Chanyeol dan Kyungsoo telah menghabiskan setengah malamnya untuk mencari Woozi. Mereka telah mencari di sekitaran panti lalu semakin jauh lagi. Dan sampai saat ini mereka tidak juga menemukan dimana keberadaan anak laki-laki berusia tujuh tahun itu. Dengan minimnya petunjuk tentang Woozi, maka mereka juga kesulitan harus kemana mencari anak tersebut.

Woozi menghilang disaat ia tengah berada di luar bersama anak-anak panti yang lainnya. Dan ketika bibi Kim mengajak mereka semua masuk, Woozi tidak ditemukan. Teman-teman Woozi pun tidak melihat kemana anak itu pergi. Terakhir kali Joy berbicara kepada Woozi untuk mengajaknya bermain bersama. Namun Woozi menolak dan memilih untuk duduk sendiri.

Chanyeol mendongak ketika melihat segelas cokelat panas yang disodorkan tangan Kyungsoo. Dengan sedikit helaan frustasi, ia meraih gelas tersebut.

"Maafkan aku." Ujar Kyungsoo setelah mendudukkan dirinya disamping Chanyeol. "Kalau saja aku tidak menahanmu untuk menonton pertandingan bisbol, mungkin ini semua tidak akan terjadi." Sesal Kyungsoo. Dan ketika Chanyeol hanya bergeming tanpa suara, Kyungsoo menggigit bibirnya.

Chanyeol menyesap isi dari gelasnya kemudian meletakkan di kaki bangku yang tengah ia duduki bersama Kyungsoo.

"Kenapa meminta maaf? Kaupun tak pernah tahu, kan kejadian seperti ini akan terjadi?" jawab Chanyeol. "Aku hanya sedang merasa takut kalau Woozi memang benar-benar anakku. Aku telah menjadi seorang Ayah yang jahat dengan tidak mengetahui keberadaannya selama tujuh tahun. Dan ketika aku mempunyai kesempatan, aku tidak dapat melindunginya." Ujar Chanyeol. Memang setelah beredarnya kabar tentang Woozi, hidup Chanyeol tak bisa lagi tenang seperti biasa. Ia ingin menyangkal tapi ia juga tak bisa berhenti memikirkannya. Dan kini bebannya menjadi bertambah dengan rasa sesal.

"Ini bukan sepenuhnya salahmu untuk tidak mengetahui keberadaan Woozi. Karena Seulgi sendiri yang menyembunyikannya darimu. Ya, aku rasa seperti itu." Ucapan Kyungsoo sedikit membuat perasaan Chanyeol membaik dari sebelumnya. Sedangkan Kyungsoo memiringkan kepalanya untuk memikirkan kembali perkataan yang baru saja ia ucapkan. Bukankah kemarin-kemarin ia sempat menyalahkan Chanyeol juga? Dan kenapa kini ia berkata hal lain?

Chanyeol mengeluarkan selembar foto dari saku coatnya. Foto seorang anak laki-laki yang bibi Kim ambil beberapa hari yang lalu untuk keperluan data. "Apa dia terlihat mirip denganku?" tanya Chanyeol menunjukkan foto tersebut kepada Kyungsoo.

"Mm, kalau boleh aku katakan dengan jujur. Sepertinya Woozi sama sekali tidak mewarisi apapun darimu. Sifat dan wajah kalian sama sekali tidak mirip. Woozi seorang anak yang baik, lucu dan menggemaskan. Dia sangat tampan, sedangkan kauㅡ"

"Hey! Aku juga tampan! Tidakkah kau bisa melihat?" protes Chanyeol.

"Ya ya ya, tampan tapi menyebalkan. Sedangkan Woozi itu tampan tapi menggemaskan. Kalian sangat berbeda, kau tahu?"

"Tidakkah kau ingin menghiburku kali ini saja dengan menghilangkan embel-embel menyebalkan untukku?"

Kyungsoo tertawa melihat ekspresi kesal Chanyeol yang kini mempoutkan bibirnya. Menggelikan memang. Tapi saat ini pria itu terlihat seperti anak kecil yang tengah merajuk.

