Disclaimer: I don't own anything but the plot.

Chapter 1 – Welcome To The Planet, Welcome To Existence.

Chiharu Kasumioji's request fic. Hope u like it, Haru.

Notes: Fic ini sepenuhnya terlepas dari Paramour.


Sesshoumaru menatap sang istri yang tengah berdiri di depan refrigerator yang terbuka tapi tidak bergerak selama beberapa menit dengan kepala tertunduk. "Kau baik-baik saja?" Tanya pria yang berdiri di ambang pintu dapur itu.

Karena tidak ada jawaban, sang suami mendekati istrinya. Satu tangan Kagome memegang pintu kulkas kanan, sedangkan yang lain memegang pegangan pintu kiri yang tertutup. Saat jarak mereka hanya setapak, Sesshoumaru dapat melihat wajah pasangannya mengernyit sedemikian rupa. Kedua mata wanita itu terpejam, dan bibir bawahnya terperangkap di antara kedua baris giginya. Dari apa yang dilihatnya tentu saja mudah untuk menyimpulkan, 'Dia tidak baik-baik saja!'

Kagome menoleh untuk memberikan senyum tipis pada sang suami yang berdiri tepat di belakangnya. Pria itu menggenggam tangan kanan istrinya, lalu menutup salah satu pintu kulkas yang terbuka dengan tangannya yang bebas. "Kau sedang kesakitan," komentar Sesshoumaru dengan kedua alis bertaut karena heran. Pasalnya, bertentangan dengan apa yang dilihatnya, ia tidak mencium emosi lain selain emosi positif yang berasal dari istrinya.

"Aku sedang bahagia," koreksi Kagome. Suara dan ekspresinya mengukuhkan pernyataan yang terlontar. Tangan kanan wanita itu merayap ke belakang, bersemayam di tengkuk pasangannya, lalu menarik pria itu untuk sebuah kecupan. Setelah kecupan sepintas lalu itu usai, Kagome memijat lembut leher Sesshoumaru yang ditangkupnya. Sebagai reaksi berantai, sang suami memeluk istrinya dari belakang, meletakkan kedua tangannya di perut wanita itu, lalu menyandarkan keningnya di bahu sang pasangan.

Miko itu menerangkan. "Ini sangat normal, Meito."

"Hnn." Sesshoumaru mengangkat keningnya, lalu mengecup bahu pasangannya, kemudian menyeret ujung hidung dari ujung tulang selangka hingga ke leher sang istri.

Sesshoumaru mengelus punggung, kepala, dan perut sang istri yang membesar dengan teramat lembut. Tak lama kemudian, ia dapat merasakan sebuah tendangan kuat di telapak tangannya. Tank top tipis yang dikenakan Kagome tak menghalangi Sesshoumaru merasakan kelincahan calon pewarisnya. Gerakan yang mahluk mungil itu lakukan membuat satu tonjolan yang ada di sisi perut sang istri merambat hingga ke tengah.

Kagome memalingkan wajah tuk menatap manik emas favoritnya, dan memaksa diri untuk tertawa kecil. "Lihat, ia sependapat denganku." Kalimat itu diakhiri oleh kesiap yang meluncur dari sang miko ketika rasa sakit yang menyengat lagi-lagi menyambanginya dan menggurat pedih di wajahnya yang masih bersinar oleh harapan.

Ketika rasa pedih itu menghilang, dan napasnya kembali normal, wanita itu menatap suaminya lekat-lekat. Senyum sumringah terukir kala ia membalikkan badan dan memeluk suaminya, kemudian menempelkan pipi kanannya ke pipi Sesshoumaru. Bibir Kagome bergerak-gerak di daun telinga sang pasangan saat ia membisikkan kalimat yang menjadi penanda awal baru bagi keduanya. "Meito, kurasa waktunya telah tiba."

~.

3 Jam kemudian...

Selain suaminya dan seorang dokter youkai wanita yang telah menjadi dokter kepercayaan keluarga Taisho selama berabad-abad, manusia yang ada di dalam ruangan itu hanyalah Kagome seorang. Ibunya, Souta, dan kakeknya menunggu di ruangan lain. Semua yang Kagome baca di buku untuk menghadapi persalinan dengan tenang telah buyar. Yang ia rasakan hanyalah terjangan rasa sakit. Ia memang bukanlah wanita yang tidak terbiasa dengan rasa sakit, karena petualangan lampaunya di era feodal telah mengajarkan banyak hal. Lagipula, ia percaya, selama Sesshoumaru berada di sisinya, semua akan baik-baik saja. Ya, ia sangat meyakini hal itu. Tapi, tetap saja, rasa sakit yang ia rasakan kini terlampau hebat untuk tak diindahkan.

