"Hmm..kau wangi sekali, seperti bayi."

Jinhwan semakin beringsut ke dekat jendela bus ketika pemuda di sebelahnya mengendus lehernya. Pemuda yang bahkan tidak dikenalnya sama sekali. Pemuda yang membuat Jinhwan tiba-tiba ingin berteriak 'ada orang mesum' sekeras-kerasnya.

Tapi bukannya berteriak, Jinhwan justru mencicit dengan takut-takut.

"Y-..ya..apa yau kau lakukan?"

Pemuda yang duduk di sebelahnya itu justru semakin menyandarkan kepalanya di bahu Jinhwan dan menghirup dalam-dalam aroma tubuh pemuda mungil itu. Sesekali bibir ranumnya tersenyum dan tak berniat sama sekali menjawab pertanyaan Jinhwan.

Tentu saja hal itu membuat Jinhwan naik darah. Teman bukan, saudara bukan, tapi dengan tidak tau dirinya pemuda itu bersandar dan terus saja mengendusinya. 'Tampan sih, tapi mesum' batin Jinhwan.

Dengan sekuat tenaga akhirnya Jihwan mendorong kepala pemuda tersebut dari bahunya sambil melemparkan deathglare nya yang justru terlihat sangat menggemaskan. Pemuda yang terdorong itu tidak marah, ia justru tersenyum lebar dengan pandangan yang memuja pada Jinhwan.

"Dasar gila!" umpat Jinhwan dan kemudian berdiri.

Beruntung tak lama kemudian halte tujuannya terlihat dan bus berhenti. Ia lalu turun dari bus tersebut menuju kampusnya. Jinhwan turun dari bus itu dengan tergesa bahkan setengah berlari. Tanpa ia sadari, pemuda di sebelahnya ikut turun dan menyeringai di belakangnya.

Sesampainya di kelas, Jinhwan membanting tas nya hingga Yunhyeong berjengit kaget. Yunhyeong menatap terheran-heran sahabat mungilnya yang kini tengah memberengut itu. Hari masih pagi dan Yunhyeong sudah diberikan sarapan wajah kesal yang dibumbui bibir cemberut yang menggemaskan itu. Tak lupa wajah mungil yang merah padam karena menahan amarah.

"Ada apa dengan wajahmu yang merah ini?" tanya Yunhyeong sambil mencubit kedua pipi Jinhwan hingga si mungil itu menatapnya marah.

"Yak! Jangan cubit pipiku. Aku sedang kesal tau!"

Yunhyeong justru terkekeh melihat ekspresi marah sahabatnya itu. Wajah itu semakin merengut lucu dan kakinya menghentak-hentak.

"Ha..ha..araseo.araseo..Sekarang ceritakan padaku kenapa kau pagi-pagi sudah sekesal ini?"

Jinhwan mengehela napas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Yunhyeong. Pikirannya kembali melayang pada kejadian yang baru saja dialaminya pagi ini.

"Tadi aku diganggu pria mesum di dalam bus," ceritanya.

"Mwo? Mesum?" Yunhyeong refleks berteriak dan langsung cepat-cepat menutup mulutnya ketika Jinhwan memukul pahanya keras.

"Jangan berteriak, bodoh. Aku malu," bisik Jinhwan sambil menggertakkan giginya.

"Ah..aku hanya terkejut. Lalu, apa yang dilakukan pria mesum itu sampai wajahmu memerah begini?" tanya Yunhyeong lagi.

"Dia terus saja mengendusiku seperti anak anjing. Bahkan tanpa tau malu dia menyandarkan kepalanya di bahuku," ujar Jinhwan dengan raut wajah yang semakin memerah.

"Apa dia tampan?"

"Yak! Baru saja aku diendusi pria mesum. Tapi kau masih sempat-sempatnya menanyakan dia tampan atau tidak," Jinhwan semakin emosi karena reaksi Yunhyeong setelah mendengar ceritanya justru tidak sesuai ekspektasinya.

"Jadi, dia tampan atau tidak?" ulang Yunhyeong.

"Tampan sih, tapi tetap saja mesum," jawab Jinhwan dengan wajah yang masih memerah.

"Yasudah, ikhlaskan saja. Toh dia hanya mengendusimu, bukan meraba-raba tubuhmu. Apalagi wajahnya tampan," ujar Yunyheong seenaknya sambil tertawa dan menghasilkan geplakan di kepalanya dari tangan mungil Jinhwan.

"Dasar gila! Kau sama saja dengannya. Tidak normal!" umpat Jinhwan.

