Sweet Jung

Our Story

Na Jaemin/Ji Jaemin

Lee Minhyung/Mark Lee

Lee Jeno

Huang Renjun

– Chapter 5: Joyland (NoMin Side Story) –

Jeno dan Jaemin sampai di rumah keluarga Ji. Jeno segera menyuruh Jaemin masuk ke rumah dan mandi dengan air hangat. Ia langsung pamit pulang kepada Jaemin tetapi saat ia baru saja mau berbalik tangannya langsung digenggam oleh Jaemin, membuatnya harus berbalik kembali untuk menatap wajah manis Jaemin.

"Ada apa?" tanya Jeno sambil tersenyum melihat wajah Jaemin.

Bibir Jaemin seketika kelu melihat senyum Jeno. Ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain, berusaha agar matanya tidak melihat senyum Jeno yang selalu ia sukai itu.

"Eung, bagaimana kalau kau ikut masuk? Kau juga tadi kehujanan, kan?" ucap Jaemin yang masih tidak mau menatap Jeno. Jeno yang melihat kelakuan Jaemin yang terlihat malu-malu seperti ini membuatnya gemas. Ia mengacak-acak rambut Jaemin. "Baiklah, aku akan masuk bersamamu." ujar Jeno menyetujui permintaan Jaemin.

Jaemin tersenyum lalu menggenggam tangan Jeno dan menariknya untuk mengikuti memasuki rumah keluarga Ji. Sementara itu, Jeno yang melihat Jaemin menggenggam tangannya tersenyum kecil. Dalam sejarah persahabatan mereka baru kali ini mereka saling berpegangan tangan seperti ini. Jeno sangat bahagia tapi di lain sisi perasaan itu muncul lagi. Dia tidak boleh egois dalam persahabatan ini. Dia harus berusaha menyimpan perasaan ini rapat-rapat.

Ia dan Jaemin kini telah memasuki rumah milik keluarga Ji tersebut. Mereka berjalan ke arah ruang makan dan menemukan Yuta, ibu Jaemin sedang menyiapkan makan malam untuk keluarganya.

"Umma, aku pulang!" Jaemin berseru riang sambil tetap menggenggam tangan Jeno. Yuta yang sedang meletakkan sushi kesukaan Hina segera mengalihkan pandangannya kepada Jaemin. "Selamat datang Jaemin-ah. Eh, ada Jeno juga? Ya ampun kalian basah sekali! Kalian hujan-hujanan, ya?" Yuta langsung berseru panik melihat kedua anak lelaki di depannya masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan basah kuyup terlebih lagi Jeno.

"Eung, iya Umma. Tadi saat kami menunggu bus hujannya lebat sekali tapi aku tidak terlalu basah karena Jeno memakaikan jaketnya kepadaku. Jadinya malah dia yang kena basah lebih banyak daripadaku." ujar Jaemin dengan nada bersalah.

"Ah, tidak apa-apa. Lagipula Jaemin terlihat lebih membutuhkan jaketku." ucap Jeno. Yuta tersenyum kepada kedua anak tersebut.

"Baiklah. Lebih baik kalian berdua mandi dulu sambil menunggu ayah Jaemin dan Hina pulang." saran Yuta kepada Jaemin dan Jeno lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan yang lainnya. Sementara Jaemin segera menarik Jeno ke arah kamarnya. Jujur saja, ini pertama kalinya Jeno ke rumah keluarga Ji dan ini juga pertama kalinya ia masuk ke kamar Jaemin.

"Um, kau duluan saja yang mandi, Jaemin-ah. Aku setelah kau saja." ujar Jeno setelah memasuki kamar Jaemin. "Baiklah. Tapi apa kau bawa baju ganti?" tanya Jaemin kepada Jeno. Jeno mengangguk. "Aku bawa sweater yang kemarin kubeli saat pergi bersama Renjun dan lupa kukeluarkan dari tas." jawab Jeno sambil mengeluarkan sweater yang ia beli kemarin bersama Renjun. Saat mengeluarkan sweaternya, Jeno merasakan kalau Jaemin tidak bereaksi apa-apa hingga akhirnya Jeno mengalihkan pandangannya ke arah Jaemin yang sedang berdiri di depan lemari untuk mengambil pakaian miliknya.

Jeno melihat Jaemin yang menatap datar sweater merah yang ada di tangannya. "Kau kenapa?" tanya Jeno kepada Jaemin. Jaemin yang ditanya seperti itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah lemarinya dan langsung mencari pakaian untuk ia bawa ke kamar mandi. "Tidak apa-apa." jawab Jaemin datar.

