Membuka matanya. Yang ia lihat pertama kali dengan matanya dan yang ia rasakan dengan kulitnya berturut-turut adalah pemandangan dari langit-langit keropos yang hampir ambrol semuanya serta hawa lembab khas bangunan yang terabaikan.
"Uuuu..."
Melenguh dengan mulutnya.
Dirinya yang tiduran mencoba bangkit sambil memegangi kepala, hanya untuk merasakan gelombang rasa pening yang seketika itu juga menyerang kepalanya dari berbagai arah. Membuatnya pusing, teramat sangat pusing hingga membuatnya tidak sadar jika sekarang dirinya sedang berada ditengah-tengah sebuah lingkaran sihir yang sedang menyala-nyala dalam gelapnya ruangan.
Dan wanita itu mungkin tidak akan pernah sadar mengenai keadaannya sekarang andai saja laki-laki yang bersandar dipinggiran jendela dibelakangnya—Rendy Irawan—tidak bertanya dengan nada dingin,
"Kau sudah baikan?"
Menutup buku bacaannya, Rendy kini memalingkan pandangannya ke arah wanita di dalam lingkaran sihir di depannya, yang mana kini juga sedang memandangi balik Rendy lewat celah-celah rambut hitam panjang miliknya yang hampir menutupi seluruh bagian depan wajahnya.
Sungguh, dengan penerangan yang hanya berandalkan sinar rembulan serta cahaya remang-remang yang dikeluarkan lingkaran sihir berwarna merah itu, sosok wanita tersebut benar-benar mirip dengan figur-figur menyeramkan yang sering kali muncul di film-film horror Asia.
Memiliki kuku tangan nan runcing, kulit putih pucat selayaknya mayat, serta rambut hitam panjang yang hampir menutupi seluruh tubuhnya mulai dari kepala hingga mata kaki, perawakan wanita ini cukup hanya dijelaskan dengan menggunakan satu kata saja; mengerikan.
Berkaca pada semua hal tersebut, maka akan sangat tidak normal jadinya apabila melihat ada satu orang manusia yang tidak menjerit-jerit ketakutan saat melihat sosok wanita ini dimalam hari seperti saat ini.
"Hei! Aku bertanya!"
Tapi berbeda dengan semua orang lainnya, Rendy Irawan tampak sama sekali tidak gentar melihat sosok mengerikan yang ada di hadapannya sekarang—ia malah dengan berani membentaknya—seolah-olah sosok yang seperti Sadako Yamamura itu bukanlah apa-apa. Fakta bahwa Rendy sendirilah yang membawa wanita itu kemari mungkin menjadi penyebab utamanya.
Dan mungkin karena kaget, wanita berambut hitam panjang itu pun sempat bergidik sekali sebelum akhirnya menjawab pertanyaan yang dilontarkan Rendy kepadanya dengan sebuah anggukan yang persis sama seperti gerakan sebuah robot. Terbata-bata lagi kaku.
"Apa kau tidak bisa bicara? Apakah mulutmu terluka?"
Kali ini dengan cepat wanita itu menggeleng. Ia berusaha sebisa mungkin tidak membuat laki-laki tersebut khawatir, atau—mungkin lebih tepatnya lagi—ia sedang berusaha agar tidak kena damprat untuk kedua kalinya.
"Kalau begitu kenapa kau tidak menggunakan mulutmu?"
Kembali, pilihan salah yang sepertinya ia buat. Karena setelah melihat jawaban dari wanita tersebut, Rendy Irawan kembali bertanya dengan nada dingin sambil menyentuh bibirnya sendiri berulang-ulang. Bermaksud menyindir.
"...Ma...maaf...maafkan saya..."
Kata wanita itu, akhirnya berbicara dengan mulutnya. Sedikit tercengang. Rendy tampak cukup terkejut ketika mendengar suara milik si wanita yang ternyata cukup merdu, lagi cukup anggun.
Bagaikan deru air sungai yang menenangkan atau seperti desiran angin laut yang menghanyutkan. Kira-kira jika dikomparasikan, maka suaranya kurang lebih sama dengan dua hal diatas.
Indah, hanya indah.
"Ah, tak apa. Maafkan aku juga."
Tampak cukup menyesal karena sudah membentak makhluk lemah itu, apalagi setelah tahu ia memiliki suara yang cantik, Rendy meminta maaf. Yang dimintai maaf pun hanya bisa memiringkan kepala, bingung tentu saja.
"Baiklah, cukup basa-basinya, kita kembali ke pokok permasalahan."
Rendy berkata, kakinya ia lipat dan dengan cukup cepat ia membuka halaman buku yang tadi sempat ia tandai dengan menggunakan satu tangan.
"Sekarang beri tahu aku, apa benar kau ini Servantku? Servant yang berasal dari kelas Berserker?"
Sempat kebingungan, wanita tersebut akhirnya menjawab dengan sebuah anggukan mantap setelah berhasil mencerna pertanyaan Rendy untuk beberapa saat.
Mengambil pena di saku kemejanya, Rendy lalu menuliskan sesuatu di tempat-tempat kosong yang ada di buku tersebut dengan huruf yang sangat kecil. Yang saking kecilnya, mungkin hanya Rendy seoranglah yang mampu membacanya.
Kemudian, sembari memain-mainkan pena biru itu dengan tangan kanannya, Rendy meneruskan pertanyaannya.
"Lalu selanjutnya, Siapa namamu?"
"..."
Diam.
Wanita yang muncul dari dalam tubuh Berserker setelah pertarungan dengan Archer dan kompatriotnya, Lancer, beberapa waktu yang lalu itu hanya bisa diam dan memelototi Rendy Irawan dari balik tirai hitam yang menutupi seluruh wajahnya.
Dan setelah mengetahui semua hal tersebut, maka akan sulit untuk menerima kenyataan bahwa wanita lemah ini bukanlah wujud asli dari Berserker gila yang menghancurkan pinggiran kota Singaraja Beberapa hari yang lalu. Tapi, setelah mendengar pengakuannya sendiri bahwa memang benar dialah Berserker tersebut, menerima kenyataan malah menjadi lebih sulit lagi.
Tampak tidak terganggu dengan semua itu, Rendy Irawan terus melanjutkan interogasinya.
Sebagai seorang Master, mengenal Servantnya lebih jauh jelas akan membawa keuntungan yang lebih banyak dalam perang Cawan Suci. Apalagi jika Servant tersebut berasal dari kelas makhluk-makhluk buas yang jarang bisa diajak bicara; Berserker. Makanya, setelah mengetahui bahwa Servantnya masih bisa berkomunikasi dengan cukup baik, Rendy pun tidak menyia-nyiakan kesempatan dan terus menggali informasi lebih lanjut lagi.
"Apakah kau ingin aku menggunakan satu [Command Spell] milikku untuk mengungkap siapa identitasmu sebenarnya?"
Dengan nada mengancam, Rendy menggulung lengan bajunya kebawah dan menunjukkan mantera perintah yang ada di punggung tangan kanannya pada Servant yang duduk di depannya itu.
"Tapi asal kau tahu saja ya, dikarenakan [Command Spell] milikku hanya tersisa dua, aku tidak akan menggunakan sisa mantera perintah milikku ini untuk hal sia-sia seperti 'mengungkap identitasmu'. Dan andai kata aku terpaksa, maka perintah yang akan aku kumandangkan bukan, 'Berserker, beri tahu aku namamu' tapi, 'Berserker, aku memerintahkanmu untuk merasakan kesakitan yang amat sangat setiap kali kau menolak permintaanku'. Dan jika kau tidak per—"
"Kebo Iwa."
"Mohon maaf?"
Tampak cukup tidak nyaman dengan perkataan Masternya, Berserker dengan cepat memotong perkataan Rendy dan mengungkap namanya sebelum sang Master benar-benar melakukan hal-hal mengerikan seperti yang ia katakan tadi.
"Kebo Iwa. Nama saya ialah Kebo Iwa."
Berserker mengulangi kata-katanya kembali, kali ini dengan tambahan beberapa penjelasan agar sang Master tidak kebingungan lagi.
