Uzumaki Naruto, 25 Tahun, seorang manajer di Perusahaan milik keluarganya, dengan sejuta nilai plus yang membuatnya banyak digandrungi oleh para wanita atau pun pria, kini mengalami depresi.

Bukan depresi karena pekerjaannya yang menumpuk atau pergaulannya yang suram. Tidak, dia adalah seorang yang friendly dan mempunyai banyak teman – baik yang benar-benar teman atau 'teman' – mana mungkin ia terpuruk karena sendirian.

Ah, sendirian ya...

Tangan tannya merebut botol sake dari tangan sahabatnya dan langsung menegak isi dari botol itu dengan cepat, rasa-rasanya masalah yang tengah ia hadapi ini selesai hanya dengan meminum minuman berakhohol itu.

"Lagi-lagi seperti ini..." keluh Shikamaru seraya memandang Naruto malas. Sudah berkali-kali ia melihat Naruto yang seperti ini, semenjak SMA malahan.

"Jodoh itu bisa dimana dan kapan saja, masih banyak perempuan atau laki-laki manis di dunia ini. Bisa jadi kalian bertemu di situasi yang tidak terduga." Ujarnya seraya merebut kembali botol sake dari tangan Naruto, menaruhnya sedikit jauh dari jangkauan Naruto.

"Omong kosong, bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kau mabuk Shikamaru..." balas Naruto seraya mendengus.

Lelaki berambut pirang itu baru saja mengalami putus cinta, yang ke sepuluh kalinya semasa hidupnya. Ia telah menjalin hubungan dengan tujuh wanita dan 3 laki-laki, semuanya gagal karena banyak alasan.

Ada yang ketahuan selingkuh, ada yang merasa bosan dengannya, ada yang hanya menguras habis uangnya, dan terakhir adalah yang paling menyakitkan, Naruto digunakan 'dia' untuk mendekati kakak tertua Naruto yang bahkan sudah menikah.

Adakah alasan lain yang membuat Naruto semakin depresi hingga berniat bunuh diri?

"Kita tidak pernah tahu apa yang Tuhan rencanakan untuk jodoh kita bukan? Bisa jadi kau bertemu dengan jodohmu di..." kenapa mendadak Shikamaru harus memberikan kuliah umum begini?

"Di...?"

"Di peristiwa yang mendebarkan? Saat kalian berdua sama-sama melihat korban kecelakaan mungkin?"

...dan Naruto tertawa sekeras-kerasnya mendengar sang sahabat yang mencoba menghiburnya itu.

.

.

.

.

.

.

ACCIDENT Chapter 1

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance and Drama

Pair : NaruSasu

Warning : BoysLove! NaruSasu! Gajeness! Typo (s), ooc, dan lain-lainnya menyusul (?)

Happy Reading!

.

.

.

.

.

.

CKITTT! BRAKK!

Naruto yang sedang berjalan santai di suatu pagi yang cerah, melonjak kaget saat mendengar suara tabrakan di tengah jalan, ia pun lekas berlari menghampiri sang sumber suara.

Sebuah tabrakan antara mobil sedan dan truk pengangkut makanan, sudah banyak sekali orang yang berkerumunan untuk melihat tempat kejadian perkara, ada yang lekas memanggil ambulance atau pun polisi ada juga yang hanya diam saja lalu memfoto untuk di bagikan di sosial media.

"Masih ada yang terjebak di dalam mobil!" Naruto melihat seorang lelaki yang tergencet kepala truk, masih sadarkan diri dan meminta tolong. Namun semua orang takut menolongnya karena melihat percikan api dari badan mobil. Sedangkan tersangka penabrakan, sang supir telah melarikan diri.

Naruto memutuskan untuk tidak peduli dan kembali melangkahkan kakinya dengan santai berlawanan dengan tempat kecelakaan, sebelum seseorang berlari melewatinya seraya menggunakan sarung tangan lateks dan masker wajah, sebuah tas berwarna putih ia lemparkan begitu saja dan kebetulan sekali ke arah Naruto yang terkejut melihatnya.

"Anak muda! Jangan ke sana!"

"Awas! Mobilnya akan meledak!"

Pemuda itu tidak mempedulikan teriakan orang-orang dan lebih memilih untuk mengeluarkan lelaki itu dari dalam mobil, pemuda itu mengeluarkannya dengan hati-hati dan membaringkan lelaki itu di aspal, sedikit jauh dari tempat kecelakaan. Mata hitamnya memandang sekitar dan pandangannya jatuh pada Naruto yang tengah memegang tasnya.