Sambil tersenyum Jeno berjalan ke arah Jaemin dan memeluk namja itu dari belakang. Sementara itu, Jaemin yang diperlakukan seperti itu merasakan wajahnya memanas. "Kau marah karena aku membeli sweater merah itu bersama Renjun?" tanya Jeno tepat di telinga Jaemin yang membuat jantung Jaemin berdetak lebih cepat dari biasanya. Dengan nada gugup Jaemin menjawab, "T-Tidak. Aku tidak marah kok. Itu kan hakmu ingin membeli sweater dengan siapa." jawab Jaemin.

Jeno tersenyum jahil. "Yakin tidak marah? Jadi kalau nanti aku jalan-jalan lagi dengan Renjun kau tidak akan marah kan?" tanyanya dengan nada jahil. Jaemin secara tiba-tiba melepaskan pelukan Jeno dan membawa pakaian yang sudah diambilnya dari lemari ke kamar mandi meninggalkan Jeno yang masih tersenyum jahil karena kelakuan Jaemin.

"Hei, Jaemin-ah! Kau marah betulan, ya?" tanyanya di depan pintu kamar mandi yang tertutup itu. "Buat apa aku marah, bodoh! Sana menjauh dari pintu kamar mandiku! Awas saja kalau kau ketahuan mengintip! Akan kujadikan kau model anatomi saat mata pelajaran Seo seonsaengnim!" Jaemin berteriak dari kamar mandi sementara Jeno hanya tertawa dari luar membuat Jaemin semakin kesal.

Jeno akhirnya lebih memilih untuk duduk di tempat tidur Jaemin sambil melihat-lihat kamar Jaemin yang terkesan sederhana walaupun ia juga dari keluarga kaya. Kamar yang didominasi warna putih kesukaan Jaemin ini dihiasi dengan foto-foto keluarganya, ada ayah dan ibu kandungnya juga foto dia bersama keluarga Ji. Dari semua foto itu Jeno tidak melihat ada foto dia yang tidak tersenyum. Jaemin selalu tersenyum saat di foto. Ia selalu menyukai senyum Jaemin dan ia merasa bersalah sudah membuat senyum Jaemin hilang akhir-akhir ini.

Melihat foto-foto di dinding kamar Jaemin dia baru menyadari kalau selama kehidupan pertemanan mereka belum ada foto-foto mereka berdua. Jeno tersenyum setelah mendapatkan sebuah ide.

Saat sedang asyik-asyiknya menatap foto-foto di kamar Jaemin, tiba-tiba si pemilik kamar keluar dari kamar mandinya dan menatap bingung Jeno yang sedang melihat foto-foto di kamarnya. "Apa yang kau lihat?" tanya Jaemin hingga mengagetkan Jeno. "Ah, tidak. Aku hanya melihat-lihat kamarmu dan foto-foto yang kau pajang. Itu ayah dan ibu kandungmu, ya?" tanya Jeno kepada Jaemin.

Jaemin menatap foto dirinya yang saat itu baru berumur 5 tahun dan duduk di antara ibu dan ayahnya. Jaemin mengangguk, "Ya, itu aku dan orangtua kandungku saat aku berumur lima tahun." jawab Jaemin. Jeno menatap foto itu lagi lalu memberi komentarnya, "Kau terlihat mirip dengan ibumu, kalian berdua sama-sama memiliki wajah yang manis."

Jaemin tidak tahu mengapa ia sangat tersanjung dengan komentar Jeno. Padahal Hina dan ibu angkatnya sudah sering mengatakan hal tersebut kepadanya, tapi saat Jeno yang mengatakannya entah mengapa itu terasa berbeda. "Terimakasih, Jeno-ah. Sekarang lebih baik kau mandi. Aku akan turun ke bawah dan kau nanti menyusul saja." Jeno mengangguk lalu membawa sweater merah yang ia bawa sementara untuk bawahannya ia merasa beruntung membawa celana untuk ekstrakurikuler sepakbolanya yang selalu ia bawa tiap hari takut-takut ada latihan mendadak. Ia segera meninggalkan Jaemin untuk pergi ke arah kamar mandi. Jaemin yang saat ini sendiri di dalam kamar itu tiba-tiba memeluk dirinya sendiri. Ia masih mengingat betapa hangatnya pelukan seorang Lee Jeno. Ia tidak tahu tapi ia benar-benar merindukan pelukan itu. Ia merindukan orang yang memberikannya pelukan itu. Ia bersyukur setidaknya saat ini ia dan Jeno tidak saling mendiamkan satu sama lain lagi. Ia segera keluar dari kamarnya ketika mendengar suara mobil yang sedang masuk ke halaman rumahnya. Ayahnya sudah pulang!

