Bab 1 (All People Around Me)

.

.

Kyungsoo mulai jengah dengan kehadiran beberapa orang dewasa di rumahnya. Entah mengapa dia merasa perlu menjauhi orang-orang daripada mendengar Ocehan-ocehan mereka yang hanya akan menambah keruh suasana hatinya.

"Hyung.. Hyung"

Taeoh kecil menggedur pintu kamarnya. Bocah itu membawa kantung plastik entah apa isinya.

Kyungsoo menarik napas pelan. Meski tak berniat mempersilahkan adiknya masuk, dia tetap membiarkan bocah 5 tahun itu memasuki kamarnya dengan wajah polos yang selalu terlihat gembira.

"Lu baba memberikan ini untuk Taeoh" sambil memamerkan beberapa potong roti croissants pemberian sang paman.

Pasti pria itu yang memberikan Taeoh makanan. Karena kakak sepupu ayahnya itu memang kerap kali mampir kemari hanya untuk sekedar berkunjung menemui keponakan-keponakan manisnya.

"Tapi ini terlalu banyak" katanya. Taeoh menyorongkan sebungkus roti croissants-nya untuk sang kakak. "Ini untuk, Hyung. Hyungie pasti lapar"

Melihat wajah polos itu membuat Kyungsoo semakin merindukan ibu mereka. Dibandingkan dengan dirinya dan Haowen. Taeoh jauh lebih mirip dengan ibu mereka.

Kyungsoo menyamai tingginya dengan sang adik. Ia sentuh bahu mungil itu dan berkata, "Kau Yakin akan memberikan roti kesukaanmu untuk hyung?"

Taeoh mengangguk pelan. "Ibu bilang kita harus selalu berbagi, hyung"

Rasanya seperti tertikam ribuan anak panah telak di ulu hatinya. Taeoh masih terlalu muda untuk memahami jika ibu mereka sudah meninggal dunia. Maka dari itu tak jarang jika Taeoh sering menangis di malam hari dan menyebut Nama sang ibu.

.

.

.

"Changmin yang memberikan surat itu padaku" Sehun berkata perlahan.

Minseok melirik Luhan. Suaminya yang tampan itu nampaknya sedang berpikir. Sementara namja yang lebih muda diantara mereka malah terlihat kacau dengan wajah letihnya.

"Bagaimana bisa ia menemukan surat ini?" tanya Luhan. Seraya membuka selembar kertas kumal yang sudah lusuh karena terkepal-kepal begitu saja.

"Dia menemukan surat itu di kantung piyama, Jongin" jawabnya.

Mengingat Changmin yang menjadi salah satu orang yang membantunya mengangkat tubuh kaku Jongin. Tentu saja memungkinkan Changmin menemukan surat lusuh itu di sana. Lagipula Changmin juga tidak menjelaskan bagaimana bisa ia menemukan surat itu. Tapi kalau melihat tulisan Jongin yang begitu ia kenali, Changmin bukanlah pria pembohong. Dan dia sangat yakin.

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi beberapa waktu ini" Luhan bergumam pelan. Ia menoleh ke arah Minseok ketika namja itu menggenggam kepalan tangannya di atas meja.

Selama ini orang-orang terdekatnya selalu mengira jika hubungan pernikahan mereka baik-baik saja. Apalagi Jongin selalu mencoba menepis pemberitaan buruk yang menyangkut perselingkuhan Oh Sehun dengan Choi Jinri. Seorang gadis yang pernah ia sukai saat SMP dulu.

"Aku bahkan masih tidak percaya jika Jongin sudah tiada" Luhan berkata lagi.

Sehun tidak tahu harus mengatakan apa. Semua ini murni kesalahan dirinya. Dan Jongin yang lebih memilih pergi, karena dirinya yang tidak bisa membiarkan Sehun Pergi dari hidupnya.

"Aku telah memikirkan banyak hal tentang ini" Sehun berkata.

Luhan tatap sang adik dengan penuh tanya. "Kau?"

Namja itu mengangguk pelan.

