Bad-luck (Maybe?)

By: Ulilil Olala

Disclaimer: Harry Potter ©J. K. Rowling

Rated: T

.

.

.

Summarry: Draco sudah benar-benar muak kali ini. Bukan karena penundaan promosinya, dan bukan juga karena pembatalan pertunangannya dengan Astoria. Bukan, bukan semua itu. Dia benar-benar muak dengan pasien istimewa yang terbaring di depannya sekarang. Ya, si pahlawan perang—Harry James Potter!

.

.

.

PROLOG

Harry menggengam erat tongkat sihirnya dengan sangat erat. Matanya bergerak awas pada kegelapan hutan di sekellilingnya. Menghembuskan napas pelan, Harry kembali mengangkat tongkatnya untuk mendapat sedikit cahaya untuk menerangi jarak pandangan yang berada di depan netra hijau cemerlangnya.

Tiba-tiba saja, didengarnya suara gemerisik rumput yang berada tak jauh di belakangnya. Harry otomatis menoleh, untuk memastikan siapa yang berjalan di belakangnya. Hatinya berdegup kencang—dan Harry mengangkat tongkatnya waspada.

Namun, nihil. Harry tidak menemukan apapun dihadapannya. Harry berbalik lagi kedepan, dan kembali mengawasi kegelapan yang terbentang dengan seksama. Tiba-tiba saja, seleret cahaya berwarna jingga menyerempet pipinya. Pipi Harry panas—dan dia merasakan sesuatu yang berbau amis mengucur turun ke dagunya.

Harry berbalik dan mendapati tiga orang bertudung sedang mengarahkan tongkat sihir mereka ke arahnya. Harry terkejut kemudian mengangkat tongkatnya.

"Siapa kalian?" tanya Harry.

"Kau tak perlu tahu siapa kami, Harry Potter!" Ujar orang bertudung yang berada di paling kanan. Suaranya berat dan dalam—membuat Harry sedikit bergidik.

"Lalu jika kalian tidak mau memberitahu siapa kalian—jelaskan alasan kenapa kalian memburu enam belas muggle di Wales?" Tanya Harry lagi.

"Kau juga tak perlu tahu alasan itu juga. Urusan kami bukan urusanmu, Harry Potter!" Kata orang itu lagi.

"Dan, jika kau tak mau minggir, maka kami akan segera menghabisimu!" Tambah orang yang berada di tengah. Suaranya agak melengking.

Harry menggenggam tongkatnya lebih erat lagi. Tanpa dikomando, Harry berteriak lantang, "Experlliarmus!"

Tiga tongkat sihir berterbangan ke arahnya. Harry dengan sigap menangkap tongkat sihir tersebut, kemudian, merapalkan mantra lagi, "Stupefy!"

Dua dari antara mereka berhasil berkelit dan ber-apparate—sementara satu tumbang. Ketika Harry baru akan mengejar mereka—tiba-tiba lima orang bertudung lagi muncul menghadang Harry.

Tanpa pikir panjang, Harry memanggil kawanan auror untuk datang membantunya. Harry segera menangkis sambaran hijau, dan memantulkannya ke pohon. Sambaran hijau itu memantul kembali, dan menghantam salah satu dari antara mereka.

"Bagus." Ujar Harry dalam hati. "Satu dari antara mereka mati."

Harry kembali menangani duel empat lawan satu tersebut. Namun, karena kerepotan—satu dari antara mereka lolos.

Orang itu meneriakan "Crucio!" dengan sangat lantang, dan selorot cahaya menyambar Harry. Seketika Harry merasakan kesakitan yang amat sangat mendera badan dan tulang-tulangnya.

Seolah belum cukup rasa sakit sakit yang dideranya, tiga orang bertudung kemudian memantrai Harry dengan kutukan ilegal yang sama. Harry menjerit kesakitan—dan mendengar keempat orang itu tertawa.

Sekitar semenit penderitaan panjang Harry, terdengar teriakan dari bawah, dan rasa sakit yang mendera Harry mendadak berhenti. Tubuh Harry berdebum kencang jatuh ke tanah.

"Harry—Harry kau tak apa-apa?" Terdengar suara Ron di sebelahnya. Harry berusaha untuk menjawab, namun untuk membuka mata saja, Harry tak punya tenaga.

Ron mengguncang-guncangkan tubuh Harry dengan panik dan agak kalap. Lalu, suara lain datang dan memenuhi pendengaran Harry.