"Appa pulang!" Hansol berseru saat memasuki rumahnya dan dengan secapat kilat Jaemin berlari lalu memeluk ayahnya. "Appa!" serunya riang sambil memeluk sang ayah. Sementara Hina yang ternyata pulang bersama sang ayah dan melihat pemandangan tersebut hanya memutar kedua bola matanya. "Dasar anak kecil." komentarnya.

Mendengar komentar dari Hina, Jaemin langsung membalasnya dengan memeletkan lidahnya. Sementara itu, Hansol habya tersenyum karena kelakuan kedua anaknya. "Sudah. Lebih baik kita ke ruang makan. Appa sudah tidak sabar ingin makan makanan Umma kalian." ujar Hansol yang disetujui oleh kedua anaknya. Merekapun berjalan ke ruang makan dan melihat sang ibu masih sibuk dengan beberapa makanan yang ia hidangkan untuk keluarganya.

"Begitu sibuknya kah sampai tidak membalas salamku saat masuk tadi?" tanya Hansol pada Yuta saat melihat istrinya yang masih sibuk menata makanan di meja makan. Yuta yang mendengar suara suaminya langsung menghentikan kegiatannya dan menghambur ke pelukan suaminya. "Maaf tadi aku terlalu sibuk. Sekarang kau duduk dulu biar aku buatkan teh untukmu." ucap Yuta sambil tersenyum manis, senyum kesukaan Hansol. Hansol mengangguk dan langsung duduk di kursi tempat biasa ia duduk. Sementara itu kedua anaknya duduk di samping kiri dan kanannya.

"Makanannya banyak sekali. Seperti ada tamu saja." ujar Hina bingung. "Memang ada tamu." balas sang ibu yang baru saja kembali dari membuat teh untuk ayah mereka.

Hina menatap ibunya bingung. "Siapa, Umma?" tanya Hina. "A-Annyeonghaseyo." tiba-tiba suara seseorang mengalihkan atensi keluarga tersebut. "Nah, itu dia tamu kita." ujar Yuta. "Loh, Jeno? Kau kenapa di sini?" tanya Hina bingung.

"Sudah sudah lebih baik kita makan dulu. Kasihan ayahmu sudah lapar. Jeno-ah, ayo duduk di sebelah Jaemin." ajak Yuta kepada Jaemin yang langsung disambut anggukan kecil dari Jeno. Ia langsung duduk di sebelah Jaemin.

Merekapun menikmati makanan mereka malam itu. Setelah selesai, Hina dan Jaemin membantu Yuta membereskan piring bekas makan mereka, meninggalkan Hansol dan Jeno dalam satu meja.

"Annyeonghaseyo, Tuan Ji. Perkenalkan namaku Lee Jeno, teman Jaemin." Jeno mulai memperkenalkan dirinya kepada ayah Jaemin, Hansol. "Ya, aku tahu. Jadi kalian sudah berbaikan, hm?" pertanyaan to the point dari Hansol membuat Jeno sedikit kaget dan gugup. "Y-Ya, ahjussi. Kami memang sudah berbaikan tapi bagaimana ahjussi bisa tahu?" jawab Jeno lalu bertanya karena bingung.

"Aku tahu semuanya. Jadi, karena aku lebih suka orang yang to the point, katakan saja kau mau bicara apa?" lagi-lagi Jeno harus dibuat semakin gugup karena pertanyaan Hansol. Jeno sedikit menggaruk tengkuknya. "Um, begini, ahjussi. Aku berencana untuk mengajak Jaemin jalan-jalan besok. Kebetulan besok kami libur. Bolehkah, ahjussi?" tanya Jeno meminta izin kepada Hansol untuk mengajak Jaemin jalan-jalan besok.

Terjadi keheningan sejenak hingga akhirnya Hansol tertawa keras sambil menggelengkan kepalanya, "Benar-benar anak seorang Lee Taeyong. To the point." ujar Hansol setelah menghentikan tawanya. Jeno membulatkan matanya saat nama ayahnya disebut. "A-Ahjussi mengenal ayahku?" tanya Jeno bingung. Hansol tertawa lagi. "Kau kira aku tidak mengenal ayahmu terlebih lagi dirimu? Ayahmu itu teman sekaligus rivalku. Dan untuk mencari tahu siapa anak laki-laki yang sudah lebih dari 5 bulan mendiamkan dan menjauhi anakku itu mudah."

Jeno semakin membulatkan matanya saat mendengar perkataan lelaki dewasa di depannya ini apalagi ia mengetahui kalau Jeno mendiamkan anaknya selama itu.