Kyungsoo mengeratkan genggaman telapak tangannya yang menempel pada sisi cangkir untuk menyalurkan rasa hangat dari cairan panas yang ada di dalamnya. Suhu udara malam ini bisa dibilang cukup dingin dan mereka duduk di rooftop bangunan flat Kyungsoo.

"Tapi Chanyeol, bagaimana bisa kau sama sekali tak mengetahui Seulgi tengah mengandung saat itu?" tanya Kyungsoo penasaran.

"Aku dan dia berpisah tujuh atau enam tahun yang lalu. Tapi setelah perpisahan itu, ia tak pernah menghubungiku lagi sampai terakhir kemarin melalui surat itu. Dan aku sangat terkejut, bagaimana bisa ia menyembunyikan semua ini padahal ia bisa saja memberitahuku lebih awal," kenang Chanyeol. Pria itu menghembuskan nafasnya penuh sesal lalu menengadah menatap langit yang terlihat hitam pekat. "meskipun aku sering berganti pasangan kencan, tapi aku bukan seorang pria yang akan lepas tanggung jawab ketika telah membuat seorang wanita mengandung anakku sendiri."

Kyungsoo melihat banyak sekali penyesalan di wajah Chanyeol. Wajah tampan yang biasanya terlihat angkuh kini terlihat lebih rapuh. Chanyeol pasti memiliki banyak sekali beban dalam hidupnya, namun ia telah tumbuh menjadi seorang aktor hebat yang sukses menyembunyikan sisi ter-rapuh dalam dirinya.

"Dia pasti memliki alasan untuk itu." Sahut Kyungsoo.

"Benar, pasti ada alasan dibalik semua ini."

Tentu saja setiap kejadian pasti memiliki sebuah alasan. Chanyeol harus segera tau apa alasan Seulgi menyembunyikan Woozi darinya kalau memang Woozi adalah putranya. Dan jika Woozi ternyata memang bukan bagian dari dirinya, ia harus tau alasan Seulgi menyeretnya kedalam situasi seperti ini.

Chanyeol berdiri lalu merapikan pakaiannya. "Masuklah! Kita akan mencari Woozi besok pagi. Aku akan menjemputmu."

"Hmm," Kyungsoo bergumam. "Chanyeol, kau baik-baik saja, kan?" tanya Kyungsoo.

"Kau mengkhawatirkanku?" Chanyeol tersenyum saat mengucapkan pertanyaan menggoda tersebut. Dan itu sukses membuat Kyungsoo segera mencebikkan bibirnya kesal.

"Aish! Lupakan! Pergilah!" sahutnya.

Lihat! Padahal Kyungsoo yang menyuruh Chanyeol untuk pergi, tapi gadis itu yang mendahului berjalan menuju tangga dengan langkah lebar. Membuat Chanyeol merasa lucu dan gemas secara bersamaan.

•••

Ketika Chanyeol di perjalanan pulang menuju rumahnya, Jongdae menghubunginya dengan suara yang dapat menulikan seperti biasa. Bagaimana tidak kalau seharian ini Chanyeol tak menghidupkan ponselnya sama sekali dan tak memberikan kabar apapun. Chanyeol sudah tahu ini pasti akan terjadi. Ia diminta untuk segera ke kantor agensi selarut ini. Bisa dipastikan ini semua karena kekacauan yang telah ia buat hari ini.

BRAK!

"Bagus sekali Park Chanyeol! Kau menghilang dan tak memberiku kabar sementara kau tahu saat ini kau sedang menjadi incaran para pemburu berita. Dan lihat! Kau tertangkap sedang bersama seorang wanita! Ini diambil pada hari ini bukan? Kau menggunakan pakaian yang sama dengan yang ada pada artikel tersebut." Jongdae mengusap wajahnya frustasi dengan kelakuan artisnya. "Apa yang ada di dalam fikiranmu sebenarnya , Chanyeol?"

