, "kau harus di rumah selama satu minggu ke depan."

"Aku tahu, Papa." Ucap Taehyung yang kemudian memainkan plester yang terpasang di ujung jarinya.

Tak beberapa lama mobil itu berbelok ke sebuah kompleks perumahan yang ada di sudut kota Seoul. Ah, mereka berpindah sejak empat tahun yang lalu. Meskipun lokasi rumah mereka lebih jauh dari rumah sakit jika dibandingkan dengan apartmentnya, tapi paling tidak sekarang terasa lebih luas dan nyaman dibandingkan dulu.

"Mama, aku pulang." Ucap Taehyung lirih dan langsung masuk ke dalam kamarnya.

"Pulang?" Baekhyun, yang duduk di ruang tengah sembari merapikan buku dan alat mewarnai itu menoleh ke arah Chanyeol yang berjalan berlawanan arah dengan Taehyung—ke kamarnya, "Kenapa dia sudah pulang, Chan?" tanyanya.

"Tanyakan pada dia sendiri." Ucap Chanyeol yang kemudian menutup pintu kamarnya.

Dengan helaan nafas yang menandakan kejenuhan, Baekhyun mengalihkan perhatiannya pada anak lelaki berumur empat tahun yang ada di sampingnya, "Dokjunnie… bisa membersihkan semuanya sendiri?" anak kecil itu mengangguk, "Aih, pintarnya. Mama pergi dulu, hm?" ucap Baekhyun yang menyusul Chanyeol ke kamarnya.

Ketika dia membuka kamar, dia mendapati Chanyeol yang masih berkemeja lengkap merebahkan diri di atas ranjang dan memeluk gulingnya—dengan mata yang terpejam. Sejenak Baekhyun merasa iba dengan lelaki itu, sudah beberapa hari dia tidak pulang dengan jangka waktu yang lama. Dia, yang menjadi dokter bedah umum, selalu mendapat panggilan jika dibutuhkan. Pernah suatu hari, Chanyeol yang baru menjejakkan kaki di rumah selama 10 menit harus kembali ke rumah sakit karena harus mengoperasi korban kecelakaan lalu lintas.

"YA!" seru Baekhyun sembari menggoyangkan kaki Chanyeol dengan kaki kanannya.

Chanyeol yang sedang membenamkan wajahnya di guling itu menoleh dan melambaikan tangannya agar Baekhyun duduk di ranjang juga, "Sebentar saja." Ucapnya dengan nada yang membujuk.

Baekhyun menghela nafasnya sebelum duduk di samping Chanyeol yang pada akhirnya menyusupkan kepalanya di paha wanita itu. Walaupun dia sebenarnya tidak mengerti mengapa Chanyeol bersikap seperti ini, dia tetap menarikan jari-jemarinya di sela-sela rambut tebal Chanyeol.

"Ada apa lagi?" tanya Baekhyun.

"Anak itu," Chanyeol berbicara dengan suara yang tidak jelas, "dia berkelahi lagi. Musuhnya harus dilarikan ke rumah sakit karena sobek di bagian bibirnya hingga membutuhkan tiga jahitan," dia mendongakkan kepalanya dan menatap Baekhyun, "semenjak dia lulus sekolah dasar dia menjadi brutal begitu."

"Lalu? Kau sendiri?"

"Aku sedang sangat lelah. Aku tidak tidur sejak semalam dan ketika aku keluar dari ruang operasi aku mendapat telepon dari gurunya karena dia berkelahi untuk yang kesekian kalinya," lelaki itu mendudukkan dirinya sejajar dengan Baekhyun, "dia harus diskors selama satu minggu karena tindakannya itu."

Baekhyun menatap Chanyeol dengan perasaan yang dia sendiri tidak mengerti. Tentu, dia memaklumi kekesalan Chanyeol terhadap anak lelaki mereka tersebut. Memang, setelah lulus sekolah dasar sejak tujuh bulan lalu, Taehyung sudah terlibat tiga perkelahian. Pada awalnya, anak itu masih berusaha memberikan pembelaan dirinya ketika pulang ke rumah—walaupun Chanyeol marahnya bukan main. Tapi yang membuat Baekhyun sedikit merasa janggal adalah ketika kedua orang itu hanya terdiam dan memilih untuk tidak membahas apapun ketika pulang ke rumah. Mungkin karena Chanyeol lelah dan tidak ingin membahas hal tersebut, atau mungkin karena Taehyung yang tidak ingin membuka dirinya.

Baekhyun, yang mendengar keluhan Chanyeol itu tersenyum, "Aku akan berbicara dengannya nanti. Sekarang," dia mendorong lelaki itu untuk keluar dari ranjang, "mandi dan ganti bajumu. Kita makan siang."