"Mianhae, ahjussi. Aku benar-benar menyesal." ucap Jeno pelan. "Ya, tidak apa-apa. Aku hanya menganggap itu sebagai permasalahan anak-anak baru puber," balas Hansol. "Tapi, aku benar-benar tidak menyangka kalau kau anak dari seorang Lee Taeyong. Maksudku, sikap to the pointmu pada suatu hal itu memang benar-benar mirip dirinya tapi wajahmu, kalian berbeda sama sekali. Aku awalnya tidak menyangka kau anak dari Lee Taeyong tapi melihat sikapmu tadi aku jadi cukup yakin kau anak Lee Taeyong." lanjut Hansol.

Jeno terdiam mendengar perkataan Hansol. Jujur baru kali ini dia mendengar perkataan seperti itu, baru pertama kali ia mendengar kalau seseorang menyebutnya tidak mirip dengan ayahnya. Jeno berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh Hansol hingga sebuah suara mengganggu aktivitasnya.

"Kalian berdua serius sekali?" suara Yuta, ibu Jaemin menghentikan Jeno dari aktivitas berpikirnya. Jeno sedikit tersenyum kepada ibu dari sahabatnya itu. "Kalian bicara apa?" tanya Yuta yang diikuti oleh munculnya Jaemin dan Hina dari dapur.

"Hm, i-itu ahjumma, aku sedang meminta izin kepada Hansol ahjussi untuk mengajak Jaemin berjalan-jalan besok karena besok libur dan kami sudah lama tidak berjalan-jalan. Jadi, bolehkah aku mengajak Jaemin untuk berjalan-jalan?" jawab Jeno sambil meminta izin kepada Yuta.

Yuta tersenyum sambil melihat Jaemin yang juga memandangnya bingung. "Kalau ahjumma sih mengizinkan saja. Tidak tahu kalau ayahnya Jaemin." ujar Yuta.

"Kau tidak mengajak Hina sekalian?" tanya Hansol kepada Jeno. "Eung, soal itu–" Jeno belum selesai berbicara ketika pembicaraannya dipotong oleh Hina, "Aku tidak bisa ikut, Appa. Besok aku harus ke rumah Donghyuk untuk mengerjakan tugas bersama." ujar Hina. Jeno langsung menghela napasnya, jujur saja bukan dia tidak mau mengajak Hina, tapi dia benar-benar hanya ingin jalan-jalan berdua dengan Jaemin. Dan beruntunglah Hina tidak bisa ikut. Entah Jeno harus merasa lega atau bagaimana.

"Baiklah, aku mengizinkanmu mengajak anakku untuk berjalan-jalan besok. Tapi, dengan satu syarat," ucap Hansol mengizinkan. "Anakku harus pulang dalam keadaan utuh tanpa kurang suatu apapun." lanjut Hansol dengan sedikit ancaman pada suaranya.

Jeno sedikit tersentak mendengar nada suara Hansol yang seperti itu. Sementara Yuta hanya bisa menahan rasa ingin tertawanya melihat adegan di depannya. Jeno menghela napasnya sebentar sebelum menjawab Hansol, "Baiklah, ahjussi. Aku akan menjaga Jaemin."

"Ok, ok. Sekarang kita hentikan drama aneh ini. Sekarang anak-anak kalian tidur. Ini sudah jam 8:30 dan lagi besok Jeno dan Jaemin mau pergi jalan-jalan kan? Lebih baik kalian tidur lebih dulu supaya besok bisa bangub lebih pagi." Yuta langsung menghentikan percakapan Jeno dan suaminya. Setelah mendengar perkataan Yuta, ketiga anak tersebut langsung pergi dari ruang makan meninggalkan kedua orang dewasa tersebut di ruang makan menuju kamar mereka masing-masing.

Yuta langsung duduk di sebelah Hansol setelah melihat ketiga anak tersebut sudah memasuki kamar mereka masing-masing. "Apa yang kalian bicarakan tadi?" tanya Yuta kepada Hansol yang kini sudah mulai sibuk dengan telepon genggamnya. Hansol menaruh handphonenya di meja makan lalu menatap Yuta.

"Aku hanya ingin mengetahui siapa anak laki-laki bodoh yang dengan beraninya menyakiti uri Jaeminnie dan ternyata dia adalah anak dari Lee Taeyong. Aku tidak menyangka sebenarnya kalau dia anak Lee Taeyong jika melihat dari wajahnya. Tapi melihat sifatnya yang cukup mirip dengan Taeyong aku jadi cukup yakin mereka benar-benar ayah dan anak." balas Hansol.

"Aku juga tidak menyangka kalau dia anak dari Taeyong kalau saja kau tidak mengatakannya. Dia terlihat tidak mirip dengan Taeyong," ujar Yuta lagi.

"Hmm, ngomong-ngomong kalau besok Jaemin pergi bersama Jeno dan Hina pergi ke rumah Donghyuk, berarti aku di rumah sendiri dong?" tanya Yuta. Hansol menyeringai mendengar pertanyaan Yuta.