"Oh, Kebo Iwa ya."
Buru-buru mengeluarkan telepon genggam yang dapat dibilang canggih untuk ukuran jaman sekarang dari saku celananya, Rendy lalu mengetikkan nama Kebo Iwa pada tab pencarian di sembarang situs pencarian internet yang ia buka. Dan setelah beberapa detik, ribuan hasil pencarian pun keluar dengan tulisan 'Kebo Iwa si raksasa' berada di urutan teratas sendiri.
Kebo Iwa si raksasa, atau biasa juga dikenal dengan [Legenda gunung Batur], ialah salah satu legenda yang paling terkenal di pulau Bali.
Menceritakan tentang seorang raksasa yang kebengisan serta kekuatannya tidak ada yang bisa menandingi. Suka menghancurkan rumah warga, mengambil kembang-kembang desa yang mau dinikahkan serta merampok semua hasil panen warga adalah beberapa contoh tindakan kurang terpujinya.
Dan tindakan jahanam yang dilakukan Kebo Iwa akan selamanya terjadi andai kata seluruh warga desa tidak melakukan tindakan perlawanan.
Keesokan harinya—setelah rencana perlawanan telah tersusun sempurna, Kebo Iwa dipanggil ke balai desa. Dan oleh kepala desa, Kebo Iwa dijanjikan sebuah rumah megah dengan istri-istri yang ia bisa pilih sendiri. Tapi syaratnya, Kebo Iwa harus menggali sebuah sumur di dataran tinggi di bagian sebelah barat desa terlebih dahulu.
Bisa ditebak, tanpa pikir panjang, Kebo Iwa pun menyetujuinya dengan sangat sumringah.
Hari demi hari ia menggali tanah didataran tersebut dengan menggunakan tangan kosong. Tanah tinggi yang dulunya datar itu pun semakin lama semakin cekung hingga akhirnya membuat lubang yang berukuran besar. Tapi, meskipun telah berminggu-minggu menggali, para warga desa terus saja mengatakan bahwa sumur itu kurang dalam.
Mungkin karena terus terbayang-bayang janji kepala desa, Kebo Iwa pun hanya menurut saja dan terus menggali tanpa pernah bertanya lagi. Bahkan ia pun tidak mengetahui jika setiap hari, para warga terus menumpuk batu kapur di dekat lubang galian Kebo Iwa.
Tidak, ia sebenarnya tahu akan hal itu, yang tidak ia ketahui ialah apa sebenarnya kegunaan dari batu kapur itu?
Tapi pada akhirnya, ia pun tahu apa kegunaan dari batu kapur itu. Kegunaan semua batu kapur tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah untuk satu tujuan yang cukup sederhana, Membunuh Kebo Iwa.
Kemudian pada suatu siang, saat Kebo Iwa sedang beristirahat didalam lubang yang ia gali sendiri, para warga berduyun-duyun naik ke atas dataran tinggi tersebut. Dan dengan komando dari kepala desa, mereka mengubur Kebo Iwa hidup-hidup dengan batu-batu kapur yang sudah mereka sediakan jauh-jauh hari.
Satu persatu, batu kapur itu terus berjatuhan dikepalanya. Tapi Kebo Iwa tidak menyadarinya sama sekali. Dan ketika raksasa itu sudah menyadarinya, semuanya sudah terlambat. Sangat-sangat terlambat. Ribuan bahkan ratusan ribu batu kapur telah mengunci pergerakan raksasa tersebut—kata lainnya, menghancurkan tubuh bagian tengah dan bawahnya.
Hanya disisakan satu bagian tubuh saja untuk digerakkan, kepalanya. Raksasa itu pun hanya bisa mengumpat dan mengutuk seluruh warga desa sebelum akhirnya, sebuah batu besar menimpa kepalanya. Membunuhnya seketika itu juga.
Dan itulah bagaimana kisah Kebo Iwa berakhir.
Berkaca pada legenda tersebut. Maka tak ayal jika Kebo Iwa didepannya ini menjadi seorang Berserker, kekejaman serta kekuatan yang ia tunjukan di Singaraja jelas menjadi bukti paling nyata. Malahan, akan sangat lucu jadinya jika sampai Servantnya tersebut mengatakan jika ia bukan berasal dari kelas Berserker.
Tapi, meskipun begitu, ada satu masalah lagi yang harus dipecahkan Rendy.
Berada diurutan kedua, dalam daftar pencarian, sebuah situs bertuliskan 'Sejarah Patih Kebo Iwa' tampak begitu mencolok diantara puluhan situs-situs lainnya.
Praduga pertama Rendy, situs pertama dan kedua sebenarnya adalah sebuah cerita yang sama—sebuah cerita yang hanya diganti judulnya saja, tindakan biasa untuk menarik pembaca. Tapi, setelah selesai membaca tulisan di situs pertama dan situs kedua, Rendy akhirnya sadar bahwa dua cerita tersebut sangatlah berbeda.
"Ah, Berserker..."
Tampak cukup kebingungan, Rendy pun bertanya langsung kepada narasumbernya.
"Disini dikatakan jika ada dua legenda berbeda yang masing-masing menceritakan seseorang bernama Kebo Iwa, dan masing-masing dari legenda tersebut juga berasal dari Bali. Lalu, hanya untuk klarifikasi, legenda mana yang menjadi rujukan identitas aslimu?"
Bertanya demikian, Rendy menunjukkan layar telepon genggamnya kearah Berserker. Pemanggilannya yang tanpa menggunakan katalistor jelas mengkaburkan sejarah serta legenda yang ia miliki.
Melihat kearah telepon genggam yang ditunjukkan oleh Masternya sebentar, Berserker lalu memalingkan wajahnya kekanan. Tampak sedang berpikir sembari menggaruk-garuk dagu tirusnya dengan menggunakan telunjuk tangan kirinya.
Sesekali, wanita itu bergumam. Dan setelah gumaman-gumaman itu mulai membentuk beberapa kata-kata, Berserker pun menjawab pertanyaan dari Masternya tadi dengan sedikit determinasi.
"Mungkin bagi anda, hal yang akan saya katakan ini terdengar cukup mustahil. Tapi percaya tidak percaya, kedua Kebo Iwa tersebut adalah saya sendiri."
"Oh..."
Dan hanya itu komentar yang dikeluarkan Rendy ketika mendengar jawaban Servantnya itu. Hingga,
"Eh, Tunggu! Apa maksud dari jawabanmu barusan?"
Dengan sedikit merasa dibodohi, Rendy bertanya.
"Maafkan kelancangan saya, tapi sudihkah anda membaca sejarah mengenai 'Patih Kebo Iwa' terlebih dahulu?"
Pinta Berserker.
Sekali lagi, Rendy kembali menunjukkan layar telepon genggamnya. Tapi berbeda dengan sebelumnya yang hanya menunjukkan daftar pencarian saja, layar telepon genggamnya kini menunjukkan isi dari salah satu situs yang membahas perihal Patih Kebo Iwa.
"Sudah, aku sudah membacanya."
"Berkenankah tuan untuk bercerita kepada saya mengenai apa saja yang ditulis dalam sejarah tersebut? Karena jujur, saya juga sedikit penasaran. Ah! Ta...tapi jika anda merasa kurang berkenan, anda boleh mengabaikan permintaan saya."
"Tidak apa-apa. Aku akan membacakannya untukmu."
Berkata demikian, Rendy menarik kembali telepon genggamnya dan mulai menekan tombol arah atasnya lumayan lama sebelum akhirnya ia mulai bercerita. Melihatnya, Berserker yang tadi tampak malu-malu sekarang terlihat sedikit tersenyum sembari menyandarkan dagunya diantara kedua kakinya yang ia rapatkan satu sama lain.
"Disini dikatakan jika Kebo Iwa adalah salah seorang Patih dari kerajaan Aga—kerajaan Bali, yang baik nama maupun juga kekuatannya sudah tersohor kemana-mana—"
Rendy berhenti sejenak. Ditengoknya keadaan Berserker, perempuan itu tampak tidak menunjukkan gelagat tidak suka ataupun jengkel. Pertanda bahwa cerita yang dibaca Rendy masihlah berada dijalur yang tepat.
