Third : Envy

Midorima Shintarou.

:x:

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Possibly pwp. Bottom!submissive!Akashi. Dont like? Dont read. I've warned you before.

:xx:

MidoAka with daddy kink and spanking-punishment.

:xxx:

.

.

Satu pelajaran yang didapatkan Akashi hari ini, membuat Midorima Shintarou cemburu dan dirundung iri adalah suatu kesalahan yang amat besar.

Plak!

Seperti jatuh dari ketinggian, napas Akashi rasanya terenggut secara paksa ketika tamparan keras kembali mendarat pada pantatnya. Ia melenguh. Jari-jarinya meremas ujung bangku, menyalurkan rasa sakit yang bercampur nikmat tak tertahankan. Belakang kepalanya yang tadi terhantam loker kembali terasa nyeri, pun dengan pandangannya yang berkunang. Susah payah, ia mendongak. Keringat membanjiri tubuhnya sedari tadi, hawa panas berlebihan dan sesuatu yang bergetar didalam tubuhnya semakin memperburuk suasana.

"Mengapa kau diam, baby?"

Ah, suara itu. Akashi menggigit bibir, napasnya menderu cepat. Jantungnya bertalu keras, dipacu adrenalin, dan sapuan kasar perban yang membalut jemari kembali meninggalkan jejak berbahaya pada pinggangnya yang telanjang. Atasan jerseynya tersingkap sampai dada, dan sepertinya, Midorima sama sekali tak mau repot melepas pakaian 'baby'-nya yang tengah kepayahan.

"M-maaf, Shin," ingin rasanya Akashi menghantamkan dahi pada kayu bangku itu. Vibrator yang menggetarkan lubangnya terdorong masuk semakin dalam. Midorima sengaja membenamkannya dengan ujung jemari, menikmati pemandangan bagaimana Akashi yang telungkup di atas bangku mendorong pinggulnya tinggi-tinggi ke atas dan mengejang di bawah kuasanya. Punggung berkeringat yang semula mulus kini sudah dikotori dengan berbagai bercak kemerahan. Oh, seringai lebar ditarik bangga oleh sang penguasa. Hampir lepas kontrol, kesayangannya ini sering sekali membuat kesalahan.

Plak!

"Lancang sekali memanggil daddy-mu dengan nama, baby," Midorima kembali menampar pantat Akashi tanpa belas kasihan. Memar merah mulai tampak pada bulatan kenyal itu, dan entah bagaimana, Midorima merasa sangat bangga, "sedari tadi, bahkan kau tidak mau minta maaf, hm?"

Plak!

"Dan sekarang baby jadi lancang memanggil daddy dengan nama."

Plak! Plak!

"Ahh, daddyhh," Akashi mengerang keras, napasnya tercekat di tenggorokan ketika tiga tamparan berturut-turut mendarat pada pantatnya. Sakit, menyengat. Tapi, dengan keberadaan alat penggetar sialan yang dibawa daddynya saat menonton pertandingan terakhir Rakuzan melawan Seirin berhasil memporak porandakan pikirannya.

"Tadi juga baby berhenti menghitung ditengah-tengah. Baby Sei memang sengaja ingin daddy hukum, ya?"

Plak! Plak!

"Baby Sei anak nakal," Midorima menyeringai. Ia mencondongkan tubuhnya, berbisik pada telinga Akashi yang memerah, "Baby Sei anak nakal. Siapa yang menjadi anak nakal hari ini?"

Menelan ludah, Akashi menjawab dengan suara bergetar, "Se-Sei, daddy, unghh."

"Bagus. Kalau begitu, ulangi kata-kata daddy. Baby Sei anak nakal."

"Ba-baby Se-Sei-a—"

Plak!

"Ahnn! Daddyhh!"

"Siapa yang menyuruhmu berhenti, baby?" Tiga jari yang masih terbalut perban diarahkan pada mulut Akashi yang terbuka dan tak berhenti menyuarakan desah, "lanjutkan. Baby ingin membuat daddy marah ya?"