Chanyeol mengambil tablet yang Jongdae lemparkan sebelumnya diatas meja. Ia membuka artikel yang menyebutkan dirinya sebagai judul berita. Disana langsung menunjukkan sebuah foto. Dan ya, itu memang dirinya bersama Kyungsoo di stadion bisbol.

Chanyeol meletakkan kembali tabletnya pada meja.

"Apa aku belum memberitahumu tentang ini, Hyung?"

"Beritahu? Beritahu apa maksudmu?" Jongdae mengerutkan kening. "Chanyeol, jangan main main! Skandalmu belum selesai dan sekarang kau ingin memulai skandal yang baru? Kalau tahu menjadi manager artis akan memusingkan seperti ini, lebih baik aku membuka kedai makan saja."

"Hyung! Hyung! Hyung! Tidak bisakah tenang dulu sebentar? Kau bahkan belum mendengarkan apapun dariku." Protes Chanyeol.

"Aku bersungguh-sungguh akan menendangmu kalau kau berbuat hal bodoh!"

Chanyeolpun menceritakan semuanya kepada Jongdae. Dari mulai bagaimana pertemuannya dengan Kyungsoo. Lalu gadis itu juga yang memberikannya petunjuk untuk bertemu dengan anak Seulgi meskipun saat ini anak itu tengah menghilang entah berada dimana. Dan reaksi Jongdae cukup terkejut saat mendengar semuanya.

"Aww! Yak! Hyung!" Chanyeol meringis saat Jongdae memukul kepala belakangnya.

"Kenapa kau tak memberitahuku lebih awal dan lebih memilih menyelidikinya sendiri, bodoh? Kalau tahu seperti itu, aku bisa menyuruh orang lain sehingga tak akan timbul kekacauan baru seperti sekarang." Lagi-lagi Jongdae merasa kesal pada Chanyeol yang selalu bertindak gegabah. Padahal ini urusan yang sangat besar. Harusnya mereka merencanakan langkah yang terbaik untuk menyelesaikan semuanya. "Dan bagaimana bisa kau mempercayai wanita itu begitu saja?"

"Entahlah, aku hanya berfikir kalau Kyungsoo berkata jujur. Lagi pula, aku sudah bertanya semua hal mengenai anak tersebut kepada ibu pantinya sendiri."

"Tetap saja, kau tidak boleh melakukannya sendiri."

"Aku akan menyelesaikannya sendiri, Hyung."

Jongdae memijit pelipisnya. "Pulanglah! Aku akan memikirkan cara untuk menyelesaikan semua ini."

Chanyeol tak banyak protes. Ia berdiri dari kursinya untuk meninggalkan Jongdae yang masih mengerutkan keningnya dengan serius. Chanyeol berhenti saat Jongdae memanggilnya.

"Jangan pulang ke rumah! Disana banyak wartawan."

"Aku tahu. Aku pergi, Hyung!"

Chanyeol meninggalkan kantor agensi dan memacu mobilnya menuju sebuah rumah yang berada di daerah Jungnang-gu. Disana adalah tempat satu-satunya yang bisa Chanyeol singgahi. Itu adalah rumah tempat dimana ia tinggal semasa kecil sebelum masuk ke dunia entertain.

Setibanya ia disana, ia disambut dengan pelukan hangat dari wanita yang telah menjadi ibunya sejak ia ditinggal kedua orangtuanya meninggal. Ia tak pernah kekurangan kasih sayang selama tinggal disini. Bibi Oh selalu memperlakukannya sama dengan Sehun, anaknya. Tak heran sampai sekarang hubungan Chanyeol dan Sehun sudah lebih dari sekedar adik sepupu. Mereka adalah kakak beradik yang tumbuh bersama-sama.

"Bibi, Sehun dimana?" tanya Chanyeol setelah ia selesai mandi di kamar Sehun dan tak menemukan sosok pria jangkung tersebut.

"Tadi dia menelepon, dia pulang ke apartemen." Jawab bibi Oh sambil menata meja menyiapkan makanan untuk anaknya yang sudah lama tak pulang. "Duduklah! Bibi memasakan makanan kesukaanmu."