Dan bermodalkan fakta tersebut, Rendy pun kembali meneruskan ceritanya.
"—Dikatakan juga, bahwa karena saking hebatnya Patih Kebo Iwa ini, kerajaan yang paling berkuasa jaman itu—Kerajaan Madjapahit, sampai gentar setengah mati setiap kali mendengar bahwa pasukannya akan berperang dengan pasukan yang dipimpin oleh Patih Kebo Iwa—"
Sedikit mencuri-curi pandang. Rendy menyadari jika saat dirinya bercerita, Berserker didepan sana sedang tersenyum dengan riangnya. Mungkin didalam hatinya, Berserker berpikir jika sekarang dia sedang dipuji oleh Masternya.
"—Dan karena hal itu pula, kerajaan Madjapahit pun mencari cara untuk menyingkirkan Patih Kebo Iwa. Dan maksud kata 'mencari cara' disini jelas mengarah kepada rencana pembunuhan Patih Kebo Iwa—"
Tatkala Rendy melanjutkan ceritanya ke bab selanjutnya. Senyuman riang yang menempel di bibir Berserker seketika itu juga hilang, berganti menjadi seringaian bengis yang seolah-olah sedang memamerkan gigi-gigi taringnya yang cukup runcing.
"—Ditawarkanlah sebuah ajakan kerjasama antara kerajaan Aga dengan kerajaan Madjapahit, dan raja kerajaan Aga pun menyetujuinya. Kemudian guna merayakan terbentuknya aliansi tersebut, maka dijodohkanlah sepasang muda-mudi yang masing-masing berasal dari dua kerajaan tersebut untuk melambangkan kelanggengan hubungan dua kerajaan tersebut. Dan seperti yang dapat diduga, kerajaan Aga mengutus Kebo Iwa—"
Sejenak, Rendy menarik nafas lalu kemudian melanjutkan.
"—Tapi, sesampainya ia di kerajaan Madjapahit, Patih Kebo Iwa pun langsung dikhianati dan dipaksa bertarung dengan prajurit terkuat Madjapahit. Kemudian setelah membunuh sang pelindung utama, kerajaan Madjapahit pun dengan sangat leluasa berhasil menginvasi kerajaan Aga tanpa kehilangan beberapa pasukan berarti, dan tamat. Apakah ada satu atau dua hal yang ingin kau komplain Berserker?"
Menutup telepon genggamnya, Rendy mengakhiri ceritanya dan bertanya kepada Berserker yang tampak cukup tidak enak hati setelah mendengar cerita yang dibacakan Masternya; Rendy Irawan.
"Pertama, saya ingin tahu, pada cerita tersebut saya akan dijodohkan dengan siapa?"
"Eh... disini dikatakan jika kau akan dijodohkan dengan seorang putri dari kerajaan Madjapahit yang bernama—"
"Itu salah! Sangat-sangat salah!"
Ditunjuk-tunjuknya telepon genggam ditangan Rendy, Berserker tiba-tiba berteriak dengan penuh emosi.
"Percayalah tuan, saya sama sekali tidak memiliki niatan untuk melakukan perjodohan dengan seseorang yang berjenis kelamin sama dengan saya! Karena pada kenyatannya, yang akan dijodohkan kepada saya adalah salah seorang pangeran dari kerajaan Madjapahit, dan bukannya seorang putri."
Menghadapi Servantnya yang cukup panik, Rendy pun sedikit gelabakan.
"Pa—pastinya kan?"
Tapi, bersyukur karena hal tersebut, setidaknya Rendy pun akhirnya tidak jadi salah paham dan keterusan menganggap bahwa homoseksualitas sudah merebak di negaranya sejak jaman dahulu kala.
"Tapi, terlepas dari satu aspek tersebut, bisa dikatakan jika cerita yang ditulis disini merupakan sebuah kebenaran?"
"...Hmm...hu'uh..."
Rendy kembali menarik benang merah. Dan dengan sebuah gumaman serta satu anggukan kecil, Berserker menjawab iya.
"Hah, meskipun sudah membaca cerita ini sampai tuntas, aku tetap tidak tahu apa hubungan antara kisah 'Patih Kebo Iwa' ini dengan 'Legenda Kebo Iwa si raksasa'? Karena, mau dilihat dari sudut pandang apapun juga, kedua cerita ini jelas merupakan dua cerita yang berbeda."
Rendy mengeluarkan pendapatnya, dan itu jelas bukan merupakan pendapat yang asal saja keluar.
Sekarang, jika dipikirkan matang-matang, seorang Patih maha sakti dengan seorang raksasa bengis nan bodoh jelas merupakan dua individu yang saling bersebrangan. Persamaan, selain nama, diantara kedua orang itu pastilah sama dengan nol. Atau setidaknya, itulah yang dipikirkan Rendy Irawan ataupun orang-orang yang sudah membaca kisah kedua Kebo Iwa tersebut.
Tapi, sebagai pribadi yang kisah hidupnya sekarang tengah menjadi perdebatan, Kebo Iwa memiliki pendapat lain.
"Sebenarnya, jika anda membaca kedua cerita tersebut dengan teliti, maka anda akan menemukan beberapa kesamaan yang mencolok."
Mencoba mengikuti saran Servantnya. Rendy kembali membaca kedua kisah tersebut dengan sangat teliti, bahkan hingga mengulanginya sampai tiga kali. Dan ketika baru sampai pada pertengahan bacaan ketiga, tiba-tiba ia tersentak.
"Aku tahu sekarang..."
Katanya, sebuah indikasi jika dirinya sudah menemukan apa persamaan antara kedua cerita tersebut. Persamaan, dengan kata lain, sebuah pola.
"Kedua cerita ini memiliki persamaan pada unsur intrinsiknya, terutama pada sisi tema, alur, penokohan serta amanat. Terlebih lagi, di akhir setiap cerita, Kebo Iwa selalu berakhir—"
"Maaf menyela, tapi bisakah tuan memberi tahu saya terlebih dahulu mengenai apa itu unsur intrinsik?"
"Hah?"
Mendengar pertanyaan polos Berserker, Rendy seketika itu juga memasang wajah bingung. Ia tampak tidak habis pikir sama sekali.
"Tunggu, bukannya sebagai seorang Servant, kau harusnya telah dibekali dengan pemahaman sederhana mengenai hal apa saja yang telah berkembang pada jaman ini? Jaman yang sangatlah kontras dengan jaman dimana kau masih hidup dulu, iya kan?"
"Iya itu memang benar."
Mengangguk cepat sekali, Berserker segera menyetujui ucapan Masternya.
"Tapi yang saya maupun Servant yang lain dapatkan hanyalah sebatas pengetahuan umum semata, seperti jalanan berwarna hitam karena diaspal, alat transportasi yang terbuat dari besi itu bernama mobil, dan lain sebagainya. Bagaimana caranya jalanan diaspal maupun bagaimana caranya mobil dapat bergerak, ataupun apa itu unsur intrinsik, kita tidak pernah diberi tahu."
Hanya memiliki satu tujuan, yaitu bertarung, jelas sekali jika pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut mengenai dunia ini tidaklah terlalu diperlukan bagi seorang Servant. Sang Cawan jelas tahu itu.
Makanya, pengetahuan-pengetahuan yang dibagi ke semua Servant semuanya merupakan pengetahuan-pengetahuan umum yang bertujuan agar para roh pahlawan yang dipanggil bisa beradaptasi dengan jaman sekarang.
"Kau ada benarnya."
Menggosok dagunya dan menatap jauh ke langit-langit, pria itu mengamini perkataan Berserker.
"Tapi, karena aku merasa bahwa tidak ada gunanya juga bagimu untuk memahami apa itu unsur intrinsik untuk saat ini, ada baiknya jika aku mengulangi penjelasanku saja. Kali ini dengan menggunakan bahasa yang sekiranya dapat kau pahami. Bagaimana?"