Disetiap detik yang berlalu hanya hujaman rasa sakit tak terperilah yang menderanya!

Seiiring berjalannya waktu, beberapa tahapan telah dilewatinya. Pada saat itu, ia telah mencapai tahap-tahap akhir. Rahimnya telah terbuka lebar. Kontraksi yang menyiksa menjadi lebih sering dan lebih lama. Ia tak lagi mampu berjalan-jalan dan mengalihkan perhatian kepada apapun sebagai pereda rasa sakit. Dimulai dari satu jam yang lalu ia merasakan nyeri di punggung dan pangkal pahanya semakin hebat. Rasa mual yang dahsyat juga mulai menghantamnya. Beragam rasa tidak mengenakan seakan bercampur-baur di dalam dirinya.

Dengan penuh pengertian, Sesshoumaru yang duduk di sisi Kagome sibuk menghadiahkan belaian lembut di punggung tangan, di sisi wajah, dan di perut sang istri.

Butiran-butiran peluh sebesar biji jagung membanjiri kening Kagome, anak-anak rambut menempel di sisi wajahnya, pakaian yang ia kenakan pun melekat di badan karena keringat. Bagai memanggul dunia, seberat itulah beban yang ia rasakan. Tangan kanan Kagome meraih tangan kanan Sesshoumaru yang sedang mengelus perutnya, ditiap kontraksi yang datang, ia mencengkram tangan sang suami erat-erat, berharap dengan itu dapat meringankan rasa sakit yang melingkupinya.

Baritone yang kini penuh dengan kelembutan itu berusaha menenangkan. "Kau akan baik-baik saja, Meito."

Melihat kesusahan yang dilalui sang istri, hati Sesshoumaru ikut trenyuh. Wajah pria itu memang masih datar, tapi kilat kepedihan terpancar dari safir emasnya. Sesshoumaru tahu wanita yang menjadi pasangannya adalah wanita tangguh. Akan tetapi, apa yang terjadi masih di luar nalarnya, bahkan untuk dia yang notabenenya Daiyoukai mantan Penguasa Wilayah Barat. Bukan keluh-kesah, reaksi Kagome sama sekali tidak masuk daftar antisipasinya dalam tanda-tanda persalinan. Istrinya itu sering tertawa kecil tanpa sebab semenjak sang surya berani menampakan wajah di kaki langit, itulah satu-satunya yang mencurigakan dari pasangannya di hari itu.

Dan kini, Kagome hanya meremas tangannya kuat-kuat. Tanpa rengekan, wanita yang menjadi pasangannya tengah berjuang tuk menghantarkan mahluk yang mewarisi darahnya ke dunia ini.

Tiba-tiba, semuanya terjadi secara serempak. Kagome merasa terdesak, matanya terbelalak sebelum tertutup rapat-rapat kala dorongan dari dalam yang ia rasakan semakin besar. Disaat yang sama, dokter wanita itu berseru lantang. "Kepalanya sudah terlihat!"

Instruksi dari sang dokter tuk mengambil napas dan mengumpulkan tenaga berkumandang.

Apa yang Kagome rasakan di saat itu? Seperti mengeluarkan buah semangka bulat-bulat, lidah api seakan menjilat bagian bawah tubuhnya yang teregang. Tidak ada kata jeda untuk sakit yang ia rasakan. Sakit itu melecut setiap inci tubuhnya, menyiraminya dengan sengatan pedih yang tak terhingga.

Tak ayal lagi, penyesalan karena pernah melukai hati sang ibunda tercinta pun berjejalan di dalam dadanya.

Seruan untuk mengejan berdatangan.

Pertama kali mengejan, bagai memanjat gunung yang sedang runtuh. Tenaga bagai dengan mudah meninggalkan tubuhnya. Dikali kedua, tubuhnya seperti terkoyak dari dalam. Jerit kecil perjuangannya pun habis di tengah jalan.