"Kau ingat pandora box yang waktu itu ku perlihatkan padamu?"

"Ya" sahutnya.

"Aku dan Jongin menamainya Sekai Machine. Terdengar cukup bodoh memang. Tapi aku pikir, aku sudah menyelesaikan setidaknya 70% dari tahap sempurna"

"Kau tidak bermaksud melakukan hal bodoh kan, Hun?" tanya Minseok.

Wajar saja kalau Minseok khawatir. Sehun itu orang pintar nekad yang selalu melakukan banyak hal hanya untuk dirinya sendiri.

"Jika itu bisa membuat Jongin kembali lagi" Sehun berkata perlahan.

Brak...

Kedua orang itu menoleh. Luhan menggebrak meja dengan napas yang memburu. Wajahnya merah pertanda ia sedang menahan emosi.

"Jika kau hendak melakulan uji coba mengenai perangkat itu, kau sama saja bunuh diri" Luhan menatapnya emosi.

"Tapi anak-anak butuh Jongin. Aku pun juga masih sangat membutuhkan dirinya"

Luhan mendengus kesal. Dia mencoba untuk menahan emosinya dengan memukul wajah tampan sang adik. "Baru sekarang kau bisa berkata seperti itu"

"Han" Minseok mencoba untuk menengahi. "Sudahlah.. Jangan emosi seperti itu!"

Yah... Seharusnya Luhan sedikit lebih tenang dalam menanggapi semua sikap egois adik sepupunya itu. Tapi entah mengapa saat mengingat bagaimana perasaan Jongin semasa hidupnya benar-benar membuat dirinya tidak bisa untuk menahannya lagi. Jongin sudah pasti sangat terluka, dan lebih memilih untuk pergi daripada harus bertahan.

.

.

.

Hari-hari tanpa seorang Oh Jongin adalah yang paling terberat menurut Sehun.

Tak pernah terbesit dalam pikirannya sekalipun, jika ia akan kehilangan sosok cantik itu untuk selamanya.

Rasa penyesalan muncul ketika Jongin sudah tiada. Ia sungguh menyesali banyak hal yang pernah ia lakukan sehingga membuat ibu dari ketiga putranya itu terluka dan lebih memilih pergi.

Jongin pergi untuk selamanya. Meninggalkan Oh Sehun dan ketiga putra mereka yang masih membutuhkan banyak perhatian. Meski Haowen tidak memperlihatkan kesedihannya. Sehun tahu, jika putra keduanya hanya mencoba menutupi sifat cengengnya itu. Haowen anak yang paling mudah terharu di balik sifat Cueknya.

Sementara Kyungsoo. Sejauh yang Sehun tahu, putra sulungnya ini adalah perpaduan dirinya dan Jongin. Dimana dia bisa bersikap dingin, dan penuh kasih sayang seperti mendiang sang ibu.

kali ini, ayah tiga orang anak itu Dibuat tak habis pikir dengan tingkah putra sulungnya itu. Bagaimana tidak? Selama ini Kyungsoo dikenal sebagai anak emas di sekolah dengan sikapnya yang selalu menunjukan ketenangan dan kedewasaan seorang remaja 15 tahun.

Apa yang terjadi? Pikir Sehun. Profesor Ma memanggil dirinya Dan mengadukan permasalahan yang melibatkan nama Kyungsoo.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya? Bertengkar? Kau pikir aku membiayai-mu selama ini hanya untuk jadi tukang pukul?"

"Apa aku harus diam saat dia menghinaku?"

Kyungsoo sudah besar dan Kyungsoo sudah berani berdebat dengan ayahnya.

"Apa dengan memukul kau bisa melampiaskan semuanya?"

"Ya aku bisa!" Kyungsoo berseru.

Oh Sehun terdiam ketika putra sulungnya itu berseru dengan wajah kesal. Baru kali ini Kyungsoo berani berteriak di depan wajahnya seperti itu.

"Aku bahkan bisa membunuh seseorang jika mereka menyakiti ibuku" Kyungsoo berkata lirih.

