SLEEP WITH THE DEVIL - SANTHY AGATHA - BAB 1

Pernah baca cerita ini? Karena fakta sudah banyak yang meremake cerita ini. Dan aku akan menjadi salah satunya. Pair nya tidak lain dan tidak bukan ya NOREN. Kali aja ada yang mau baca cerita ini versi NOREN gitu. Soalnya setahu aku belum ada yang meremake dengan pair NCT.

Oke mulai saja ya, cerita ini murni milik kak Shanty Agatha. Aku hanya me remake , sedikit edit agar lebih cocok dengan tema YAOI.

Pair : JENO / RENJUN NOREN, Yang lain nyusul.

Author : Santhy Agatha

Rating : M (MPREG Juga)

Happy Reading…

BAB 1

Suasana yang hingar bingar membuat Renjun mengernyitkan matanya. Dia tidak suka suasana ramai dan menyesakkan seperti ini. Dia merindukan kamarnya, kamar tenang yang damai, tempat dia bisa duduk dan membaca sambil mendengarkan musik sayup-sayup.

Tapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas toleransinya, ingin rasanya dia pergi dari tempat ini, tapi dia tidak bisa. Lelaki itu, lelaki jahat itu –menurut sumber yang dia dengar akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi.

Renjun mencoba menarik turun rok hitam pendeknya yang mulai terasa tidak nyaman. Seragam waitress ini amat sangat tidak nyaman, dadanya yang menonjol dan rok yang begitu pendek, Renjun seperti dipaksa menyamar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Tetapi bukankah itu memang tujuannya? Dia tidak ingin lelaki itu mengenalnya, meskipun hal itu sepertinya tidak perlu ditakutkannya. Mereka hanya pernah bertemu satu kali, pada pertemuan singkat yang tak disengaja, saat lelaki itu menemui ayahnya di ruang kerjanya. Saat itu penampilan Renjun tidak seperti sekarang, rambutnya masih normal seperti laki-laki lain dengan kacamata berbingkai tebal membingkai wajahnya, bajunya tertutup dan sopan, yang tentu saja pakaian laki-laki, beda sekali dengan sekarang yang mengharuskanya memakai pakaian wanita dan berdanda sedemikian rupa.

Renjun mengernyitkan matanya lagi, Aku benar-benar berpenampilan seperti perempuan murahan, desahnya.

Suara berisik dari arah pintu masuk mengalihkan perhatian Renjun, matanya mencari-cari dan itu dia! Lelaki itu ada di sana, dengan kedatangannya yang begitu heboh dikelilingi banyak sekali bodyguard berbadan kekar. Tanpa sadar Renjun mendengus, yah karena dia lelaki jahat yang suka menyakiti orang, dia pasti punya banyak musuh yang ingin membunuhnya.

Dengan penasaran Renjun menjinjitkan kakinya, berusaha melihat dengan jelas sosok lelaki itu, Jeno Lee. Sosok yang ditakuti dalam dunia bisnis karena tidak segan-segan menggilas siapapun yang menghalangi jalannya. Siapapun yang berani melawan Lee Jeno, akan berakhir dalam tragedi. Seperti ayahnya, seperti seluruh keluarganya. Desah Renjun pahit.

Dulu keluarga Renjun adalah keluarga berada, ayahnya adalah seorang pengusaha sukses di bidang konversi kelapa sawit. Kebun mereka ada berhektar-hektar di luar pulau, dan mereka sangat kaya. Bagi Renjun keluarga mereka adalah keluarga bahagia, meskipun ibunya adalah wanita lemah yang sakit-sakitan, tapi selain itu dia adalah ibu yang sempurna.

Pikiran Renjun menerawang di saat-saat bahagia itu, saat dia, ayahnya dan ibunya berkumpul bersama di meja makan, menyantap sarapan pagi bersama ayah dan ibunya yang penuh cinta. Ayahnya akan bercerita tentang pengalamanpengalaman dalam perjalanan bisnisnya, dan ibunya akan menatap sang ayah dengan tatapan memuja. Semua terasa begitu bahagia, semua terasa begitu sempurna.