"Weasley, cepat, bawa Potter ke St. Mungo! Keadaannya mungkin sangat lemah, setelah di crucio oleh empat orang sekaligus. Dan lihat pipinya masih mengeluarkan darah. Aku takut Potter akan kehabisan darah—dia sudah sangat pucat sekarang!"

Harry tidak mengenali kejadian apa selanjutnya. Namun, Harry merasa dirinya dibawa ke dalam pusaran tidak mengenakkan yang dia kenali sebagai apparate. Sebelum pusaran tidak mengenakkan itu mereda—tubuh Harry serasa ditarik paksa dengan sangat kuat—dan ribuan rasa sakit mencekamnya seolah menarik tubuh Harry menjadi dua bagian terpisah.

Harry mengenali suara "oh tidak!" milik Ron, sebelum semuanya menjadi gelap. Dan, Harry kehilangan kesadarannya.

(=)

CHAPTER ONE: PASIEN (BODOH) TAK TERDUGA

.

Hari itu langit cerah tanpa awan. Tampak beberapa orang yang sedang berlalu lalang di sekitar Diagon Alley. Terdengar beberapa seruan pedagang yang menawarkan dagangannya. Tampak seorang pria memasuki sebuah toko obat.

Bel pintu berdering menandakan tanda ada pengunjung yang masuk. Sang penjual segera berlari keluar untuk menyambut pelanggannya.

"Selamat datang di toko o—oh halo Mr. Malfoy, ada yang perlu dibeli disini?" Tanya penjual itu ramah.

Draco Malfoy hanya tersenyum dan berkata, "aku hanya butuh hati naga dan tanduk unicorn, Dorris."

"Akan saya siapkan," ujar Dorris, "semuanya tujuh Galleon dua sickle, Mr. Malfoy."

Draco mengangguk sambil tersenyum, dan merogoh kantung jubahnya, lalu mengeluarkan Galleon emas sembari menunggu Dorris.

"Ini belanjaannya Mr. Malfoy." Ujar Dorris sembari menyerahkan bungkisan berwarna merah tua.

Draco menyerahkan delapan keping Galleon kepada Dorris dan mengatakan bahwa dia tidak punya Sickle dan memberikan kembaliannya kepada Dorris lalu pergi keluar.

Dorris hanya melongo dan bergumam, "kalau saja aku tidak punya suami, sudah kugaet si Draco Malfoy itu dengan Amortentia."

(=)

Draco berjalan keluar toko sembari bersenandung pelan. Dia tidak memedulikan pandangan mencela orang-orang ataupun pandangan sok memuja para penyihir perempuan muda—yang terkadang malah mengedipkan matanya pada Draco. Tidak, Draco tidak peduli.

Hari ini sudah sangat sempurna bagi Draco. Langit biru cerah tanpa awan—pertanda awal bahwa hari ini akan menjadi hari yang baik. Dan jangan lupakan hari ini adalah hari perayaan setahun hubungan Draco dengan Astoria. Dia sudah menyediakan tempat bagus untuk kencan malam ini. Dan pagi tadi—dia mendapat kabar yang membuat moodnya makin bagus saja.

Pagi tadi sekitar pukul enam, seekor burung hantu cokelat datang mengetuk jendela kamarnya—dengan sepucuk surat tergulung rapi di kakinya. Surat itu memberitahu dia, bahwa Draco Lucius Malfoy, si mantan pelahap maut termuda—mendapat promosi di St. Mungo untuk dipindah-tugaskan menjadi kepala penyembuh di bangsal Pengobatan Luka-luka Sihir minggu depan.

Hal itulah yang membuat Draco tersenyum-senyum terus dari tadi pagi.

Kemudian, Draco memutuskan untuk masuk ke toko perhiasan—dan membeli sebuah cincin emas, dengan batu emerald kecil sebagai penghias manis di atasnya—untuk kejutan tambahan untuk Astoria nanti malam.

Lucunya, batu emerald pada cincin emas itu malah mengingatkannya pada Potter. Ya, benar Harry Potter—si pahlawan dunia sihir, anak lelaki—yang bukan anak-anak lagi—yang bertahan hidup, dan Sang Terpilih—yang sayangnya masih hidup, dan musuh bebuyutannya dulu dan sekarang.

Draco juga tak tahu setan atau goblin macam apa yang merasukinya—sehingga berpikiran seperti itu. Dia kemudian hanya mengedikkan bahu, kemudian memasukkan cincin itu ke dalam kantong jubahnya—kemudian ber-apparate ke pos apparating terdekat menuju St. Mungo.

(=)

Draco sampai di St. Mungo dan segera menuju ke lantai empat menuju bangsal Pengobatan Luka-luka sihir—sembari menyeruput kopi hitam yang berada di genggaman tangannya.