Chanyeol tersenyum saat melihat semua hidangan kesukaannya yang telah tersaji di meja. Ia duduk di samping bibinya yang masih terlihat sibuk dengan masakannya yang bisa dibilang banyak. Padahal ini sudah lewat tengah malam, tapi bibi Oh tak sungkan untuk membuatkan semua makanan ini.

"Makan yang banyak, anakku!" Bibi Oh mengelus rambut Chanyeol dengan sayang. Hati Chanyeol menghangat dengan sebutan 'anakku' yang diucapkan oleh bibi Oh. Ia tak merasa sendirian lagi. Ia masih punya keluarga. Harusnya ia sering-sering untuk pulang kemari saat jadwalnya sedang kosong."Bagaimana dengan masalahmu? Apa sudah menemukan petunjuk?"

"Hmm, sebenarnya kasus ini hampir menemukan titik terang. Namun, masalah kembali terjadi. Anak itu menghilang setelah aku hampir bertemu dengannya."

"Ah, sungguh sangat disayangkan." Bibi Oh menghela nafasnya prihatin. Wanita paruh baya itu mengelus pipi Chanyeol dengan mata berkaca-kaca. "Chanyeol, ini pasti sangat berat bukan? Tapi bibi minta padamu untuk tetap bersabar dengan segala cobaan yang tengah menimpamu. ingat, bibi akan terus berada disisimu dan mendukungmu apapun yang terjadi."

Chanyeol tersenyum lalu mengusap air mata yang hampir terjatuh dari sudut mata bibinya. "Aku tahu. Terimakasih bibi untuk selalu bersamaku."

Sesungguhnya Chanyeol ingin sekali meluapkan segalanya kepada bibi Oh. Ia ingin menceritakan segala ketakutan yang ia punya. Namun, Chanyeol takut kalau hal itu akan membebani bibi Oh. Dengan mengetahui masalahnya seperti ini saja, wanita itu tak henti-hentinya mencemaskan Chanyeol.

"Oh ya bibi, sejak kapan Sehun tinggal di apartemen?" tanya Chanyeol disela suapannya. "Dia tidak pernah bercerita kepadaku."

"Baru-baru ini. Dia terlihat kurang baik akhir-akhir ini." Ujar bibi Oh dengan tatapan khawatir. "Apa dia tidak bercerita apapun kepadamu, Chanyeol?"

Chanyeol menaruh sumpitnya lalu mengelus punggung tangan bibi Oh. "Jangan khawatir, dia pasti baik-baik saja. Mungkin dia hanya sedang butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Hal itu diperlukan untuk atlet seperti Sehun untuk tetap menjaga konsentrasinya."

"Begitukah?"

"Hm, tentu saja." Angguk Chanyeol dengan yakin. Lebih tepatnya hanya untuk membuat bibi Oh yakin. Karena sebenarnya, Chanyeol juga bertanya-tanya ada apa dengan Sehun.

•••

Alarm dari ponsel Kyungsoo telah berbunyi, menandakan kalau jam telah menunjukkan pukul tujuh pagi. Tidak seperti biasanya, kali ini mata Kyungsoo sangat teramat berat untuk terbuka. Ia masih betah tinggal diatas kasurnya. Namun ia ingat kalau pagi ini ia harus kembali pergi mencari Woozi. Kyungsoopun beranjak dari tidurnya dan berjalan menuju pintu untuk mengambil sebotol susu yang pasti sudah terletak di depan pintu.

Ia langsung membungkuk untuk mengambil botolnya kemudian seperti orang kehausan, ia meneguk habis cairan putih tersebut pada saat itu juga.

"Bersihkan dulu air liur pada pipimu, baru minum susu!"

Kyungsoo tersedak saat mendengar suara berat yang berasal dari seorang pria. Matanya yang semula masih mengantuk kini terbuka sepenuhnya karena terkejut. Ia menemukan Chanyeol tengah berdiri didepan pintu flatnya sambil bersandar kepada tembok. Tangannya terlipat didepan dada dan seringaian jahil tersungging dari bibirnya. Menyebalkan!