Menghina ibunya adalah sesuatu yang sangat fatal bagi Kyungsoo. Memang anak itu sangat menyayangi ibunya. Apapun yang terjadi, tak ada seorang pun yang bisa menggantikan Sang ibu. Oh Jongin tidak akan pernah terganti.

.

.

.

"Kau pasti berkelahi lagi" Kata Haowen.

Bocah itu berkata dingin. Meski terlihat tidak peduli. Tangan mungilnya terus membasuh luka di wajah sang kakak dengan air dingin.

"Memangnya kapan aku pernah berkelahi?" Kyungsoo menyahut. Ia meringis ketika Haowen terlalu keras menyentuh luka lebamnya.

"Kau pernah berkelahi dengan anak SMA saat kau kelas 2 SMP" Kata Haowen.

Itu sudah lama sekali. Namun Kyungsoo maupun Haowen masih sangat ingat bagaimana hal itu bisa terjadi.

"2 tahun yang lalu kau pulang dalam keadaan lebam. Dengan alasan yang sama, mereka mengejek keluarga kita" Haowen berkata, perlahan. "Kemudian ibu mengobatimu dan terus mengoceh"

Bocah 8 tahun itu terus mengenang sosok mendiang sang ibu. Pikirannya yang polos terus bertanya 'Bagaimana ibunya di sana'. Apa ibunya yang cantik itu baik-baik saja? Haowen adalah tipikal anak yang pendiam. Tapi jauh di lubuk hatinya ia adalah sosok penyayang seperti ibunya.

"Hyung"

Kyungsoo hanya terdiam, menunggu sesuatu yang hendak dikatakan sang adik.

"Jika hyung sayang ibu, berhentilah berkelahi!" kata Haowen. Kedua tangan kurusnya mulai merapihkan kotak P3K yang ia gunakan untuk mengobati sang hyung.

.

.

.

Bab 2

"Channie hyung"

Chanyeol berhenti melangkah ketika Mendengar suara anak kecil yang baru saja memanggil namanya. Ia baru saja pulang dari rumah temannya saat memutuskan untuk bolos dari sekolah dan pulang di sore hari.

"Taeoh" sebutnya.

Bocah laki-laki itu tersenyum lebar sehingga giginya yang rata dan terawat terlihat. Wajahnya sangat manis dan mengingatkan dirinya dengan senyum ramah mendiang bibi Oh yang selalu menyapanya saat bertemu.

Taeoh kecil mengayuh sepeda roda tiganya mendekati sosok jangkung itu. Mereka bertetangga. Tentu saja mereka saling mengenal dan cukup dekat.

"Taeoh sedang apa di sini?" Chanyeol bertanya. Ia sengaja berjongkok untuk menyamai tinggi bungsu dari tiga bersaudara itu. "Kenapa mainnya jauh sekali? Tidak takut diculik?"

Oh Taeoh meggeleng pelan. Demi apapun, melihat wajah polos Taeoh hanya akan membuat pemuda 15 tahun itu merasa iba. Diusia yang masih sangat muda, Taeoh harus kehilangan sosok seorang ibu. Yang bahkan sampai saat ini, Chanyeol yakin jika Taeoh sama sekali belum mengerti apa artinya kematian. Maka wajar saja kalau tidak ada raut kesedihan di wajah polos itu.

"Taeoh" dengan lembut Chanyeol menyebut nama si bocah. "Jangan seperti ini lagi! Bibi Jang pasti sangat khawatir mencari Taeoh"

"Tapi Taeoh bosan di rumah. Hao hyung tidak mau diajak bermain. Sementara Yungie Hyung selalu mengurung diri di kamarnya. Ibu juga tidak pulang-pulang, ibu perginya lama sekali" celoteh Haowen.

Chanyeol menoleh ke arah lain ketika air mata mulai membasahi pipinya. Tak ada yang menginginkan hal ini terjadi. Meski dia dan Kyungsoo bersahabat, dia sudah menganggap remaja itu lebih dari sekedar teman sepermainannya. Tak heran jika ia juga merasa sangat kehilangan atas kepergian Oh Jongin.