"Te...terserah anda saja.."
Tampak seperti menyembunyikan rasa kesal, Berserker menjawab dengan memalingkan wajahnya kekanan. Dan menangkapnya sebagai lampu hijau, Rendy pun mulai mengutarakan pendapatnya kembali.
"Menurut kacamataku sebagai orang awam, kedua cerita Kebo Iwa ini memiliki persamaan pada beberapa bagian, yaitu: satu, tema yang sama-sama membahas masalah pengkhianatan, dua, alur atau kronologi kejadian yang bisa dibilang sama persis. dan tiga, akhiran cerita yang sama-sama menceritakan terbunuhnya Kebo Iwa."
Mengemukakan pendapatnya, Rendy secara bergantian mengangkat satu jari tangannya setiap kali ia membahas suatu poin baru. Dan setiap kali ia mengangkat jarinya, matanya selalu terarah kepada Berserker. Jadi setiap kali ia salah-salah mengucapkan kalimat, maka ia bisa dengan cepat mengetahuinya dari perubahan ekspresi Servantnya tersebut.
Tapi karena sejak awal hingga akhir, Servantnya tersebut tidak menunjukkan gelagat-gelagat ketidaksukaan sama sekali. Maka bisa diamsusikan bahwa apa saja yang telah dikatakan oleh Rendy Irawan, semuanya merupakan kebenaran.
Dan setelah mengetahuinya, laki-laki itu pun menghela nafas panjang yang seolah-olah menyiratkan kelelahan, yang seolah-olah menyiratkan kebingungan.
"Sungguh, meskipun telah mengetahui kenyataannya, tetap sulit bagiku untuk percaya bahwa kedua cerita ini ternyata adalah satu buah cerita yang sama."
"Sebenarnya tuan, kedua cerita tersebut merupakan dua cerita yang berbeda."
Seolah ingin menambah beban pikiran Masternya, pernyataan yang membingungkan kembali keluar dari bibir tipis Berserker. Menggaruk-garuk bagian kepalanya yang tidak gatal, Rendy pun meringis bingung.
"Aku tidak bisa memikirkan apa-apa lagi."
Sesal Rendy Irawan.
"Tadi diawal, ketika aku beranggapan bahwa kedua cerita ini adalah dua cerita yang berbeda, kau berusaha meyakinkanku bahwa kedua cerita ini memiliki persamaan. Dan ketika akhirnya aku telah sejalan denganmu, yakin bahwa dua cerita ini merupakan satu kesatuan, kau tiba-tiba berkata bahwa dua cerita itu berbeda."
Diakhir perkataannya, Rendy sempat tertawa kecil sembari menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Ia bingung karena semua hal yang telah ia dengar selama ini berada di luar jangkauan daya nalarnya, sehingga ia lupa akan suatu makna penting yang selalu tersirat pada setiap Perang Cawan Suci,
Logika hanyalah bentuk lain dari sebuah idealisme, menjadikannya sebagai tolak ukur jelas merupakan kesalahan.
Itulah yang Rendy lupakan. Tapi untunglah ia memiliki Servant seperti Berserker yang mau mengingatkannya.
"Tuan, saya hanya berkata jika 'dua cerita itu persis sama' kan? Tidak pernah sekalipun ada kata-kata, 'dua cerita itu adalah cerita yang sama' keluar dari mulut saya kan?"
Menyadari dimana letak kesalahannya, Rendy pun seketika menepuk jidatnya. Ia tampak cukup malu.
"Iya ya? Semua yang memiliki persamaan belum tentu adalah satu hal yang persis sama."
Lumba-lumba dan ikan pari manta. Keduanya sama-sama tinggal di air, dan bergerak dengan cara berenang. Tapi pada kenyataannya, lumba-lumba termasuk keluarga Mamalia dan ikan pari manta termasuk keluarga ikan.
Jika dicarikan contoh, maka mungkin analogi ikan pari dan lumba-lumba itu adalah yang paling tepat.
"Singkat kata, satu dari dua cerita tersebut adalah saduran. Hanya sebuah karangan yang ditulis berdasarkan cerita yang satunya, cerita yang asli. Bukankah begitu, Berserker?"
Sebuah anggukan menjadi jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Rendy barusan.
"Dan jika boleh menebak, cerita yang palsu adalah cerita—"
"Kebo Iwa raksasa bodoh."
Legenda gunung Batur, itulah yang ingin Berserker katakan.
"Sebenarnya, terlalu bagus untuk mengatakan cerita itu sebagai sebuah saduran. Anekdot, dengan kata lain sebuah cerita yang bertujuan menghina. Itulah wujud sebenarnya dari cerita Kebo Iwa si raksasa bodoh."
"Dan yang ingin dihina, tidak lain dan tidak bukan..."
"Adalah Kebo Iwa yang menjadi patih. Dengan kata lain, saya."
Berserker mengungkap identitasnya. Identitas dari seorang pribadi yang kisah hidupnya ditulis dalam dua legenda berbeda, dalam dua legenda yang saling bersebrangan satu sama lain.
Kebo Iwa.
Itulah namanya. Nama dari seorang patih maha sakti yang berasal dari pulau sakral penuh keindahan bernama, Bali. Yang dengan tangannya sendiri, mengukir namanya sebagai salah satu pahlawan tersohor di seantero kerajaan Aga—kini Bali. Tapi juga dengan tangannya sendiri, ia membenamkan namanya dalam-dalam kedalam kubangan berisi penghinaan abadi.
Dia dikhianati tapi dia juga yang dianggap pengkhianat.
Meninggal dengan tidak hormat diatas tanah yang bukan tanah dimana ia dilahirkan, namanya pun dikecam oleh raja serta rakyatnya sendiri sebagai seekor anjing penjaga yang sudah tidak berguna. Kemudian, ketika kecaman serta hinaan yang bertubi-tubi mereka tujukan kepada sang Patih tidak membuat mereka tenang, sebuah kutukan turun-temurun pun dibuat. Dan nama kutukan tersebut adalah,
Kebo Iwa, si raksasa bodoh [Legenda gunung Batur].
"Aku cukup prihatin."
Dengan tampang datar, Rendy bersimpati. Tapi terlepas dari wajah datarnya, ia sungguh-sungguh sedang bersimpati.
Seperti berkaca di air yang bening. Sosok Berserker didepannya ini jelas mengingatkannya akan seseorang yang memiliki kisah hidup sama seperti Berserker. seorang pribadi yang awalnya baik tetapi dikhianati dan akhirnya dijadikan kambing hitam atas kesalahan yang bahkan dia sendiri tidak tahu apa itu.
Mengingatnya, Rendy pun tertawa. Mengingatnya, kegelapan tak berujung seketika menyelimuti hati dan pikiran pria itu. Membuatnya ingin tahu, apakah sama sepertinya, Berserker juga menginginkan sebuah pembalasan dendam?
"Nah, Berserker, bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu? Antara membalas orang-orang yang mengkhianatimu atau membersihkan nama baikmu, mana yang lebih kau pilih?"
Yang ditanyakan Rendy jelas merupakan pertanyaan yang tidak mengenakkan. Tapi seolah tidak terganggu—atau sedang menyembunyikan rasa kesalnya—Berseker masih bisa menjawab dengan emosi yang stabil.
"Apa yang ingin anda ketahui adalah harapan saya pada Cawan Suci?"
"Ya, itu pun boleh. Apa harapanmu?"
"Menghapus kisah 'Kebo Iwa' dari dunia ini. Itulah harapan saya"
Berserker menjawab, dan jawaban itu jelas bukan jawaban yang diharapkan Rendy. Kekecewaan pun terpancar dari wajah pria yang selama ini menasbihkan dirinya dijalan pembalasan dendam itu.
Untuk beberapa saat, harapannya untuk memiliki rekanan yang bisa memaklumi perasaannya pun kandas.
"Kau tidak ingin berharap hal lainnya, Berserker? Melakukan pembalasan kepada orang-orang yang bertanggung jawab atas kematianmu mungkin?"