"Kau! Kemarilah!" perintahnya cepat seraya melakukan Pertolongan Pertama kepada sang lelaki yang masih setengah sadar dengan darah di kepalanya itu.

"Hah?" kenapa pemuda itu memerintah dirinya? Seenaknya sendiri.

"Tasku ada pada dirimu! Cepatlah!" pintanya lagi tanpa memandang Naruto.

Dengan malas Naruto menghampiri sang pemuda dan menyerahkan tas putih tersebut.

"Ambilkan aku dua kain dari dalam tasku." Pintanya lagi dengan tidak sabaran. Naruto mengerutkan dahinya.

"Kenapa kau memerintahku? Memangnya siapa kau?" tanyanya tidak terima.

"Kau tidak lihat aku sedang melakukan pertolongan pertama? Cepatlah!"

Entah mengapa pula Naruto langsung mengambil dua lembar kain berbentuk segitiga dan menyerahkannya pada sang pemuda. Naruto tidak tahu apa yang sedang dilakukan lelaki itu pada sang korban, gerakannya sangat cepat hingga ia tidak sempat bertanya lagi.

Polisi telah datang bersamaan dengan ambulance, pemuda itu terlihat berbincang sebentar dengan petugas rumah sakit, menunjuk tubuh sang korban yang terbebati oleh kain. Setelah itu, ia pun membalikkan badannya dan mengambil tas yang masih Naruto pegang.

"Terima kasih atas bantuannya." Ujar pemuda itu seraya memakai tasnya kembali.

Naruto menganggukkan kepalanya tanpa sadar, mata birunya masih betah memandang pemuda berambut hitam yang kembali berjalan dengan santai seakan tidak terjadi sesuatu.

Memutuskan untuk tidak ambil pusing, Naruto pun melangkahkan kakinya kembali. Kini ia lebih memilih untuk segera pulang dan mempersiapkan diri untuk bekerja dua jam lagi.

Naruto kembali melakukan rutinitasnya yang membosankan, tanpa ada kekasih yang selalu menjadi teman ngobrol setia. Tidak-tidak, Naruto tidak pernah membawa mantan kekasihnya ke ranjang. Kata teman-temannya yang lain sih, itu menjadi salah satu alasan banyak kekasihnya yang bosan kepadanya.

Nggak masuk akal! Mereka juga bakalan mendapatkannya saat sudah menikah dengannya. Sabar dikit kenapa?

"Apa kau berniat mencari kekasih dalam waktu dekat?" tanya Kiba, salah satu sahabatnya yang bekerja di perusahaannya. Dia sudah mendengar masalah yang dihadapi Naruto dari Shikamaru.

"Tentu saja! Mana mungkin aku betah sendirian!" jawab Naruto malas namun terdengar tegas, satu hari tanpa ada yang menemani saja sudah membuatnya uring-uringan, di tambah lagi kemarin malam ibunya menelepon dirinya untuk membicarakan pernikahan.

...dan ia pun harus mendengarkan sang ibu berceramah tentang kesetiaan cinta saat mendengarnya putus kembali.

Naruto melirik sang sahabat yang malah ketawa dengan kerasnya, bergumam betapa menyedihkannya kisah percintaannya. Terkadang Naruto sendiri iri dengan Kiba yang baru saja menikah dua bulan yang lalu dengan sahabatnya yang lain alias Shikamaru. Mereka sama-sama baru pacaran dan bertahan hingga menikah.

Sedangkan dia? Sudah berkali-kali menjalin kasih dan mencoba untuk setia, namun pada akhirnya kandas di tengah jalan.

"Naruto... Mungkin kau terlalu terburu-buru dalam mencari pasangan! Bisa jadi jodohmu yang sebenarnya malas mendekatimu yang playboy sangat ini." Ujar Kiba setelah menenangkan dirinya, ia menepuk pundak Naruto, "Kalau kau masih merasa sendirian karena tidak memiliki kekasih, kau masih memiliki sahabat-sahabat yang setia kepadamu. Perlahan saja, aku dan Shikamaru akan membantu kok!"

Yah, mungkin mencoba untuk bersabar itu tidak terlalu buruk, masa bodoh dengan pernikahan lah, ia sendiri capek sakit hati melulu.

"Bagaimana kalau nanti malam kita minum bersama?" ajak Kiba dan langsung saja mendapatkan anggukan setuju dari Naruto. Lelaki berambut pirang itu bersyukur sahabat-sahabatnya itu masih saja menghibur dirinya, padahal Shikamaru maupun Kiba bisa saja memilih untuk berduaan di luar atau pun di 'kamar', apalagi ini adalah malam minggu.

Sahabat memang teman yang paling setia.