Dua hari sebelum namja itu ditemukan mati bunuh diri. Mereka sempat bertemu, dan Jongin yang meminta Chanyeol untuk selalu menjaga Kyungsoo dan adik-adiknya. Chanyeol pikir itu adalah hal yang aneh. Karena menurutnya bibi Oh adalah sosok yang humoris dan tidak pernah berbicara melantur seperti itu.

Dan setelah ia tahu, amanat itu adalah suatu pertanda bahwa Oh Jongin akan pergi selamanya meninggalkan satu orang suami dan ketiga Orang anak yang masih sangat membutuhkan dirinya.

. .

Chanyeol mengantar Taeoh ke rumahnya dalam keadaan tertidur. Meski ia tahu akan sangat sulit menggendong Taeoh di punggungnya. Serta sepeda roda tiga yang ia seret menggunakan tali yang diikatkan pada bagian kemudi. Dia harap sepeda mungil itu baik-baik saja. Kalau pun ada minus, paling-paling cuma lecet.

"Hey" sapanya.

Pemuda jangkung itu tersenyum cerah ketika melihat sosok chubby Kyungsoo yang berdiri di depan pintu. Kalau boleh jujur, dia sangat merindukan sahabatnya ini. Sudah tiga hari Kyungsoo tidak masuk sekolah. Pemuda mungil itu harus menikmati masa skorsingnya selama dua minggu karena mematahkan hidung temannya yang dengan kurang ajarnya menghina sang ibu.

Kyungsoo Mempersilahkan sahabatnya itu masuk sambil menggendong adik bungsunya. Tadi siang dia terlalu sibuk merenung di dalam kamar tanpa tahu dimana adik-adiknya. Timbul penyesalan dalam dirinya ketika Chanyeol berkata jika ia bertemu Taeoh sedang bermain seorang diri di sebuah taman bermain yang letaknya 4km dari perumahan mereka tinggal.

"Terimakasih" ucap Kyungsoo. Tatapannya masih tertuju ke arah sang adik yang tengah tertidur di ranjangnya.

"Jangan merasa sungkan, Kyungsoo" kata Chanyeol.

Pemuda itu masih berdiri tepat di belakang sahabat masa kecilnya. Kyungsoo terlihat sangat kecil kalau harus bersanding di dekat Chanyeol.

"Kyung" pemuda Wu itu melangkah lebih dekat seraya menyentuh bahu Kyungsoo. "Aku mengerti apa yang terjadi padamu"

Sejak kecil mereka selalu bersama. Jadi wajar saja jika Chanyeol merasakan begitu banyak perubahan dalam diri Kyungsoo sejak kepergian ibunya. Anak itu memang pendiam, tapi bukan sosok dingin yang bisa menghajar tiga orang senior sekaligus dalam sehari. Ini kelewatan gilanya! Chanyeol pikir, Kyungsoo yang sekarang bukan lagi Kyungsoo yang dulu ia kenal.

"Sama sekali tidak muda untuk menghadapi semua ini" Chanyeol berkata lagi.

"Chan, bisakah kau diam?"

"Aku tidak akan diam sebelum kau berbicara banyak padaku!"

Kyungsoo mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak pernah bermaksud menghindari orang-orang. Termasuk sahabat karibnya, Chanyeol.

"Kau ingin aku bicara? Aku sudah bicara sekarang. Kau ingin aku melakukan apa lagi? Sekarang keluarlah! Bibi Baek pasti mengkhawatirkan dirimu"

Dia berubah, pikir Chanyeol. Kyungsoo tidak pernah berbicara kasar padanya. Tapi Chanyeol juga tidak mau menanggapi ucapan kasar itu dengan ucapan yang lebih kasar lagi. Dia cukup paham bagaimana situasi Kyungsoo saat ini.

Chanyeol menahan pergelangan tangan itu. Menarik tubuh mungil Kyungsoo dan mendekapnya begitu erat.

