Summary:

"Tell me. Tell me what you want, and you'll have it on your hand."

.

.

A Fanfiction Inspired by:

Western Series(es): Lucifer | Constantine | Grimm

Disclaimer: I own nothing except the story line

Genre: Supernatural, Romance, Mystery a lil bit Crime (seriously, I'm no good at this)

Starring :

Kim Taehyung x Jeon Jungkook

Discover the supporting casts

Rated: M

WARNING!

Boy x boy, typo, ambigu, banyak istilah asing

.

.

"Good Devil, Lucifer Fall!"

Part I: Tell Me, Tell Me Now

"Detektif Jeon. Surat izin penggeledahan yang kau minta." gumam seorang pria berseragam polisi saat menaruh beberapa lembar kertas di meja seorang rekannya. Sebelah tangannya menepuk puncak kepala bersurai copper dari namja yang tengah menenggelamkan kepalanya di atas meja, terlihat lelah. "Apa aku perlu meminta Jimin untuk menggantikanmu, Kook? Kau belum beristirahat sejak pagi."

"Tidak usah." gumam sang detektif. Ia mengangkat kepalanya, meregangkan tubuh yang hanya berbalut kaos putih polos dan celana jeans warna gelap. Mulutnya menguap lebar-lebar sebelum menoleh ke arah sang polisi. "Jimin sedang berada di forensik untuk melihat hasil laboratorium, dia sama worn out-nya denganku. Aku akan mengunjungi Six sendiri saja. Oh, siapa nama pemiliknya?"

"Kim Taehyung. Aku sudah menghubunginya, dia berada di klubnya. Menunggumu. Beberapa rekan polisi sudah di sana untuk membantu tugasmu. Tetaplah bersama mereka, jangan jauh-jauh."

Detektif Jeon mengeryitkan dahi saat rekannya mengedipkan mata jahil. Ia memberikan gesture seolah bertanya apa maksudnya sambil mengenakan jaket kulit berwarna hitam.

"Kudengar dia penggoda ulung, jangan sampai kau berakhir di ranjangnya, Tuan Jeon Jungkook. Itu akan sangat berbahaya bagi kesehatan bokongmu besok pagi."

Jungkook berdecih sebal. "Dalam mimpimu! Aku bukan jalang seperti kebanyakan orang yang ditidurinya."

"Dalam mimpiku, kau berada di ranjangku, mendesah di bawahku sambil menangis menahan nikmat."

"Bangsat!"

"Aku juga mencintaimu."

"Kim Yugyeom bajingan."

"Jeon Jungkook menggemaskan." Yugyeom terbahak setelahnya. Menggoda Jeon Jungkook memang berada di urutan pertama pada daftar hal menyenangkan yang ia miliki. Apalagi untuk hari-hari melelahkan seperti sekarang, membuat detektif bergigi kelinci itu kesal sama saja dengan recharge energy.

Malas mendebat lebih jauh, Jungkook memilih meninggalkan ruangan. Bibirnya tak henti-hentinya mengumpat, bahkan ketika ia mengendarai mobilnya menuju Six, sebuah klub elit yang berdiri sejak dua tahun yang lalu.

Jungkook disambut oleh empat polisi yang telah tiba terlebih dahulu di Six. Mereka sedikit bercakap sebelum masuk ke gedung dengan tiga lantai dengan lampu depan yang sengaja dimatikan, pertanda bahwa klub tidak beroperasi.

"Selamat datang di klubku, Tuan Detektif. Aku Kim Taehyung, pemilik Six." sambut seseorang bersurai hitam kelam yang mengenakan setelan jas rapi, lengkap dengan sepatu mengkilat yang terlihat elegan.

Jungkook bersumpah, pria yang kini berdiri di depannya benar-benar terlihat mengintimidasi. Alis tegasnya begitu mempesona. Pahatan rahangnya sempurna. Sepasang mata beriris biru gelapnya terlihat bak laut dalam yang siap menyeretnya tenggelam.