~(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)~

Sudah dua minggu lamanya ia menjomblo, ia berusaha untuk bersabar dan lebih pemilih dalam mencari pasangan, tidak gampang menerima rayuan cewek atau pun cowok manis di klub-klub malam.

Ia tidak mau gagal lagi, pokoknya kali ini ia benar-benar akan selektif.

Sepulang dari kantornya, Naruto berniat mendatangi rumah Shikamaru dan mengganggu pasangan muda itu dengan merecoki mereka dengan game yang baru saja ia beli. Rasanya tidak seru jika memainkan game ini sendirian, ah mereka juga bakalan seneng ia ajak main hehehehe

Namun senyum di wajahnya mendadak hilang saat melihat satu-satunya jalan terdekat menuju ke rumah sahabatnya itu di halangi oleh sebuah pohon besar yang roboh. Ia baru ingat jika tadi siang sempat terjadi hujan yang sangat lebat di sertai angin yang kencang .

Moodnya kembali memburuk, ia memukul setir mobilnya dan memilih untuk memutar, walaupun harus menempuh jarak yang lebih jauh. Gerakannya pun terhenti saat melihat seseorang bertas putih berlari seraya memandang pohon roboh itu.

Lelaki berambut hitam itu berdiri dalam diam memandang pohon besar yang tumbang itu, beberapa menit kemudian ia terlihat menghela nafas dan membalikkan badan, sepertinya memutuskan untuk berputar sama seperti dirinya.

Naruto masih memandangnya penasaran, sepertinya ia pernah melihat pemuda itu di suatu tempat. Ia pun menjalankan mobilnya dan bergerak perlahan di belakang sang pemuda.

Seketika ia teringat sesuatu.

'Dia kan pemuda yang seenaknya menyuruhku saat kecelakaan kemarin-kemarin kan?' Naruto pun menjalankan mobilnya cepat dan berhenti agak jauh di depan sang pemuda yang tengah berjalan dengan santai.

Lelaki berambut pirang itu keluar dari mobilnya dan berdiri di hadapan sang pemuda, "Kau yang kemarin kan? Mau memutar jalan?"

Pemuda itu menghentikan langkahnya, memandang Naruto bingung, sebelah alisnya terangkat.

"Heh? Kau lupa padaku?" bagaimana bisa pemuda ini lupa begitu saja kepada orang yang sudah dia suruh dengan seenaknya sendiri?

Hah! Niat untuk menolong pemuda ini – yah ia memang berniat membantu alias mengantar sang pemuda yang sepertinya harus berputar menuju ke suatu tempat di seberang pohon tumbang itu – sirna seketika.

Pemuda itu seakan-akan berusaha mengingat sesuatu dengan wajah datarnya, memandang Naruto dari atas ke bawah dan ia pun mengerjap-ngerjapkan kedua matanya saat kepalanya berhasil mengingat sesuatu.

"Ada urusan apa denganku?" tanya pemuda itu datar, "Jika tidak, biarkan aku lewat."

Ohhh akhirnya pemuda itu ingat juga dengannya dan apa-apaan tanggapannya itu?

"Tidak ada urusan apa-apa kok, kebetulan saja aku melihatmu dan menawarkan... errr tumpangan..." Naruto juga bingung kenapa juga ia menawarkan hal seperti ini kepada orang yang hanya ditemuinya berhari-hari yang lalu? Bisa jadi pemuda ini berfikiran yang aneh-aneh kepadanya.

"Jangan berfikiran macam-macam! Aku hanya menawarkan bantuan kepadamu." Sahut Naruto lagi saat melihat raut curiga terpampang jelas di wajah sang pemuda.

"Tidak perlu, terima kasih." Sepertinya pemuda itu masih curiga kepadanya, terbukti dia menolak bantuan darinya dan pergi begitu saja.

"Kenapa kau menolak bantuanku?" Naruto cukup terkejut melihat seseorang yang menolak menaiki mobil mewahnya dan mengabaikannya begitu saja. Mantan-mantannya dan calon-calonnya dahulu saja akan selalu tergoda hanya dengan melihat ponselnya saja.

Pemuda itu tidak menjawab dan benar-benar mengabaikan kehadirannya sedangkan Naruto masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Beberapa menit kemudian ia memandang pemuda yang telah berjalan cukup jauh darinya lalu tersenyum tipis.

'Pokoknya kalau aku bertemu dengannya lagi saat terjadi kecelakaan, dia adalah jodohku!' Batin Naruto seraya terkikik kecil dengan janjinya sendiri.

Karena bagaimana mungkin hal itu terjadi lagi bukan? Konoha itu luas sekali teman~

(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)(*)

"Sial..."