Chanyeol mengangguk sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi. Baekhyun sendiri keluar dari kamar dan mendapati anak keduanya sedang sibuk merapikan barang-barangnya. Ah, namanya Park Dokjun. Berusia empat tahun. Anak lelaki inilah yang membuat mereka berpindah rumah yang semula menghuni apartment, ke sebuah rumah yang berukuran cukup besar untuk keempat orang itu. Dokjun sendiri sangat mirip dengan Chanyeol—dan Baekhyun tidak mendapatkan jatah gen apapun untuk wajahnya. Dokjun sendiri punya sifat yang hampir mirip dengan Taehyung ketika kecil. Hanya saja, Dokjun lebih bersifat manja, apalagi kepada Taehyung yang sangat memanjakan adiknya. Bahkan, kamar mereka yang semula dipisahkan sekarang tidak lagi, karena Dokjun yang selalu meminta agar tidur bersama dengan kakak lelakinya tersebut.

"Dokjun-ah… sudah selesai?" tanya Baekhyun yang berjongkok di samping anak lelakinya.

"Sedikit lagi, Ma," dia tersenyum dan memperlihatkan wajah dengan 90 persen gen Chanyeol tersebut, "Mama, aku lapar." Keluhnya.

Baekhyun tersenyum kecil sebelum mengacak-acak rambut anak lelakinya itu, "Mama akan menyiapkan makanannya. Nanti, ketika Dokjun selesai membersihkan semuanya, kita akan makan siang."

"Papa akan makan siang di rumah?"

Baekhyun mengangguk, "Papa akan makan siang bersama kita. Hyung juga."

Dia memaklumi jika Dokjun akan mengatakan hal tersebut. Sebuah kesempatan yang jarang untuk mereka berempat makan siang bersama. Ketika Chanyeol mengatakan akan pulang ke rumah tadi, Baekhyun segera membuat makanan dengan porsi yang lebih. Sedangkan Taehyung… dia tidak menyangka jika Taehyung akan pulang secepat itu. Karena anak pertamanya itu pulang sekolah tiga jam lebih cepat dari seharusnya.

Dia bergegas pergi untuk menyiapkan makanannya. Ah, semenjak Dokjun lahir, Chanyeol melarang Baekhyun untuk bekerja seperti sebelumnya. Walaupun pada awalnya Baekhyun menolak permintaan tersebut, tapi Chanyeol tetaplah Chanyeol yang selalu bersikeras dengan keteguhannya. Sehari-hari Baekhyun hanya sibuk dengan kegiatan domesticnya ditambah menjadi sopir pribadi dari Park Dokjun—ah, tentu, anak itu bersekolah juga.

Tak beberapa lama, Chanyeol keluar dengan kaos bergambar radio kuno dan celana sepak bolanya. Lelaki itu segera menghampiri anak lelakinya yang masih sibuk di ruang tengah dan pada akhirnya membantu untuk membereskan barang-barang disana. Mungkin karena Taehyung yang beranjak remaja, Chanyeol lebih memanjakan Dokjun untuk saat ini. Bukan, bukan karena Dokjun yang merupakan anak kandungnya sendiri, tapi karena dia tidak bisa memperlakukan Taehyung seperti dulu lagi.

"Chan, makanan siap." Ucap Baekhyun.

Lelaki itu segera menggendong anak lelakinya dan menyusul Baekhyun yang ada di ruang makan. Segera, Chanyeol menaikkan Dokjun ke kursi makannya dan kemudian duduk di tempat miliknya. Dia lapar, sungguh. Apalagi selama beberapa hari dia lebih sering makan makanan kantin rumah sakit dibandingkan makanan di rumah.

"Sebentar, aku akan memanggil Taehyung—"

"No! Biar Dokjun saja!" seru Dokjun yang dengan susah payah turun dari kursi makannya.

Baekhyun hanya terkekeh melihat anak keduanya yang selalu antusias jika sudah berhubungan dengan kakak lelakinya. Entah, Baekhyun sendiri juga tidak mengerti mengapa Dokjun sangat manja pada kakak lelakinya dan Taehyung sendiri pun juga sangat gemas pada adiknya tersebut.

Saat ini, mungkin Baekhyun merasa waktu sangat cepat ketika melihat Dokjun yang sudah sebesar itu. Padahal dia masih ingat ketika Chanyeol melarangnya melakukan ini itu ketika dia mengandung Dokjun dulu—dan sifat Chanyeol yang protektif itu membuatnya frustasi. Tapi sejujurnya, disaat itu, Chanyeol tidak kalah stress karena mood Baekhyun yang sangat mudah berubah. Bahkan kepribadiannya yang keras itu bertambah beberapa kali lipat dan akhirnya diturunkan pada Dokjun yang punya sifat temperamental juga.

Setelah menunggu lebih dari sepuluh menit, Dokjun belum kembali juga. Itu cukup untuk membuat Baekhyun dan Chanyeol bertanya-tanya mengapa mereka berdua belum keluar dari kamar. Karena Baekhyun juga sudah sangat lapar, akhirnya dia memutuskan untuk menyusul kedua anaknya disana.

"Taehyungie? Dokjunnie?" dia membuka pintu itu dan menyembulkan kepalanya. Dia mendapati kedua anaknya sedang duduk di atas ranjang. Dokjun sendiri bersimpuh di hadapan Taehyung yang menekuk kedua lututnya sembari berusaha memeluk kakak lelakinya tersebut.