Kantin kampus hari ini sangat ramai. Mungkin karena hari ini adalah hari pertama perkuliahan setelah libur semester yang cukup panjang. Ditambah banyaknya mahasiswa baru yang memulai perkuliahan mereka di tahun ini.

Tampak dua pemuda baru saja memasuki kantin itu sambil mengedarkan pandangan. Hari ini adalah hari pertama mereka kuliah di kampus tersebut.

"Bedak bayi," ujar salah satu pemuda tersebut sambil tersenyum lebar.

"Bedak bayi?" tanya teman di sebelahnya.

"Jiwon-ah..dia bedak bayiku."

Pemuda yang baru saja dipanggil Jiwon itu mengerutkan dahinya karena bingung. Kemudian pandangannya tertuju pada sosok yang ditunjuk oleh teman anehnya yang selalu berujar 'bedak bayiku' itu.

"Maksudmu sosok mungil yang tengah merengut itu?" tanya Jiwon lagi.

"Dia imut sekali Jiwon-ah..bedak bayiku," ujarnya lagi masih dengan tatapan terpesona.

"Hentikan tatapan mesummu itu pada kakak sepupuku, Kim Hanbin!"

Perkataan Jiwon sontak membuat Hanbin menatap tak percaya padanya. Mana mungkin namja imut-imut beraroma bayi itu adalah sepupu Jiwon yang jelas-jelas berwajah ah memikirkannya saja membuat Hanbin menggaruk kepalanya.

"Benarkah bedak bayi kesayanganku itu adalah sepupumu?" tanya Hanbin masih tak percaya.

"Tentu saja! Jinhwan hyung adalah anak dari samchoonku. Dan hentikan memanggilnya bedak bayi, dia itu kakak tingkat kita asal kau tau," ujar Jiwon sengit.

"Jadi, namanya Jinhwan."

Hanbin kembali menatap terpesona pada sosok mungil yang menyeruput milkshake dengan wajah imut itu. Tanpa sadar, Hanbin mengamit lengan Jiwon dan berjalan ke arah namja mungil yang duduk bersebalahan dengan sahabatnya. Senyum lebar tak hilang-hilang dari wajah Hanbin, bahkan semakin merekah ketika mereka telah sampai dihadapan namja mungil yang menatap mereka dengan tatapan keheranan.

"Jiwon-ah.."

"Hyung.."

Jinhwan menghambur dalam pelukan Jiwon ketika melihat adik sepupunya itu menghampirinya. Jinhwan bahkan lupa mereka sedang berada dimana dan jangan lupakan tatapan membunuh pria yang berada tepat di sebelah Jiwon. Yang Jinhwan tau, ia sangat bahagia karena bertemu dengan adik sepupu yang selalu memanjakannya itu, padahal dia lebih muda daripada Jinhwan.

"Jiwon-ah..aku senang sekali akhirnya kau kuliah disini. Aku senang sekali..senang sekali," teriaknya sambil melompat-lompat dipelukan Jiwon.

"Hehe..aku juga senang, hyung. Ya ampun..kau makin menggemaskan saja," ujar Jiwon masih dengan memeluk dan mengelus sayang kepala Jinhwan yang tertutupi beani hitam itu.

Sosok mungil itu masih memeluk dan berteriak senang sambil menggoyang-goyang tubuh Jiwon sampai tiba-tiba tubuhnya diangkat seseorang dari arah belakang. Tubuh mungilnya diangkat tanpa beban dan didudukkan begitu saja di atas meja kantin tersebut. Beberapa detik Jinhwan seperti kehilangan kesadarannya dengan apa yang baru saja terjadi sampai ia mengerjap-ngerjap lucu menatap seseorang yang tengah menatapnya juga dengan tatapan tajam.

"Jangan peluk-peluk. Hatiku sakit melihatnya!" teriak Hanbin geram ke arah Jinhwan.

"K-..kau.."

"Aku tidak suka kau memeluk laki-laki lain walaupun itu sepupumu," ucap Hanbin lagi.

Jinhwan masih menatap terheran-heran namja yang tengah memarahinya itu. Sampai kesadarannya terkumpul dan si mungil itu tiba-tiba turun dari atas meja dan membalas tatapan tajam namja tampan yang baru saja membentaknya itu.

"Kau..kau namja brengsek mesum yang mengendusiku tadi pagi kan!" teriak Jinhwan sambil menunjuk puncak hidung Hanbin.

Sontak saja semua mata manusia yang ada di kantin tertuju pada mereka berdua saat ini, termasuk Jiwon dan Yunhyeong yang ikut membelalak tak percaya.