Sang detektif berdehem sekali, ia menunjukkan lencana miliknya, juga surat izin penggeledahan yang ia bawa. Prosedur kerja yang harus ia lakukan. "Kepolisian. Kami mendapat perintah untuk menggeledah tempat ini terkait dengan penemuan jasad dengan noda dom perignon di bajunya. Menurut catatan, klub Anda adalah salah satu yang menyediakan minuman tersebut."

Sang pemilik klub terkekeh mendengarnya, Jungkook mengeryit heran.

"Kalian boleh memeriksa apapun, aku tidak akan menyulitkan."

"Baiklah, kami butuh rekaman cctv, daftar anggota klub, juga daftar tamu yang berkunjung semalam. Kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan jika benar semalam korban mengunjungi tempat ini. Tapi sebelumnya, saya akan meminta beberapa keterangan dari Anda."

"Tentu." Kim Taehyung, pemilik tunggal Six, tersenyum penuh wibawa, ia melirik seseorang di sebelah kanannya. "Hoseok, kau bisa antarkan para polisi ke ruang pengawas di lantai tiga dan menunjukkan data yang mereka inginkan. Aku dan Tuan Detektif butuh privasi."

Pria bersurai coklat kopi memutar bola matanya, terlihat jengah namun segera melaksanakan apa yang diperintahkan. Ia bersama keempat rekan Jungkook berjalan menaiki tangga di sisi kanan ruangan, meninggalkan sang detektif bersama pemilik klub yang sedari tadi tak melepaskan tatapan tajamnya ke arah Jungkook.

Merasa risih, penyandang marga Jeon segera berdehem keras, mencoba menghentikan sorot menelanjangi yang dilayangkan kepadanya. Sayang sekali, otak pemilik klub ini seolah bebal, ia malah semakin terlihat bernafsu mengamati pemuda Jeon.

"Brengsek." bisik Jungkook hampir tak terdengar.

Sayangnya, itu tak lolos dari pendengaran seorang Kim Taehyung. "Maaf. Kurasa memang tidak sopan membiarkan sosok yang menawan berdiri terlalu lama. Mari, silakan duduk."

Tanpa menunggu reaksi Jungkook, Taehyung berjalan ke arah meja bar, mengambil sebotol wine, lalu membukanya begitu saja sebelum menuangkan ke dua gelas yang salah satunya ia letakkan di sampingnya, sedangkan yang satu ia pegang dengan cara yang sungguh elegan dan sexy.

Jeon Jungkook berani bersumpah, kalau saja Yugyeom tidak memperingatkannya mengenai Kim Taehyung yang seorang penggoda, pasti dirinya sudah mengambil gelas itu dan meneguk isinya sampai habis.

"Kau belum memperkenalkan dirimu." gumam Taehyung sebelum meneguk wine-nya. Ia melirik pemuda bersurai tembaga yang mati-matian menahan diri agar tidak menyentuh gelas wine untuknya. Jungkook bukan seorang penggila anggur, namun ia tahu betul brand yang tertempel di botol yang tengah dituang dengan sangat elegan oleh sosok bak pangeran yang duduk di sampingnya adalah satu dari yang terbaik yang pernah sang detektif lihat.

"Jeon Jungkook. Aku detektif dari kantor kepolisian." Jungkook sebenarnya ingin merutuk karena lupa memperkenalkan diri. "Maaf kalau lancang, tapi aku benar-benar ingin segera menyelesaikan investigasi di sini. Aku yakin, Anda juga ingin segera membuka klub Anda malam ini."

Pemilik Six tertawa dengan suara rendahnya. Ia benar-benar terdengar seperti seorang bangsawan. Jungkook mengumpat dalam hati.

"Jangan terlalu formal begitu. Aku tidak mau memberikan keterangan apapun kalau kau masih memanggilku dengan anda. Panggil saja namaku, Taehyung. Atau kau bisa menggunakan panggilan yang lebih akrab. Sayang, misalnya?"

"Taehyung. Aku akan memanggilmu begitu."

"Nah, itu lebih baik." sang pemilik klub terkekeh. Ia kembali meminum wine-nya, memberikan gesture agar Jungkook minum bersamanya. Sayang sekali, pemuda bersurai tembaga lebih memilih patuh pada peraturan kerjanya.