Sampai kemudian Lee Jeno datang dalam kehidupan mereka. Lee Jeno tertarik dengan perkembangan pesat bisnis ayah Renjun dan berpikiran untuk menjalin suatu hubungan kerjasama. Pada awalnya, ayahnya tidak tertarik, dia sudah cukup puas dengan bisnis yang dijalankannya sendiri. Tapi Jeno tidak menyerah, dengan berbagai cara dia berusaha mendekati ayahnya. Dan entah kenapa ayahnya akhirnya menyerah ke dalam kuasa Lee Jeno, ke dalam kuasa iblis kegelapan yang ketika mencengkeram tidak akan melepaskannya lagi.

Jeno menghancurkan keluarganya secara harfiah, entah kenapa kepemilikan ayahnya atas bisnis itu dimentahkan begitu saja, semuanya diambil oleh Jeno dan dikendalikan di bawah tangannya. Ayahnya tidak punya hak apa-apa lagi selain jatah bulanan untuknya dan keluarganya.

Keluarga Renjun jatuh miskin seketika. Rumah mewah mereka disita paksa, mereka harus pindah ke rumah mungil sederhana. Mereka berusaha memenuhi kebutuhan sendiri, tanpa pelayan-pelayan yang biasanya selalu siap sedia melayani kebutuhan mereka.

Renjun kuat menanggung itu semua, tetapi ibunya tidak.

Ibunya dari kecil terbiasa bergelimang kekayaan, seperti putri raja. Sampai menikah dengan ayahnyapun, ayahnya terbiasa memperlakukannya seperti Ratu dengan banyak pelayan yang mengelilinginya. Ibunya sudah hancur ketika dipaksa memasak sendiri dengan tangannya yang rapuh dan tidak terampil itu – karena tidak pernah memasak seumur hidupnya. Dan makin hancur ketika mereka makin miskin, makin menderita. Akhirnya penderitaan itu tak tertanggungkan lagi bagi ibunya, dia mulai sakit-sakitan… semakin kurus, semakin sering menangis di malam-malam sepi. Lalu suatu pagi, ibunya meninggal begitu saja.

Renjun masih ingat ketika dia berdiri di samping ayahnya yang membeku menatap wajah ibunya yang kurus dan pucat. Ekspresinya seperti tertidur, dan merasa sedih karena menyadari kenyataan bahwa ibunya mungkin lebih bahagia sekarang setelah meninggal dunia.

Sepeninggal ibunya, Ayahnya hancur. Hancur total. Dia mulai mabuk-mabukan, kadang berteriak-teriak dan menangis sendirian di malam-malam sepi. Hingga pada suatu hari, ayahnya mengendarai mobil mereka, satu-satunya harta mereka yang masih tersisa, dan menabrakkan diri pada tembok pembatas jalan hingga mobil itu terguling beberapa kali. Ayahnya tewas seketika di tempat. Polisi mengatakan bahwa kandungan alkohol di darah ayahnya sangat tinggi, hingga dapat dikatakan, ayahnyalah yang membunuh dirinya sendiri.

Renjun menjadi sebatang kara dan rasa dendam yang terpendam dalam hatinya makin menyeruak setelah kematian kedua orang tuanya. Semua ini berakar dari Lee Jeno. Sejak lelaki itu muncul di keluarganya, semuanya hancur dan musnah. Renjun harus membalas dendam, dengan cara apapun, untuk membalaskan kesedihan ibunya, dan kematian sia-sia ayahnya.