Mendengar panggilan Baekhyun, Taehyung mendongakkan kepalanya, "Mama?" ucapnya dengan suara parau.

"Taehyung? Ada apa?" tanya Baekhyun yang duduk dan mendapati anak pertamanya dengan wajah yang memerah itu.

Taehyung menggeleng, "Tidak ada apa-apa, Ma."

"Jangan berbohong," Baekhyun mengalihkan perhatiannya pada Dokjun yang sekarang duduk di pangkuannya, "Dokjun bisa pergi makan terlebih dulu? Makan dengan Papa ya, Sayang." Ucapnya yang kemudian dibalas dengan anggukan oleh anak bungsunya.

Setelah Dokjun keluar dari kamar tersebut, Baekhyun duduk dan bersila di depan Taehyung yang masih memakai seragam dan wajah yang basah. Ha, anak lelaki itu baru saja menangis dan mungkin mulai berhenti ketika Dokjun masuk ke dalam kamar.

"Makan dulu, ya?" pinta Baekhyun.

Taehyung menoleh, "Nanti saja, Ma. Aku makan nanti saja."

"Kenapa? Karena Papa juga makan di rumah?"

"Bukan. Bukan karena itu. Aku hanya sedang tidak ingin makan."

Baekhyun hanya bisa menghela nafas ketika menghadapi sifat keras kepala yang dimiliki Taehyung ini, "Kalau begitu Mama juga tidak akan makan."

"Hm? Kenapa? Mama harus makan—"

"Mama akan makan kalau kau juga makan, Taehyung."

Anak lelaki itu menatap Baekhyun dengan sorot mata keraguan. Dia masih menyimpan rasa takut yang mungkin akan ditanyakan apa penyebabnya oleh Baekhyun nanti ketika dia sudah makan. Taehyung selalu begitu, jika sedang tidak ingin diganggu atau merasa marah dengan orang rumah, dia lebih memilih untuk menyendiri di kamar dan menghindari orang-orang di sekitarnya, kecuali… Dokjun. Mungkin karena Taehyung merasa adik satu-satunya itu sebagai sebuah hiburan, dia memilih untuk membiarkan Dokjun datang padanya kapan saja.

"Iya, aku makan, Ma."

Baekhyun tersenyum, "Ganti bajumu. Mama akan menunggumu di ruang makan."

Baekhyun tahu jika Taehyung tidak akan pernah mau dirinya sakit. Sikap seperti ini ditunjukkan Taehyung semenjak dia melihat Baekhyun yang kesakitan ketika akan melahirkan Dokjun dulu. Dan sejak saat itu, Taehyung bersikap sangat protektif terhadap Baekhyun; seperti Chanyeol. Like father like son, indeed.

Ketika Baekhyun keluar dari kamar anak lelakinya, dia disambut dengan tatapan penuh tanya dari Chanyeol yang ternyata belum memakan makanannya sama sekali. Memang selalu begitu, Chanyeol tidak akan memulai acara makannya jika Baekhyun tidak ada disana—kecuali jika di rumah sakit karena Baekhyun tidak mungkin disana. Dan karena Chanyeol belum memakan makanannya, maka Dokjun pun juga menunggu. Karena sesuai peraturan, dimana orang dewasa harus menyantap makanannya sebelum yang lebih muda mengikutinya.

"Dimana Taehyung?" tanya Chanyeol dengan nada penuh rasa khawatir.

"Sedang mengganti pakaiannya. Sebentar lagi dia akan keluar."

Tak beberapa lama, Taehyung—yang dengan wajah basah sehabis mencuci muka karena mungkin mencoba untuk menghilangkan bekas menangisnya—dengan jersey tim sepak bola kesayangannya, Liverpool, keluar dari kamar dan duduk di samping Dokjun. Dia tidak mendongakkan kepalanya sama sekali dan memilih untuk menunduk—dia berpura-pura memperhatikan makanannya.

Makan siang memang tetap masih seperti biasanya, yang berbeda hanyalah mereka lebih mengkotakkan konsentrasi mereka pada Dokjun yang menceritakan pengalamannya di sekolah. Biasanya juga, jika mereka makan bersama, Baekhyun dan Chanyeol akan menanyakan bagaimana sekolah Taehyung. Namun karena keadaan yang tidak kondusif kala itu, maka mereka lebih memilih untuk mencecar Dokjun dengan pertanyaan yang mungkin sedikit kekanak-kanakan.

"Aku sudah selesai." Ucap Taehyung yang kemudian berdiri untuk mencuci tempat makannya.

"No," ucap Baekhyun yang mengagetkan Taehyung, "habiskan makananmu."