"Kagome," panggil Sesshoumaru.

Kedua iris biru kelabu yang terpejam itu kembali terbuka, ia menatap suaminya lekat-lekat. Permata emas yang hangat milik suaminya itu penuh oleh keyakinan juga harapan, dan itu memberikan Kagome daya yang lebih untuk kembali berjuang dan menguatkan tekad yang ia miliki. Miko itu ingin segera melihat emas indah itu di bola mata buah hati mereka.

Senyum tipis terpahat di wajahnya sebelum wanita itu menarik napas pendek-pendek, mengumpulkan semua tenaga yang tersisa, Kagome mengerahkan usahanya mengikuti petunjuk sang dokter. Puluhan tulangnya seakan patah secara serentak kali ketiga ia mengejan. Mendadak lidah api telah menghilang, walau rasa nyeri masih melekat, ia merasakan kelegaan tak terhingga ketika tubuh mungil itu meluncur keluar dari dirinya.

Sang dokter memberi keduanya selamat, dan berkali-kali memuji betapa sehat dan kuat buah hati mereka.

Saat pertama kali melihat bayinya, Kagome terpana. Pupil wanita yang kini resmi menyandang gelar seorang ibu itu melebar ketika menatap tubuh keabu-abuan kecil yang masih diselimuti oleh selapis tipis lemak. Setelah dokter wanita yang penuh kesabaran itu memberikan penanganan pertama pada sang bayi, mahluk mungil itu lantas menangis. Tangisannya kuat dan jeritnya lantangnya memenuhi seluruh isi ruang.

Sontak, Kagome merasa semua rasa sakit terbayarkan. Cairan bening mulai berkubang di matanya.

Dokter itu mendekat, kini Kagome dapat melihat lebih jelas buah hatinya. Rambut silver pendek itu bergumpal-gumpal di kepala mungilnya, mata bayi itu tertutup, tubuhnya masih mengejang karena tangis. Kedua tangan sang miko terulur, sedetik kemudian sosok terindah yang pernah dilihatnya telah berada di dalam pelukan. Dengan sepenuh hati ia mencium kening mahluk tak berdosa itu. Rasa haru bagai gelombang pasang di lautan kala ia menyadari bahwa janin yang tadinya ada di dalam perutnya, yang hanya dapat dirasakan, kini telah dilihatnya, disentuhnya, direngkuhnya, dan diciumnya.

Semua perasaan bahagia yang pernah ia rasakan sama sekali tak dapat disandingkan dengan apa yang ia rasakan saat ini, saat pertama kali ia merengkuh tubuh mungil itu.

Rasa bahagia yang ia rasakan tak terperi. Ia merasa lengkap dan ..., sempurna.

Kagome tertawa dengan suara parau di tengah isak tangis. Kebanggaan dan kebahagiaan yang tak dapat dijelaskan kata-kata membuncah di dadanya saat miko itu menyadari bahwa ia telah menghantarkan sebuah nyawa ke dunia ini. Dan terlebih lagi, kehidupan itu adalah buah cintanya dengan Sesshoumaru! Tanpa terasa, air mata mengalir deras di kedua pipinya. Derai-derai kebahagiaan pun kian deras berjatuhan.

Kagome menoleh tuk memandang suaminya, sosok utama baginya tuk berbagi kebahagiaan yang ada. Tatapan mereka terkunci sesaat, sebelum kembali menatap sang buah hati secara bersamaan.

Disaat sang buah hati menghirup napas untuk pertama kali, disaat itulah mereka belajar apa arti cinta sejati.

Sesshoumaru yang terus berada di sisi istrinya menatap Kagome dan bayi yang ada di pelukannya dengan penuh ketakjuban. "Meito," panggil Kagome. Senyum indah wanita itu terpahat di antara tetes air mata tatkala ia bertutur, "anak kita!"

Keberadaannya di tengah-tengah perjuangan sang istri membuat rasa bangga dan cinta yang ia miliki pada wanita itu semakin mendalam. Namun, bayi mungil bertelinga segitiga imut yang berada di dekapan pasangannya tercinta membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Untuk pertama kali di dalam hidupnya, Sesshoumaru begitu tergerak, cairan aneh yang membuat pandangannya kabur mulai berkumpul di matanya. Dan, dua kata terakhir Kagome membuatnya tak lagi dapat bergeming di dalam tabiatnya.