"Jadi Taehyung-sshi, apa kau mengenal Bae Irene? Dia ditemukan tewas satu blok dari Six." Jungkook menekan pulpen yang ia pegang, bersiap mencatat. Kim Taehyung tentu tahu benda itu bukan pulpen biasa, melainkan recorder yang praktis untuk dibawa kemana-mana.

"Tentu. Dia anggota di klub ini."

"Jadi, bukan sekedar pengunjung biasa, tapi dia merupakan anggota?"

Taehyung mengangguk saja. Mata sebiru laut dalamnya tak lepas dari bibir Jungkook yang bergerak-gerak menggemaskan ketika bicara.

"Apa kau dekat dengannya?"

"Apa beberapa kali tidur bersamanya bisa dikatakan dekat?"

Detektif Jeon yang tadinya menunduk untuk mencatat langsung menengadahkan kepalanya, menatap lekat manik kelam lawan bicaranya dengan kening yang berkerut. "Maaf?"

"Well, aku tahu latar belakang seluruh anggota klub Six, bahkan mereka yang hanya pernah berkunjung sekali, aku mengetahuinya. Aku juga beberapa kali tidur dengannya. Apa manusia menganggap yang seperti itu sebagai hubungan yang dekat?"

Jeon Jungkook makin mengeryit, keheranan karena berbagai alasan. Sebenarnya wajar saja kalau sebagai pemilik klub semewah Six, Taehyung tahu tentang latar belakang semua member-nya. Itu penting untuk menjaga kelas Six agar tidak kecolongan memasukkan anggota dengan catatan kriminal atau sebagainya. Yang jadi masalah, pertanyaan saksi di hadapannya menunjukkan seolah-olah ia bukan manusia.

"Baiklah, begini saja. Kita skip bagian kau tidur dengannya." Jungkook menyembunyikan manik obsidiannya selama sepersekian detik sebelum menarik nafas dalam. "Apa akhir-akhir ini kau bertemu dengannya?"

Taehyung mengangguk. "Semalam aku bertemu dengannya."

"Dia berkunjung ke sini?"

"Entahlah." Taehyung menggoyangkan gelas wine-nya sebelum menyesap isinya perlahan. Sungguh cara yang begitu berbeda dengan saat ia meneguknya tadi, namun tetap menawan. "Aku hanya bertemu di luar gedung ini. Aku belum sempat bertanya kepada Hoseok apakah Irene masuk ke klub karena sejujurnya aku baru kembali dari rumah sekitar dua detik sebelum kau masuk tadi."

Oke. Jawaban yang diberikan Taehyung mulai terdengar mengada-ada. Kalaupun Taehyung tiba di klub beberapa detik sebelum Jungkook tiba, pasti rekan-rekannya memberitahukan hal itu. Sepertinya keprofesionalitasan Jeon Jungkook sedang diuji. "Baiklah, ceritakan apa yang kau lakukan semalam."

"Tidak banyak. Aku hanya menerobos gerbang neraka untuk melihat apakah bawahanku bekerja dengan baik selama aku berlibur. Aku juga sedikit bersenang-senang dengan menghukum beberapa pendosa, dan tiba-tiba saja aku melihat Irene berdiri di antrian. Sebenarnya aku ingin turun tangan menghukumnya juga, tapi Hoseok menyusulku dan mengatakan bahwa seorang detektif manis ingin bertemu denganku, tepat dua orang sebelum giliran Irene. So, here I am."

"Tunggu. Bisa kau jelaskan pukul berapa kau melihat Irene?" sang penanya mulai antusias. Jika benar semalam pemilik marga Kim di hadapannya bertemu dengan Irene, ia bisa saja menjadi saksi kunci, atau malah pelaku pembunuhan wanita itu.

"Kalau waktu Korea Selatan, kira-kira pukul satu dini hari, dan aku meninggalkannya beberapa detik sebelum kau tiba di Six."

Jungkook jelas mengeryit heran. Pasalnya, menurut bagian forensik, juga rekaman cctv di sekitar tempat kejadian, wanita berusia dua puluh enam tahun itu tewas sekitar pukul dua belas malam. Dan yang paling penting, bagaimana Irene bisa bersama Kim Taehyung kalau jasadnya saja ada di ruang forensik, kaku dan tidak bernafas?