"Tapi, Ma—"

"Taehyung, habiskan makanannya. Mama sudah memasak ini untukmu dan kau tidak menghabiskannya—"

Taehyung, yang menghindari amarah dari ibunya juga itu pun kembali menenggelamkan sumpitnya ke dalam nasi dan lauk yang ada di depannya. Dengan reaksi yang sesuai ekspektasi, Baekhyun tersenyum dan menyempatkan dirinya untuk melirik ke arah Chanyeol yang sedari tadi menatap Taehyung dengan ekspresi khawatir itu. Baekhyun tahu, sekesal apapun Chanyeol dengan Taehyung, dia tetap mengkhawatirkannya. Seperti apapun Taehyung, Baekhyun juga tahu, Taehyung tetap menjadi anak kecil yang selalu dimanjakan oleh Chanyeol. Anak pertama yang diperlakukan Chanyeol seperti itu.

Tanpa bicara, Taehyung menghabiskan makanannya. Setelah itu dia berdiri dan mencuci semua tempat makanannya. Taehyung selalu begitu. Toh dia adalah anak yang benar-benar bertanggung jawab—untuk anak seusianya. Terkadang Baekhyun merasa bersalah jika melihat Taehyung yang dengan sabar meladeni Dokjun yang meminta ini itu. Tapi Baekhyun menyadari jika Taehyung selalu membutuhkan teman. Dan dia juga tidak mau jika adik lelakinya memiliki nasib yang sama dengan dirinya dulu.

.

.

.

Baekhyun mengetuk kamar Taehyung sore itu, disaat Chanyeol sedang sibuk menyiram tanaman di halaman rumah—sebenarnya meladeni Dokjun yang ingin bermain air. Tak beberapa lama, kamar itu terbuka dan menampilkan Taehyung dengan wajah yang masih sembab dan mata yang memerah. Baekhyun menghela nafasnya sebelum tersenyum dan menggandeng tangan Taehyung keluar dari kamar hingga mengajaknya untuk melihat Dokjun yang berlarian mengejar kemana arah selang air tertuju.

Baekhyun menepuk-nepukkan kursi sampingnya yang masih kosong. Dengan ragu-ragu, anak lelaki itu duduk di samping Baekhyun—tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Padahal biasanya, dia yang menggantikan Chanyeol untuk bermain bersama adiknya.

"Pepero?" ucap Baekhyun sembari menyodorkan sekotak makanan ringan tersebut.

Taehyung menggeleng, "Tidak, Ma. Aku sedang tidak ingin makan."

Wanita itu menghela nafasnya, "Taehyung-ah… Mama seharian memikirkan dirimu. Sayang, kau bisa menceritakan mengapa kau beberapa kali berkelahi pada Mama," Taehyung membuka mulutnya, namun Baekhyun berkata lagi, "No. Mama tidak akan marah padamu. Kau," dia mengusap rambut anak lelakinya itu, "pasti punya alasan untuk melakukan itu. Dulu Mama juga begitu—jangan tertawa."

Anak lelaki itu terkekeh ketika mendengar ucapan ibunya, "Aku mungkin menganut ajaran Mama…"

Baekhyun memutar bola matanya sebelum berbicara dan mengubah arah kursi Taehyung hingga berhadapan dengannya, "Tell me. Tell me the reason, Son."

Sejenak, ada sorot mata keraguan dari anak lelaki itu. Namun karena Baekhyun bersikeras agar Taehyung mengatakannya, maka dia mulai berbicara.

"Aku tidak suka dengan teman-temanku, Ma. They know about me. Mereka tahu jika aku bukan anak kandung kalian—dan mereka membullyku habis-habisan. Mereka mengatakan jika kalian hanya menyayangi Dokjun, padahal kalian tidak seperti itu. Aku hanya merasa mereka mengatakan hal yang tidak benar dan semuanya itu bualan," Taehyung mengambil nafasnya sembari menahan tangisnya dan berbicara lagi dengan suara yang parau, "Aku tidak suka jika mereka menjelek-jelekkan Papa dan Mama. Kalian tidak pernah membedakan siapa aku dan siapa Dokjun. Tapi, ketika tadi aku pulang sekolah dan Papa menjemputku dengan keadaan penuh luka, aku mulai merasa jika mungkin aku merepotkan Papa. Aku tahu jika Papa sangat kesal padaku. Aku hanya bisa berkelahi dan mengharuskan Papa menjemputku setelah tidak tidur sama sekali. Dan ketika Papa tidak berbicara sama sekali denganku, aku merasa sedih, Ma…"

"Aigoo…" Baekhyun memeluk anak lelaki yang sedang menangis itu. Dia merasa melihat diriya sendiri saat ini. Hanya saja kasusnya berbeda, karena dia tidak pernah dibully dengan kasus begitu. Tapi dia pernah mengalami hal yang serupa, berkelahi karena mempertahankan situasi yang benar, dan tidak mendapatkan kesempatan untuk menjelaskan pada ayahnya. Keadaannya sama, hanya saja, dulu, ayahnya bisa berteriak pada dirinya.

"Maaf, Ma…"

"It's okay," Baekhyun melepaskan pelukannya dan menepuk pipi anak lelaki itu, "kau tahu, jika kau menceritakan masalah ini pada Papa, mungkin Papa akan menyuruhmu menghajar anak itu."