Sejak itu, dia menyelidiki semua hal tentang Lee Jeno, di mana dia tinggal, bagaimana jadwalnya, apa kesukaannya. Semua informasi itu dikumpulkannya baik-baik dan disusunnya. Ketika Renjun mendapat informasi, bahwa Jeno sering menghabiskan waktunya dengan kekasih kekasihnya di klub kelas atas ini, Klub Azalea. Tanpa piker panjang, Renjun meninggalkan pekerjaannya sebagai guru di taman kanak-kanak, pindah dari tempat tinggalnya dan melamar sebagai waitress di sini.

Semua butuh pengorbanan, Renjun menyadari bahwa pembalasan dendam butuh pengorbanan besar. Seperti ketika dia harus berdandan layaknya wanita murahan dengan rok mini dan baju seksi, beruntung nya Renjun yang memiliki tinggi badan seperti perempuan, dan wajah yang manis dan bisa menjadi cantik dengan sulapan make up. Kadang malam demi malam harus menahan diri dari siksaan kegaduhan dan hingar bingar musik, ataupun harus menahan hati karena banyaknya lelaki lelaki genit yang selalu berpikir bahwa dia wanita murahan yang bisa dibeli. Semua butuh pengorbanan, mahal harganya. Tapi Renjun merasa itu akan sebanding dengan kepuasan yang akan dia dapatkan nanti. Kepuasan untuk membunuh lelaki itu dalam siksaan menyakitkan, seperti yang dilakukan lelaki itu pada ayah dan ibunya.

Dia sudah mengoleskan racun yang tidak akan terdeteksi, di dasar gelas yang sudah disiapkan khusus untuk Lee Jeno malam ini. Lee Jeno tidak mau menggunakan gelas yang sama dengan orang lain. Gelasnya ekslusif, khusus hanya dipakai dirinya, dan tadi siang ketika berpurapura membersihkan bar, Renjun menyelinap ke tempat penyimpanan khusus itu dan mengoleskan racun yang tidak terdeteksi ke gelas tersebut. Seteguk saja minuman dari gelas yg sudah diolesi racun itu ditelan oleh Lee Jeno, maka seluruh dendamnya akan terbalaskan.

Lee Jeno merasa muram malam ini. Entah kenapa, dia sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu, membunuh seseorang. Malam ini dia datang ke klub bukan untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah. Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Jeno menguasai beberapa keahlian bela diri. Tetapi ketika kau punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang lain melakukan segala sesuatunya untukmu.

Pemilik Klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja, mengingat betapa besar hutangnya kepada Jeno. Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik.

"Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda," gumam si pemilik Klub dengan nada menjilat.

Jeno menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan di sana yang hampir-hampir seperti semut mengelilinginya, dengan tatapan berharap untuk dipilih. Terlalu murahan, gumamnya dalam hati. Semua manusia di dunia ini murahan dan penjilat.

Jeno memutuskan tidak memilih siapapun, ketika tatapan matanya terpaku pada perempuan itu. Perempuan yang tampak salah tempat di klub malam mewah ini. Mengenakan baju luar biasa seksi, tetapi tampak tidak nyaman di dalamnya.

Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirnya, "Aku mau dia," gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.

"Aku mau dia."

Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Renjun merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri.

Dengan gugup Renjun menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu. Mata cokelat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.

"Cepat kesana. Dia menginginkanmu," sang bartender yang berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Renjun tidak cepat-cepat menuruti keinginan Jeno, akan berakibat fatal.

Renjun mengernyit pada Jeno, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.

"Apakah… apakah.." Renjun berdehem karena suaranya begitu serak, "Apakah Anda ingin dibawakan minuman?"

Renjun hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya.

"Bawakan satu, minumanku yang biasa"

Secepat kilat sang bartender meracik minuman kesukaan Jeno, minuman yang biasa. Tangan Renjun gemetar ketika menerima nampan minuman itu. Sedikit lagi Renjun….., gumamnya mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sedikit lagi semua dendammu akan terbalaskan… sedikit lagi….

Renjun mengucapkan kata-kata itu bagaikan doa, dengan langkah gemetar dia mendekati Jeno yang duduk bagaikan sang raja, menunggunya.