Dengan mata berkaca-kaca, pria itu mencium kening sang anak lalu menangkup wajah dan mencium bibir sang istri untuk beberapa lama. "Anak kita," gaung Sesshoumaru dengan suara yang berat oleh emosi.

Momen berharga itu terjeda ketika Kagome merasakan lagi desakan yang sama.

Oh, iya, tentu saja, mereka sama sekali tidak lupa dengan yang kedua.

Dengan sangat berhati-hati Sesshoumaru menggendong anak pertamanya ketika sang istri mengulang perjuangan.

Belasan menit berlalu. Dengan senyum dan dekapan hangat, kedua orang tua baru itu menyambut kelahiran si kembar.

Sesshoumaru yang duduk di tepi ranjang persis di samping Kagome menatap kagum bayi yang ada di dalam gendongannya. Tiba-tiba, kedua telinga di puncak kepala sang bayi berkedut-kedut. Kemudian, kelopak mata mungil itu terbuka, mengerjap beberapa kali, lalu manik emas yang senada dengan miliknya itu balik menatapnya. Dalam bentuk dua hanyou kecil yang kan menjadi penerusnya, definisi kesempurnaan yang baru telah tergubah seketika itu juga di benak Sesshoumaru.

Perasaan luar biasa meluap di dalam diri Sesshoumaru. Ia kan mengajarkan mereka apa yang ada di lautan, di daratan, dan apa yang ada di antara keduanya. Ia kan mengajarkan para pewarisnya segala hal. Melalui versi dirinya yang lebih kecil, ia dapat melihat masa depan terberai secara perlahan. Memiliki keturunan dan menjadi seorang ayah, membuatnya merasa jauh lebih berarti dari sebelumnya. Dengan halus, Sesshoumaru mencium dahi, lalu menempelkan keningnya di kening bayi-bayinya secara bergantian. Salah satu tangan sang bayi terangkat, membelai wajah sang ayah.

Sudut-sudut bibir youkai yang menyandang gelar The Lord of The West itu pun secara otomatis tertarik ke atas.

Kagome pernah mendengar 'Miracle of Birth' tapi ia tidak menyangka akan mengalaminya sendiri. Setelah Sesshoumaru mengecup kening buah hati mereka, dan memberikan bentuk kasih sayang dalam bahasa primal inu, hal yang setara dengan keajaiban telah terjadi. Sesshoumaru tersenyum! Bukan senyum tipis yang beberapa kali pernah pria itu berikan padanya. Tetapi, senyum lebar yang memecah dan mendominasi wajah datar sang Daiyoukai, dan membuat lesung indah yang ia miliki di kedua pipinya terpampang!

Aliran lain air mata mendesak keluar dari pelupuk mata sang miko. "Aku sangat mencintai kalian," ungkapnya. Sebagai respons, Sesshoumaru mengecup manis bibir sang istri, dan membelai sisi wajah pasangannya dengan penuh kasih sayang. Ketika sang alpha kembali menatap kagum pada buah hati mereka, Kagome tak dapat menahan diri untuk tidak menggoda suaminya. "Kau harus lebih sering tersenyum, Meito."

Gurauan sang istri hanya di jawab dengan tawa kecil yang teredam di dada pria itu.

"Kalian sudah memberi mereka nama?" Tanya sang dokter yang untuk sesaat keberadaannya telah terlupakan.

Sesshoumaru bertukar pandang dengan sang istri, sebelum berkata dengan baritone-nya yang khas. "Mereka akan kami namakan Seien dan Senri."

Seien dan Senri.

Seien, berarti 'Pangeran.'

Dan Senri, memiliki arti 'Seribu kilometer atau jarak yang jauh.'

Itulah nama yang Sesshoumaru dan Kagome berikan pada buah cinta mereka. Nama yang mengibaratkan kehidupan panjang dan penuh arti yang menanti keduanya.

Seraya menghapus sisa uraian air mata di pipinya, Kagome berucap dengan suara yang goyah oleh keharuan. "Welcome to the planet, welcome to existence, Seien, Senri."

~tbc~


Notes: Nama si kembar di sini a/ prompt dari Chiharu Kasumioji^^

To all readers, terlebih yg udah review, fav, dan follow, minna saiko arigatou.