"Kau kira kau akan sendirian di rumah begitu?" Hansol balik bertanya kepada Yuta sementara yang ditanya hanya bisa mengernyitkan dahinya karena bingung. "Maksudmu?" tanya Yuta bingung.

"Aku sudah menghubungi Sooyoung untuk menggantikanku saat rapat besok karena aku ingin berlibur denganmu, Sayang." jawab Hansol. Yuta membelalakkan matanya. "Serius? Kau akan mengajakku liburan?" tanya Yuta excited. Hansol menganggukan kepalanya dan Yuta langsung menghambur ke pelukan suaminya itu. "Aku tidak menyangka seorang Ji Hansol sangat perhatian sekali kepada istrinya ini. Saranghae, Hansol hyung!"

Hansol membalas pelukan istrinya dan mengacak rambut Yuta. "Sudah lama sekali tidak mendengarmu memanggilku dengan panggilan itu. Bagaimana jika malam ini kau memanggilku lagi dengan panggilan itu," Hansol menggantung perkataannya dan mengarahkan bibirnya ke telinga Yuta sambil menyeringai, "di ranjang kita."

Yuta yakin wajahnya pasti memerah. Ia pun memukul bahu Hansol dengan keras.

"DASAR JI HANSOL MESUM!"

"Jadi, kau akan mengajakku kemana besok?" tanya Jaemin kepada Jeno yang berada di hadapannya. Saat ini Jeno dan Jaemin sudah berbaring di tempat tidur Jaemin dengan keadaan saling berhadapan.

"Sebenarnya ini rencana mendadak, sih. Jadi dari tadi yang kupikirkan hanya mengajakmu ke taman bermain." jawab Jeno.

"Kau serius?" tanya Jaemin dengan excited. Jeno menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. "Ah! Aku tidak sabar untuk pergi besok! Sudah lama sekali aku tidak ke taman bermain!" ujar Jaemin dengan semangat.

"Kalau begitu tidurlah. Besok pasti akan menjadi hari yang paling melelahkan untukmu." Jeno mengacak rambut Jaemin sementara Jaemin mengerucutkan bibirnya karena perlakuan Jeno. Ia pun segera menutup matanya karena rasa kantuk yang menderanya. Jeno yang melihat Jaemin sudah tertidur hanya bisa menyunggingkan senyumnya.

Besok ia akan menikmati waktu berdua lagi dengan Jaemin seperti dulu. Ia benar-benar tidak sabar untuk hari esok.

Tiba-tiba sekelebat bayangan sang kakak dengan Jaemin yang masih sering menghantuinya muncul begitu saja. Tapi jika biasanya ia akan merasa kesal, saat ini ia malah tersenyum sambil menatap namja manis di depannya.

"Maaf, hyung. Saat ini aku satu langkah lebih maju darimu."

Pagi ini kediaman keluarga Ji terlihat tenang. Sang gadis satu-satunya yang berada di ruang makan dan kini sedang menyantap sereal sebagai sarapannya hingga akhirnya dua orang anak laki-laki seumurannya datang menghampirinya.

"Selamat pagi, Noona." sapa Jaemin kepada Hina yang masih menikmati serealnya sambil membaca komik miliknya.

"Pagi, Jaemin-ah." balas Hina sambil tetap fokus ke arah komiknya. Jaemin duduk di salah satu kursi diikuti oleh Jeno. Jaemin memandang ke sekeliling ruang makan. Ada yang aneh. Di mana orangtuanya?

"Eum, Noona. Di mana Umma dan Appa? Kok mereka tidak turun untuk sarapan bersama?" tanya Jaemin bingung. Alih-alih menjawab pertanyaan Jaemin, Hina malah menyerahkan sebuah kertas. Jaemin langsung mendengus kesal saat melihat isi dari kertas yang ternyata adalah surat dari Yuta.

Pagi, anak-anakku!

Kalau kalian sudah bangun dan menemukan surat ini berarti Umma dan Appa sudah pergi. Kami pergi ke Pulau Jeju sampai besok.

Kalau kalian mau sarapan, makan saja sereal yang Umma simpan di lemari penyimpanan. Untuk makan siang dan makan malam kalian pesan saja di restoran atau buat ramen saja, ya?

PS: Jangan buat rumah berantakan!

See you, Hina & Jaemin ~

"Mereka benar-benar mencari kesempatan dalam kesempitan!" kesal Jaemin. "Jeno-ah. Kau mau sereal juga?" tanya Jaemin pada Jeno yang masih tersenyum sambil menatapnya. "Boleh." jawab Jeno. Jaemin segera bangkit dari tempat duduknya dan mengambil sereal dari tempat penyimpanan makanan lalu membuatkan dua mangkuk sereal untuk dirinya dan Jeno.