"Taehyung-sshi, kau tidak sedang bercanda kan? Bae Irene tewas sekitar pukul dua belas malam."

Kali ini pria bersurai kelam mendengus meremehkan. Ia menyesap wine-nyasebelum kembali bicara. "Tentu saja tidak. Semua manusia yang kutemui di neraka memang sudah mati. Tidak ada manusia hidup yang bisa masuk ke sana, kecuali jika aku mengizinkannya."

Sang detektif mulai pusing sendiri. Pria seelegan Kim Taehyung nyatanya hanya seorang pengusaha tempat hiburan malam dengan otak setengah gila.

"Oke, jadi kau adalah penguasa neraka?"

"Sebutan itu keren juga, tapi aku lebih suka dipanggil pangeran. Sebenarnya aku menginginkan gelar raja yang dipegang oleh ayahku yang tamak di atas sana." Taehyung melirik ke arah langit-langit, Jungkook mengikutinya, lalu mengeryit. Setahunya, tidak ada yang tinggal di gedung ini. Atau, ayah Kim Taehyung juga sedang berada di gedung yang sama?

"Tuan Taehyung. Aku sungguh berharap kau bersikap kooperatif di sini. Kalau ceritamu ngawur, aku bisa saja menahanmu dengan alasan kau tidak memiliki alibi yang jelas atau memberikan keterangan palsu."

"Tidak. Tentu aku tidak mengarang. Kau bisa bertanya kepada Hoseok kalau tidak percaya." pemilik manik sedalam samudera memasang wajah datar. Suara rendahnya mengisyaratkan betapa seriusnya ia sekarang.

Jungkook menghela nafas, mengabaikan alis tegas sang lawan bicara yang seolah memaksanya untuk percaya dengan segala dongeng yang barusan ia dengar. "Baiklah. Kau adalah pangeran yang tinggal di neraka. Aku terima itu. Jadi aku ini apa? Incubus?"

"Kau memang semenggairahkan Incubus, hanya saja, mereka akan sangat marah kalau kau mengaku sebagai salah satu dari mereka. Kau tahu, baby? Incubus tidak sepolos dirimu." Taehyung terbahak setelahnya. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Jungkook, lalu berbisik di telinganya, setengah menggeram dengan suara rendahnya. "Aku beberapa tingkat di atas mereka, bahkan aku berada di tingkat tertinggi. Kau tahu? Aku adalah sang pangeran. Kau boleh memanggil dengan nama asliku; Lucifer."

Jeon Jungkook mati-matian menahan nafasnya. Taehyung terlalu dekat, dan itu sukses membuat jantungnya berdetak menggila. "Astaga… apa aku benar-benar harus membawamu ke kantor polisi karena kau memberikan keterangan palsu?"

"Aku serius. Aku ini pangeran dari neraka. Mau kutunjukkan sesuatu sebagai bukti?"

"Bukti apa? Membaca pikiran?" sang detektif mendengus meremehkan. Sebelah alisnya terangkat, jelas sekali ia menolak percaya dengan ucapan Kim-pembual. Yugyeom bilang, pria di hadapannya ini berbahaya, Jungkook telah mencatatnya di dalam hati dan hafal di luar kepala. Ia tidak akan pernah lupa.

"Aku tidak bisa membaca pikiran, sayang. Tapi aku bisa membuatmu mengatakan apa yang kau pikirkan."

"Detektif Jeon." Baru saja akan protes, seorang rekan Jungkook datang dengan membawa setumpuk kertas dan sebuah flash disk. "Aku sudah mendapatkan datanya, juga rekaman kamera pengawas. Semalam korban memang berkunjung kesini, dan dia berada di satu meja dengan beberapa orang pria. Kami sedang memeriksa meja itu sekarang."

Sang polisi menunjuk sebuah meja dengan dagunya. Matanya tak sengaja bersibobrok dengan iris sebiru laut dalam milik sang pemilik klub. Taehyung menyerigai saat itu juga, menatap lekat-lekat polisi berperawakan tinggi dengan name tag Park Chanyeol itu.