Taehyung mendelik ke arah ibunya sebelum tertawa, "Tapi Papa marah padaku."

Baekhyun menggeleng, "Papa hanya lelah, Sayang. Ketika kau keluar untuk makan siang tadi, Papa mengkhawatirkanmu. Hanya saja kau terlalu sibuk dengan makananmu hingga tidak memperhatikan Papa. Papa memang begitu, tsundere."

"Tsundere?"

"Hmm… Papa itu—hey, Papa selalu mengatakan tidak, padahal sebenarnya Papa mengiyakan. Kurang lebih seperti itu."

"Aku tidak mengerti, Ma—tapi apa benar Papa mengkhawatirkanku?"

"Tentu saja. Kau bisa berbicara dengan Papa nanti."

Taehyung mengangguk, "Tapi, Ma. Aku diskors selama satu minggu…"

"Benarkah? Kita bisa berlibur kalau begitu!" Baekhyun tertawa sebelum mengacak-acak rambut anak lelakinya, "Taehyungie, Papa dan Mama tidak menyukai caramu berkelahi begitu. Karena yang Mama dengar anak itu masuk rumah sakit, 'kan?" Taehyung mengangguk, "Kalau orang tua anak itu datang padamu dan memarahimu bagaimana? Apa kau mau? Tidak, bukan? Hmm… tidak usah memperdulikan ucapannya. Yang penting, Papa dan Mama menyayangimu tanpa memperdulikan bagaimana statusmu. Bagi kami, kau tetap anak pertama, dan kakak dari Dokjun. Tidak ada yang bisa mengubah itu. Mengerti?"

Dengan sedikit air matanya, Taehyung mengangguk. Ini hal yang paling disukainya. Selama kurang lebih delapan tahun tumbuh bersama kedua orang tuanya, dia selalu diperlakukan layaknya anggota keluarga yang semestinya. Bahkan mereka tidak pernah membedakan siapa dirinya dan siapa Dokjun.

"Good."

Disaat mereka sedang berbincang, tiba-tiba terdengar sebuah teriakan, "MAMAAA! Mandi, Ma!"

Dokjun, yang berlari ke arah Baekhyun dengan keadaan baju yang basah kuyup karena air. Untung saja pada saat itu sedang musim panas, jadi Baekhyun memperbolehkan Dokjun bermain air sepuasnya.

"Lepas bajunya," Baekhyun melepas baju Dokjun dan kemudian membiarkan anak lelaki itu berlari ke dalam rumah, "Mama memandikan Dokjun dulu, ya?" ucapnya pada Taehyung yang masih duduk di teras rumah itu.

Taehyung memperhatikan ayahnya yang masih sibuk menyiram tanaman disana. Ingin rasanya dia membantu sang ayah, tapi sepertinya suasana sedang tidak mendukung. Dia masih ragu, dan dia belum berani berbicara dengan ayahnya jika sedang dalam keadaan begini. Lagi-lagi dia memilin jari-jemarinya yang ditempeli plester bergambar Robocar Poli itu. Hingga tak lama, dia mendengar seseorang memanggilnya.

"Taehyung-ah!"

Dia mendongak ketika mendengar Chanyeol memanggilnya, "Ya, Papa?"

"Bisakah kau mengambilkan gunting rumput di gudang? Papa membutuhkannya."

Senyum anak lelaki itu merebak dengan sendirinya, "Wait a minute, Pa!"

Disisi lain, Chanyeol terkekeh ketika mendapati wajah Taehyung yang dengan tiba-tiba berubah ceria setelah dia memanggilnya. Disaat itu dia sadar jika Taehyung tidak berani mendekatinya terlebih dulu. Sejujurnya dia khawatir dengan keadaan anak itu, tapi dia masih tidak bisa menerima mengapa anaknya berkelahi beberapa kali di sekolah.

Sesaat kemudian, "Ini, Pa." ucap Taehyung sembari menyerahkan sebuah gunting rumput pada Chanyeol.

"Thank you, Champ."

"Ada lagi yang bisa aku bantu, Pa?"

"Hm…" Chanyeol mengangguk, "siram bunga-bunga disana dengan penyiram tanaman itu. Mamamu akan mengomel jika kita tidak melakukannya."

Taehyung segera berlari mengambil penyiram tanaman itu dan melakukan apa yang diperintahkan sang ayah padanya. Chanyeol tertawa kecil, karena anak lelakinya itu masih tetap sama. Dia masih menjadi anak yang penurut dan akan sangat sedih jika melakukan kesalahan. Sebenarnya dia masih merasa gengsi jika harus mendekati Taehyung terlebih dulu, tapi jika anak itu tidak berani, maka masalah tidak akan bisa diselesaikan, bukan?

"Luka di sudut bibirmu tidak perlu dijahit, 'kan?" tanya Chanyeol.

"EH? Hm… mungkin tidak, Pa…" jawab Taehyung lirih.

"Nanti malam Papa akan mengganti plester lukanya. Jika perlu Papa akan melepas plester-plester itu."