Naruto berdecak sebal di tempat duduknya sedangkan kedua sahabatnya yang duduk di depan hanya menghela nafas lelah. Kini mereka bertiga tengah berada di dalam satu mobil dan berencana untuk pergi ke Club malam yang paling terkenal di Konoha. Menghabiskan hari-hari penuh kesuntukan di sana sekaligus menghibur Naruto yang masih betah menjomblo selama satu bulan ini.

Sebenarnya sudah ada beberapa orang yang mulai mendekatinya, ada yang sok baik dan manis, ada juga yang sok pengertian. Semuanya sama saja bagi Naruto, orang-orang itu menginginkan hartanya atau yang lainnya.

Kemarin malam sang ibu juga kembali menelpon dirinya dan mengungkit-ngungkit soal pernikahan, membandingkannya kembali dengan Shikamaru dan Kiba yang telah menikah terlebih dahulu, bahkan mengenalkannya kepada semua orang yang menurut sang ibu baik untuknya.

Yare... yare... lalu setelah itu mereka akan memanfaatkannya kembali...

Lagi-lagi ia melampiaskan semuanya dengan datang ke club malam, dengan mengajak kedua sahabatnya. Jaraknya memang cukup jauh dari tempat tinggalnya dan karena itulah ia menyuruh Shikamaru saja yang menyetir.

...dan kini ia merasa semakin kesal saat mobil mewah ini terjebak macet karena ada salah satu gedung yang terbakar, jalanan terpaksa di tutup satu arah untuk mobil pemadam kebakaran dan tim penolong lainnya.

"Kita tidak bisa menyalahkan mereka Naruto, ya bersabar saja..." ujar Shikamaru seraya menyetel musik dari radio.

Mobil pun mulai berjalan kembali semakin mendekati lokasi kebakaran, Naruto yang kesal sekaligus penasaran ini pun memandang lokasi kebakaran yang cukup jauh dari mobilnya ini melaju. Walaupun begitu ia masih cukup jelas melihat kegiatan yang orang-orang lakukan untuk mengatasi kebakaran dan kemacetan ini.

"Pantas saja ramai, pemadam kebakaran, polisi, ambulance juga ada di sana, kenapa juga banyak orang-orang yang melihat kejadian itu? Kurang kerjaan apa?" ujar Kiba memandang heran kerumunan di seberangnya.

Naruto menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan Kiba, pandangannya masih tertuju kepada kerumunan di sana, sedetik sebelum ia memalingkan wajahnya.

"Lihat! Petugas kesehatan menemukan seseorang dari dalam gedung! Wah cepat sekali mereka menanganinya, apalagi pemuda yang kelihatan paling muda itu! Dia mengatasinya sendiri!"

Lelaki berambut pirang itu menolehkan kepalanya kembali dan seketika kedua safirnya membelalak lebar melihat seseorang yang lagi-lagi muncul pada situasi genting seperti ini.

Sangking banyaknya korban, pemuda itu bahkan harus menangani sendiri seseorang yang terluka, mengatakan sesuatu kepada rekannya dan kembali melakukan pekerjaannya.

Sebenarnya siapa dia itu? Dokter?

Tetapi setelah ia memeriksanya kurang dari satu menit, seseorang yang lebih dewasa darinya mengani sang korban dan pemuda itu ganti memeriksa korban yang lain.

"Dia..."

"Kau mengenalnya Naruto?" tanya Kiba yang mendengar gumaman Naruto.

Pemuda itu terlihat membuang sarung tangan lateks dan masker wajah yang terkena bekas darah itu dan berusaha memasang kembali dengan yang baru. Dari itu Naruto yakin sekali jika pemuda yang tengah bekerja dengan keras itu adalah pemuda yang sama.

Pemuda yang selalu ia temui pada saat seperti ini.

'Pokoknya kalau aku bertemu dengannya lagi saat terjadi kecelakaan, dia adalah jodohku!'

Entah ini sebuah karma atau sebuah kesengajaan takdir.

..

..

..

..

..

Naruto berdiri di depan sebuah gedung bercat putih dengan simbol 'cross' berwarna merah, ia pun memasuki gedung yang berukuran cukup besar itu dan hal yang pertama kali ia lihat adalah suasana yang hampir menyerupai sebuah rumah sakit.

Tetapi gedung ini bukanlah rumah sakit, tempat itu terletak 500 meter disebelah gedung ini.

"Ada yang bisa saya bantu?"

Seorang wanita berambut merah muda mendatanginya dengan senyum ramah, sepertinya wanita itu seumuran dengannya, cukup cantik dan manis pula, sayang sekali Naruto tidak tertarik dengan wanita itu.