Setelah menyapa beberapa rekan kerjanya, Dirinya segera masuk ke tempat para penyembuh berkumpul untuk mendengarkan brieffing terlebih dahulu—kemudian mengganti bajunya dengan jubah hijau limau khas St. Mungo.

Setelah menghembuskan napas dan mempertahankan senyumnya, Draco berjalan menuju kamar tempat dirinya merawat seorang wanita paruh baya genit—yang sedang terkena cacar naga lumayan parah (Draco tidak mengerti kenapa perempuan tua itu berani mengedip-ngedipkan bulu matanya dengan genit—disaat tubuhnya sedang berbintil-bintil menjijikan.)

Yah... sebenarnya secara keseluruhan, merawat madam yang berada di hadapannya ini tidak terlalu sulit sih. Tapi yang membuatnya menjadi sulit adalah—madam genit yang berada di hadapannya ini tidak mau dirawat oleh penyembuh yang lainnya. Dia hanya mau dirawat oleh Draco saja. Dan bagian terburuk dari semua rentetan mengerikan ini adalah—wanita yang berada di hadapannya ini, sering meminta Draco untuk menggantikan bajunya.

Memangnya dia adalah petugas panti jompo apa! Lebih baik kalau si madam ini punya badan sebagus Astoria atau Granger atau Weasley pacarnya Potter atau minimal Pansy. Tapi malah si madam ini punya badan gembrot tidak keruan dipenuhi bintil-bintil cacar. Dan Draco selalu menolaknya secara halus.

Nah, kembali ke topik.

Draco kemudian memberikan obat pada si madam itu, kemudian memohon pamit untuk mengurusi pasien-pasien yang lainnya. Wajah si madam kelihatan cemberut dan agak tidak rela Draco mengurusi pasien lain selain dirinya.

Draco menghembuskan napasnya—kemudian tersenyum lagi. Karena, mau seburuk apapun yang dihadapinya tidak akan menghancurkan moodnya hari ini.

(=)

Draco kembali menghempaskan bokongnya ke kursi, setelah merawat sekitar sepuluh pasien wanita—yang hanya mau dirawat olehnya.

Semua kegilaan ini terjadi karena majalah gosip bodoh bernama Witch Weekly—yang memaskukkan namanya kedalam daftar "10 Penyihir Pria terseksi dan tertampan versi Wicth Weekly."

Majalah bodoh itu memasukkan namanya ke peringkat tujuh, yang mana peringkat pertamanya diisi oleh Potter tentu saja.

Tadinya Draco tidak mau ambil pusing—karena dengan adanya nama Draco Malfoy sebagai salah satu penyihir pria terseksi, itu sudah cukup membuktikan bahwa dirinya sudah diterima lagi di komunitas sihir, dan diakui keberadaannya—sejak Potter membersihkan namanya.

Namun semua itu menjadi lepas kendali setelah para penyihir wanita mulai mengerubunginya—seakan dirinya adalah seorang aktor—dan membuntutinya kemana-mana.

Sebenarnya satu-satunya masalah dari semua ini adalah Astoria yang marah-marah karena kelakuan cewek-cewk tidak tahu diri tersebut. Namun, seperti biasa, bukan Draco namanya kalau tidak bisa membujuk Astoria supaya tidak ngambek lagi.

Draco kemudian mencoba mengikuti pembicaraan para penyembuh yang sedang beristirahat.

Sebagian para penyembuh wanita sedang menggosipkan Weasley dan Granger yang katanya mau menikah bulan depan. Sementara para penyembuh pria sedang mendiskusikan bagaimana cara menginvestasikan emas di Gringgots tanpa dirugikan oleh para goblin.

Tiba-tiba saja, sebuah memo berwarna hijau melayang menuju mereka. Salah satu penyembuh senior bernama Garret Brown (dia adalah salah satu sepupu jauhnya Lavender Brown) menangkap memo itu dengan sigap dan langsung membacanya.

Tanpa disangka, wajahnya yang berwarna kecoklatan—mulai memucat. Kemudian para penyembuh yang lainnya segera menayakan ada apa kepada Brown. Draco juga penasaran apa isi dari memo yang membuat salah satu penyembuh senior memucat seperti melihat Pangeran Kegelapan bangkit lagi.

Brown kemudian membacakan isi memo tersebut, "Penyembuh bangsal empat, cepat turun ke bawah menangani pasien spesial. Harry Potter terluka sangat parah—dan jika tidak segera ditangani, beliau bisa tewas."