"Iya, Pa…"

Mereka melanjutkan pekerjaan mereka masing-masing. Jujur, Chanyeol ingin memulai pembicaraan, tapi dia tidak tahu harus membicarakan apa. Dia merasa suasananya canggung. Ha, terkadang dia ingin Taehyung kembali menjadi anak kecil lagi. Memang, jika sudah beranjak dewasa, seorang anak cenderung menjauh dari orang tuanya—dan Chanyeol tidak menginginkan hal tersebut terjadi di keluarganya. Tapi bagi Chanyeol, Taehyung tetaplah anak pertamanya yang suka merengek karena meminta es krim vanilla dan Oreo sekaligus.

"Aku selesai, Papa." Ucap Taehyung yang meletakkan penyiram tanaman di samping.

"Sudah? Baguslah. Kau bisa masuk kalau begitu," Taehyung mengangguk, "Jangan lupa cuci tangan dan kaki!" serunya yang tahu kebiasaan Taehyung yang jarang mencuci kaki dan tangannya.

"IYA!" seru Taehyung yang sekarang berjalan menuju kran air dan mencuci tangan beserta kakinya sebelum masuk ke dalam rumah.

Chanyeol masih melanjutkan kegiatannya. Walaupun sebenarnya dia sangat lelah dan butuh untuk tidur disaat itu juga. Tapi tadi, ketika Dokjun mengajaknya bermain air, dia tidak bisa menolaknya. Jika biasanya dia akan meminta Taehyung untuk mengajak Dokjun, tapi kali ini tidak bisa. Lagi-lagi karena keadaan antara dirinya dengan Taehyung sedang tidak baik.

"Sst!"

Chanyeol menoleh dan mendapati Baekhyun dengan celana yang dilipat karena basah, "Hm? Apa?" jawabnya.

Baekhyun menghampiri lelaki itu dan berjongkok di sampingnya, "Apa keadaan sudah lebih baik?" godanya.

"Hmm… mungkin? Tapi aku belum bertanya mengapa dia berkelahi—"

"YA!" Baekhyun mengetuk kepala suaminya hingga dia mengaduh, "Sudah kubilang tanya dan dekati dia. Kau ini! Selalu saja gengsi. Kau ingin dia jadi berandalan jika sudah besar nanti?"

"Berandalan? Seperti dirimu? No way."

"Kenapa kau malah mengatakan aku berandalan—"

"YA! Kau bahkan hampir menampar tetangga sebelah rumah seminggu yang lalu!"

"Mereka gaduh, Chan. I can't help it."

"Jadi?"

"Jadi apanya?" tanya Baekhyun dengan nada yang meninggi.

"Beradalan bukan?"

"Tidak."

Chanyeol berdiri dan mulai merapikan semua peralatan berkebunnya, "Padahal… seingatku. Kau pernah menendang seorang anak SMA ketika kau baru mengandung Dokjun dulu."

"Tapi waktu itu—"

Lelaki itu mencuci kaki dan tangannya sembari bersenandung, "Aku tak akan heran jika kedua anak lelakiku bersikap sama…" katanya sambil berjalan melarikan diri dari istrinya yang siap melemparkan batu yang tak jauh dari tempatnya berdiri itu.

.

.

.

"Taehyung-ah!" panggil Chanyeol yang sudah siap dengan kotak berisi obat di ruang tengah.

Anak lelaki itu datang dengan Dokjun yang—tertawa terbahak-bahak—bersarang di punggungnya, "Ya, Papa?"

"Duduk. Papa akan mengobati lukamu dulu."

"Ah, okay… Dokjun-ah, turun dulu."

"Tidak mau, Hyung!" seru Dokjun yang semakin mengeratkan tangannya di leher Taehyung.

"Dokjunnie… Papa akan marah nanti." Gumamnya lirih.

"Tidak mau! Pokoknya tidak mau!"

Disaat seperti itu, Baekhyun tiba-tiba datang dan menarik Dokjun dari punggung Taehyung ke dalam gendongannya, "Waktunya tidur, Anak Mama." Ucapnya.

"Tapi, Ma—Hyung? Aku mau tidur dengan Taehyungie Hyung…" ucap anak kecil itu dengan nada kecewa.

"Hyung akan menyusul nanti." Ucap Taehyung yang bergegas menepuk pipi adik lelakinya.

"Okay." gerutu Dokjun—dengan nada kecewa—yang kemudian dibawa Baekhyun menuju kamar mereka.

Taehyung dengan ragu-ragu duduk di hadapan Chanyeol yang sudah menunggu. Ah, makan malam sebelumnya keadaan sudah lebih baik dan itu membuat Chanyeol sedikit merasa lega. Dia sudah bisa mendengar Taehyung sesekali menimpali ucapannya dan bahkan bertanya beberapa hal kepadanya. Dia menyadari, kesibukannya akhir-akhir ini membuat hubungan mereka merenggang. Apalagi dia jarang pulang ke rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Jika dia pulang, biasanya Taehyung sudah berangkat sekolah ataupun sudah tertidur pulas.