Apalagi melihat ekspresi dua manusia yang tengah bersitegang itu. Namja mungil itu terengah-engah menahan amarah, sedangkan namja lawannya jutru tersenyum lebar tanpa dosa.

"Kenapa kau tersenyum?"

"Kau begitu menggemaskan, bedak bayiku," ujar Hanbin masih dengan senyum lebarnya.

"Kau! Dasar namja gila!" umpat Jinhwan yang kemudian pergi meninggalkan kantin itu dengan wajah memerah karena malu dan marah.

Tepat setelah kejadian itu, Hanbin selalu saja membuntuti dan mengendusi Jinhwan disetiap kesempatan. Namja tampan itu tak peduli pandangan aneh orang-orang terhadapnya. Pun teriakan-teriakan kesal dan ketakutan Jinhwan karena sikap anehnya itu. Yang Hanbin tau, ia sangat menyukai aroma bayi dan wajah menggemaskan Jinhwan. Bahkan tak segan-segan pria tampan itu berteriak dari jauh dan bilang 'aku mencintaimu' pada Jinhwan dan menghasilkan namja mungil itu lari terbirit-birit karenanya.

Jangan tanyakan kemana Jiwon. Sepupunya itu pun menyerah dengan sifat aneh sahabatnya yang bilang jika ia tergila-gila setengah mati pada Jinhwan.

Hingga suatu ketika, Hanbin bertemu tak sengaja dengan namja mungil itu di dalam toilet kampus.

Tanpa pikir panjang, Hanbin mengendusi leher putih susu Jinhwan ketika sosok mungil itu tengah menunduk karena sedang mencuci wajahnya di westafel. Sampai mata sipitnya melihat sosok mesum itu dari cermin di hadapannnya. Sontak ia berteriak karena terkejut dan takut.

"Eommaaa...!!" teriaknya tanpa sadar.

Refleks tubuh mungilnya berbalik ke belakang dan tangan kecilnya memukul wajah Hanbin yang masih memejamkan matanya itu. Tamparan tiba-tiba Jinhwan menyadarkan Hanbin dengan apa yang sedang terjadi. Bukannya marah, namja tampan itu justru kembali tersenyum lebar ke arah Jinhwan. Ia bahkan tak peduli wajah merah padam Jinhwan yang kini tengah menahan amarahnya.

"Yak! Namja gila! Sampai kapan kau melecehkanku?" teriak Jinhwan marah.

"Aku tidak melecehkanmu, hyung," ujar Hanbin dengan wajah yang tiba-tiba saja sendu.

"Lalu kenapa kau selalu saja mengendusiku kalau kau memang tidak berniat melecehkanku!" teriak Jinhwan lagi.

"Aku..aku sangat suka aroma tubuhmu, hyung. Seperti bedak bayi."

"Kalau kau memang suka aroma tubuhku, kau taburi saja tubuhmu dengan bedak bayi yang sama seperti yang aku gunakan biar kau mengendusi tubuhmu sendiri," ujar Jinhwan tanpa sadar.

"Jadi, kau benar-benar menggunakan bedak bayi?"

Pertanyaan Hanbin membuat Jinhwan menunduk malu. Malu karena pertanyaan itu sudah ada jawabannya dari perkataannya sebelumnya. Benar, Jinhwan menggunakan bedak bayi di tubuhnya. Bukan tanpa alasan. Selain menyukai aromanya, Jinhwan juga harus menggunakan bedak bayi karena tubuhnya kelebihan kelenjar keringat. Dan apabila tubuhnya mengeluarkan keringat berlebihan, maka tubuhnya akan menjadi merah-merah dan gatal. Maka dari itu Jinhwan selalu menggunakan bedak bayi di tubuhnya. Ia sama sekali tak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang menyadarinya menggunakan bedak bayi. Selama ini memang banyak teman-temannya yang bilang Jinhwan beraroma seperti bayi, tapi tidak ada yang sampai mengendusinya seperti ini.

"Kenapa memangnya kalau aku menggunakan bedak bayi?" tanya Jinhwan akhirnya dengan wajah sengit.

"Tidak apa, hyung. Aku benar-benar menyukainya," jawab Hanbin kembali tersenyum dan berusaha merengkuh pinggang Jinhwan.

"Stop! Jangan coba-coba mendekatiku!" teriak Jinhwan di wajah Hanbin.