"Aaa..." Naruto bingung harus berkata apa kepada sang wanita, ia ingin menemui seseorang tetapi ia sendiri belum mengetahui siapa nama lelaki itu, "Aku mencari seseorang, kemarin malam aku melihatnya masuk ke dalam ambulance palang merah ini."

"Bisa berikan ciri-ciri yang lebih spesifik?"

"Laki-laki, berambut hitam seperti pantat ayam, dia lebih muda dariku karena sepertinya dia seorang mahasiswa." Hanya itu yang bisa Naruto katakan, karena selebihnya ia masih belum mengetahui profil sang lelaki.

"Ahh sepertinya saya tahu siapa yang anda cari, sebelumnya perkenalkan nama saya Haruno Sakura, dokter di Rumah Sakit Konoha, salah satu penanggung jawab palang merah ini. Kalau boleh tahu, untuk apa anda mencari salah satu anggota kami?" tanya Sakura sedikit penasaran, karena dilihat dari perawakannya, Naruto terlihat seperti seorang om-om yang mencari anak muda, ia jadi sedikit curiga.

"Perkenalkan nama saya Uzumaki Naruto dan saya tidak bermaksud macam-macam." Naruto tersenyum lebar seraya mengibas-ibaskan tangannya, tahu sekali apa yang ada di dalam pikiran wanita itu, "Saya hanya ingin bertemu dengannya saja."

"Hahaha maaf saya telah berfikir macam-macam, lelaki yang anda cari biasanya akan ke sini sepulang kuliah, tidak menentu sih, tetapi sepertinya dia akan ke sini..." Sakura melihat pintu utama dan mata hijau berbinar ketika melihat objek yang ia maksud baru saja datang, "Nah itu dia, Sasuke-kun! Kemarilahh!"

Naruto membalikkan badannya dan ia tidak pernah sesalting ini saat melihat seseorang yang berjalan mendekatinya dan memandangnya bingung. Ada apa dengan dirinya?

"Ada apa Sakura-san?" tanya Sasuke kemudian, mata hitamnya sesekali melirik Naruto yang berdiri diam tanpa melakukan apapun, ia seperti pernah melihat orang ini di suatu tempat.

Ah, lelaki ini kan yang ia temui di kedua kecelakaan yang berbeda. Kenapa dia bisa ada di sini?

"Ini Uzumaki-san ingin bertemu denganmu, kalau begitu aku kembali ke rumah sakit dulu ya, kalau ada apa-apa kau harus segera menelponku, jaa naa..." jawab Sakura seraya pamit unjuk diri dari hadapan mereka berdua.

Meninggalkan kedua orang yang masih merasa asing satu sama lain, yang satunya memang dasarnya pendiam dan yang satunya lagi mendadak tidak bisa berkata apa-apa.

"Ada perlu apa?" tanya Sasuke membuka pembicaraan, "Apa kau marah karena aku menolak bantuanmu?" yah karena terakhir kali mereka bertemu kan karena masalah itu.

"Untuk apa aku marah karena hal itu? Aku hanya ingin mengatakan sesuatu..." Naruto menelan ludahnya dengan susah payah, ia yakin kini wajahnya sudah memerah karena gugup, "Ma-Maukah kau-"

"Apa kau sakit?" Sasuke mengerutkan wajahnya dan memandang Naruto lekat-lekat, ia harus mendongakkan kepalanya untuk memandang Naruto yang jauh lebih tinggi darinya.

"Ah? Ti-tidak kok! Aku hanya ingin-" ucapan Naruto lagi-lagi terhenti saat dengan seenaknya sendiri Sasuke meletakkan punggung tangannya di dahi Naruto yang memerah, memeriksa suhu badan sang pirang.

"Cukup hangat..." Sasuke melepaskan sentuhannya, "Kalau kau sakit seharusnya kau mendatangi rumah sakit bukannya markas palang merah, seharusnya kau mendatangi Sakura-san yang seorang dokter asli, bukannya aku."

Kesal karena kalimatnya selalu di sela, Naruto pun menggenggam pergelangan tangan Sasuke dan berucap sedikit keras,"Aku tidak sakit! Aku kemari untuk mencarimu dan mengajakmu makan siang bersama! Satu jam lagi aku harus kembali bekerja!"

"Hah?" Sasuke benar-benar tidak mengerti dengan pria dewasa di hadapannya ini, "Mengajakku makan siang? Kita bahkan belum saling mengenal secara formal." Dari sini Sasuke yakin jika lelaki pirang itu menginginkan sesuatu darinya.