Kyungsoo yang menyadari kalau kondisinya saat ini begitu kacau dan memalukan, mencoba tetap terlihat percaya diri meskipun sebenarnya ia tengah menahan sebisa mungkin agar wajahnya tak memerah karena merasa malu.

"Yak! Kenapa kau datang pagi sekali dan tidak memberitahuku? Aku kan bisa bangun lebih pagi."

"Kenapa? Apa kau menyesal menemuiku dengan tampilan seperti ini?"

"Ck! Yang benar saja. Tentu saja tidak! Kenapa aku harus menyesal?"

"Benar, kau tidak perlu menyesal." Ujar Chanyeol seraya berjalan mendekat pada Kyungsoo. "Kau terlihat lebih cantik saat bangun tidur."

Kyungsoo hampir saja menjatuhkan botol yang ia genggam ketika Chanyeol tiba-tiba mengarahkan ibu jarinya pada sudut bibir Kyungsoo dan membersihkannya dari sisa susu tadi. Sial! Kenapa jantung Kyungsoo menjadi berdegup dua kali lebih cepat seperti ini?

"Wajahmu memerah." Bisik Chanyeol.

Seperti dibuat sadar dari segala mantra, Kyungsoo menginjak kaki Chanyeol dengan tiba-tiba, membuat pria itu mengerang dan segera menjauh dari Kyungsoo yang sedang merasa kesal.

"Dasar menyebalkan!" umpat Kyungsoo.

"OH MY GOD!"

Sebuah lengkingan keras membuat dua orang tersebut menengok secara bersamaan. Sial! Kyungsoo lupa mengabari Baekhyun untuk tidak datang hari Sabtu ini. Padahal Kyungsoo tahu gadis itu selalu datang sejak pagi.

Baekhyun yang datang dengan membawa kantong plastik berisi cemilan langsung menjatuhkannya begitu saja. Kemudian berjalan ke arah Kyungsoo dan Chanyeol dengan tatapan tak percaya. Mengapa ada seorang Park Chanyeol ditempat seperti ini?

"I..ini benar-benar Park Chanyeol, kan? Katakan aku tidak sedang bermimpi!" ujar Baekhyun masih dengan keterkejutannya. "Kyung, katakan aku tidak bermimpi!"

"Baek, berhenti bertingkah seperti itu. Kau memalukan!" balas Kyungsoo tak memperdulikan pertanyaan aneh Baekhyun.

"Halo, aku Park Chanyeol!" sapa Chanyeol memberi salam.

"DAEBAK! Kau benar-benar Park Chanyeol!" Baekhyun berteriak kegirangan lalu membalas sapaan Chanyeol dengan membungkuk berkali-kali. "Itu.. apa aku boleh berjabat tangan dan mengambil sebuah selca? Oh Tuhan! Aku tidak percaya aku akan bertemu denganmu disini!"

Chanyeol tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja."

Sementara mereka berdua tengah asik berfanmeet ria, Kyungsoo kembali masuk kedalam flatnya untuk bersiap-siap. Sebelum bena-benar menutup pintu, Chanyeol mengatakan kalau ia akan menunggunya dimobil.

"Kyungsoo! Kau harus menjelaskan semuanya padaku! Bagaimana bisa Chanyeol ada di flatmu sepagi ini? Dan.. dan babagaimana bisa kalian saling mengenal? Oh Tuhan! Kyungsoo, teganya kau menikungku seperti ini?"

Itulah kalimat serbuan yang Baekhyun lontarkan saat Kyungsoo baru saja keluar dari kamar mandi. Baekhyun merengek seperti seorang anak yang berusia tujuh tahun, tak bisa berhenti. Kalau saja Kyungsoo tak segera membekapnya, mungkin gadis itu akan mengomel hingga sore hari.

"Baek, aku akan menjelaskan padamu nanti. Sekarang aku mempunyai urusan penting dengan idolamu itu. Maka dari itu dia datang kemari." Jelas Kyungsoo sambil mencari-cari baju yang akan ia kenakan dari dalam lemari.

"Sekarang Kyung!"

"Nanti atau tidak sama sekali?"