Wajah Jinhwan memancarkan emosi yang dapat dilihat jelas oleh Hanbin. Sudah diputuskannya untuk segera menghentikan tindakan Hanbin yang menurutnya sudah mengganggu ketenangannya. Bagaimana tidak, setiap hari namja itu selalu membuntutinya bahkan tanpa tau tempat ia sering mengendusi leher Jinhwan. Jinhwan malu karena tatapan orang-orang padanya. Malu karena orang-orang menganggap mereka aneh karena terlihat sangat intim padahal mereka tidak memiliki hubungan apa-apa.

"Jangan mendekatiku lagi. Aku malu karena selalu dibuntuti oleh namja aneh sepertimu. Aku juga malu karena tatapan orang-orang yang merendahkanku karena membiarkan saja tubuhku dilecehkan olehmu."

Perkataan tajam Jinhwan membuat Hanbin membelalak terkejut. Ia tak menyangka jika selama ini itulah yang dirasakan Jinhwan terhadapnya. Jinhwan malu karena sikapnya. Hanbin akhirnya menyadari kebodohannya. Selama ini ia hanya mengikutin instingnya saja karena begitu candu akan aroma tubuh Jinhwan. Begitu candu dengan wajah mungil yang memerah karena godaannya. Dan begitu candu dengan bibir mungil yang seringkali mengerucut kesal ketika dirinya mendekati sosok mungil itu. Tapi Hanbin tak memikirkan apa yang ada di dalam hati namja mungil itu. Namja mungil itu malu dan kesal karena perlakuannya.

Dengan langkah perlahan, akhirnya Hanbin mundur dari hadapan Jinhwan. Ia melemparkan senyum manis terakhirnya dan mengucapkan maaf yang begitu tulus pada Jinhwan.

Berhari-hari setelah kejadian di dalam toilet itu, Hanbin tak pernah lagi menampakkan puncak hidungnya di hadapan Jinhwan.

Pun begitupun di tempat-tempat yang lainnya. Hanbin tak terlihat dimanapun. Bahkan Jiwon pun tampak selalu berjalan sendirian tanpa Hanbin di sebelahnya. Hal itu tentu saja menjadi bahan pertanyaan bagi orang-orang yang selalu saja memperhatikan gerak-gerik Hanbin yang selalu saja berkeliaran di sekitar Jinhwan.

Tanpa seorangpun yang tau, namja mungil yang beberapa hari lalu memarahi Hanbin itu pun tampak ikut gelisah dan bertanya-tanya. Batinnya tidak tenang karena tak bisa menemukan sosok namja tampan itu dimanapun. Ada bagian hatinya yang terasa kosong ketika sosok itu tak lagi mengendusinya atau sengaja memeluknya dari belakang. Dalam hatinya selalu bertanya-tanya apakah ini salahnya hingga namja tampan itu menghilang. Apakah kata-katanya begitu menusuk hingga Hanbin tak mau lagi menampakkan dirinya.

Jinhwan pun akhirnya memutuskan berkeliling di sekitar kampusnya. Itung-itung menenangkan jiwannya yang kini tengah gelisah. Jinhwan menyusuri sepanjang jalan dan koridor yang ada di kampusnya. Gerakan tanpa sadarnya membuat matanya menjelajah di sepanjang jalan dan ruangan yang dilaluinya. Dalam hati ia berharap tanpa sengaja dapat menemukan bayangan Hanbin yang telah mengacak-acak ketenangan jiwanya.

Dan akhirnya ia berhenti di sebuah koridor sepi dan lebih tepatnya di samping pintu ruang vokal kampusnya. Tubuh mungilnya bersandar dan ia mulai memejamkan mata lalu menghembuskan napas lelahnya.

Pikirannya menerawang entah kemana. Bayangan Hanbin muncul silih berganti dalam otaknya. Entah mengapa, hatinya terasa nyeri ketika teringat perkataan tajamnya pada Hanbin di dalam toilet beberapa hari yang lalu dan mengakibatkan namja tampan itu menghilang entah kemana.

Hampir saja sebulir airmata mengalir dari sudut matanya ketika teringat masalah itu sampai akhirnya ia terperanjat ketika tubuh mungilnya sudah direngkuh seseorang dan terangkat. Dapat ia lihat seseorang memeluknya erat dengan menyandarkan kepalanya di dada sempitnya. Tubuh mungilnya terangkat dalam gendongan namja itu.

"Hyung..kau mencariku?"

"Han-..Hanbin-ah.."

"Aku merindukanmu, hyung. Rasanya seperti akan mati," ujar Hanbin lirih di dada Jinhwan yang masih di gendongnya.

"Tu-..turunkan aku," cicit Jinhwan.

"Aku merindukanmu, hyung. Nomu-nomu bogoshipeo.." ujarnyanya lagi tak peduli.