Naruto adalah lelaki berumur 25 Tahun yang sudah melalui berbagai macam perjalanan cinta, mengajak langsung gebetan makan siang dan mulai PKDT adalah salah satu hal yang biasa orang dewasa lakukan dalam mencari cinta. Berbeda sekali dengan perjalan cinta para remaja yang harus malu-malu kucing, sok-sok an menjadi sahabat ataupun menunggu kepekaan. Itu terlalu lama untuknya!

Eh, apakah tadi ia mengatakan kata 'gebetan' dan 'PDKT'?

"Aku tertarik padamu, maka dari itu aku ingin mengenalmu lebih jauh dan salah satu hal yang terlintas dipikiranku adalah mengajakmu makan siang. Jangan berfikiran aneh-aneh." Jawab Naruto serius, ia seratus persen serius dengan perkataannya, ia memang tertarik dengan Sasuke semenjak pertama kali mereka bertemu, saat itu ia tidak menyadarinya karena masih merasa sakitnya patah hati.

Masa bodoh lah kalau Sasuke mengira Naruto terlalu agresif dan pemaksa, jika Naruto rasa Sasuke sama seperti mantannya terdahulu, ia akan segera pergi dari kehidupan sang raven. Ia hanya tidak ingin jatuh ke dalam lubang yang sama seperti dahulu.

"Jika kau menjadi aku, apa yang harus kau lakukan jika bertemu dengan pria dewasa asing yang tiba-tiba mengajakmu makan siang bersama?" tanya Sasuke datar, "Hanya orang bodoh yang menanggapi permintaan itu dengan suka hati."

"Kau sama sekali tidak bersahabat dengan orang lain yaa..." Naruto menghela nafasnya, ternyata sifat yang dimiliki pemuda di hadapannya ini cukup menyebalkan untuknya, "Kalau begitu kita makan siang bersama di kantin rumah sakit, banyak orang di sana dan kau bisa kabur jika aku melakukan yang tidak-tidak kepadamu."

Intinya Naruto benar-benar ingin makan siang! Dia sudah lapar tahu!

"Kenapa kau memaksa sekali?!"

"Karena aku ingin mengenalmu! Dan sekarang aku sudah sangat lapar!" tanpa membuang banyak waktu Naruto segera menarik Sasuke untuk keluar, ia berjalan dengan cepat menuju kantin rumah sakit yang ia tahu terletak di lantai bawah.

Ia pun mencari tempat yang kosong dan mendudukan Sasuke pada kursi di hadapan kursi tempatnya duduk, masa bodoh jika hampir semua pengunjung kantin adalah seorang dokter dan karyawan rumah sakit yang sedang melepas penatnya.

"Kau ingin makan apa? Sekalian aku pesankan."

Sasuke masih tidak mengerti dengan tindakan nekat yang lelaki pirang itu lakukan, ia bahkan masih belum tahu siapa nama lelaki itu, "Apa seperti ini perlakuanmu kepada seseorang yang menarik untukmu? Walaupun aku lebih muda darimu, tetapi tindakanmu sangat tidak sopan."

Mendengar hal itu sontak saja membuat Naruto tersadar dari tingkah memalukannya dan kembali duduk di tempatnya, wajah Sasuke jauh lebih keruh dari sebelumnya, ia menyunggingkan senyum lebar seraya menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Hahahaha maafkan aku! Aku hanya terlalu lapar dan kau keras kepala sekali~ Aku juga harus kembali bekerja dan aku tidak boleh terlambat hahaha sekali lagi maafkan aku!"

Apa segitu pentingkah perkenalan ini untuk Naruto? Sasuke tidak memahami tingkah Naruto. Kalau memang keburu waktu untuk bekerja, lelaki itu bisa mengajaknya nanti sore kan?

"Perkenalkan namaku Uzumaki Naruto, umurku 25 Tahun, aku sudah bekerja di perusahaan keluarga, nama perusahaannya juga ada Uzumakinya. Kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Naruto ramah, kesan serius yang ia perlihatkan tadi hilang seketika, Sasuke merasa lebih nyaman dari sebelumnya.

"Uchiha Sasuke, aku masih kuliah semester 6, kau ternyata jauh lebih tua dariku, maafkan aku." Jawab Sasuke seraya membungkukan badannya sebentar. Dia sudah berfikiran yang tidak-tidak kepada Naruto, siapa suruh memaksanya seperti tadi?

Dan siapa yang tidak tahu perusahaan besar milik keluarga Uzumaki itu? Sepertinya Naruto memiliki jabatan penting dalam perusahaan itu, kenapa pria tajir seperti itu malah mengincarnya dari pada mencari pasangan yang lebih menarik darinya?

