Little

Yoonmin

Yoongi x Jimin

By Ugii

Typo's

Enjoy

Mata setajam pecahan kaca itu mematai dengan begitu lekat sosok berparas manis di depannya. Seolah yang berada di hadapannya ini adalah sebuah mahakarya yang patut ia puja

Walau tatapannya terbilang malas, tapi terlihat jelas sorot ketertariakan dari pemilik surai keabuan tersebut.

Sedangkan pemuda di hadapannya hanya bisa memandangi sepatunya yang bergerak random di bawah sana.

Si manis itu sangat menyadari perasaan canggung yang menguasai sebagian besar oksigen di sekitarnya.

Bermenit menit kedua insan itu terpaku pada keheningan. Sebelum yang lebih tua menghela nafas panjang panjang.

"Jadi, kita akan menikah Park Jimin?" membuat yang bersurai sehitam langit malam itu menoleh dengan sebuah delikan sarat akan kekesalan yang tiada tara.

"Iya, dan itu gara gara kau Min ahjusshi" desis pelan Park Jimin

.

.

.

Jimin baru saja menyelesaikan lari dua belas menitnya saat tiba tiba Hoseok, kakak kelasnya menghampiri Jimin dengan sebotol isotonik dan sebuah handuk kecil.

"Waaah kau baik sekali Hyung." Jimin kemudian langsung mengambilnya tanpa tau maksud dari kebaikan hati seorang Hoseok yang di kenal jahil tingkat dewa itu.

Pemuda bersurai hitam tersebut menenggak cairan buram tersebut hingga tandas setengahnya dari botol.

"Aaaah segar sekali." Jimin tersenyum pada botol yang ia genggam. Namun seseorang justru menggenggam tangannya.

Jimin menoleh, tentu saja. Di sana masih ada Hoseok yang menatapnya penuh harap dan binar

"Apa?" tanya Jimin bingung.

O ow nampaknya Jimin tengah masuk kedalam lingkaran setan Jung Hoseok.

"Itu tidak gratis."

.

Jimin tak menyangka sebotol isotonik dan sebuah handuk kecil akan berbuah cucuran keringat yang membasahi seluruh badannya.

Tidak, jangan berpikir yang tidak tidak.

Jimin hanya di minta, em di paksa sebenarnya oleh Hoseok untuk menggantikannya membersihkan seluruh ruang dance yang demi tuhan kenapa bisa sehancur ini.

Bekas bekas kehidupan yang di tinggalkan para seniornya dan juga anggota lain terlihat sangat mengkhawatirkan.

Beberapa kemasan ramnyun instan teronggok begitu saja di sudut ruangan, bahkan sebagian ada yang masih tersisa, membuat Jimin enggan membersihkannya. Juga beberapa kaleng minuman bersoda yang berserakan di sekitarnya membuat keadaan makin kacau.

"Mereka habis latihan atau berpesta sih?"

Jimin tau, beberapa waktu ini memang para anggota inti club dance habis melakukan latihan besar besaran bahkan sampai menginap di sekolah untuk menyambut perlombaan besar di pusat kota.

Jimin juga masuk anggota inti, hanya saja ia tidak sampai menginap. Dia tidak mendapat restu orang tuanya ngomong ngomong. Dan hanya akan datang jika memang bagiannya latihan.

Awalnya Jimin kira mereka melakukan hal hal yang biasa biasa saja di markas club dance tersebut. Karena setiap ia datang keadaan ruangan ini tak separah sekarang, mungkin hanya akan ada beberapa botol air mineral saja. Tapi lihatlah ini, aaaah Jimin jadi malas membereskannya.

Dengan setengah hati, Jimin meraih sapu yang tadi ia dapat di ruang kebersihan sekolah. Ogah ogahan Jimin melakukannya. Hingga beberapa bungkus camilan, bukannya tersapu malah tercecer isinya keluar.

"Aaarrrgghhh Hoseok Hyung. Mati saja kau"

.

Pemuda manis ini menggerakkan pinggangnya memutar kekiri dan ke kanan.

Pegal bung.

Sehabis menyapu dan membuang sampahnya, Jimin melanjutkan dengan mengepel seluruh ruangan dengan serbet. Membuat pinggangnya panas. Sungguh menyiksa.

Maka sehabis selesai dengan seluruh tugasnya, eh tugas Hoseok, Jimin memutuskan untuk pulang.

Namun ia baru ingat.

"Yatuhan, aku kan berangkat dengan Appa tadi."

Jimin segera berlari kembali ke dalam bangunan sekolah. Berharap Taehyung, teman sekelasnya yang biasa menyediakan tumpangan masih ada di dalam.

Tapi yang ia dapati hanya beberapa murid yang tengah bercengkrama di luar pintu.

"Hey, kalian lihat Taehyung?" tanya Jimin. Napasnya masih terengah engah.