Setelah selesai membuat sereal untuk dirinya dan Jeno, Jaemin segera meletakkan kedua mangkuk di meja makan. Sementara itu, Hina masih fokus dengan komiknya sambil sesekali menyuapkan serealnya ke mulutnya.

"Kalian pergi jalan-jalan jam berapa?" tanya Hina setelah selesai membaca komiknya kepada Jaemin dan Jeno. "Setelah sarapan kami langsung pergi." jawab Jeno.

"Baiklah. Kau harus menjaga Jaemin. Jangan sampai dia lepas dari pandanganmu. Kau tahu kan dia itu buta arah? Awas saja kalau terjadi sesuatu padanya!" ujar Hina dengan sedikit mengancam Jeno. Jeno hanya tertawa kecil. "Tidak usah sampai mengancam begitu juga aku sudah pasti menjaga Jaemin." balas Jeno.

"Eung, ngomong-ngomong Noona pergi ke rumah Donghyuk jam berapa?" tanya Jaemin. "Seharusnya sekarang. Tapi si bodoh itu kemarin berjanji menjemputku tapi sampai sekarang tidak muncul juga. Lihat saja kalau dia datang nanti!" jawab Hina dengan nada kesal karena sepertinya Donghyuk akan datang telat untuk menjemputnya.

Tidak berapa lama terdengar suara Donghyuk memanggil nama Hina dari luar rumah. "Hina-chan! Ayo cepat!"

Hina menggeram kesal lalu menarik tasnya dan berjalan keluar diikuti oleh Jaemin dan Jeno. Ia membuka pintu rumahnya dan menatap Donghyuk dengan tatapan kesal. "Mau apa kau kesini?" tanya Hina dengan nada ketus sementara dua orang di belakangnya hanya bisa menahan rasa ingin tertawa mereka. "Ya, aku mau menjemputmu. Memangnya apalagi?" jawab Donghyuk bingung.

"Sepertinya aku hanya minta dijemput oleh seseorang pukul 8 pagi tapi ini sudah pukul 9 kurang. Jadi buat apalagi kau kesini?" tanya Hina dengan nada sinis. Donghyuk menepuk dahinya keras, "Maafkan aku, Hina-chan. Tapi tadi Umma menyuruhku membeli bahan-bahan untuk membuat kue jadi aku agak telat menjemputmu." jelas Donghyuk sambil menatap Hina dengan pandangan menyesal.

Jaemin memandang mereka berdua jengah. Sementara Jeno yang sudah mengerti kalau kedua sahabatnya itu memang sering bertengkar karena masalah kecil sekalipun hanya bisa menahan tawanya.

"Kalau kalian mau bertengkar jangan di sini. Lagipula kalian harus mengerjakan tugas kelompok, kan? Lebih baik kalian pergi sana. Hush hush!" ujar Jaemin kesal sambil mengusir dua orang di depannya.

"Ya sudah. Hari ini kau kumaafkan awas kalau kau mengulanginya lagi! Ayo berangkat!" Hina langsung duduk di belakang Donghyuk. "Kami pergi dulu! Kalau kalian mau pergi jangan lupa kunci pintunya! Aku bawa kunci cadangan!" Lalu Hina yang dibonceng oleh Donghyuk pun menghilang dari hadapan mereka berdua.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Jeno. Jaemin mengangguk. Ia langsung menutup pintu rumahnya dan menguncinya lalu menaruh kunci tersebut di tasnya. Setelah selesai mereka berdua pun berjalan bersama ke halte bus.

Tidak berapa lama menunggu, bus yang masih kosong pun datang. Kedua remaja tersebut menaiki bus tersebut. Mereka berdua duduk bersebelahan dengan posisi Jaemin yang duduk dekat jendela dan Jeno di sampingnya.

"Jadi, kau mau mengajakku ke taman bermain yang mana?" tanya Jaemin kepada Jeno. Jeno tersenyum sebentar lalu menjawab pertanyaan Jaemin, "Taman bermain yang sering kita kunjungi dulu."

Mata Jaemin langsung berbinar-binar. "Benarkah?" tanya Jaemin meminta kepastian Jeno yang disambut anggukan dan senyuman manis dari remaja tampan di depannya. "Yeay! Akhirnya kita ke sana lagi!" Jaemin berseru riang. Jeno hanya tersenyum melihat Jaemin yang saat ini sedang berseru riang karena keinginannya dikabulkan oleh Jeno.

Mereka saling bersenda gurau hingga akhirnya bus yang makin lama makin penuh itu berhenti di halte yang mereka nantikan. Jeno dan Jaemin pun turun di halte tersebut. Mereka pun berjalan ke taman bermain yang tidak seberapa jauh dari halte tersebut.