Diletakkannya gelas itu di meja depan Jeno, Semoga kau lekas meminumnya dan lekas mati. Doa Renjun dalam hati.

Tetapi sepertinya Tuhan masih menginginkan Jeno hidup, karena lelaki itu terlihat tidak tertarik untuk menyentuh minumannya.

Matanya malahan tertuju pada Renjun dan memandangnya tajam.

"Duduk." Jeno menjentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya.

Sekujur tubuh Renjun mengejang menerima perintah yang begitu arogan. Tanpa sadar matanya memancarkan kebencian, siapa lelaki ini berani-beraninya memerintahnya seperti ini?

Ketika Renjun termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Jeno. Sehingga dengan terpaksa Renjun duduk di sebelah Jeno.

"Siapa namamu?" , Jeno menatap tajam ke arah Renjun, sama sekali tidak melirik gelas minuman di mejanya.

Renjun sudah siap dengan pertanyaan ini, nama samarannya, "Kim Renna." Jawabnya kaku

Jeno mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Renjun mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah Renjun dengan cermat,

"Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya di sini."

"Eh… dia… dia pegawai baru kami, tuan Lee, maafkan ketidaksopanannya, saya belum pernah mengajarinya bagaimana membawakan minuman untuk tamu sepenting Anda," sang pemilik klub menyela dengan gugup. Wajahnya tampak cemas melihat Renjun melayani tamu pentingnya dengan setengah hati. Dengan pandangan memarahi dia memperingatkan Renjun, "Ayo Renna perkenalkan dirimu kepada tuan Lee, tuan Lee telah memilihmu untuk menjadi pelayan minumannya. Itu merupakan suatu kehormatan untukmu, harusnya kau berterima kasih."

Perintah itu membuat Renjun menegakkan dagunya dengan angkuh,

"Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya sudah membawakan minuman untuk tuan Lee yang terhormat, karena itu saya akan pergi," jawab Renjun ketus, sambil beranjak dari tempat duduknya, toh misinya sudah tercapai. Gelas minuman beracun itu sudah ada di meja Jeno, dan sebentar lagi Jeno akan mati karena sesak napas.

Tetapi sebelum Renjun sempat berdiri, Jeno meraih jemarinya dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi. Kali ini di pangkuan Jeno.

"Apa… apaaan….," Suaranya terhenti ketika bibir yang keras dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya. Renjun memberontak ketika menyadari bahwa Jeno sedang memagut bibirnya dengan ciuman yang basah dan panas.

Ciuman itu sungguh tak sopan karena bibir dingin Jeno tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya tanpa ditahan-tahan. Lidahnya langsung menyeruak masuk merasakan keseluruhan diri Renjun, menghisapnya, menikmatinya, dan menggilasnya tanpa ampun.

Sekujur tubuh Renjun terasa terbakar, panas karena amarah dan demam kerena gairah. Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat ahli ketika mencumbu perempuan, sehingga Renjun yang belum berpengalamanpun terbawa oleh gairahnya, mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini telah memanfaatkan begitu banyak wanita demi memuaskan rasa arogan dan kekuasaannya membuat Renjun merasa muak. Dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya untuk mendorong laki-laki itu menjauh dan menamparnya sekuat tenaga.

Plakk!

Suasana di klub itu menjadi sangat hening. Luar biasa hening. Bahkan musik yang hiruk pikuk itupun terhenti karena semua orang berhenti melakukan aktivitasnya dan menatap ke arah Renjun, yang berdiri dengan terengah-engah berhadapan dengan Jeno yang membatu duduk di sofa VIPnya.

Sedetik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram lengan Renjun. Begitu menyakitkan hingga membuat Renjun menjerit,

"Kurang ajar kau ! berani-beraninya memukul Tuan Lee," teriak sebuah suara berat dan kasar. Renjun menoleh dan mendapati dirinya ditelikung oleh lelaki berbadan besar yang sepertinya salah satu bodyguard Jeno.