"Park Chanyeol?"

"Ya?" gumam si pemilik nama dengan nada tak karuhan. Ia menelan ludahnya susah payah, nafasnya mulai memburu.

"Katakan padaku, kau memiliki keinginan di lubuk hatimu yang paling dalam? Sesuatu yang selama ini kau pendam dan tak berani kau katakan?"

Pria tinggi berseragam polisi mengangguk antusias seperti seorang anak kecil yang mendapatkan kesempatan untuk meraup permen semaunya. Matanya menatap lekat Taehyung, ia kembali menelan ludahnya kasar.

"Katakan." bisik Taehyung hampir mendesis, seolah perlahan menarik jiwa siapapun yang mendengarnya. "Katakan padaku, apa yang benar-benar kau inginkan di dunia ini?"

Pria dengan surai bergelombang itu kembali menelan ludahnya, tubuhnya mulai berkeringat. "Me -menggagahi Byun Baekhyun dari bagian forensik. Membuatnya menjerit nikmat di bawahku, mendesahkan namaku berulang kali hingga suaranya putus. Da -dan…"

"Dan?" Taehyung membeo, mencoba menggali lebih dalam apa yang ada di kepala Park Chanyeol.

"Kau…" Chanyeol menggerakkan bibirnya dengan susah payah. "Kau terlihat seperti Baekhyun…"

"Pergi." Taehyung memutus kontak mata saat itu juga.

Di detik yang sama, pria bermarga Park berjalan cepat meninggalkan Taehyung yang langsung fasih mengumpat. "Bangsat. Berani-beraninya menyamakan aku dengan orang yang ingin digagahi. Kupastikan untuk menggantung kemaluannya, membiarkan tubuhnya terbakar di tengah gurun dengan burung pemakan bangkai yang siap mematuknya ketika ia masuk ke neraka nanti."

Jungkook mengeryit keheranan. "Apa yang barusan kau lakukan?"

"Membuatnya mengatakan keinginan terdalamnya. Kubilang aku akan menunjukkan padamu." pemilik surai jelaga menunjukkan seringaiannya, namun segera ia hapus begitu mengingat sesuatu. "Walau ada bagian yang membuatku ingin membunuhnya sekarang juga. Sayang sekali, mencabut nyawa bukan kewenanganku."

"Kau menggunakan trik sulap? Hipnotis?" setahu Jungkook, metode seperti itu memang bisa dilakukan oleh beberapa orang.

"Detektif Jeon, aku yakin kau tahu betul kalau hipnotis membawamu pada bagian dimana dirimu menjadi sangat tenang dan nyaman. Apa kau melihat teman mesummu tenang? Kalau kau bertanya padaku, yang terpancar dari matanya adalah ambisi dan nafsu yang berlebihan. Aku berani bertaruh, sebentar lagi si Baekhyun itu akan benar-benar diperkosa."

Jungkook hanya mendengus, malas meladeni.

"Apa perlu kucoba padamu?"

Belum sempat mengelak, kedua pundak sang detektif sudah dicengkram kuat. Seluruh atensinya terpusat pada manik menghanyutkan milik pria di hadapannya. Jungkook terdiam saat itu juga.

"Kau memiliki keinginan yang tak bisa kau katakan, benar?"

Pemilik surai tembaga masih terdiam. Sepasang obsidiannya belum beralih dari samudra kembar di mata Kim Taehyung.

"Katakan, katakan apa yang kau inginkan sekarang juga." sang pangeran menyeringai saat bibir manusia di hadapannya mulai bergerak ragu. "Untukmu, aku akan mengabulkannya."

"Aku ingin… Aku.."

"Ya? Katakan." ada binar antusias di mata Taehyung. Dari kejauhan, Hoseok bisa melihatnya dengan jelas.

"Aku ingin.." sepasang tangan Jungkook meremat lengan pria di hadapannya sebelum kembali bicara. Ia terlihat ragu. "A -aku… aku ingin ma.. ma.. "

Kim Taehyung menatapnya semakin lekat, tersenyum miring penuh percaya diri.

