Boboiboy © Monsta Studio, Malaysia
OC (Hao, Elizabeth, Grandma Foglia, etc) & Fanfic by widzilla
May contain: OOC, AU, genderben.
Don't like, don't read. Don't leave negative / bad/ spam comments. You've been warned.
.
.
.
The Little Maid's Melody
.
.
.
Rintik hujan yang turun berirama lembut membasahi rumput dan dedaunan. Kabut tebal menyelimuti bergumul bersama udara dingin yang menusuk.
Tapi bukan berarti seorang gadis berseragam pelayan akan menjadikannya alasan untuk tetap menghangatkan diri di balik selimut.
Langkahnya menggema di lorong kastil yang megah bersama kepakan sayap sahabatnya yang terbang dengan setia di samping.
Pagi dengan rintik hujan cukup membuatnya khawatir. Ia bergegas menuju bagian belakang kastil di mana sebuah dapur antik kesayangannya selalu menghangatkan hati tiap pagi.
Suara derit pintu kayu yang tebal terbuka membangunkan penghuni dapur. Cicit tikus menyapa riang berlarian menuju atas meja kayu.
"Selamat pagi!" Sapa si gadis sembari bergegas menuju jendela.
Jemari lentik sang gadis membuka tirai dan daun jendela.
Tak pernah ia sangka bahwa para sahabat penghuni halaman belakang akan tetap berkunjung meski harus berpayung daun di kepala.
"Astaga! Kalian pasti kedinginan! Ayo, lekas masuk!"
Senyuman lebar menghangatkan hati burung-burung kecil dan para peri yang menunggu di luar jendela. Denting riang menyapa diiringi siulan merdu para burung.
Boboiboy bergegas mengambil handuk lembut dan membiarkan para sahabatnya duduk di atas lembaran kain nan hangat itu sembari menyiapkan sarapan dan minuman panas dengan kompor antik. Coklat panas adalah pilihan yang paling tepat untuk para peri yang begitu menyukai manis.
Tentu saja tungku dinyalakan agar ruangan lebih hangat. Namun dengan racikan sup di dalam kuali semakin membuat dapur beraroma wangi.
Di luar sana, para landak dan kelinci bersembunyi dalam sarang mereka yang hangat. Boboiboy tak mengkhawatirkan mereka, karena kemarin ia telah menyapu halaman membersihkan dari dedaunan kering. Dan para hewan penghuni taman belakang kastil dengan gembira mengambil dedaunan kering untuk menambah kehangatan dalam sarang mereka.
Boboiboy duduk bersama para sahabatnya menikmati kehangatan di dalam dapur dengan tungku yang menyala—memanaskan kuali berisi sup kentang di dalamnya.
Pancake hangat nan empuk dengan madu keemasan begitu lezat dalam mulut mungil para peri. Boboiboy memasukkan sepotong pancake dan madu dalam botol kecil ke dalam bungkusan agar para peri bisa membawanya untuk Ratu Rozetta.
"Pagi yang dingin. Tak kusangka hujan membuatnya lebih dingin lagi. Bagaimana kalau musim salju? Pasti benar-benar jauh lebih dingin. Apa kalian baik-baik saja jika musim salju datang?"
Para peri mengangguk. Mereka menceritakan bahwa tempat mereka tinggal di halaman belakang sana—di sebuah pohon Ek besar—para hewan turut menghangatkan diri dengan dedaunan yang telah mereka kumpulkan sejak musim gugur. Sama halnya dengan para peri yang juga menyiapkan diri mereka sebelum musim salju datang.
Ochobot benar-benar penasaran dengan tempat tinggal para peri. Ia antusias sekali mendengar dentingan yang mencerahkan pagi selama sarapan.
Setelah merasa cukup mengisi tenaga dengan sarapan, Boboiboy—si gadis mungil pelayan kastil Keluarga Lang, mengambil sapu, kain pel, serta ember dari gudang perkakas dan mulai membersihkan seluruh lorong kastil.
Tak peduli dinginnya air di ember, ia tetap mencelupkan tangannya dan memeras kain pel. Senandung mengalun diiringi langkah-langkah kecil para sahabat yang membantu. Para peri mengepakkan sayap dan berdenting lembut turut menyatu dalam melodi rintik hujan di pagi hari.
Setiap harinya selalu ada hal-hal yang membuat gadis itu jatuh cinta pada dunia magis yang ia pijak sekarang.