Jinhwan tersenyum tanpa sadar. Tangan mungilnya tiba-tiba saja bergerak dan mengelus lembut surai hitam legam Hanbin yang masih bersandar manja di dadanya. Pun Hanbin dapat mendengar dengan jelas detak jantung namja mungil itu begitu bertalu-talu saat ini. Sama dengan detak jantungnya sendiri.

Hanbin akhirnya mendongak dan menatap langsung namja mungil yang kini tersenyum lembut padanya itu. Dapat Hanbin rasakan perasaannya menghangat karena senyum cantik itu.

"Saranghae..hyung," ujarnya tulus.

Namja mungil itu kembali tersenyum. Kali ini tangan mungilnya tak lagi mengelus surai Hanbin, tapi sudah melingkari leher namja itu.

"Nado..saranghae..Hanbinie," jawabnya sambil tersenyum.

"Ne?" tanya Hanbin dengan raut bingungnya.

"Aku benci padamu," ulang Jinhwan dengan bibir mengerucut kesal dan wajah memerah karena malu.

"Hyung..coba ulangi. Aku takut aku masih bermimpi. Ulangi hyung..ulangi.." rengek Hanbin.

"Aku mencintaimu, Kim Hanbin. Kim Hanbin mesum, aku cinta padamu," ujar Jinhwan setengah berteriak.

Hanbin segera menurunkan tubuh Jinhwan dari gendongannya dan menyambar bibir mungil itu ketika Jinhwan baru saja menapaki lantai. Sosok mungil itu bahkan tak diberikan waktu untuk mencerna apa yang baru saja terjadi. Ia hanya mengerjap-ngerjap bingung ketika namja tampan itu menyambar bibirnya dan menyesap dua belah bibirnya. Menyesap bibir atas dan bawahnya bergantian dengan lembut penuh perasaan.

Saat ciuman terlepas, baru Jinhwan menyadari apa yang baru saja ia alami. Ia baru saja dicium. Ciuman pertamanya.

"Terimakasih, hyung. Aku benar-benar mencintaimu," ujar Hanbin masih dengan menyatukan kedua kening mereka.

"Aku juga," balas Jinhwan dengan tersenyum manis.

Hanbin kembali merengkuh tubuh mungil itu dan mengangkatnya kembali dalam gendongannya. Tubuh mungil itu ia sandarkan di dinding koridor dan dirinya sendiri bersandar pada dada sempit itu.

"Ahh..nyamannya," gumam Hanbin di dada Jinhwan.

"Y-..yak! Apa yang kau lakukan?"

"Diamlah, hyung. Aku sedang mengisi tenagaku dengan aromamu. Aroma yang sangat kurindukan beberapa hari ini," ujar Hanbin sambil membenamkan dirinya di dada Jinhwan yang terbalut pakaian tebal.

"Makanya jangan menghilang seenakmu," teriak Jinhwan ketus sambil membelai lembut rambut Hanbin.

"Bukannya hyung yang menyuruhku menjauh. Aku tidak mau membuat hyung tambah marah dan malu."

Perkataan bernada sedih dari Hanbin membuat Jinhwan berkaca-kaca. Dengan kedua telapak tangan mungilnya, Jinhwan menangkup pipi Hanbin yang masih bersandar di dadanya. Perlakuan Jinhwan membuat Hanbin mendongak dan menatap kedua bola mata sipit yang tengah berkaca-kaca itu.

"Mianhae.." lirih Jinhwan.

Hanbin hanya tersenyum dan mempererat rengkuhannya di tubuh Jinhwan. Ia masih tak percaya jika perasaannya terbalas dari sosok mungil yang selalu saja menghindarinya itu. Sosok yang selalu takut dan berteriak jika dirinya mendekat.

"Jangan pernah menghilang lagi. Jangan pernah pergi jika tidak ku suruh. Menempellah terus padaku. Kau mengerti?"

"Ne..hyung," Hanbin tersenyum bahagia.

"Saranghae.."

Hari itu diakhiri dengan ciuman panjang yang dilakukan oleh dua insan dimabuk cinta itu di lorong sepi kampus tersebut. Tanpa mempedulikan apa yang sudah terjadi dan apa yang akan terjadi ke depannya pada kisah cinta mereka.

Satu hal yang harus diingat. Pemisah antara cinta dan benci itu berjarak setipis benang. Jadi, janganlah terlalu benci atau terlalu cinta pada suatu hal. Karena hal tersebut bisa cepat berbalik jika benang pemisah tersebut putus.

The End