Melakukan usaha persuasi, Rendy masih berupaya mengajak Servantnya agar mengikuti jalan yang sama dengannya.
"Harapan seperti itu tidak ada gunanya, tuan."
Mendengar jawanan Berserker barusan, kekecewaan Rendy pun semakin bertambah. Bayangan makhluk buas nan gila yang dulu sempat membuatnya nyaris kritis kini hilang seketika, sirna sekerjab, digantikan oleh sosok gadis lugu lagi lemah, lagi lembut yang hanya ingin namanya bersih kembali.
Tapi, semua pandangan Rendy kepada Berserker berubah setelah, dengan suara yang seperti bisikan di tengkuk, Berserker melanjutkan.
"Untuk apa saya memohon pembalasan dendam jika dengan tangan saya sendiri saja saya bisa melakukannya?"
Bingung, Rendy berusaha menafsirkan pesan yang tersirat dalam perkataan Berserker barusan.
"Maksudmu, salah seorang yang mengkhianatimu juga turut dipanggil sebagai Servant dalam Perang Cawan Suci kali ini?"
Sebuah anggukan kembali didapatkan Rendy, jawabannya iya.
"Tapi siapa? Sejauh yang bisa aku ingat, hanya tiga Servant saja yang pernah kita hadapi sampai saat ini. Yaitu, Archer, Lancer dan Saber. Jika tebakanku benar, maka mungkin orang yang kau maksud adalah—"
"Saber."
Tidak mengijinkan Masternya menebak, Berserker langsung mengumbar jawabannya begitu saja.
"Nama aslinya adalah Gadjah Mada. Seorang Patih dari kerajaan Madjapahit dan juga adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian saya."
Berkata kepada Masternya, nada bicara Berserker terkesan begitu angker. Mendengarkannya dengan seksama, Rendy tampak begitu sumringah hingga mengeluarkan sebuah seringaian yang menakutkan.
Servant dari kelas Saber.
Dengan kata lain Servant dari musuh bebuyutannya, Koenraad van Eych. Orang yang selama ini tidak berhasil Rendy congkel matanya karena selalu berhasil kabur menggunakan siasat-siasat lciknya.
Namun sekarang, semenjak ada Berserker yang mengetahui semua seluk-beluk Servant milik Koenraad, yang berada diatas angin jelas adalah Rendy Irawan. Makanya—tidak menyia-nyiakan kesempatan, Rendy pun, melalui pengetahuan Berserker, terus berusaha membuka rahasia Saber satu persatu.
"Hehehehe...Hahahahaha...Betapa beruntungnya aku ini...Hahahaha..."
Rendy tertawa, cukup terpingkal-pingkal.
"Oh, wahai Berserkerku yang cantik, adakah kemampuan lain dari Saber yang kau ketahui dan bisa kau utarakan kepada Mastermu yang hina ini?"
Tampak tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, aksen yang digunakan Rendy tiba-tiba berubah menjadi agak dilebih-lebihkan. Membuat yang ditanya, Berserker, jadi sedikit ketakutan.
"Tu—tuan, apakah anda baik-baik saja."
"Tentu, aku baik saja, tentu. Dan aku akan lebih baik lagi jika bisa mengetahui informasi mengenai Saber lebih banyak lagi. Untuk itu, bisakah kau membantuku Berserker?"
Hanya mengangguk, Berserker hanya mengangguk setelah mendengar pertanyaan Masternya yang bernada psikopat barusan. Mungkin sekarang, di dalam kepalanya, wanita ini sedang bertanya-tanya apakah suatu kebeberuntungan bisa mendapatkan Master seperti pria didepannya ini?
Tapi, meskipun itu bukanlah suatu keberuntungan, apakah Berserker mempunyai hak untuk mengeluh?
Mengetahi hal tersebut, makanya sekarang Berserker pun hanya bisa menuruti kemauan Masternya dan mempreteli informasi mengenai Servant Saber satu persatu. Toh, permintaan Masternya tersebut tidaklah bertentangan dengan kehendaknya sendiri.
"Ada 3 kemampuan utama yang dimiliki Saber."
Mengangkat tiga jarinya, Berserker mulai menjelaskan.
"Yang pertama adalah kemampuan yang meningkatkan daya hancur serangannya, [Raung Petir]. Lalu yang kedua adalah kemampuan yang meningkatkan kecepatan serangannya, [Raung Kilat]. Dan terakhir kemampuan yang meningkatkan pertahanannya, [Raung Mendung]."
Mendengarkan setiap perkataan Berserker dengan seksama, Rendy tampak nyaris tidak berkedip.
"Kemudian, jika berhadapan-hadapannya dengannya dalam pertarungan jangka panjang, ada baiknya jika anda berhati-hati terhadap tiga kemampuan ini—terutama pada kemampuan pertama dan kedua."
Tak lupa, Berserker memberikan tips.
"Lalu, masalah [Noble Phantams]?"
"Saber yang dulu saya kenal seharusnya memiliki dua hal yang sekiranya bisa menjadi [Noble Phantams] kepunyaanya. Yang pertama adalah pedangnya sendiri—Sword of ravering souls—[Kumala Geni] yang telah diberkati puluhan bidadari, dan yang kedua pastinya sumpahnya yang terkenal—Vow of unity, oath of harmony—[Sumpah Palapa]."
Memberikan perintah kepada Berserker untuk berhenti sejenak dengan menggunakan tangan kanannya, Rendy lalu mencatat nama-nama [Noble Phantams] milik Saber yang telah diberitahukan oleh Servantnya di belakang buku bacaannya.
Kumala Geni, yang artinya adalah 'permata api' atau 'pijar api', adalah sebuah keris—tapi dalam konteks ini berupa pedang—yang katanya dihuni oleh puluhan bidadari kahyangan. Kemampuan utama dari senjata ini adalah memindahkan tubuh sang pemilik kedalam dimensi lain selama beberapa hari dengan mengorbankan salah satu bidadari yang ada didalam pedang tersebut, tujuannya jelas untuk menghindarkan sang pemilik senjata dari marabahaya. Seperti saat Berserker dan Saber bergelut di Singaraja dulu.
Sedangkan [Noble Phantams] yang lainnya.
Sumpah Palapa, adalah sebuah sumpah paling terkenal yang pernah diucapkan oleh Patih Gadjah Mada. Yang isinya antara lain adalah janji sang Patih untuk tidak hidup mewah selagi semua dataran di Nusantara ini belum berada dinaungan kerajaan Madjapahit. Dan karena digunakan sebagai [Noble Phantams], maka sumpah ini pun beralih fungsi menjadi sebuah [Rule Breaker] yang membuat diri Saber bisa memerintah satu orang—siapa pun itu, tidak terkecuali Masternya—agar mengabdi kepada dirinya selama-lamanya.
Benar-benar dua kartu truf yang cukup mematikan.
Tapi mengingat Rendy sudah mempersiapkan segala sesuatu sebelum berhadapan kembali dengan Saber, maka rasa-rasanya yang musti dikhawatirkan sekarang adalah keselamatan Saber sendiri.
"Sudah Berserker, hanya itu saja informasi yang bisa kau berikan kepadaku? Atau ada tambahan lainnya? Kelemahannya, informasi mengenai kematiannya atau hal-hal yang ia takuti mungkin?"
Tampak sama sekali tidak puas, Rendy terus berusaha memeras informasi dari Berserker.
"Uh, kalau kelemahan dan penyebab kematiannya rasanya saya tidak punya. Mengingat saya meninggal jauh lebih dulu daripada dirinya. Tapi kalau hal yang ditakuti, mungkin ada satu hal yang saya ketahui."
"Dan apakah itu?"
"Itu adalah keberadaan saya sendiri."
Sungguh jawaban yang tidak terduga, meluncur keluar dari mulut Berserker dengan begitu dinginnya. Membuat Rendy kembali tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya dengan kedua tangan.
Memang, pada sejarahnya, Patih Kebo Iwa adalah satu-satunya orang yang disegani dan ditakuti oleh Gadjah Mada.