Meski sejak dialunkannya kisah kelam di balik rimbunnya Lost Forest, Boboiboy mulai memahami bahwa dunia magis yang sangat ia sayangi itu tengah dalam kalut.
Sihir kegelapan yang terkunci di pegunungan bersama para goblin jahat di balik hutan sana mulai menghimpun kekuatan perlahan-lahan sejak Perang Kabut kedua—delapan tahun yang lalu.
Perang Kabut pertama ratusan tahun lalu menjadi sejarah berdarah bagi seluruh penduduk dunia halfter. Sayangnya kenangan pedih itu terulang dan memakan korban tak sedikit pula.
Sebenarnya dalam hati kecil Boboiboy ada penyesalan karena telah menanyakan sesuatu yang kemudian membangkitkan kenangan pedih. Tapi dirinya merasa harus tahu hal sekelam apapun mengenai dunia magis tersayangnya itu.
Tak kenal, maka tak sayang.
Boboiboy benar-benar ingin memahami segala yang ia temui.
Ia bersyukur banyak orang-orang yang membantunya. Terutama buku saku dari Kakek Libros yang membahas segala makhluk bukan manusia. Kemudian Nenek Foglia yang menjadi gurunya. Para peri yang berdenting memberi gadis itu segala kisah yang menarik didengar, tanpa segan mereka memberi tahu Boboiboy apa saja yang boleh dan tidak ia lakukan. Teman-teman sekolahnya, juga Fang. Lebih terutama lagi—Hao dan Elizabeth. Sepasang suami istri yang tak pernah segan memerlihatkan kasih sayang mereka.
Suara dentang jam di pagi hari menggema di lorong. Boboiboy segera menyadari ia sudah cukup menyapu lantai kastil dengan bantuan para sahabat mungilnya. Di luar jendela nampak hujan telah berhenti meninggalkan genangan-genangan air di bumi dan membuat udara semakin dingin dikelilingi kabut putih.
"Aku akan ke pasar. Tolong jaga kastil ini, yah."
Dentingan meyakinkan gadis itu serta cicit burung dan tikus turut menjawab riang.
Boboiboy menemukan Ochobot masih tertarik membaca buku yang berada di perpustakaan Tuan Hao. Sang kepala keluarga mengijinkan burung hantu magis itu untuk membaca buku-buku di ruang besar tersebut. Betapa bahagianya Ochobot karena impiannya terkabul. Sejak di dalam cangkang ia begitu ingin sekali mengetahui banyak hal. Dirinya haus akan informasi. Sama hal-nya seperti Boboiboy yang ingin memahami segala yang mengelilinginya.
"Ochobot, kau mau ikut ke pasar?"
Kepala burung hantu tersebut berputar 180 derajat dan langsung dengan girang mengepakkan sayap. "Ayo! Ayo!"
Dengan hati-hati Boboiboy melangkah agar tak menginjak genangan air. Pagar teralis juga terasa basah dan dingin begitu gadis itu menyentuhnya. Uap hangat dihembuskan Boboiboy pada tangannya yang menggigil. Namun udara dingin tak bisa mengalahkan rasa hangat di hati gadis itu.
Sudah rutinitas seminggu sekali sang putri berbalut seragam pelayan, untuk berdiri menunggu gerobak jerami yang lewat dengan petani ramah yang mengendalikan tali kekang kuda di atas gerobak jerami tersebut.
Sapaan ramah membuat dinginnya udara pagi tak terasa. Namun tetap saja Ochobot lebih suka berada dalam pelukan Boboiboy yang mengenakan mantel hangat di tubuhnya.
"Selamat pagi, pak. Apa anda kehujanan tadi?"
"Selamat pagi, Boboiboy. Tidak, aku baik-baik saja—Untunglah aku sempat berteduh di lumbung bersama kudaku ini."
Boboiboy lega mendengarnya. Sang petani mengelap bangku tempat gadis itu duduk di sampingnya dengan kain yang terikat di pinggir gerobak.
"Oh, terima kasih banyak!"
"Sama-sama, nak. Nah—Bagaimana pelajaranmu dengan Nenek Foglia, Boboiboy?"
Sang petani membuka topik pembicaraan seiring kereta mulai berjalan dengan perlahan menuju desa. Ochobot tak mau ketinggalan mengikuti topik obrolan. Ia mengeluarkan kepalanya dari pelukan di balik mantel Boboiboy.