"Aish! Baiklah baiklah." Baekhyun mengalah dengan mempoutkan bibirnya sebagai tanda kecewa. Padahal ia sudah sangat ingin mengetahui alasan Chanyeol ada disini. Tapi death glare Kyungsoo itu sangat menakutkan. Ia akan selalu kalah jika sudah melihat Kyungsoo seperti itu.

"Aku belum tahu akan pulang jam berapa. Kau pulang saja, aku akan pulang ke apartemenmu nanti."

"Tidak perlu, aku akan menunggu disini."

"Baiklah. Aku pergi dulu."

"Hm, hati-hati."

Baekhyun menurunkan lambaian tangannya ketika pintu tertutup. Ia berencana untuk tidur sepanjang hari agar Kyungsoo cepat kembali dan ia segera mengetahui cerita lengkap dari Kyungsoo. Melihat Chanyeol secara langsung hanya ada dalam mimpinya. Dan pagi ini semuanya masih terasa seperti mimpi.

•••

Anak kecil itu belum menyentuh mangkuk berisi sereal yang sejak setengah jam yang lalu berada di atas meja dihadapannya. Pria dewasa yang duduk disampingnya mencoba untuk membujuk anak laki-laki yang memiliki rambut hitam tersebut. Namun anak itu tak kunjung membuka mulutnya, bahkan ia tak berbicara sejak semalam.

"Woozi, mau makan apa, hm?"

Woozi menggeleng.

"Woozi mau bertemu mommy." Jawabnya dengan mata berkaca-kaca. "Uncle yang mengajak Woozi kemarin mengatakan kalau Woozi akan bertemu mommy, tapi mommy tidak ada."

Laki-laki itu terlihat bingung bagaimana menjelaskan situasi ini kepada Woozi. Woozi masih terlalu kecil untuk menerima kenyataan bahwa ibunya sudah tiada. Ia tidak ingin berbohong, namun ia juga tak bisa jujur. Ia tidak ingin merasa kehilangan lagi.

"Woozi, mommy sedang bekerja dan belum bisa pulang."

"Tapi Woozi rindu mommy." Isakan lembut terdengar dan membuat pria dewasa itu segera memangku Woozi lalu memeluknya erat. Ia mengusap surai hitam milik Woozi dengan penuh sayang.

"Woozi tidak boleh menangis. Ingat pesan mommy? Kalau mommy pergi bekerja, Woozi tidak boleh nakal. Atau nanti mommy tidak belikan Woozi mainan lagi. Woozi sayang mommy, kan?" pertanyaan pria itu disambut anggukan kecil dari pria kecil yang ada didalam dekapannya. Ia meraih pipi bulat yang kini terlihat lebih kecil. "Kalau begitu, jangan menangis lagi. Kita tunggu mommy bersama-sama, oke?"

"Eum."

"Anak pintar! Anak siapa?"

"Anak mommy!"

"Jadi bukan anak daddy, hm?"

"Anak daddy! Daddy Hun!"

.

.

.

TBC


.

.

Daddy Hun? Daddy Hun nugu? Hahaha

Halo readernim! Lama tak bersua hehehe

Pertama, seperti biasa saya mau minta maaf untuk keterlambatan saya update cerita ini. Bukan maksud saya untuk menggantungkan pembaca. Tapi, saya cuma penulis amatir yang tidak jarang kehilangan feel dan mood. Mohon dimengerti.

Untuk yang telah sabar menunggu, saya ucapkan terimakasih. Berkat kalian saya merasa bertanggung jawab untuk melanjutkan cerita ini meskipun jiwa shipper saya sudah tak seperti dulu. Dan hal itulah yang membuat saya kesulitan. Tapi saya akan terus berusaha menyelesaikan cerita ini jika kalian masih berminat untuk membaca. Dan saya katakan, saya tidak bisa menjanjikan untuk update secepat mungkin. Mohon kesabarannya.

Untuk yang memfollow, favorite dan review, terimakasih sudah mengapresiasi cerita absurd saya ini. Kalian penyemangat saya yang sesungguhnya. *lovesign*