"Tadi Taehyung mencarimu. Tapi karena ada Jungkook dia jadi pulang bersamanya. Kau kemana saja memangnya?" tanya Junhong, si pemuda kelebihan kalsium.

Jimin menghela napas lelah. "Aku tadi membersihkan ruangan dance"

Junhong membulatkan matanya lucu. "Kau membersihkannya? Kukira hari ini bagian piket Hoseok Hyung."

"Dia memaksaku melakukannya"

"Aaah percuma dong aku dan Jongup Hyung mengotorinya semalam"

"Mwo?! Jadi kau dan si pendek itu yang menghancurkan isi ruangan dance?" Jimin murka ia marah.

"A-aah itu hehe. Aku pergi dulu"

"Huh sialan."

Juhong lari. Mau di kejarpun percuma buang buang tenaga. Lagi pula kaki Junhong panjang, Jimin pasti tak mampu mengejarnya.

Lebih baik Jimin menyimpan energinya untuk perjalanan pulang nanti. Karena saat turun bis nanti Jimin harus bejalan sekitar lima belas menit lagi untuk sampai rumahnya.

"Aaah benar benar hari yang buruk."

.

.

.

"Itu satu bulan lagi Eomma." seorang pria dengan rambut abu abu mendesah lelah di hadapan seorang wanita setengah abad berpakaian modis dihadapannya.

"Aku tau, makanya lekaslah mencari istri. Kalau tidak warisan kakekmu di Daegu akan di serahkan pada panti sosial."

"Tapi Eomma, kanapa harus semendadak ini. Tahun lalu kita bahkan tidak membahasnya."

"Ini permintaan kakekmu Yoongi. Mengertilah."

"Huh, aku tidak mengerti kenapa aku di lahirkan di keluarga seperti ini." ucap Yoongi pelan.

"Euum kau bilang apa?"

Yoongi lagi lagi hanya bisa menghela napas.

Wanita ini sungguh sungguh ibunya. Paras nyonya Min terlihat awet muda walau telah menginjak usia lanjut. Tingkahnya juga masih kekanakan.

Bagaimana bisa ia meminta anaknya menikah dengan mulut yang sibuk menyeruput mie instan.

Yoongi itu pewaris perusahan besar. Ia bisa saja memesankan satu restoran untuk bertemu ibunya. Bukannya malah duduk di berdua di depan mini market begini. Memalukan.

Dan apa itu tadi. Sebelum usianya menginjak dua puluh lima bulan depan, ia harus memiliki seorang istri. Yang benar saja.

Menikah bukan seperti membeli permen.

Yoongi bahkan belum punya bayang bayang akan seperti apa istrinya nanti.

Omong omong yang ada di pikiran Yoongi sekarang bukan wanita berdada besar. Ia berbeda bung, tau kan?

"Lalu aku harus bagaimana Eomma?"

"Yaa cari. Apa susahnya. Memang kau tak punya teman yang mau kau nikahi."

"Eomma..."

"Sudah ah. Ramyun Eomma sudah habis, sana kembali ke kantormu. Eomma bosan melihat wajahmu terus."

Dengan begitu wanita tersebut melangkah menuju mobilnya yang terparkir apik.

Sebelum menutup pintunya, Yoongi bisa lihat ibunya melambai heboh sambil memberikan flying kiss. Membuat Yoongi memalingkan wajah. Pura pura tak kenal.

"Yaa tuhan, siapa yang harus ku nikahi?" Yoongi frustasi. Sungguh, demi apolo yang bersinar di siang hari. Yoongi benar benar strees.

Sebelum otak cerdasnya melewati sebuah nama.

"Seokjin"

.

"Kau gila? Aku sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan dengan Jaehwan. Dan kau mau aku menikah denganmu?" Seokjin berteriak 8 oktaf di wajah Yoongi.

Ia benar benar tak habis pikir.

"Kau tidak memikirkan sahabatmu ini?"

"Kau tak memikirkan sahabatmu ini? Dia sudah menyebar undangan, memesan gedung, dan membeli pakaiian terbaik untuk pernikahannya. Kau malah minta aku membatalkannya dan menikah dengan mu?"

"Tidak perlu kau batalkan semuanya. Hanya tinggal konfirmasi kalau pasangamu berubah saja."

"Otakmu bergeser Yoongi. Bagaimana dengan calon suamiku?"

"Yaaa bilang saja kalau kau batal menikah denganya. Bereskan?"

"Beres gundulmu."

Seokjin benar benar tak habis pikir dengan jalan otak Min Yoongi.

Nampaknya ia belum menghirup oksigen hari ini. Makanya otak Yoongi tak karu karuan.

Tadi Yoongi menghampirinya di kantor, memintanya untuk menemuinya sepulang bekerja. Seokjin kira ada apa. Ternyata ia dilamar secara paksa. Yang benar saja.