"Sangat menyenangkan! Saya jadi lebih bisa mengendalikan kekuatan yang ada dalam diri saya."
Sejak kejadian di pasar yang sempat menghebohkan dahulu—di mana para penduduk panik karena gerobak jerami besar tiba-tiba bergulir nyaris menabrak orang-orang di bawah jalan —semua orang jadi lebih mengenal gadis kesayangan mereka yang tinggal dengan Keluarga Lang.
Tentu saja selain Hao dan para peri, tak ada yang tahu bahwa peristiwa itu adalah ulah Nenek Foglia yang 'memaksa' Boboiboy untuk mau bersekolah.
"Guru mengijinkanku untuk mempraktekan kekuatanku di luar. Tapi hanya boleh menggunakannya tiga kali dalam sehari. Karena aku baru saja bisa mengendalikannya beberapa hari lalu."
"Itu sudah sangat bagus, anakku! Perkembangan yang hebat! Kau memiliki kekuatan yang murni dan positif. Membawa kedamaian bagi siapa pun yang merasakannya. Aku merasakan itu ketika kau mengeluarkan kekuatanmu dahulu di desa. Tapi ketika kau jatuh pingsan semua orang langsung panik. Kau tahu? Aku takut sekali melihatmu tiba-tiba ambruk—"
Boboiboy tersenyum hangat mendengar tuturan petani baik di samping. Ia begitu lega para penduduk membalas kasih sayangnya.
Angin berhembus menerpa wajah. Ochobot memejamkan matanya dan mulai tertarik untuk mengepakkan sayapnya. Ia meminta Boboiboy melepas pelukannya dan kemudian terbang bebas setelah dirinya yakin telah terbiasa merasakan dingin di sela bulu-bulu. Ia terbang bebas di udara dan sesekali hinggap di pinggir gerobak yang berjalan menuju desa kecil di bawah bukit. Burung hantu itu juga terkadang mengikuti obrolan sang petani dengan gadis majikannya.
Ochobot sangat suka mendengar cerita. Terutama cerita panen di perkebunan sang petani. Ia membayangkan ada banyak buah dan sayur yang bisa dipetik. Atau ketika para pengumpul kayu berjalan menelusuri hutan untuk mencari kayu bakar.
"Apa tak berbahaya berjalan-jalan di Lost Forest?" Tanya Ochobot antusias mengundang kekeh tawa sang petani.
"Ahahahah! Bukan—bukan di Lost Forest para pengumpul kayu itu mencari kayu. Biasanya mereka mencari di dalam hutan pinus yang menuju sungai. Ah—di sungai juga kadang kami memancing mencari ikan. Sangat menyenangkan!"
Jiwa petualang Ochobot tergelitik mendengar kisah hutan dan sungai yang dihias bebatuan besar. Ia membayangkan betapa gagahnya pemandangan yang dikisahkan oleh sang petani.
"Para penyihir ahli ramu juga terkadang mencari air murni dari sungai. Karena aliran air di sungai konon memiliki khasiat yang lebih istimewa. Para Golem juga mencari bebatuan di situ karena batu-batunya kokoh untuk dijadikan perkakas pertanian."
Tak terasa cerita yang diucapkan sang petani membuat waktu perjalanan mereka menjadi begitu singkat. Suara riuh pasar terdengar begitu mereka memasuki desa.
Lambaian ramah memisahkan Boboiboy dan Ochobot dengan sang petani. Kedua sahabat tersebut berjalan menelusuri pasar. Nampak hujan tadi pagi sama sekali tak membuat para penduduk desa menghentikan aktifitas mereka.
Kali ini mata Boboiboy menuju pada sebuah toko mungil dengan pintu kayu berkaca yang antik dengan teralis hitam yang menggantung papan nama Toko Rempah Penyihir Ginger, Boboiboy berpikir untuk berhenti dan membeli beberapa jenis rempah untuk belajar meramu.
Denting bel terdengar begitu daun pintu terbuka dan membuat aroma segar rempah dari dalam toko mengalun bagai lagu klasik membawa suasana hati Boboiboy dan Ochobot seperti dua orang cucu yang hendak menjenguk nenek mereka.
"Ibu Ginger, saya mau beli rempah—Oh, apa anda baik-baik saja?"
