First : Pride.

Aomine Daiki.

:x:

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Anybody miss AoAka in here?

:xx:

"Yang bisa mengalahkanku, hanya aku."

Akashi bisa merasakan telinganya panas ketika lagi-lagi slogan arogan itu melewati pikirannya.

Ini bukan pertama kalinya, juga bukan untuk kedua kalinya. Sudah kesekian kali pemuda berambut biru gelap itu mengatakan hal serupa, bahkan tepat dihadapan wajahnya. Tak ketinggalan dengan seringai menantang dan ekspresi wajah yang jelas-jelas meremehkannya.

Akashi kesal, sudah jelas. Sudah lewat dua tahun ketika Kagami dan Kuroko berhasil mematahkan Aomine, dan menjatuhkan dirinya dari tahta kebanggaan sebagai kaisar. Dia juga sudah menghilang sejak setahun yang lalu, dan Akashi berhasil kembali menjadi dirinya yang lama. Namun sepertinya, mengembalikan Aomine ke jati dirinya yang asli adalah hal yang sangat sulit.

"Ah."

Naik, setelah itu turun.

Bohong jika dia kembali mengikuti latihan. Bohong jika dia kembali berkenan menemani Momoi berbelanja sambil main-main. Bohong jika dia kembali mengikat persahabatan dengan Kuroko. Bohong jika dia kembali berkenan menemani Kise tanding satu lawan satu.

"Ah, ah."

Karena dihadapan Akashi, Aomine akan tetap bertingkah seperti itu. Bertingkah seolah-olah ia adalah dewa yang sama sekali tak bisa dikalahkan, mutlak, dan berkuasa. Akashi sangat benci itu.

Lebih cepat lagi.

Akashi menjilat bibirnya, pandangannya menajam dan menusuk dalam biru gelap Aomine yang berada dihadapannya. Pemuda itu hanya diam, membalas tatapannya dengan tanya dan menggigit jari lentik Akashi yang bersarang dalam mulutnya. Cengkeraman tangan Akashi pada helai rambutnya menguat, dan dia tahu jika pemuda bernetra darah itu tengah bersusah payah menahan suaranya.

"Ada apa?" Aomine bersuara, berat. Menekan segala hasratnya dan mengutuk untuk tidak mendorong Akashi hingga terjungkal ke samping, mengambil alih permainan, dan menguasai tubuh itu segera. Sialan sekali. Akashi sama sekali tidak mau bergerak cepat sejak awal mereka jatuh berguling ke atas ranjang setelah melalui satu sesi ciuman panas.

"Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu," satu lenguhan lepas tanpa kendali ketika ujung tumpul Aomine menekan titiknya, "tentang, ah, perkataanmu dulu."

Dua alis Aomine terangkat, tidak tahukah Akashi jika menyisipkan obrolan ditengah-tengah kegiatan mereka ini membuat dirinya semakin tidak sabar? "Tentang apa?" Ia bertanya, suaranya mendesak, seolah memerintah Akashi untuk bergerak lebih cepat.

"Yang bisa mengalahkanmu, hanya kau sendiri," Akashi terkekeh geli, lalu mengakhirinya dengan erangan ketika jari-jari Aomine yang menangkup belakang tubuhnya bergerak untuk meremas, menyuruhnya agar mempercepat ritme dan berhenti menunda-nunda. Meski begitu, Akashi menolak untuk dibantu bergerak dan memantapkan diri untuk menguasai salah satu sesi di malam yang panjang ini, "apakah itu masih berlaku sekarang?"

"Hm, ya," Aomine mengangkat alis, berdecak dan menggeram ketika Akashi sengaja menjepit dan mengetatkan dirinya, "Seijuurou. Berhenti main-main jika kau masih mau berjalan dengan aman selama beberapa minggu ke depan."

Akashi menarik salah satu sudut bibirnya, memberikan senyum seduktif terbaik yang bisa membuat Aomine meledak kepanasan. Kedua tangannya mengalung dan bergelayut manja pada leher Aomine, sementara pinggulnya terus bergerak untuk memanjakan kekasihnya lebih jauh meski dengan kecepatan yang tak berubah, "apa alasanmu mengatakan hal itu?"

Aomine menggeram rendah, memajukan wajah dan mencoba menggapai bibir Akashi sebelum pemuda berambut merah itu menjauhkan diri, "aku menunggu jawaban, Daiki, dan jangan berani kau menciumku sebelum itu."

"Dengar, Seijuurou. Aku yakin kau sama sekali tak membutuhkan alasan," Aomine mencengkeram kedua sisi wajah Akashi, menariknya mendekat, lalu menatapnya tajam. Setengah emosi dan berupaya menahan libido berlebih, "cepat selesaikan dan jangan buat aku menunggu, Seijuurou!"

Tidak, tidak. Bukan Kuroko atau Kagami yang bisa mengalahkan Aomine. Bohong besar karena bahkan, Aomine sama sekali tak bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Segala kesombongan dan tetek bengek Aomine Daiki hanya bisa dipatahkan oleh satu orang, yaitu dirinya. Hanya Akashi Seijuurou yang bisa membuat Aomine meleburkan segala bentuk kesombongannya.

Aomine hanya bisa bertekuk lutut direndam gairah ketika berhadapan dengannya, membuang segala bentuk kesombongannya, dan takkan ada yang bisa membohongi hal itu.

Akashi menuruti perkataan Aomine dengan menggerakkan pinggulnya lebih cepat, mengejar puncak kepuasan tertinggi dengan datang bersama-sama. Aomine mendekap pinggang Akashi kuat-kuat, peduli setan Akashi akan marah padanya jika ia ikut bergerak. Hidungnya tenggelam pada tulang selangka pemuda berambut merah itu, mendengar secara seksama hembusan napas, erangan, dan lenguhan kepayahan yang melewati telinganya.

Ketika dirasa puncak yang akan mereka lalui semakin dekat, Akashi mengangkat wajah Aomine, mengapit dagu pemuda berambut biru gelap itu dengan kedua jari. Memberikan senyum penuh kemenangan dan berbisik tepat dihadapan bibirnya,

"Yang bisa mengalahkanmu, hanya aku. Benar, 'kan?"

end.

Four days till Last Game, guys!