Ia ditombak berulang kali namun tidak terluka, ditimbun batu ribuan kilo tapi tetap utuh, diracun berkali-kali dengan racun kobra yang mematikan pun tidak memberikan efek apa-apa kepadanya.
Bahkan dalam ceritanya sendiri, Gadjah Mada sebenarnya nyaris kalah bertarung dengan Patih Kebo Iwa andai saja Patih Kebo Iwa, yang entah mengapa tampak putus asa, tidak membeberkan kelemahannya sendiri kepada musuhnya tersebut.
Makanya, tidak terlalu berlebihan jika Berserker dengan begitu sombong mengatakan keberadaannya adalah penjelmaan dari ketakutan Saber sendiri. Karena memang benar begitulah adanya.
"Aku suka gayamu, Berserker."
Masih terlihat sumringah, Rendy menunjuk lalu memuji-muji Berserker.
Kemudian jika diijinkan, maka Rendy akan dengan senang hati menarik pemikirannya tadi. Sebuah pemikiran yang serta merta mengatakan bahwa Berserker hanyalah seorang gadis manis biasa. Karena, pada kenyataannya, sifat dan penampilan wanita ini sama-sama menyeramkannya.
Pria beringas yang mendapatkan kekuatan penghancur setara dengan satu orang raksasa dan seorang wanita yang terkenal dapat menggonjang-ganjingkan tanah dengan satu kali pijakan kakinya saja.
Dua orang yang berselimut dendam kesumat, dua orang yang begitu dahsyat menghancurkan.
Jika melihatnya, ada baiknya kalian berdoa. Karena mau bagaimanapun juga, yang akan ditinggalkan oleh sepasang Servant dan Master ini hanyalah keporak-porandaan dan teror tiada akhir.
"Terimakasih, tuan"
Membalas pujian Rendy, Berserker mengucapkan terima kasih. Hanya merespon dengan sekali anggukan, Rendy pun berdiri lalu berjalan melewati Berserker dan menuju tumpukan besi-besi tua yang ada di pojok kanan ruangan yang sepertinya adalah bekas pabrik yang terabaikan ini.
Untuk beberapa saat, situasi mereka menjadi hening sehening-heningnya.
Yang Rendy sibuk mengacak-ngacak tumpukan besi-besi guna mencari-cari sesuatu dan Berserker hanya memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh Masternya tersebut dengan seksama.
Melihat dari wajahnya, sepertinya Berserker tidak terlalu menyukai kesunyian ini. Makanya, setelah memastikan bahwa Masternya adalah orang yang masih bisa diajak bicara, Berserker pun membuka perbincangan dengan sebuah pertanyaan lembut.
"Apa yang anda lakukan?"
Tanyanya kepada Rendy.
"Aku? Aku hanya mencari sebuah tongkat kayu atau pipa paralon berukuran sedang saja."
"Dan, u...untuk apa kedua hal tersebut?"
Berserker bertanya lagi. Untuk sejenak, Rendy pun menghentikan aktivitasnya lalu berdiri dan berbalik menghadap Berserker dengan tampang datar.
"Untuk aku peluk tentu saja."
Dan kata-kata itu jelas tidak sekalipun terpikirkan oleh Berserker akan keluar dari mulut Masternya yang gahar ini.
"Jujur saja, Berserker, aku memiliki kebiasaan sejak kecil untuk harus memeluk sesuatu terlebih dahulu agar bisa tidur. Jika tidak melakukannya, maka bisa dipastikan aku tidak akan bisa tidur sampai pagi."
"Tapi...tongkat kayu dan pipa paralon?"
"Ya apa mau boleh dibuat? Kau jelas tidak berharap menemukan sebuah guling dan bantal di dalam bangunan terbengkalai seperti ini kan?"
Berserker mengamati sekitaran lalu kemudian menggeleng dengan mantap.
"Nah, itu kau tahu. Atau jangan-jangan, kau ingin aku peluk menggantikan mereka?"
"...!"
Menutupi kedua dadanya, Berserker memasang mode bertahan. Melihatnya, Rendy hanya tertawa kecil.
"Haha... tenang saja, aku hanya bercanda. Aku kurang tertarik pada payudaramu yang masih tumbuh itu."
"...!"
Kembali, perkataan Rendy tak henti-hentinya mengagetkan Berserker.
"I...ini sudah maksimal ya!"
"Cup C? Yang benar saja? Saat seumuran dengan dirimu, punya istriku dulu mungkin ada dua kali lipatnya dari punyamu sekarang."
"...!"
Berserker kembali tersentak. Ternyata selain tidak tahu malu, Masternya ini juga tidak tahu apa arti dari menjaga perasaan orang lain.
"Se-sebentar! Darimana anda bisa tahu ukuran saya?"
"Ah itu, aku tidak sengaja memegang salah satu dari 'mereka berdua' saat memakaikanmu pakaian tadi. Jadi tolong maafkan—"
"Anda melakukan apa!?"
Meninggikan suaranya, Berserker tampak naik pitam sembari menutupi kedua dadanya erat-erat. Sungguh, meskipun dirinya dipanggil untuk menuruti segala keinginan Masternya, apa yang dilakukan Rendy Irawan kepadanya hari ini jelas merupakan pelecehan seksual bagi harga dirinya sebagai seorang wanita.
Tapi tampak sama sekali tidak bersalah, sang tersangka utama malah terlihat santai-santai saja.
"Ya, jangan salahkan aku ya. Kau kan tahu sendiri kalau saat keluar dari tubuh raksasamu, kau dalam keadaan telanjang bulat? Malahan, kau seharusnya berterimakasih kepadaku karena aku sudah mau repot-repot membawakanmu beberapa pasang pakaian wanita."
Rendy melakukan sanggahan.
Dan itu memang benar, diantara pakaian-pakaian yang tertata rapi di dalam koper besar warna cokelatnya, Rendy memang menyimpan satu sampai tiga set pakaian wanita. Semua itu untuk jaga-jaga jika ternyata Servant yang dia panggil ternyata berjenis kelamin perempuan. Seperti saat ini.
Makanya, sekarang pertanyaan darimanakah Berserker mendapatkan baju putih lengan panjang dengan motif renda-renda berwarna ungu di bagian leher hingga ke dada serta sebuah rok hitam panjang yang ia kenakan sekarang pun terjawab.
"Ah, iya juga, saya telah kembali kewujud asli saya."
"Sungguh, kau baru sadar sekarang Berserker?"
Tidak menjawab, Berserker hanya mendelik ke arah Masternya tersebut.
"Oh ya, ngomong-ngomong, bagaimana ceritanya kau bisa berubah menjadi raksasa? Apa itu [Noble Phantasm] milikmu?"
Menanyakan rasa penasarannya, Rendy mencolek-colek tubuh bagian belakang Berserker menggunakan galah panjang yang berhasil ia temukan di tumpukan besi-besi tadi. Risih, Berserker pun berteriak
"Jangan sentuh saya!"
"Oke, aku akan berhenti. Tapi setelah kau memberitahuku segala informasi mengenai [Noble Phantasm] milikmu tentu saja."
"Po...politik macam itu?"
"Politik dari penguasa yang lalim tentu saja."
"Ap—Tuan! saya minta kepada anda, tolong berhenti!"
"Beritahu aku dulu dan aku akan berhenti. Atau, sebenarnya, kau suka jika disentuh-sentuh seperti ini ya?"
"Hal itu tidak sekalipun ada dipikiran saya!"
Menanggapi sang majikan yang tidak mau menuruti permintaan sederhananya, Berserker pun berbalik, menahan dan mendorong tongkat kayu itu agar menjauh dari tubuhnya dengan penuh amarah. Namun sayang, dikarenakan Berserker tidak berada dalam wujud raksasanya, tongkat kayu itu pun berhasil Rendy gesekkan terus menerus kearah pinggul, dada serta muka Berserker.