Nenek sihir tua terduduk di atas kursi kayu sambil mengelus-elus pinggangnya. Dari bibirnya yang telah keriput terdengar keluhan kecil. Tapi begitu melihat gadis pelayan kesayangannya, ia memasang senyum dan menyapa riang dengan suara paraunya penuh semangat.
"Boboiboy, sayangku! Oooh—Aku tak apa. Ini hanya penyakit orang tua saja. Kau tahu—tulang-tulangmu akan terasa sakit seiring umurmu bertambah meski kau seorang penyihir. Heheheh! Nah, sayangku. Apa yang mau kau beli, hmm?"
Belum sempat sang penyihir berdiri, Boboiboy bergegas menghampiri dan membantunya duduk kembali karena sepertinya Bu Ginger merasakan sakit pinggang lagi.
"Bu Ginger. Ijinkan aku menolongmu sedikit."
Penyihir itu hanya bisa tersenyum lebar melihat Boboiboy segera melepaskan mantelnya dan menaruh tas di dekat lemari rempah. Suara langkah sepatu menggema kecil di ruangan kayu toko. Boboiboy segera menyalakan tungku perapian dan memanaskan air dalam teko. Ochobot terbang mengambil kain hangat yang tergantung dekat meja ramu dan menyelimuti kaki penyihir pemilik toko. "Ooh—terima kasih, Boboiboy, Ochobot. Ini manis sekali!"
Teh mint dan kayu manis tersaji di meja mungil sebelah kursi tempat sang penyihir istirahat. Boboiboy mengambil beberapa kue dari tas mungilnya. "Makanlah, Bu. Saya baru memanggangnya pagi ini."
"Ini sungguh menyenangkan! Terima kasih, kalian berdua. Hmmm, lezat sekali rasanya!"
Boboiboy tersenyum dan berdiri di samping sang penyihir. "Boleh saya coba menggunakan kekuatan saya pada pinggang anda?"
"Ah—Sayangku, apakah gurumu mengijinkan?"
"Ya, tapi saya hanya boleh menggunakan kekuatan tiga kali dalam sehari saja."
Perlahan—sinar biru terang yang lembut terpancar dari telapak tangan Boboiboy. Gadis itu menyentuh pinggang renta Bu Ginger dan mengelusnya dengan hati-hati.
Penyihir yang menutup matanya merasakan ada aliran sejuk dari pingang hingga ke punggung. Rasa perih dan sakit dari tulang seperti hilang dibawa aliran air yang mengalir entah ke mana.
"Oooh—enak sekali. Punggungku bahkan tak lagi pegal." Suara parau ramah memuji dengan lembut. "Terima kasih, nak. Sungguh kekuatan dalam dirimu itu membantu banyak orang."
Boboiboy kembali tersenyum.
Sang penyihir tiba-tiba melompat dari bangkunya. "Hoplah! Lihat! Aku bahkan bisa berdiri tegak dengan tubuh tua ini sekarang!"
Ochobot terkejut hingga mengepakkan sayapnya lebar. "Uwow! I-Ibu Ginger! Apa anda benar-benar sudah sehat!?"
"Kau lihat sendiri, Ochobot! Heheheheheh! Nah! Sebagai tanda terima kasihku yang amat sangat besar—ijinkan aku memberimu rempah-rempah yang kau butuhkan!"
Beberapa kantung rempah dimasukkan dalam tas mungil dan diberikan pada Boboiboy dari Ibu Ginger.
Sinar matahari pagi yang selalu bersembunyi di balik kabut dan awan Inggris kini bagai nampak jelas di wajah Boboiboy yang tersenyum cerah. "Terima kasih banyak, Bu Ginger!"
Senyuman yang lebih lebar dan ciuman sayang di kening Boboiboy dari Bu Ginger semakin menghangatkan hati gadis berbalut seragam pelayan itu.
Genangan air di tanah tak lagi ia pedulikan. Para pedagang bersahutan menawarkan apa yang mereka jual, riuh tawar menawar harga serta nuansa jual beli di pasar dengan wangi tanah basah dan bunga segar begitu disukai Boboiboy
Sesampainya di kastil, Boboiboy kembali dibantu para sahabat mungilnya menyimpan segala persediaan pangan dalam lemari dan kuali. Toples-toples berjajar rapi berisi rempah dan biji-bijian.