"Lepas!"

"Apa kau pikir aku akan baik-baik saja melihatmu seperti ini?" Chanyeol berkata.

Kyungsoo berhenti meronta, dan membiarkan Chanyeol mendekap erat tubuhnya.

"Kau mungkin bisa menghajar orang-orang itu sendirian. Tapi kau tidak bisa menahan semuanya sendiri" Chanyeol berkata perlahan. "Mengapa kau begitu egois?"

"Ibuku adalah segalanya bagiku. Lalu saat beliau pergi, aku sudah kehilangan segalanya. Apa kau mengerti?"

Chanyeol melonggarkan pelukannya. Matanya bersiborok dengan mata sendu Kyungsoo yang sembab dan sedikit lebam. Mungkin dia terlalu banyak menangis akhir-akhir ini.

"Itulah gunanya seorang sahabat, Kyungsoo" Chanyeol berkata lirih.

.

.

.

Oh Sehun benar-benar tidak tahu sudah berapa gelas yang ia teguk malam ini. Yang dia tahu, dia hanya harus menghilangkan rasa frustasinya terhadap apa yang tengah menimpanya beberapa waktu lalu.

"Tambah lagi" pintanya.

Seorang bartender muda menautkan alisnya ketika mendengar rengekan namja Tampan itu. Wajahnya yang frustasi serta nada suaranya yang ngawur membuat sang bartender iba. Pasti masalahnya begitu berat, pikirnya.

"Tuan, mengapa anda tidak pulang saja?" tanya Sang bertender, perlahan. "keadaan anda hanya akan membuat istri anda di rumah cemas"

Oh Sehun mendongak dan menatap sang bartender. "Istriku, hik"

Sang bertender melongok. Tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Seorang ilmuwan muda ternama yang baru saja kehilangan istrinya berada tepat di depan matanya.

"Kau tahu dimana dia? Dia sudah mati, meninggalkan diriku dan anak-anak" Sehun berkata lagi.

"Tega sekali, Kan" suaranya melemah. Dan terdengar hik beberapa kali.

"Anda sudah mendapatkan apa yang anda cari. Saya yakin anda paham maksud saya"

Lelaki itu menggebrak meja bar. Kemudian menarik kerah kemeja sang bartender dan menatap nyalang ke arahnya.

"Apa maksudmu, Kim Jongdae-ssi?" Sehun bertanya, setelah mengeja name tag di bagian kanan sang bertender.

"Kau sudah sangat mabuk" Jongdae berkata perlahan.

Sementara Oh Sehun merasa kepalanya begitu sakit, sebelum pada akhirnya ia merasakan gelap dan tidak ingat apa-apa lagi.

.

.

Ayahnya tidak pulang malam ini. Kyungsoo tahu. Jika dengan menyelinap ke dalam ruangan rahasia milik kedua orangtuanya adalah tindakan yang tidak sopan, dan ia berharap ayahnya tidak pulang sampai besok pagi.

Yang dimaksud ruangan rahasia, adalah ruangan dimana Kotak pandora bernama Sekai machine itu berada. Kotak terlarang yang mana hanya keluarganya sajalah yang tahu.

Kyungsoo pernah diajak masuk ke ruangan itu saat usianya masih 6 tahun. Dan untuk pertama kalinya ia berdecak kagum. Banyak benda-benda aneh, dan mesin-mesin canggih ciptaan ayah dan ibunya diusia muda.

Tidak heran! Karena kedua suami istri Oh itu adalah seorang ilmuwan. Dulu sebelum mereka punya tiga orang anak, Tuan dan Nyonya Oh kerap kali melakukan uji coba mesin-mesin canggih buatannya dengan rasa bangga.

Kyungsoo menarik napas pelan. Ia harap tidak ada benda-benda tajam yang melayang ke arahnya ketika ia memasuki ruangan itu. Yah, tentu saja dia tidak mau mati konyol. Tapi mungkin itu hanya imajinasinya saja. Mengingat dirinya yang sering menonton film action sebelum tidur.