Melakukan pelecehan tersebut, lagi dan lagi, Duda satu ini kadang menyeringai senang. Mungkin didalam hatinya ia berpikir bahwa 'aji mumpung telah memanggil Servant dari lawan jenis, jadi kenapa tidak digunakan sebaik-baiknya?'.
"Baiklah tuan, saya menyerah."
Kata Berserker mohon ampun setelah berulang kali gagal menahan laju tongkat yang bergerilya di tubuhnya tersebut. Mendengarnya, Rendy pun menarik tongkat tersebut setelah sebelumnya memutar-mutarkan ujung tongkat tersebut di daerah belikat Berserker untuk yang terakhir kalinya.
"Baiklah silahkan."
"Hah...baiklah, apa yang anda ingin ketahui dari [Noble Phantasm] saya?"
"Namanya, ungkaplah nama dari [Noble Phantasm] milikmu terlebih dahulu. Baru setelahnya, beri penjelasannya padaku."
"The Wrong Tales; Foolish Giant [Kebo Iwa]—ltulah nama dari [Noble Phantasm] kepunyaan saya. Kegunaannya, tepat seperti yang anda tebak, merubah saya menjadi sesosok raksasa buas tak berakal yang hanya akan membawa kehancuran kemanapun kaki membawa."
"Kau menggunakan hinaan yang ditujukan kepadamu sebagai kekuatan?"
"Apa lagi yang bisa saya minta? Toh, meskipun cukup jengkel juga, [Noble Phantasm] tersebut harus diakui sangatlah berguna."
Mendengar perkataan Berserker barusan, Rendy langsung teringat akan parameter yang ditunjukkan Berserker saat dirumah sakit beberapa waktu yang lalu dan mulai mengangguk-angguk tanda setuju.
Kemudian, ketika berbicara mengenai parameter, Rendy pun mengecek parameter milik Berserker kembali.
Dan alangkah terkejutnya Rendy ketika melihat nilai-nilai mengerikan yang tertera di parameter Berserker beberapa hari yang lalu telah hilang dan digantikan angka-angka medioker seperti: Strength E, Endurance E, Agility D, Magic E dan yang paling parah, Luck E.
Melihat hal tersebut, Rendy pun bertanya-tanya dalam hati.
"Apa-apaan ini?"
Tapi, ketika ia akhirnya ingat bahwa Berserker yang ditemuinya saat dirumah sakit dan sekarang adalah dua orang yang berbeda, Rendy perlahan bisa memakluminya.
"Baiklah, apa hanya itu saja yang bisa kau beritahukan kepadaku Berserker? Jika iya, maka ijinkan aku untuk tid— "
"Sebenarnya ada satu hal yang saya harus beritahukan kepada anda, tuan."
"Dan apakah itu?"
"Kelemahan saya."
Deg!
Jantung Rendy seketika terasa berhenti berdetak, keringat-keringat dingin perlahan mengucur keluar dari berbagai pori-porinya. Pertanda bahwa untuk sekali ini, Rendy Irawan mengalami apa yang namanya ketakutan.
"D—dan apakah itu...?"
Memang, pada pikirannya yang naif, Rendy ini tidak menaruh curiga apapun mengenai kelemahan Servantnya. Karena sebagaimana dapat dilihat dari insiden di Singaraja dan pertarungan dengan Archer beberapa jam yang lalu, Berserker tampak sama sekali tidak mempunyai apa yang orang-orang sebut dengan kelemahan.
Tapi sekarang, karena Berserker mengatakan sendiri bahwa ia memilki kelemahan, Rendy pun harus memutar otak guna menjaga kelemahan Servantnya ini agar tidak diketahui pihak musuh. Apalagi jika kelemahan Servantnya tersebut cukuplah konyol, seperti buih lautan atau tumitnya yang gampang pecah.
"Pertama, kelemahan saya tentunya adalah wujud saya yang sekarang. Jelas dilihat bukan, jika dalam keadaan seperti ini, saya tidaklah lebih kuat daripada Servant-Servant yang lain?"
Rendy mengangguk-angguk, setuju dengan pernyataan Berserker.
Memang, wujud Berserker yang sekarang jelas adalah sebuah masalah bagi Rendy. Tapi selama Berserker selalu berada disebelah Masternya tersebut setiap waktu, maka dapat dipastikan jika keselamatan dari wanita muda ini akan terjamin selamanya. Dan karenanya, hal tersebut tidaklah terlalu membuat Rendy pusing. Karena sekarang yang membuatnya pusing adalah,
kata 'pertama' yang diucapkan Berserker.
Jika ada yang pertama, pasti akan ada yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Itu sudah ketentuan. Dan jika Berserker sampai mengatakan 'pertama' saat menjelaskan perihal kelemahannya, maka dapat diasumsikan jika Servant ini memiliki cukup banyak kelemahan-kelemahan yang dapat berakibat fatal.
Satu lubang tidaklah cukup untuk menenggelamkan sebuah kapal, tapi lain lagi persoalannya jika lubang tersebut ada banyak.
Sekiranya, itulah yang ada dipikiran Rendy sekarang.
"Lalu kelemahan kedua saya adalah, kapur."
Dan inilah yang paling ditakuti Rendy, kelemahan akan suatu benda. Apalagi akan benda yang dapat ditemukan dimanapun seperti itu.
"Apakah kapur ini adalah kapur khusus atau kapur-kapur biasa, Berserker?"
"Yang mana saja, bahkan juga tidak harus kapur. Beberapa bahan yang memiliki kandungan kapur, baik sedikit atau banyak didalamnya, juga akan sangat berbahaya bagi saya."
"Mati."
Rendy bergumam pelan hingga nyaris tidak terdengar.
"Lalu, Berserker, apa efek yang akan ditimbulkan kapur kepadamu? Apa itu akan membuatmu mati seketika, kejang-kejang, atau lain sebagainya?"
"Sebenarnya, tidak sampai menyebabkan efek separah itu sih. Hanya saja jika saat menggunakan [Noble Phantasm] saya terkena kapur barang sedikit saja, maka dapat dipastikan jika saya akan kembali ke dalam wujud seperti ini sepersekian detik berikutnya."
Mengarahkan kedua tangannya ke masing-masing kanan dan kiri, Berserker berkata demikian.
"Syukurlah kalau efek yang ditimbulkan tidaklah terlalu berbahaya seperti yang aku pikirkan."
"Memang. Tapi andai saja saat sedang bertarung melawan Servant lain tiba-tiba entah darimana ada yang menyirami saya dengan kapur, dan saya langsung kembali ke tubuh lemah ini, maka— "
"Dapat dipastikan bahwa itulah akhir dari partisipasimu dalam Perang Cawan Suci ini?"
Berserker mengiyakan perkataan Rendy dengan sebuah anggukan kecil.
"Sekarang aku mengerti. Berserker, tadi malam saat bertarung dengan Lancer dan Masternya apakah kau menerima beberapa gigitan dari anjing-anjing berbentuk menyeramkan itu?"
"Sedikit. Ada apa memangnya, tuan?"
"Anjing-anjing itu adalah familiar, singkatnya makhluk magis ciptaan manusia. Mereka semua dibuat dari berbagai macam bahan dasar, ada yang dari sisa-sisa tubuh makhluk hidup, bahan-bahan mineral, ataupun hal-hal yang lainnya. Dan aku berani yakin, siapapun yang membuat familiar-familiar kemarin malam pasti telah membubuhkan beberapa kapur sebagai salah satu bahannya. Tentunya tanpa mengetahui perihal kelemahanmu terlebih dahulu."
Semua perkataan Rendy ada benarnya, dan semua itu berdasar. Beberapa tahun belajar di Clock Tower tentunya membuat dirinya sedikit banyak paham mengenai pembuatan familiar dan cara penggunaannya.
"Ternyata seperti itu. Tampak-tampaknya saya harus lebih berhati-hati jika bertemu kembali dengan Lancer dan Masternya."
"Syukurlah kau paham."
"Lalu, apakah ada informasi tambahan yang bisa anda berikan kepada saya tuan?"
"Begitupun aku ingin bertanya, apakah ada informasi yang ingin kau tambahkan kepadaku? Mengenai kelemahanmu yang lain mungkin?"