Cepat, Akashi menggelengkan kepalanya. Surai merahnya bergoyang mengiringi pergerakan kepala, dan Midorima gatal ingin menjambak rambutnya itu, "Ba-baby Sei—a-ahn, a-anak nakal."

Plak!

"Karena?"

"Kar-karena—gyahh! Ahh! Daddyhhh..."

Tubuh Akashi mengejang ketika tiga jari kiri Midorima menerobos lubangnya. Mendorong vibrator itu makin dalam dan membuat gerakan memutar, "karena apa, sayang?"

"Kar-karena mengabaikan daddy di semifinal—hyahh! Ahh," Akashi menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Air liurnya merembes membasahi dagu, dan tiga jari Midorima menusuk masuk mulutnya semakin dalam, "dan menolak ajakan ddaddy untuk berjabat tang-ahh, tanganhh."

"Lalu? Apa baby yakin daddy hanya diabaikan?"

"La-laluhh, mem—membuat daddy—" mata Akashi membelalak lebar ketika ujung jari Midorima menghantam prostatnya. Lenguhan keras memenuhi ruang ganti yang kosong dan lengang, tubuhnya melenting tinggi dan kepalanya mendongak. Air liur membasahi lehernya, gigi Midorima meninggalkan bekas perih pada cuping telinganya yang digigit dengan keras.

Plak!

"Tidak ada yang menyuruhmu berhentu bicara. Lanjutkan atau daddy benar-benar marah."

"Lalu membuat daddy cemburu dengan—ah, berjabat tangan dengan—dengan, ahh ahh!" bola mata Akashi berputar ke belakang. Tubuhnya mengejang dan bergetar hebat. Ia sudah tak mampu menahan semua ini, "dengan—Ku-Kuroko-san, hyahhh!"

"Lalu, jika kau sudah tahu daddy akan marah, apa yang membuatmu masih melakukannya?" Akashi terbatuk, tangan kanan Midorima mencekik kuat lehernya. Ia berusaha berontak, namun usahanya gagal. Tangan kiri Midorima mencengkeram kuat kedua pergelangan tangannya, "kau tahu 'kan daddy tidak suka melihat baby berdekatan dengan orang lain, apalagi sampai terlibat kontak fisik? Kau memang sengaja membuat daddy marah, hm?"

"Manghff-maghff—ah! Ma-maafkan Sei, daddy!"

Akashi menoleh ketika cengkeraman pada lehernya terlepas. Rambutnya direnggut secara paksa, dan ketika mulutnya terbuka, lidah Midorima menerobos masuk. Akashi tersengal, sudah tak mampu lagi mengikuti permainan daddy-nya. Pertandingan barusan sudah cukup membuat tenaganya terkuras, dan berurusan dengan Midorima setelah ini akan membuatnya benar-benar tak bisa membuka mata sampai pagi menjelang.

"Camkan kata-kata daddy, sayang," Midorima berbisik, tepat pada telinganya yang sudah sangat merah. "Baby Sei takkan pernah bisa lepas dari daddy. Bahkan jika baby pergi, daddy akan mengejar baby sampai neraka."

"Hngh! Mmmh..."

"Dengar, baby?"

"Ya—ya, daddy."

Seringai puas kembali tergambar pada paras sadistik lelaki yang masih memakai seragam lengkap tim Shutoku itu. Suatu kebanggaan dan kepuasan berlebih dapat membuat kapten tim yang paling ditakuti tunduk dan takluk padanya. Dikecupnya perpotongan leher Akashi yang berkeringat, menanti detik-detik kepuasan itu dan berbisik tepat di telinga sosok kesayangannya yang banjir saliva.

"Baby Sei... hanya milik daddy. Camkan itu, sayang."

.

.

.

end.

Find out! Next : Kagami Taiga with his anger.