Ia dan Jaehwan bahkan sudah sebar undangan. Mau di taruh dimana muka fameous nya kalo ia menikah dengan orang berbeda. Di pantat?

"Cari calon lain"

"Kelamaan. Satu bulan lagi aku genap dua puluh lima tahun, dan jika aku belum beristri. Aku akan jatuh miskin"

"Oh yatuhan"

Seokjin menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Tangannya menutupi sebagian wajahnya.

Kenapa ia jadu ikutan frustasi?

"Ah, ada. Ada satu orang yang pasti mau menikah denganmu."

"Siapa?"

"Dia..."

.

.

.

Jam tangannya menampilkan sederet angka menyebalkan bagi Jimin.

Sudah hampir jam delapan. Dan ia masih berjalan menuju rumahnya. Ia lupa kalau bus yang menuju rumahnya itu datangnya pukul 7, hingga ia harus menunggu kurang lebih setengah jam di halte bus.

Dan salahkan juga kalu bus utu sangat penuh sesak. Membuatnya yang kelelahan jadi lengket oleh keringatnya dan keringat orang lain.

Uugh Jimin harus segera mandi.

Tapi saat ia menginjak rumahnya, terlihat suasana yang cukup asing.

Ini terlalu ramai.

Ada tiga buah mobil asing di pelataran rumahnya. Yang satu berwarna merah, wow ngejreng sekali.

Jimin berusaha tak peduli. Ia kemudian masuk begiti saja kedalam rumah.

"Jimin pulang." teriaknya.

"Aah itu Jimin sudah pulang" samar samar Jimin mendengar suara ibunya.

Ia langsung di suguhi pemandangan menyilaukan Mata. Dimana ada beberapa orang dewasa termasuk Namjoon, kakaknya yang tumben tumbenan ada di rumah saat jam belum melewati tengah malam.

"Jimin sayang ayo duduk"

Jimin menggeleng bingung.

"Aah maaf Jimin bau keringat. Sebaiknya Jimin mandi dulu." Jimin undur diri begitu saja.

Tak terlalu memperdulikan wanita modis yang merengut pada seorang pria bersurai abu abu.

Jimin naik ke atas ke kamarnya. Ia benar benar butuh mandi atau berendam. Namun belum sempat membuka baju, pintu kamarnya terbuka sedikit. Kepala Namjoon menyembul dari sana.

"Kau diminta turun"

"Aku belum mandi Hyung."

"Mandinya nanti saja." Namjoon kini sudah berada di dalam kamar Jimin.

Ia mematai Jimin yang masih mengenakan seragam sekolah. Lalu berjalan ke singel bed milik adiknya itu.

"Memangnya ada apa Hyung?" Jimin mendekati Namjoon yang tengah duduk di ranjangnya.

"Kau dilamar."

"Mwo?! Aku, aku apa?"

"Kau di lamar. Akan di nikahkan."

Jimin segera duduk di samping Namjoon. Ia menggenggam tangan kakaknya, entah apa maksudnya.

"Apa maksudmu? Aku aku di lamar siapa Hyung?"

Namjoon segera menghempaskan tangan Jimin. Ia geli melihat drama adiknya itu.

"Min Yoongi, kau ingat?"

Jimin terdiam beberapa saat. Sebelum matanya membulat sama seperti mulutnya.

"Min Yoongi? Siapa itu Min Yoongi?"

"Kau tidak ingat? Seseorang yang kau ikuti setiap hari sepuluh tahun yang lalu?"

"Eeeum tidak."

Namjoon mengambil napas banyak banyak sebelum menarim tangan adiknya menuju lantai bawah.

Di sana masih terlihat orang orang yang sama. Seorang wanita paruhbaya yang nyentrik dan tiga pria, satu di antaranya terlihat cantik di mata Jimin. Juga ada ibu dan ayahnya.

"Waaah Jimin sudah besar yaaa." ucap satu satunya wanita yang tak Jimin kenali. Wanita itu mendekat ke arah Jimin sambil berusaha meraih pipinya. Namun Jimin malah memundurkan wajahnya. Membuat wanita itu cemberut.

"Jimin sopanlah pada calon ibumu." ucap nyonya Park.

"Ca-calon ibu? Maksudnya Appa akan menikah lagi dengan wanita ini?"

Plak.

Namjoon memukul belakang kepala Jimin.

"Kan sudah kubilang kau yang akan menikah"

"Dengan wanita ini?"

Plak

"Dengannya bodoh"

Namjoon menunjuk seorang pria di sana. Nampak sangat berwibawa dengan setelan jasnya.

"MAKSUD HYUNG DENGAN PAMAN ITU? LEBIH BAIK KU NIKAHI SAJA POT POT BUNGA BERGAMBAR BABI DI HALAMAN BELAKANG!"

Tbc

Ff baru. Aku ngga mood sama ff go away. Kalo mau nagih ff itu sama mitakun saja. Jagan ke saya okeeee