"Tidak ada tuan, kelemahan saya ya hanya dua itu tadi."
"Perihal-perihal yang lainnya bagaimana? Apakah ada hal lainnya yang belum kau sampaikan kepadaku?"
"Tampak-tampaknya, saya sudah menyampaikan semuanya kepada tuan. Tapi jika saya ingat akan sesuatu hal, maka akan saya pastikan jika yang mendengarnya paling pertama kali adalah tuan sendiri."
"Kalau begitu, sepertinya aku juga tidak memiliki apa-apa lagi untuk dikatakan kepadamu Berserker."
Rendy tersenyum saat mengatakannya.
"Oh ya sampai lupa, karena kita berperang di tanah kelahiranmu sendiri, berapa jaminan kemenangan yang bisa kau berikan kepadaku? Kepada Mastermu ini?"
Mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di bibir tipisnya, untuk sejenak Berserker berpikir. Lalu beberapa saat kemudian, ia beberap kata kepada Masternya dengan penuh kepercayaan diri yang tersembunyi dibalik sifat anggun dan malu-malunya.
"Kurang lebih sekitar 145%. Apakah itu kurang, tuan?"
Seketika, Rendy tak kuasa menahan tawa yang saat itu juga menyembur keluar dari dalam mulutnya.
"Itu lebih dari cukup. Itu lebih dari cukup, Berserker."
Menempatkan telapak tangan kanannya ke atas kepala Berserker, pria itu pun mengusap-ngusap rambut halus Berserker dengan tenaga yang tidak kuat tapi juga tidak lemah. Membuat sang pemilik kepala harus menegangkan diri agar tidak ikut terbawa ke kanan dan ke kiri.
"Baiklah sekarang, karena sudah tidak ada hal yang perlu kita bahas lagi, ijinkan aku untuk beristirahat sejenak. Geser sedikit Berserker!"
"Hah? Tunggu, anda tidak berencana untuk tidur dengan saya kan?"
Menutupi kedua dadanya dengan takut-takut, Berserker bergerak mundur.
"Berani sumpah, aku lebih mementingkan persediaan pranaku daripada kedua dada kecilmu itu. Karena kau tahu Berserker, kau sekarang tengah berada di daerah pengumpul prana yang aku buat."
Berserker tidak terlalu ingat. Tapi ketika keluar dari dalam tubuh raksasanya, ia dalam keadaan tidak sadarkan diri dan kritis prana.
Makanya, untuk mempertahankan kelangsungan hidup Servantnya itu, karena baik sang Servant maupun sang Master juga sama-sama sedang kritis prana, Rendy lalu membuat lingkaran sihir ini. Sebuah lingkaran sihir 3 lapis yang berfungsi untuk menyerap prana-prana yang berada bebas di udara dan didalam tanah lalu membagi-bagikannya kepada orang atau benda yang ada didalamnya.
"Karena itu, geser!"
Perintah Rendy, lalu ia pun melangkah masuk kedalam lingkaran sihir dan mulai memposisikan dirinya sedemikian rupa agar muat tidur di dalam lingkaran tersebut. Tak lupa, ia memeluk tongkat kayu yang ditemukannya tadi.
"Berserker!"
"I..iya tuan..?"
"Tolong bangunkan aku jika fajar menyingsing, dan sebelum itu, jangan pernah bangunkan aku. Apapun yang terjadi!"
Dan setelah menitipkan amanatnya kepada Berserker, Rendy pun segera pindah ke alam mimpi. Meninggalkan Servantnya yang tengah duduk bersimpuh sendirian sembari memandangi tubuh Masternya yang mempungunginya dengan air muka yang sulit digambarkan, yang seperti gabungan antara perasaan gundah gulana, kesedihan dan kebahagiaan.
Kemudian, untuk membuang bosan karena lebih memilih begadang daripada tidur disebelah Masternya, Berserker secara perlahan-lahan dan tanpa mengeluarkan suara berusaha mengambil buku bacaan Rendy yang Masternya itu geletakkan begitu saja di pinggiran jendela tempat ia duduk tadi.
Tanpa mau berdiri, Berserker menggapai-gapai buku tersebut dengan sangat kesusahan hingga membuatnya nyaris terjatuh ke depan. Tapi ketika beberapa saat berusaha, akhirnya buku tersebut berhasil sampai juga ditangannya.
Dibacanya judul yang tertera di sampul buku tersebut dengan suara lirih,
"Tenggelamnya kapal Van der Wijck."
Katanya, sebelum mulai membaca buku tersebut mulai dari prolog hingga epilog sembari menunggu terbitnya mentari yang selambat-lambatnya akan muncul sekitar tiga jam lagi.
Catatan kecil
Ketika membaca kembali chapter ini, entah kenapa saya merasa kehilangan Rendy Irawan yang biasanya. Dan iya, tentu saja, saya juga kehilangan Berserker yang biasanya. Tapi tidak apa, setidaknya saya mendapatkan pasangan yang lumayan lucu (Bagi saya pribadi tentu saja).
Identitas Berserker yang sebenarnya adalah Kebo Iwa, seorang Patih maha sakti yang ditakuti baik itu oleh musuh-musuhnya ataupun juga oleh rakyatnya sendiri—kekuatan perempuan ini sangatlah dahsyat menggelegar, ia dapat meruntuhkan satu buah bukit hanya dengan sepuluh kali pukulan tangan biasa.
Merayap di tengah-tengah medan peperangan, kehadiran Kebo Iwa tidak pernah bisa di deteksi oleh musuh-musuhnya ataupun juga oleh kawan-kawannya. Setidaknya, sebelum ia membuat dan meninggalkan banyak kubangan darah sebagai jejak keberadaannya.
Selalu pulang ke kerajaan Aga dalam kondisi berlumuran darah mulai dari ujung kaki sampai ujung kepala, semua penduduk kerajaan pun selalu merasa ngeri ketika melihat perawakan Kebo Iwa berjalan memasuki pintu gerbang kerajaan.
Jangankan para penduduk, seluruh bawahan Kebo Iwa, perdana menteri bahkan juga raja pun tidak ada yang berani melihat atau setidaknya bercakap-cakap dengan Kebo Iwa dalam waktu lebih dari tiga persekian menit.
Bau anyir darah yang merebak dari setiap inchi kulitnya adalah penyebab utamanya, tapi Kebo Iwa tidak tahu itu. Ia malah berpikir bahwa semua orang ketakutan karena wajahnya—maka dari itulah dia memanjangkan rambutnya secara berlebihan guna menutupi parasnya yang sebenarnya elok dipandang.
Dan walhasil, karena hal ini, para penduduk pun semakin mantap menyematkan predikat 'monster' kepada Kebo Iwa—dan disinilah asal muasal cerita 'Legenda Gunung Batur' berasal.
Ya, mungkin hanya itu saja penjelasan saya kali ini mengenai Berserker.
Dan kemudian untuk, saudara Arlen (Sekaligus juga menjawab pertanyaan BroIskander), baik itu Caster, Rider ataupun juga Assasin, semuanya tidak mendapatkan asupan prana yang cukup dari Masternya. Dan untuk menanggulanginya, tiap-tiap Servant menerapakan beberapa prosedur yang berbeda-beda.
Seperti misal Caster yang bisa menghasilkan prana dalam jumlah sedikit lebih memilih untuk berpuasa sampai mempunyai persediaan prana yang cukup untuk bertarung menghadapi satu orang Servant, lalu ada juga Assasin yang menggunakan kerisnya untuk memanen langsung prana miliknya dari para korbannya selama ini, dan terakhir ada pula Rider yang menggunakan metode teramat unik untuk memasok prananya sendiri.
Kemudian, apabila ditanya apakah katalis untuk memanggil ketiga Servant ini, maka saya akan menjawab tidak ada (Mereka hanya dipanggil karena kesamaan Sifat, sama kayak Gacha).
Sepertinya sekian dulu dari saya, kurang lebihnya saya mohon maaf.
Salam hangat, F. Anzhie.