Lengan lelaki itu yang besar dan kuat menahannya sampai tangannya terasa kaku dan sakit. Tapi Renjun tidak menyerah, dia meronta sekuat tenaga, mencakar, dan menggigit lengan yang tetap terasa sekeras batu itu. Napasnya terengahengah dan wajahnya merah padam menahan amarah dan rasa malu karena sebagai laki-laki kekuatannya begitu tak berdaya menahan dominasi kekuatan laki-laki lain.

"Lepaskan dia," suara dingin Jeno terdengar di keheningan. Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar biasa kejam itu pada perempuan yang berani menamparnya.

Seketika itu juga, bodyguard Jeno yang berbadan kekar melepaskan Renjun, membuatnya hampir terjatuh karena kelelahan meronta-ronta.

Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata banyak orang yang menanti. Jeno masih berdiri dengan wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya, bekas tamparan Renjun.

"Berapa hargamu?," suara Jeno terdengar tenang dan dingin,

Mata Renjun membelalak, harga? Apa yang dibicarakan lelaki ini? Matanya melirik ke gelas minuman Jeno yang sudah diracuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika Jeno melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpurapura menjadi perempuan gampangan, seharusnya dia mau berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia menurut, Jeno mungkin akan merasa senang dan lengah, lalu meminum minumannya itu dan mati. Tetapi sekarang semua sudah terlambat, Lee Jeno tampak tidak tertarik lagi pada minumannya dan tertarik sepenuhnya kepada Renjun. Lagipula Renjun tidak bisa berpura-pura menyukai Jeno, kebenciannya terlalu dalam pada lelaki itu.

Koeun, primadona di bar ini mendekati Jeno dengan tatapan merayu. Dialah yang biasanya dipilih Jeno untuk menemani lelaki itu minum ketika Jeno berkunjung, dan sekarang hatinya dipenuhi kecemburuan karena Jeno tampak begitu tertarik kepada anak baru itu. Padahal kalau dilihat dari kecantikannya, anak baru itu jauh lebih jelek daripada dirinya, "Sudahlah Jeno," Koeun menyentuhkan tangannya di kerah baju Jeno, "Perempuan jelek itu tidak akan bisa memuaskanmu, lebih baik biarkan aku yang menemani,,,,, aduhhh!"

Koeun mengaduh karena Jeno merenggut tangannya yang meraba kerah baju Jeno. Jemari Jeno mencengkeramnya dengan kekuatan tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga terasa menusuk ke tulang,

"Menyingkir," gumam Jeno dengan tatapan membunuh pada Koeun, lalu menghempaskan tangan Koeun dengan kasar sehingga tubuh Koeun terdorong menjauh. Sambil meringis menahan nyeri dan kesakitan Koeun lekas-lekas menjauh.

"Nah,"

Jeno memusatkan mata dinginnya kembali ke Renjun,

"Katakan berapa hargamu, dan aku akan membayarnya"

Aku harus memiliki perempuan, atau laki-laki ini.

Jeno memutuskan dalam hati. Aku harus memilikinya segera.

Tuhan tahu dia sudah berusaha menyelamatkan laki-laki ini. Tetapi entah kenapa laki-laki satu ini memiliki tekad yang kuat untuk mencelakainya, hingga lupa bahwa dia sudah menantang lelaki paling berbahaya.

Mata Jeno melirik gelas yang diletakkan Renjun di mejanya, dia tahu kalau dia diracuni. Renjun terlalu tidak berpengalaman dalam usaha pertamanya membunuh orang. Tangannya gemetaran dan matanya gugup, berkali-kali melirik ke gelas minuman itu. Dan juga nama palsu yang menggelikan bahkan tidak menyadari bahwa penyamarannya sudah terbongkar dari awal.