"Semoga belum ada yang berubah" ia berharap cemas.

Baru saja hendak memasukan kata sandi untuk ruangan itu. Seseorang memanggil namanya dan membuat Kyungsoo menoleh dengan ekpresi terkejut.

"Paman"

Luhan menautkan kedua alisnya ketika mendapati keponakan sulungnya berdiri di depan pintu dimana kotak pandora itu berada. Apa yang ia lakukan? Pikirnya.

"Se.. Sejak kapan paman di sini?"

"Aku datang jam 8 tadi. Aku dan istriku akan menginap selama ayah kalian pergi mengurus pekerjaannya"

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya sang paman.

"A.. Aku.. Aku hanya ingin melihat-lihat saja"

Ini aneh sekali. Luhan mencium gelagat yang tidak beres meskipun dia tak ingin berprasangka buruk Pada keponakannya itu.

Luhan berjalan mendekati Kyungsoo. Menyentuh bahu itu sambil menyunggingkan senyum tipis di wajahnya. "Sudah malam" katanya. "Kau harus segera tidur, Kyungsoo!"

.

.

.

Sehun perlu beberapa saat untuk menyadari jika ia tengah berada di sebuah kamar yang begitu asing di matanya.

Matanya yang masih agak sepat dan kepalanya yang berdenyut sama sekali tidak bisa diajak kompromi Dengan perasaannya yang ingin cepat-cepat pergi dari ruangan asing ini.

"Ah, sudah bangun ya" seorang laki-laki berkata.

Usianya mungkin 24 tahun atau lebih. Sehun tidak ingin menebaknya. Dia terlihat tinggi dengan lingkar mata hitam di wajahnya. Membuat Sehun sedikit menebak, jika laki-laki itu lebih membutuhkan tidur di malam hari dibandingkan dirinya.

"Dimana ini?"

"Pacarku membawa anda kemari semalam. Dia bilang kau terlalu mabuk"

Sehun mengernyitkan keningnya. "Pacarmu?"

"Dia seorang bartender di club malam itu. Apa kau lapar?"

"Ku rasa"

Namja itu terkekeh dan berseru dengan bahasa mandarin yang cukup fasih. 'Sayang, dia sudah lapar. Apa kau sudah selesai?'

Kemudian suara yang lebih melengking berseru:

'Ya, aku datang, sayang'

.

.

.

.

Siang yang cukup cerah sebenarnya. Namun bagi seorang Kyungsoo tidaklah sama dengan apa yang dilihat orang lain hari ini.

Suasana hatinya masih sangat mendung. Begitupun dengan para anggota keluarga di rumah ini. Rasanya masih sangat kelabu dan belum banyak tawa yang hadir setelah kematian Nyonya Oh.

Beberapa orang anggota kepolisian nampaknya juga sudah tidak pernah datang lagi ke rumah ini. Mungkin saja mereka pikir tak ada lagi yang perlu dikuak saat semua bukti nyata sudah terungkap dengan jelas jika Oh Jongin mati bunuh diri dengan menyayat nadinya di dalam bath up.

Ting.. Tong...

Taeoh kecil menghentikan acara bermainnya dengan Vivian. Anak anjing berwarna putih yang dibelikan Luhan baba untuknya.

Bocah itu berlari kecil ke arah pintu sambil berseru 'Nugutheo' dengan logatnya yang masih terdengar cadel.

Cklek..

Taeoh membuka pintu dengan sangat perlahan.

Seorang yeoja berambut panjang berdiri di depan rumahnya dengan senyuman di wajahnya yang cantik.

"Tante siapa?" tanyanya, malu-malu.

Yeoja itu bertanya. 'Apakah dia boleh masuk?' dan Taeoh yang masih polos pun mempersilahkan yeoja itu untuk masuk ke dalam rumahnya.

Taeoh kecil tidak tahu jika sosok inilah yang telah menghancurkan rumah tangga kedua orangtuanya. Sisi polos tanpa praduga seorang anak-anak jauh lebih mendominasi dirinya begitu apa adanya.