Jeno menggenggam tangan Jaemin yang membuat namja yang digenggam tangannya itu merasakan wajahnya sedikit memanas. Jaemin pun berakhir dengan menetralkan dirinya. Ia benar-benar tidak tahu mengapa digenggam oleh Jeno bisa membuatnya menjadi seperti ini.

Sementara itu, Jeno sedang sibuk membeli tiket masuk ke taman bermain yang belum terlalu ramai karena masih pagi tersebut. Mereka masuk ke taman bermain tersebut dengan tangan Jeno yang masih menggenggam tangan Jaemin.

"Kau mau ke wahana yang mana dulu?" tanya Jeno kepada Jaemin. Sementara itu, Jaemin sedang memilih wahana pertama yang ingin ia naiki. Matanya tertuju pada rollercoaster besar di taman bermain itu. "Rollercoaster. Aku ingin naik rollercoaster!" seru Jaemin dengan nada riang. "Baiklah! Ayo kita naik ke rollercoaster!" Jeno pun segera menarik tangan Jaemin menuju wahana rollercoaster.

Mereka berdua menikmati setiap wahana yang ada di taman bermain tersebut. Saat ini mereka sedang berjalan-jalan di sekitar taman bermain tersebut setelah membeli minuman. Hingga akhirnya mata Jeno tertuju pada sebuah stand di taman bermain itu. Stand tersebut ternyata adalah stand untuk photobox. Jeno pun langsung teringat dengan janjinya pada dirinya sendiri.

"Jaemin-ah," panggil Jeno kepada Jaemin yang sedang asyik menikmati minumannya sambil melihat-lihat taman bermain yang sudah ramai dengan orang-orang tersebut. Jaemin pun menolehkan kepalanya ke arah Jeno. "Kenapa?" tanya Jaemin bingung.

"Mau ke stand yang itu tidak?" tanya Jeno. Jaemin menolehkan kepalanya ke arah stand yang Jeno tunjuk. Stand khusus photobox. 'Tumben sekali Jeno mengajakku ke photobox' batin Jaemin bingung tapi pada akhirnya dia menganggukkan kepalanya tanda ia mau. Jeno pun tersenyum lalu menarik lengan Jaemin dan mengajaknya ke photobox tersebut.

Setelah membeli koin untuk dimasukkan ke dalam mesin foto, Jeno dan Jaemin segera memasuki photoboxtersebut. "Kau beli berapa koin?" tanya Jaemin kepada Jeno. "Aku beli lima koin. Kenapa?" tanya Jeno. "Tidak apa-apa. Tapi kenapa kau mengajakku ke photobox?" tanya Jaemin lagi. "Hanya ingin saja. Lagipula kita tidak pernah berfoto bersama kan? Nah, sekarang pose pertama kita maunya seperti apa?" tanya Jeno bingung.

Jaemin terlihat berpikir sebentar, "Bagaimana jika V pose? Itu sederhana tapi aku suka!" ujarnya dengan riang. Jeno pun langsung memasukkan satu koin dan menekan tombol. Mereka berdua langsung berpose hingga lima koin yang dibeli habis. Mereka segera keluar dari photobox tersebut. Mereka mengambil foto yang baru saja keluar dari mesin pencetak foto tersebut dan langsung pergi dari photobox tersebut setelah mengucapkan terimakasih kepada penjaga stand tersebut.

Mereka berjalan sambil melihat foto-foto yang tadi mereka ambil di photobox. "Kau terlihat imut dengan pose ini!" puji Jeno kepada Jaemin. Jaemin dapat merasakan wajahnya memanas karena pujian Jeno kepadanya. "A-Ah, biasa saja!" balas Jaemin dengan nada gugup. Sementara Jeno masih tetap melihat hasil foto mereka.

Mereka terlalu asyik dengan foto di tangan mereka hingga tak sengaja Jaemin menabrak seseorang di depannya.

"Ah!" Jaemin mengerang kesakitan karena orang di depannya menabrak dirinya. Jeno yang menyadari suara kesakitan Jaemin segera berbalik dan membantu Jaemin berdiri. Sementara itu, orang yang menabrak Jaemin segera berlari ke arah kedua anak tersebut.

"Astaga, Nak! Maafkan Ahjussi tadi tidak melihatmu. Sekali lagi Ahjussi minta maaf!" Ucap orang yang menabrak Jaemin tadi. Jaemin hanya tersenyum sedikit sambil meringis karena lututnya yang terluka sementara Jeno merutuki kebaikan Jaemin yang masih memberikan senyumannya kepada orang yang membuatnya jatuh dan terluka.