Sebenarnya tadi Jeno memutuskan untuk menertawakan Renjun diam-diam, dengan pura-pura akan meminum minuman beracun itu. Tapi bibir ranum itu, dan penampilan Renjun yang luar biasa seksi memunculkan sisi iblis dalam dirinya, sisi Iblis yang kehausan.

Mungkin sudah waktunya laki-laki yang satu ini menerima pelajaran atas kenekatannya.

Renjun tertegun marah mendengar pelecehan Jeno atas dirinya. Berapa harganya? Hah! Dia pikir dia raja yang bisa membeli apa saja yang dia mau?

Lelaki iblis ini harus diajari, bahwa meskipun banyak perempuan yang bertekuk lutut di kakinya dan memohonmohon untuk dimilikinya, ada orang yang tidak sudi disentuh olehnya.

Dengan marah Renjun mendongakkan dagunya menantang Jeno,

"Saya lebih memilih mati daripada menjual diri kepada Anda," gumamnya kasar

Suara di seluruh klub itu langsung dipenuhi dengungan gelisah menanti rekasi Jeno.

Tidak disangka-sangka Jeno tersenyum. Lalu melirik ke arah bodyguardnya,"Tidak ada sesuatupun yang bisa menolak kalau aku ingin memilikinya," gumamnya datar dan memberikan isyarat tangannya kepada para bodyguardnya.

Semuanya berlangsung cepat; Renjun tidak sempat lari ataupun panik, karena tiba-tiba bodyguard Jeno yang berbadan paling besar, merenggutnya kasar, mengangkatnya, lalu membantingnya di pundaknya seperti sekarung beras. Sekejap dipenuhi rasa pusing karena posisi kepalanya dibalik mendadak, Renjun tersadar bahwa dia sudah diangkat keluar dari klub itu. Sekuat tenaga Renjun mencoba memberontak. Tangannya memukul-mukul punggung bodyguard itu dan kakinya menendang-nendang keras sambil berteriak-teriak menahan marah dan frustasi.

Tetapi tubuh bodyguard itu sekeras batu, tidak bereaksi atas pemberontakan Renjun.

Percuma meminta tolong, karena Renjun yakin tidak akan ada yang berani menolongnya. Semua pengunjung klub yang pengecut itu hanya menatap kejadian di depan mereka dengan muka bodohnya. Sang pemilik klub masih memandang takjub Jeno yang melenggang dengan santai meninggalkan ruangan dengan Renjun yang meronta-ronta dan menjerit-jerit dalam gendongan bodyguardnya.

Sesampainya di tempat parkir Renjun diturunkan. Sedetik setelah dia diturunkan, Renjun berlari sekuat tenaga berusaha menjauh. Tetapi baru beberapa langkah, tangan sekeras batu itu menangkapnya lagi Renjun meronta tapi tak bisa berontak, dengan frustasi dia menggigit sekuat tenaga tangan yang mendekapnya itu. Sang bodyguard mengaduh sambil mengumpat-umpat, sedangkan Jeno hanya menatap kegaduhan di depannya sambil terkekeh geli.

Renjun mencoba berontak, menggigit, dan menendang sampai kelelahan. Dia menatap Jeno terengah-engah dengan pandangan penuh kebencian, masih dalam cengkeraman kuat tangan bodyguard Jeno.

Jeno membalas tatapannya dengan senyum manis yang jahat,

"Kalau kau berjanji mau bersikap baik, mungkin aku akan menawarimu tempat yang nyaman, di sebelahku di dalam mobil"

"Mati saja kau!," sembur Renjun penuh kemarahan. Jeno terkekeh lagi,

"Oke, kau yang minta," dengan isyarat anggukan kepala,

Jeno memberi perintah pada para bodyguardnya, "Masukkan dia ke bagasi"

TBC

Gimana? Lanjutkan? Maafkan aku yang menistakan Renjun ya… wkwk. Abisnya banyak moment Noren bertebaran parah, jadi pikiran jahat buat main-main sama pair NOREN wkwk.