Hati Draco mencelos. Dia tidak menyangka kepala auror seperti Potter—yang sudah membunuh Basilisk, Lord Voldemort dan mengalahkan berbagai macam mahkluk—apalah itu terserah—hampir tewas diserang entah apa itu sekarang.

Dengan kalap, dia dan para penyembuh berbondong-bondong turun ke lantai satu.

(=)

Ron membopong Harry yang sudah tidak sadarkan diri ke salah satu bangsal yang ditunjukkan penyembuh Hudgens. Dia merasa sangat bersalah sekarang.

Kesalahan bodohnyalah yang membuat Harry hampir mati sekarang. seharusnya tadi dia ikut menemani Harry melawan kelompok penyihir hitam Wales. Seharusnya tadi dia tidak mengurusi undangan pernikahannya dulu. Dan, seharusnya dia lebih berhati-hati saat ber-apparate sembari membawa Harry.

Ron menatap Harry yang pingsan bersimbah darah. Harry sangat pucat karena kehilangan banyak sekali darah, tenaga juga kaki.

Terlihat sebuah robekan besar di tempat yang seharusnya kaki kiri Harry. Sekali lagi, ini semua salahnya.

Harry sudah sangat baik, memberinya bantuan dana tambahan untuk pernikahannya dengan Hermione, dan—lihat apa yang telah dia lakukan. Dia nyaris membunuh sahabatnya.

Seharusnya Ron tahu bahwa dia tidak bisa ber-apparate dengan membawa orang. Dan lihat akibatnya. Splinching.

Ron sedang meremas-remas jarinya dengan cemas, ketika salah satu penyembuh yang dikenalnya memasuki kamar tempat Harry terbaring tidak berdaya.

Draco Malfoy berjalan melewatinya dengan tergesa-gesa, sembari menghampiri Harry.

Ron melihat Draco mengernyit melihat Harry kemudian berpaling pada penyembuh Hudgens.

"Hudgens, apa yang kau lakukan pada Mr. Potter?" Tanya Malfoy dengan sura sedingin es dan nada mencekam.

"Memeriksanya tentu saja, sir." Jawab Hudgens dengan pelan.

Malfoy tiba-tiba melotot. "DASAR TOLOL! UNTUK APA KAU MEMERIKSANYA LAGI—PADAHAL KAU SUDAH TAHU BAHWA DIA ITU SEDANG SEKARAT. KAU TIDAK LIHAT BAHWA DIA SPLINCHING APA! KENAPA KAU TIDAK MEMBERINYA DITTANY! LIHAT DARAHNYA SUDAH HILANG BANYAK! KALAU TERLAMBAT SEBENTAR LAGI POTTER PITAK ITU BISA TEWAS BODOH!"

Hugdens tampak sakit hati dan malu mendengar teriakan Malfoy.

Sementara itu, Draco langsung memberikan dittany pada Potter, kemudian memeriksanya. Potter mengalami patah tulang yang cukup parah, luka yang lumayan dalam di pipinya, dan splinching di kakinya.

"Weasley." Panggil Draco.

Dilihatnya Ron mendongak padanya. Draco bisa melihat sirat ketakutan di wajah sahabat Potter tersebut.

"Apa yang terjadi sehingga Potter mengalami patah tulang serius?"

"Dia di crucio oleh empat penyihir hitam sekaligus." Ron menjawab dengan pelan.

Draco terkesiap mendengar perkataan Ron barusan.

.

.

.

To Be Continued.

A/N: Hello semua...

Ulil balik lagi membawa fanfic terbaru, yang ulil harap ga gaje dan aneh. Nah, sebelum itu, ulil mau minta maap pada readers ulil yang setia #emangpunya? Karena bukannya ulil ngelanjutin fanfic ulil yang kemaren-kemaren, eh malah bikin fanfic baru.

Ulil belom bisa ngelanjutin fic-fic ulil yang laen, karena kemaren ulil sempet kena Writer's Block, dan ulil lagi depresi karena pas bagi rapot kemaren, rangking ulil turun 8 peringkat, tapi untung masih masuk sepuluh besar, jadi ga jadi dibunuh sama mamanya ulil #ehcurhat

Nah, ulil gatau kenapa bisa punya ide buat bikin fic ini, dan daripada ketiup angin, ulil paksain bikin, jadi gini dehhhh.

Terakhir, makasih banget buat yang udah baca, dan kalau bisa tinggalkan jejak berupa review, jadi ulil tahu bagus atau tidaknya fic ini *dibakar rame-rame*

Sekian, dan see you in next chapter. Love u all :*