Jungkook memejamkan mata sesaat, lalu kembali bicara. "Aku ingin mati saja kalau kau terus-terusan mengatakan hal-hal sinting seperti itu. Jadi, berhentilah!"

Pemilik surai jelaga mengerjabkan matanya berulang kali, ia bahkan menyentuh telinganya sendiri, memastikan apa yang barusan diucapkan oleh Jeon Jungkook itu sungguhan.

"Karena urusanku sudah selesai, aku permisi." sang detektif berdiri begitu saja, mengabaikan pemilik Six yang masih memasang wajah blank-nya. "Aku tidak akan bilang-bilang kalau pemilik klub semewah Six tidak waras. Aku hanya akan memasukkan data bahwa semalam kau sempat bertemu dengan korban sebelum pergi karena ada urusan. Sudah, sampai di sana saja. Tidak ada gerbang neraka, hukum-menghukum, bertemu Irene jam satu dini hari dan lain sebagainya. Kau bisa menyimpan cerita fantasy-mu untuk pengunjung yang sedang mabuk. Selamat malam, pangeran sinting."

Tanpa menunggu reaksi sang pemilik klub, Jungkook berjalan menuju rekan-rekannya yang telah selesai mengambil sidik jari dan beberapa sample dari meja yang semalam ditempati korban. Setelahnya, mereka pergi meninggalkan Six.

Hoseok yang melihat itu dari lantai dua langsung terbahak. Ia melompat begitu saja, lalu duduk di samping sang pangeran dan mengambil gelas wine yang belum disentuh Jungkook. Ia menggoyang-goyangkan gelasnya di depan wajah atasannya. "Selamat malam, pangeran sinting."

Kalimat pria bersurai kopi yang persis menirukan detektif manis-nya membuat Taehyung mengeram kesal. Ia meremat gelas di tangannya sampai pecah, tanpa meninggalkan luka gores sedikitpun. "Kalau kau bukan pengikut setiaku, aku pasti sudah mencincang sayapmu."

"Oh, ayolah… hanya karena kau tidak memiliki sayap, jangan membuatku kehilangan sayap juga."

Taehyung menggeplak kepala Hoseok sekuat tenaga, membuat dahi pria yang tengah menyesap liquor-nya itu menghantam meja kelewat keras.

Hoseok tidak berani mengumpat setelahnya. Taehyung yang sedang marah sangat menyeramkan, dan ia tidak mau melihatnya lagi. Mereka terdiam selama beberapa saat sebelum pria ber-jas kembali bicara.

"Jeon Jungkook, ya? Menurutmu, kenapa mataku tidak bisa mempengaruhinya?"

Hoseok menggedikkan bahu, walau begitu ia mencoba menjawab. "Mungkin dia dekat dengan ayahmu."

Taehyung tertawa mendengarnya, begitu keras dan menggema bahkan hingga ke lantai tiga. "Kau bercanda, Azazel. Bahkan seorang yang bersumpah untuk mempersembahkan seluruh hidupnya untuk ayahku saja memiliki, paling tidak, setitik nafsu yang bisa kupancing keluar. Sedangkan Jungkook? Aku bahkan ragu dia tahu cara berdoa yang benar."

Setelahnya diam.

Hoseok malas menanggapi, sedangkan Taehyung memilih tenggelam dalam pikirannya mengenai detektif manis yang beberapa saat lalu mengatainya sinting. Ia menyeringai, seolah menemukan kesenangan baru.

"Jeon Jungkook. Kita lihat apakah tidur bersamaku berada di daftar keinginannya."

Hoseok memutar bola mata. Padahal ia berharap pangeran-nya akan berminat untuk kembali pulangsetelah berkunjung dan bersenang-senang selama beberapa saat di kediamannya. Nyatanya, saat mencoba menyelesaikan urusan di tempat liburan, ia malah bertemu dengan makhluk merepotkan bernama Jeon Jungkook.