"Hahaha kita terpaut 5 Tahun yaa~ Kau bisa memanggilku 'Naruto-nii' jika kau mau~" balas Naruto seraya tersenyum, "Tetapi sayang sekali aku tidak ingin hubungan kita berakhir sebagai seorang saudara~"

"Aku juga tidak ingin memanggilmu seperti itu Uzumaki-san,"

"Hahahaha kau terlalu kaku jika memanggilku seperti itu Sasuke, panggil saja aku Naruto, aku juga masih tampak keren seperti anak kuliahan bukan?" ujar Naruto semakin meramahkan ucapannya, ia pun bangkit dari duduknya dan memandang Sasuke kembali, "Ingin pesan apa? Aku sudah lapar nih!"

"Sama sepertimu saja," balas Sasuke sekenanya, lagian ia juga tidak terlalu lapar, "Tetapi minumnya jus tomat." Tambahnya.

"Okay, tunggu sebentar ya!"

Ternyata menu yang Naruto pesan adalah semangkuk ramen, Sasuke pun terpaksa memakan makanan yang tidak terlalu ia sukai itu, mencoba menghargai lelaki pirang yang katanya mau menraktirnya makan siang ini. Di sela makan, mereka pun sedikit berbincang tentang kehidupan sehari-hari, belum pada hal yang pribadi, sepertinya Naruto juga mengerti untuk tidak terlalu cepat menanyakan hal itu.

"Tidak kaget mendengarnya jika kau mahasiswa kedokteran, kau terlihat cekatan sekali saat menangani korban kecelakaan kemarin."

"Tugasku hanya memberi pertolongan pertama kepada korban, aku anggota resmi palang merah Jepang tetapi aku belum resmi menjadi dokter, jadi hanya itu yang bisa aku lakukan." Jelas Sasuke seraya meminum jus tomatnya.

"Eh, tapi kau meminta bantuan kepadaku saat pertemuan pertama kita, aku kan awam soal medis, apa itu tidak dikenakan sanksi?" tanya Naruto penasaran.

"Aku rasa tidak, kau hanya menolongku mengambil barang yang diperlukan untuk penanganan, seharusnya aku datang bersama timku sama seperti kebakaran waktu itu," ujar Sasuke seraya memandang Naruto lekat-lekat, "Kau melihatku kan? Aku tahu kau melihatku dari luar garis polisi sama seperti penduduk yang lain."

"Bagaimana bisa kau tahu?!" tanya Naruto terkejut, faktanya ia memang langsung keluar dari mobil dan menghampiri tempat kebakaran sebatas sampai garis polisi saja, karena itulah ia tahu jika Sasuke kemungkinan anggota tim kesehatan bersimbol 'cross' itu. Akan tetapi, bagaimana bisa Sasuke tahu jika ia berada di sana?

"Rambut pirangmu itu mencolok sekali di tengah para warga yang hampir berambut hitam semua." Jawab Sasuke singkat seraya mendorong mangkuk ramen yang masih tersisa banyak itu, "Maaf aku tidak bisa menghabiskannya, kau bisa memakannya jika mau." Mana mungkin pula pemuda berambut hitam itu memaksa orang yang baru dikenalnya memakan makanan sisa.

"Uwahhh sankyu Sasuke!" Naruto pun langsung melahap ramen yang masih tersisa cukup banyak itu dengan antusias, "Lain kali kau harus memesan makanan yang benar-benar kau sukai ya! Kau harus makan yang banyak untuk pertumbuhanmu!"

Sasuke hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan tingkah Naruto yang sebelumnya ia kira bertingkah seperti orang kaya pada umumnya. Lelaki pirang di hadapannya ini terlihat sangat ramah dan baik, pandai bersosialisasi walaupun di awal pertemuan ia terlihat sedikit salah tingkah.

Kenapa lelaki seperti ini malah hidup menjomblo sih?

"Umurmu sudah sangat siap untuk menikah Naruto-san, apa kau tidak berniat mencari pasangan hidup yang akan menemanimu?" Sasuke pun memberanikan diri untuk Naruto bilang sedang tertarik dengannya, bukan berarti lelaki itu menyukainya kan? Tertarik dan suka itu sangat beda untuknya.

"Kau tidak sadar jika yang aku lakukan ini salah satu dari yang kau tanyakan? Sudah kubilang aku tertarik padamu kan? Kau kira untuk apa aku ingin mengenalmu lebih jauh?" tanya Naruto ganti, ia pun menyeringai senang melihat wajah terkejut Sasuke, sekilas ia melihat semburat kemerahan menghiasi pipi pucat itu.