"Tidak apa-apa, Ahjussi. Aku juga salah karena tidak melihat ke sekitarku saat berjalan." ujar Jaemin. Laki-laki dewasa di depannya langsung berlutut di hadapan Jaemin dan membersihkan luka Jaemin dengan saputangan yang ia bawa dan menyiramkan air minumnya yang ia bawa di tas punggungnya ke lutut Jaemin. Sementara Jaemin yang melihat hal tersebut langsung merasa tidak enak hati dan berusaha menghentikan paman di depannya ini, "Ahjussi tidak usah melakukan hal ini." ujar Jaemin.

Laki-laki tersebut langsung tersenyum setelah membersihkan luka Jaemin. Ia langsung berdiri dan mengacak rambut Jaemin dengan gemas. "Tidak apa-apa, anak manis. Ahjussi hanya ingin bertanggung jawab karena telah menabrakmu tadi. Lagipula ini tidak seberapa. Mungkin jika kamu bertemu dengan istri Ahjussi dia akan melakukan hal yang lebih dari ini, ya, seperti membawamu ke rumah sakitnya." jawab laki-laki tersebut sambil tertawa pelan.

Jaemin tersenyum kepada paman tersebut, "Terima kasih, Ahjussi. Aku juga minta maaf karena tidak hati-hati."

"Tidak apa-apa. Lain kali kita harus sama-sama berhati-hati, ya! Nah, sekarang Ahjussi harus pergi dulu menemui anak Ahjussi. Sampai jumpa, anak manis dan temannya!" lalu laki-laki tersebut pergi sambil melambaikan tangannya kepada Jaemin yang dibalas oleh Jaemin.

"Ahjussi itu baik sekali. Dia juga tampan." puji Jaemin. Ia melihat ke arah Jeno yang masih memegang bahunya tapi dengan pandangan tajam lurus ke arah laki-laki yang tadi menabrak Jaemin. "Hey! Ada apa dengan tatapanmu itu! Kau bisa membunuh semua orang di tempat ini dengan tatapanmu itu!" ledek Jaemin. "Kau kenapa sih baik sekali denga orang itu? Dia bahkan sudah menabrakmu!" kesal Jeno.

Jaemin tertawa kecil, "Setidaknya dia kan sudah minta maaf, Jeno-ah. Lagipula aku sudah agak baikan. Lebih baik kau temani aku saja dulu ke minimarket itu untuk membeli plester luka." ujar Jaemin yang disambut helaan napas dari Jeno. "Baiklah. Tapi aku harap kamu jangan terlalu baik dengan orang yang tidak kamu kenal sama sekali. Aku takut mereka malah berbuat jahat kepadamu." ucap Jeno.

"Iya. Lagipula kalau ada orang yang berbuat jahat kepadaku kan ada Jeno yang menjagaku." ujar Jaemin sambil tersenyum kepada Jeno yang membuat namja tampan tersebut terdiam karena kata-kata Jaemin. Jeno langsung menghentikan langkah mereka dan memeluk Jaemin membuat namja yang dipeluknya kaget dan seketika pipinya merona merah.

"Dengarkan aku, Na Jaemin. Aku Lee Jeno, akan menjagamu sampai mati! Hanya Lee Jeno. Tidak ada yang lain!" ujar Jeno dengan nada tegas. Jaemin membalas pelukan Jeno sambil tersenyum. "Terimakasih Jeno. Aku menyayangimu."

Jeno melepaskan pelukannya dan tersenyum kepada Jaemin. "Aku juga menyayangimu, Na Jaemin,"

"Bagaimana jika sekarang kita pulang? Hari sudah sore dan aku takut Hina marah denganku jika aku membawamu pergi sampai malam. Lagipula sekarang kakimu sedang sakit, kan?" ajak Jeno kepada Jaemin. Jaemin menganggukkan kepalanya. Merekapun keluar dari taman bermain itu dan berjalan ke halte bus.

Jeno benar-benar tidak tahu bagaimana mengekspresikan perasaannya saat ini. Tapi ia sanagat bahagia hari ini. Ia akhirnya bisa kembali menjadi seorang Lee Jeno untuk Na Jaemin. Membuatnya tersenyum dan bahagia. Dan ia berjanji, ia akan selalu menjaga Jaemin hingga akhir hayatnya.

TBC

NB: Holla! Finally akhirnya aku bisa lanjutin ini lagi setelah beberapa minggu kena writerblock efek tugas yang numpuk :') maaf kalo ini updatenya lama but I hope you guys will satisfied with this absurd story XD maaf juga kalo makin gak jelas ceritanya :'v I try my best but this is it. Don't forget to review guys. See you on the next chapter (MarkMin is the next special chapter)

See you~