"Bibi Jang.. Bibi Jang.. Ada tante cantik datang. Tolong buatkan minum ya" pintanya.

Bibi Jang yang kebingungan pun hanya menuruti permintaan tuan kecilnya dengan menyiapkan beberapa camilan dan minuman untuk menyambut kedatangan sang tamu.

Namun suara si sulung berteriak kasar membuat bibi Jang terkejut. Dan memilih untuk mencari tahu apa yang terjadi di ruang tamu.

...

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Choi Jinri benar-benar kehilangan kata ketika mendapati sosok sulung Oh berdiri dengan tatapan penuh dendam, kebencian, dan amarah yang menjadi satu.

"T.. Tenanglah" ucapnya.

"Apa kau merasa senang sekarang? Karena kau, ibuku mati"Kata Kyungsoo.

Yeoja itu sudah tahu apa yang terjadi pada keluarga ini. Berita-berita murahan itu telah mengabarkan jika istri seorang ilmuwan ternama itu mati bunuh diri hanya demi menutupi gosip perselingkuhan suaminya dengan seorang artis papan atas.

Dan hal yang tidak bisa terelakan lagi adalah fakta jika dirinya lah wanita yang telah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga keluarga itu.

"Pergilah!"

"Nak, ku mohon dengarkan aku-"

"Aku bilang pergi!" Kyungsoo berseru.

Sementara di balik dinding Bibi Jang tampak cemas. Dan Taeoh kecil yang menangis di dalam dekapannya. Ia benar-benar berharap Tuah Oh segera pulang dan melarai perkelahian itu.

Kyungsoo meraih tangan kurus itu dan menyeretnya keluar dari rumah. "Pergi dan jangan pernah menginjakan kaki lagi di rumah ini!" serunya.

. .

Tubuh mungil itu merosot di balik pintu. Kyungsoo merasa lemah dan membenci dirinya sendiri yang tidak bisa menyelamatkan ibunya saat itu.

Kenapa ibu harus bertemu ayah?

Kenapa ibu harus mencintai ayah?

Kenapa ibu harus menikahi ayah?

Banyak sekali pertanyaan kenapa yang Timbul di otaknya. Ibunya adalah orang yang baik, dan ia pikir rasanya sama sekali tidak pantas jika harus bersanding dengan ayahnya.

Ia menangis seorang diri. Membuat sang adik yang masih terlalu polos berlari hendak menenangkan sang kakak.

"Hyung, hiks"

Taeoh kecil ikut terisak.

Kyungsoo bahkan sama sekali tidak malu karena telah menangis di depan sang adik.

"Hyung, hyung jangan menangis lagi! Taeoh juga ikut sedih"

"Hiks, ibu"

Taeoh kecil memeluk tubuh sang kakak dan ikut menangis.

"Taeoh janji tidak akan menanyakan ibu lagi.. Taeoh janji, hiks"

Ini semua salah ayah.. Ini semua salah ayah yang telah tega mendua...

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

A/n :

Hallo.. Thx for review.. Maaf akhir-akhir ini agak lambat buat lanjut. Kalo masih nemuin typos Maklumi aja ya? Aku gak sempat ngedit.

Q : Ini berarti nanti Kyungsoo bakalan balik ke masa lalu ya?

Me : Gak usah dirahasiain deh ya. Pokoknya nanti Kyungsoo bakalan dateng ke masa lalu dan nemuin Hunkai dkk waktu masih remaja.

Q : Ini beneran Chansoo?

Me : Pairnya Hunkai kok. Besok juga udah ada hunkainya. Hehehe...

Q : Chapter depan sedih gak?

Me : Kita bikin Sehun cemburu okeh, hahahay..sedih mah kalo menurut aku sih enggak. Tapi gak tau kalo buat kalian.

Q : Perfect Future husband?

Me : mungkin senin baru bisa di update. Lagi buat fin endingnya kawan..

Q: lanjut kak

Me : review 20 baru lanjut ya heheh..