"Aku mungkin akan mati setelah menanyakan ini." Hoseok menghadap ke arah Taehyung, iris sewarna batu batanya memancarkan sorot kelewat serius. "Aku masih belum percaya kau dulunya salah satu seraphim, sekaligus archangel. Kalau kau benar memiliki posisi setinggi itu, kenapa harus memberontak dan mencoba melengserkan kekuasaan ayahmu? Saudara-saudaramu memiliki kekuatan hampir sama denganmu, belum para cherubim, dan angels yang lain. Katakan padaku, saat kau memutuskan untuk memberontak, sebenarnya kau tahu kan kalau dirimu dan seluruh pasukanmu akan kalah?"

Yang ditanya tak mengeluarkan suara untuk menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan kirinya, mengusak kepala Hoseok sebelum beranjak dari kursinya.

"Lu -Taehyung!" bentak pria bersurai coklat protes. Ia tahu dirinya cari mati, tapi siapa peduli? Ia benar-benar merasa penasaran. "Kau tahu akan kalah, kenapa kau coba-coba memberontak? Beri tahu aku alasannya!"

"Jung Hoseok, nyalakan lampu depan. Kita akan membuka klub ini sekarang." yang ditanya semakin acuh. Ia melepas jas yang sempat terkena wine, membawanya ke lantai dua.

Baru saja ingin kembali buka mulut, sang pangeran sudah terlebih dahulu menatapnya tajam, membungkam Hoseok dengan kilatan matanya. "Curiosity killed the cat, you better shut your yell up and do as you told. When the time comes, you'll know."

"Brengsek." umpat Hoseok pelan saat Taehyung sudah menghilang dari anak tangga paling atas. Sedetik kemudian, sebuah jas berbahan beludru jatuh menimpa kepalanya.

"A Prince never take back his words. Apa yang kujanjikan akan benar-benar terjadi. Ingat itu baik-baik. Sekarang, bersiap-siaplah."

Lagi-lagi pemilik surai coklat hanya bisa memutar bola matanya malas. Ia bersumpah, kalau sampai si bajingan tidak menepati janjinya, ia akan berkhianat dan memenggal kepalanya, lalu menendangnya keliling neraka.

.

.

TBC

.

.

A/N:

Halo. Dulu Tiger pernah bilang akan bikin cerita dengan latar jaman dahulu kala. Sayangnya, Tiger belum bisa memutuskan apakah akan memakai GS atau tidak. Mungkin kelihatannya gampang untuk memutuskan, tapi untuk cerita yang Tiger inginkan, itu akan sangat berpengaruh di keseluruhan cerita, jadi Tiger belum bisa memutuskan karena berbagai pertimbangan.

Jadilah cerita ini yang Tiger post duluan. Nyahahahaaaa *ketawa nista*

Oh, bakal ada demonology setiap kali ada nama demon atau angel yang muncul (namanya tetep demonology, *le ngotot*). but please remember, ini definisi versi Tiger. Jadi kalau ada yang menemukan definisi berbeda, tolong jangan protes. Well, Tiger sendiri sudah menemukan beberapa yang berbeda sih ketika melakukan research, bahkan dituliskan ada perdebatan mengenai jumlah sebenarnya archangel itu ada berapa. Ada yang bilang 7, ada yang 9, ada yang 10. Jadi, Tiger memutuskan untuk membuat/ mengambil definisi sendiri, yang tentunya suitable dengan alur cerita Tiger.

Dan beberapa sengaja dikasih sedikit-sedikit saja untuk menghindari spoiler. Ahaha…

So, here they are…

Tiger's Demonology:

Lucifer: the Fallen One, the Prince of Darkness

Azazel: the demon who taught man to make weapons of war and introduced women to cosmetics.Akar dari peperangan umat manusia dan ambisi akan rupa.

Incubus (m)/ succubus (f): the demon of lust

Seraph/ seraphim: the closest to God, the Angels who constantly sing God's praise, their duty is to regulate the heavens

Cherubim: the guard of Eden's gate

Archangel: kebanyakan dikenal sebagai angels pada umumnya, they carry God's important messages to human beings

.

.

So, review please?

With love, Tiger

Note receh: Tiger mungkin adalah satu-satunya penulis yang dihantui rasa bersalah setelah jahat sama tokoh kesayangan