"Oh? Sudut bibirmu robek?" tanya Chanyeol pada Taehyung yang baru saja mengaduh ketika plester itu dibuka.

"Sedikit, Pa."

"Aigoo… Tidak apa. Tidak akan sakit. Mendekatlah," Taehyung bergesar dan mendekat ke arah ayahnya, "mungkin ini akan sedikit perih. Tidak apa, 'kan?" anak lelaki itu mengangguk, "Kenapa luka ini diplester tadi… dia tidak kering sama sekali." Gumamnya.

"Aku tidak tahu, Pa. Aku hanya menurut saja tadi…" jawab anak itu.

"It's okay. Beruntunglah kau punya ayah seorang dokter, Taehyungie," anak lelaki itu sempat terkekeh dengan ucapan Chanyeol baru saja, "YA! Little brat." Ucap Chanyeol yang kemudian tertawa.

Chanyeol meneruskan kegiatannya. Sesekali bertanya khawatir karena luka Taehyung yang sama sekali tidak kering karena ditutup dengan plester. Terkadang dia menertawakan Taehyung yang mengaduh karena Chanyeol yang menekan lukanya terlalu keras.

"Taehyung-ah."

"Iya, Pa?"

Chanyeol, yang sekarang sibuk dengan lutut Taehyung itu bertanya lagi, "Why did you fight, Boy?" tanyanya.

"Hmm… mereka membullyku, Pa. Hanya karena aku bukan anak kandung Papa dan mereka mengatakan bahwa Papa dan Mama tidak benar-benar menyayangiku."

Lelaki itu menghentikan kegiatannya dan menatap anak itu lekat-lekat, "Dan kau memperdulikannya?" dia kemudian mendapati Taehyung yang sudah mengerucutkan bibirnya dan mata yang berair, "Taehyung-ah, tidak semua ucapan orang harus didengarkan. Jangan memperdulikan apa kata mereka disaat kau tahu Papa dan Mama benar-benar menyayangimu. Apa selama ini Papa dan Mama tidak memperhatikanmu? Apa selama ini Papa dan Mama hanya memperhatikan Dokjun saja? Apa selama ini kau merasa kami tidak adil?"

"Tidak, Pa…"

"Lalu, untuk apa kau melukai dirimu seperti ini? Papa dan Mama tidak akan pernah mau anaknya terluka begini, Taehyung-ah…"

"Tapi aku tidak suka jika mereka mengatakan hal buruk tentang Papa dan Mama…"

Chanyeol tertawa kecil ketika mendapati anak lelakinya itu mulai menangis, "Kau ini. Kau berani berkelahi dengan teman-temanmu tapi kau menangis ketika berbicara dengan Papa."

"Maaf…" ucap anak lelaki itu sembari mengusap air matanya.

Sang ayah kembali mengambil obat luka dan mengusapkannya pada lutut Taehyung, "Tidak apa. Justru Papa senang kau mau menangis di hadapan Papa. Jangan sekalipun kau terlihat lemah di hadapan mereka. Kau hanya boleh menangis di hadapan Papa dan Mama."

Taehyung mengangguk, "Iya, Pa…"

"Taehyung-ah, apa Jimin juga ikut berkelahi?"

Anak itu menggeleng, "Tidak. Jimin selalu melarangku tapi aku tetap saja berkelahi. Aku tidak terima, Pa."

"Sudah," Chanyeol membereskan semua perlengkapannya, "kau ini. Kau mirip dengan Mamamu. Suka berkelahi."

"Apa Papa tidak?"

"Hmm… occasionally. Jika itu memang diperlukan, mengapa tidak?" Chanyeol kemudian mengacak-acak rambut anak itu, "Jangan berkelahi jika tidak benar-benar diperlukan. Selama kau bisa memaafkan orang-orang itu, jangan melukai dirimu seperti ini. Papa dan Mama akan sangat khawatir, Taehyungie."

"Iya, Pa. Aku mengerti."

"Good. Sekarang, yang paling penting, kau harus mengejar ketertinggalanmu untuk seminggu ke depan. Papa tidak ingin peringkatmu semester lalu turun hanya karena masalah seperti ini."

Taehyung mengangguk, "Aku mengerti, Papa!"

"Aigoo… partner in crime sudah akur?" goda Baekhyun yang datang dan duduk mengapit Taehyung.

"Geez. Memangnya kenapa? Mama akan merasa terbully?" jawab Taehyung.

"YA! Jangan mengikuti cara Papamu berbicara."

"Why? He is my Dad, Mommy."

Chanyeol tertawa terbahak-bahak, "High five, Buddy!" serunya sembari menepukkan tangan dengan anaknya itu.

"Aku menyesal bertanya tadi," Baekhyun melirik ke arah Chanyeol, "tidak ada shift malam ini?"

Chanyeol menggeleng, "Jisoo menggantikan shiftku hari ini. Dia sedang melarikan diri dari istrinya yang hamil muda itu."