"Hahahaha aku terlalu cepat untuk mengejutkanmu ya?" tanya Naruto seusai ia memakan semangkuk ramen milik Sasuke tadi, "Aku menyukaimu, dari awal kita bertemu sepertinya, tetapi sayang sekali aku tidak menyadari perasaan 'cinta pada pandangan pertama' itu."

Sasuke termasuk pemuda yang tampan dan pintar di sekolahnya, karena itulah ia terkenal di kalangan para wanita yang selalu mengidam-idamkan sosok pangeran sempurna dalam hidupnya, hal itu terus berlanjut hingga kejenjang perkuliahan, ia selalu mendapat surat cinta setiap harinya. Ada pula yang dengan berani langsung menyatakan cinta kepadanya, tentu saja langsung ia tolak karena ia sendiri tidak mengenal siapa wanita itu dan malas untuk berinteraksi dengan mereka.

Kenapa ia tidak langsung melakukan hal seperti itu saja kepada lelaki di hadapannya? Cinta bukanlah prioritasnya dan kini ia lebih senang fokus dengan pendidikannya.

"Kau harus segera menikah bukan? Percuma saja kau mengejarku, aku tidak tertarik dengan urusan percintaan." Balas Sasuke datar, masa bodoh jika perkataannya ini cukup menyakitkan hati, lagi pula seseorang yang ditolaknya ini seorang laki-laki dewasa jadi ia tidak perlu melihat orang itu menangis seraya berlari dengan lebay.

"Memangnya kau ingin mengurusi urusan percintaanmu kapan? Aku akan menunggu, begini-begini aku pengertian tahu~ Kau berbeda dari mantan-mantanku yang seumuran denganku jadi aku bisa dengan gampang mengajak mereka menikah. Aku akan menunggu sampai kau siap jika perlu." Ujar Naruto ceria, tetapi perkataannya sangat serius sekali, sorot matanya tidak menampilkan kebohongan sama sekali.

"Ini bukan karena usi-"

"Aku akan tetap menunggu sampai kau siap." Ujar Naruto lugas.

"Bagaimana jika aku siap saat umurku 30 Tahun?"

"Bukannya aku malah senang karena kita sama-sama matang."

"Bagaimana jika aku mencintai orang lain saat aku telah siap mengurus urusan percintaan?" tanya Sasuke kembali, mata hitamnya memandang pergerakan sang pirang yang mendadak kaku, "Apa kau akan terus memaksaku?"

Setelah berucap demikian, Sasuke segera berdiri dari duduknya, berniat meninggalkan Naruto untuk segera pulang, lebih baik segera menolak perasaan sang pirang dari pada memberi harapan palsu.

"Itu hanya 'jika' Sasuke, kenapa aku harus memikirkan masa depan jika saat ini saja aku masih mengawang-awang?" Naruto menghentikan pergerakan Sasuke dengan lengannya, "Aku tidak pernah menyerah kepada orang yang aku cintai, jika... ingat hanya jika pada akhirnya kau tidak menyukaiku, aku akan menerimanya dengan lapang dada, yah itu adalah hakmu, tetapi sebelum itu terjadi biarkan aku berjuang untuk mendapatkan hatimu." Ujarnya seraya tersenyum.

Pemuda ini benar-benar sangat menarik, sangat sulit sekali untuk ditaklukan, ini akan sedikit lebih sulit dari yang sudah-sudah.

Suara getaran di saku celana Naruto membuat perhatian Sasuke sedikit teralihkan, mata hitamnya membelalak lebar saat melihat ponsel miliknya kini berada di tangan Naruto, "Bagaimana bisa?"

"Ponselmu hampir jatuh dari tasmu, jadi aku berniat memberitahumu, tetapi kapan lagi aku bisa mendapatkan nomormu jika tidak sekarang?" Naruto memberikan ponsel itu ke tangan Sasuke lalu mengecek ponselnya sendiri, "Aku harus segera pergi, kau bisa pulang sendiri kan? Maaf aku tidak bisa mengantarmu dan nanti malam aku akan menelpon mu! Awas saja jika kau tidak mengangkatnya, aku akan terus membuntutimu setiap hari!" ancamnya seraya terkikik, ia pun mengacak rambut hitam itu lalu pergi dari kantin rumah sakit.

Meninggalkan Sasuke yang hanya bisa berdiri kaku seperti orang bodoh.

..

..

..

..

..

To Be Continue

.

.

.

Berniat review? Moga-moga aja hari Rabu nggak ada halangan apapun jadi aku bisa post next chapternya yaa!

Thank Youu!