"Malam ini aku ingin membawakan kue-kue kering untuk Nenek Foglia dan teman-teman di sekolah!"
Sementara Boboiboy menyiapkan segala alat dan bahan, Ochobot membantu menuangkan tepung dalam mangkuk besar. Namun tepung tersebut beterbangan dan membuat Night si kucing hitam yang berada di bawah meja berlumur tepung. Kucing itu bersin di membuat adonan yang melumuri wajahnya berhambur mengenai para tikus kecil.
Para peri tertawa geli mengeluarkan dentingan manis. Mereka terbang rendah dan membantu Night membersihkan wajahnya dari tepung.
Tanpa terasa—Malam yang ditunggu akhirnya berkunjung tiba. Ochobot yang telah banyak tidur siang tadi kembali tak sabar ingin bergegas ke sekolah Boboiboy.
Banyak yang ingin ia lihat, termasuk perubahan Fang menjadi wujud serigalanya. Tak pernah bosan atau berhenti mengagumi perubahan wujud nan luar biasa itu. Juga teman-teman baru Boboiboy yang selalu rajin berkunjung ke kelas mungil gadis pelayan tersebut selalu membawa kisah dan informasi yang membuat burung hantu junior itu haus akan belajar.
Fang memakan sarapannya dengan lahap. Hao dan Elizabeth bersyukur sejak kedatangan Boboiboy di kastil itu, anak mereka sama sekali tak pernah protes untuk mengunyah sayur. Ia justru kini nampak menikmati sekali makanan hijau yang ia kunyah dalam mulut.
Begitu sarapan usai, tiga sahabat yang terburu-buru menuju pintu depan tiba-tiba merasa tubuh mereka seperti diseret sesuatu ke belakang.
Elizabeth menangkap Fang, Boboiboy, dan Ochobot dalam pelukan hangat nan erat. Ia tahu ketiganya tak sabar menuju sekolah, tapi seorang ibu terus merindu suasana ramai di kastil besar. Elly menggunakan kekuatannya agar tak repot mengejar ketiganya menuju pintu depan.
Ciuman sayang mampir di pipi masing-masing anak-anak tercinta membuat Fang, Boboiboy, dan Ochobot tersenyum lebar menerima kehangatan sang Nyonya Vampir.
"Hhh—Aku selalu harus mengejar kalian. Lain kali mampirlah dulu ke pelukanku agar aku tak terlalu rindu kalian selama ada di sekolah nanti."
Ketiga buah hati sang Nyonya membalas pelukan Elly penuh hangat. Mereka memberi ciuman di kedua pipi. Ochobot tak memberi ciuman—tapi ia memberikan pelukan terbesar dengan kedua sayapnya yang lebar. "Oooh—ini manis sekali, Ochobot!"
"Kami berangkat dulu!"
Gemerisik dedaunan yang ditiup angin menjadi melodi di tiap malam.
Tanpa peduli dinginnya udara, seorang gadis selalu mensyukuri segarnya angin yang menerpa wajah selama ia memeluk burung hantu sahabatnya—dan duduk di punggung seekor serigala jejadian yang begitu ia cintai.
Boboiboy selalu berbisik dalam hatinya, berharap doanya didengar.
"Aku bahagia sekali di sini. Atok, kau tak perlu mengkhawatirkan aku lagi. Beristirahatlah dengan tenang di sana. Aku ingin sekali berbagi kebahagiaan ini pada semua orang. Sungguh aku berterima kasih telah bertemu dengan Fang, Tuan Hao dan Nyonya Elizabeth. Juga semua yang telah memberikan kebahagiaan ini padaku."
Bunga mawar putih yang mendengar doa sang gadis bersinar lembut. Wanginya semerbak seakan menjawab doa yang tulus itu.
Doa yang akan selalu mengalun dan dibawa lembut bagai angin di malam hari, menyentuh seluruh pelosok hutan, lembah, hingga gunung. Meski di tempat yang tertutup gelapnya bayang-bayang sekalipun.
.
.
.
TBC
.
.
.
Hai semuanya!
Akhirnya sempat juga membuat lanjutan trilogi Melodi Malam Hari ^^ Semoga masih ada yang berkenan baca ^^
By the way, saya akan berjualan merch Boboiboy di Comifuro nanti di booth B-34. See you there, guys ^^7
Salam sayang,
Widzilla