Baekhyun terkekeh sebelum menepuk pundak Taehyung, "Waktunya tidur, Taehyungie. Dokjun akan mencarimu jika kau tidak segera kesana."

Taehyung mengangguk, "Okay, Mom." Ucapnya sebelum pergi.

"Wait!" Baekhyun menarik Taehyung dan kemudian mencium pipi anak lelaki tersebut, "Good night, Boy."

"Hish! Mama aku sudah besar!"

"No! You are still my Baby Boy. Sana, pergi." Usir Baekhyun yang dibalas dengan gerutuan Taehyung.

Chanyeol hanya bisa tertawa, "Dia sudah besar." Ucapnya.

"Dokjun juga! Padahal seingatku dia masih sangat kecil! Bahkan aku masih ingat ketika dia belajar berjalan dan berakhir dengan menginjak mangkok berisi sereal milik Taehyung—"

"Kau merasa mereka sudah benar-benar besar?"

Baekhyun mengangguk, "Sudah sangat besar. Bahkan Dokjun sudah bisa menjawab semua ucapanku. Walaupun bahasanya terkadang aneh…"

"Aku juga merasa jika Dokjun sudah besar."

Baekhyun menoleh dengan tatapan curiga, "Lalu?"

"Dengar. Anak-anak kita sudah besar. Bukankah akan sangat lucu ada makhluk kecil yang memakai rok berwarna merah muda hadir di rumah ini? Hm?"

"Maksudnya?" tanya Baekhyun dengan nada yang meninggi.

"HO! Bukankah akan lucu jika ada makhluk kecil yang memanggil Taehyung dan Dokjun dengan panggilan Oppa?" Baekhyun melirik Chanyeol dengan tatapan sinis, tapi Chanyeol melanjutkan racauannya lagi, "Itu akan sangat lucu, Baekhyun-ah… apalagi jika dia mirip dengan dirimu."

"Taehyung mirip denganku. Sangat mirip bahkan."

"Tapi Taehyung seorang laki-laki." Chanyeol mengerucutkan bibirnya dan berkata dengan alis yang berkerut, "Aku membicarakan yang perempuan disini."

"I hate you."

"Kalau kau membenciku, kita tidak bisa menghasilkan Dokjun—"

Baekhyun menaikkan nadanya, "Kau pikir dia sebuah barang yang bisa diproduksi, begitu?"

"OH! Reproduksi! Kau benar—"

"Chanyeol-ah…" keluh Baekhyun dengan nada penuh kekalahan—sembari menatap suaminya yang tersenyum dengan bodoh itu.

.

.

.

TBC.


Pagi itu Taehyung membantu Baekhyun menyiapkan makanan untuk sarapan Chanyeol yang akan berangkat bekerja. Baru hari pertama skorsing sekolah, tentu dia tidak punya kegiatan lain selain membantu Baekhyun. Mulai dari membantu membersihkan rumah, membantu memandikan Dokjun, dan membantu menyiapkan sarapan. Dan sekarang dia mengerti mengapa Mamanya sering mengeluh lelah—karena memang benar-benar melelahkan.

"Papa! Sarapan!" seru Taehyung yang sekarang menggendong Dokjun yang baru selesai berganti baju.

Chanyeol keluar dari kamarnya, "Serasa aneh jika melihat dirimu tidak memakai seragam sekolah jika pagi begini, Taehyungie." Ucap Chanyeol.

"Hmm… sorry, Dad."

"Tidak apa-apa. Jangan bersedih begitu," Chanyeol mulai menyendokkan makanannya, "aku berencana mengambil cuti untuk empat hari ke depan."

"OH? Untuk apa?" tanya Baekhyun.

"Ini ide buruk, tapi… bukan bermaksud untuk memanfaatkan keadaan. Hanya saja, aku ingin kita berlibur. Sebentar saja."

Taehyung melirik ke arah Chanyeol dengan wajah yang terlihat annoyed, "Aku sedang diskors, Papa. Bukan sedang libur sekolah."

"YA! Musim panas di Jeju akan menyenangkan! Taehyung, listen. Kesempatan tidak datang dua kali. Dan Papa pikir kau tidak terlalu bersalah kemarin. Tidak begitu—ya tapi kau masih bersalah sedikit."

Taehyung mendelik ke arah ayahnya, "Jeju? Call."

Mendengar ucapan kedua orang itu Baekhyun menghela nafas, "Ucapanku kemarin hanya bercanda, Tuhan. They are crazy." Gumamnya.

"I love you too." Ucap Chanyeol sembari mengedipkan mata sebelah kanannya dengan wajah yang jahil.


Hello Noonadeul!

Dokjunnie is here~ umurnya 4 tahun. Kalo kalian bingung dia siapa, hmm... dia Jackson. Hehehe.

Actually aku gatau siapa nama belakangnya. Tapi demi kelangsungan keluarga Park, maka dikasih nama Park deh di belakangnya. Nama aslinya Jackson tuh Dokjun kok~~ hehe.

Semoga kalian suka!

Salam, DerpMyungsoo.