BREATHE

"Hyung, tidak kah kau mengerti? Aku mencintainya. Sangat mencintainya hingga kadang-kadang paru-paru ku terasa sesak. Beberapa kali aku menemukan diriku kesulitan untuk menarik nafas, aku tidak sanggup menangkap oksigen. Dadaku nyeri layaknya berenang dilautan dan tidak mampu untuk mengambil nafasku dipermukaan."

"Aku takut lautan, Hyung."

"Lautan tempat yang sangat gelap, terlalu biru. Murni dengan kengerian yang menggetirkan."

"Dan…"

"Aku takut tidak menemukan nya disana."

"Karena aku akan merasa kosong jika tidak ada Jungkook disekitarku."

"Tidak akan bisa menggenggam tangannya sebagai panduanku menemukan daratan."

"Dan pada akhirnya…"

"Pada akhirnya aku akan tenggelam."

"Karena itu, Hyung.. karena itu aku mohon, mengertilah."

"Aku mencintai Jungkook. Lebih dari apapun."

"Aku tidak akan pernah bisa meninggalkannya."

"Alien jelek!" Jungkook yang baru berumur sepuluh tahun saat itu tidak pernah sekalipun memanggil Taehyung dengan namanya. Ia tak peduli dengan status Taehyung yang notabene lebih tua darinya dua tahun dan seharusnya menambahkan imbuhan –Hyung- setiap kali Jungkook memanggil bocah itu. Baginya, Taehyung terlalu kekanakan untuk pantas dilabeli hyung. Mana ada hyung yang ceroboh dan selalu jatuh dari sepedanya setiap kali bermain balapan dengan Jungkook. Mana ada hyung yang menangis berteriak nama 'Jungkookie' berulang-ulang untuk meniupi luka di lututnya. Mana ada hyung yang memeluk Jungkook dari belakang sepanjang perjalanan pulang dari sekolah dasar ke kompleks perumahan mereka dengan alasan takut diserang monster hutan.

Yang pantas disebut hyung dalam hidup seorang Jungkook adalah orang yang lebih kuat, lebih mandiri, lebih berani, dan mampu melindungi Jungkook dari apapun. Bukan malah sebaliknya.

Kejadian seperti ini sudah terjadi setidaknya lebih dari lima kali dalam seminggu. Taehyung yang memeluknya dengan erat, terlihat rapuh, dan sangat bergantung dengan kehadiran Jungkook.

"Alien jelek!" Sekali lagi Jungkook mengencangkan suaranya. Inilah satu-satunya trik yang dapat dipikirkan Jungkook kecil saat itu demi mengambil perhatian Taehyung yang tengah menangis kuat di kerah seragam sekolah Jungkook. Sesenggukan dan kacau. Mencengkram baju Jungkook layaknya anak 'tk' yang panik jika ibunya akan meninggalkannya.

Taehyung perlahan-lahan mengangkat kepalanya dari ceruk leher Jungkook yang kini setengah basah oleh air mata. Kedua bola mata yang memerah dan berkaca-kaca menatap lurus ke arah anak yang lebih muda. Cairan hidung yang tak henti-hentinya merembes keluar menambah poin kekacauan pada wajah Taehyung. Cengkramannya pada kain seragam Jungkook pun tidak melonggar sedikit pun.

"Kooo, Kookiee, aku bukan alien jelek." Protesnya tersendat-sendat dengan suara lelah habis menangis. Helaan nafas terdengar dari bibir Jungkook. "Kalau tidak begitu, kau tidak akan berhenti menangis." Katanya sambil mengusap bulir air yang baru saja turun dari ujung mata Taehyung. Hal yang sudah terasa seperti rutinitas bagi Jungkook tiap kali anak dihadapannya ini menangis tak henti.

"Katakan, kali ini apa lagi?" Tanya Jungkook saat Taehyung sudah mulai mengatur nafas dan tangisnya.

"Aku, aku," Taehyung menggigit bibirnya seperti menahan sesuatu. "Aku jatuh."

'Tentu saja, tentu saja.' Jungkook ingin sekali memutar bola matanya jika saja Taehyung tidak melihatnya dengan wajah yang penuh air mata seperti sekarang. Taehyung itu seperti anak yang sama sekali tak kenal kata 'keseimbangan' dan bisa jatuh bahkan jika ia hanya berdiri di tempat. Benar-benar definisi sempurna dari apa yang mereka sebut dengan 'clumsy'.

Taehyung menarik nafas dalam. "Tadi aku bermain ayunan. Aku kira aku ingin berayun lebih kuat, karena pasti rasanya menyenangkan. Aku terus menambah kekuatan pada ayunanku, dan.. dan aku kehilangan krontrol-"

"Kontrol."

"Ya. Kontrol pada ayunanku, dan.. dan.. aku terlempar kedepan, dan..dan…wajahku mencium tanah, dan..dan.. lututku mengeluarkan darah, banyak.. banyak sekali darah, dan..dan.. tidak ada siapa-siapa.. aku bingung, tidak bisa berjalan, dan kakiku sakit, kookie, sakit sekali, telapak tanganku juga, lecet, sakit, kookie" Rengek Taehyung dengan air mata yang menjadi-jadi.

Kejadian seperti ini sudah terjadi setidaknya lebih dari lima kali dalam seminggu. Taehyung yang memeluknya dengan erat, terlihat rapuh, dan sangat bergantung dengan kehadiran Jungkook. Tentu saja kemudian akan diikuti Jungkook yang perlahan-lahan meleleh dan melebur dalam rasa iba terhadap teman kecilnya itu. Kerapuhan Taehyung selalu berhasil membuat kepribadian Jungkook melembut seketika. Wajah mungil yang memohon untuk di usap, alis nya yang mengernyit menahan rasa sakit, bibirnya yang terus menerus memanggil nama Jungkook seperti mantra dan hidung dengan tahi lalat di ujungnya yang basah dan tersumbat karena menangis. Semuanya, semua tentang lemahnya anak itu selalu membuat Jungkook pada akhirnya jatuh luluh ke tanah untuk Taehyung.

"Sshh, sudah tidak apa-apa. Sudah ada aku, alien. Sudah ada kookie. Ssh.." Jungkook berusaha menenangkan anak dipelukannya itu dengan sabar dan halus. Menghabiskan waktu banyak sekali dengan Taehyung dan menyaksikannya kecerobohan si bocah membuat Jungkook tidak jarang berpikir untuk mendaftar menjadi kakak angkat si alien, (jika memang ada prosedur yang mengatur hal seperti itu di Korea. Jungkook kecil tidak tahu ini. Dia akan menanyakannya nanti pada Namjoon-hyung nya) agar dapat selalu menjaga this little piece of walking self-destruction 24 jam sehari.

Jari-jari Jungkook mengusap kedua pipi Taehyung hati-hati. "Apakah lututmu masih terasa sangat sakit?" tanyanya memastikan.

Taehyung menggeleng ragu-ragu, masih dengan mata yang berlinang. "Sudah tidak tapi masih sedikit perih."

Tangan Jungkook beralih ke rambut sun-kissed Taehyung yang helainya terbang dengan tenang mengikuti buaian angin senja. Jungkook mengusap lembut kepala Taehyung beberapa kali. Ia menyapu rambut-rambut kecil yang mengganggu di wajah Taehyung dengan lembut dan sekali lagi mengusap kelopak mata Taehyung dengan kedua ibu jarinya. Si anak yang lebih tua hanya memejamkan matanya menerima dengan senang hati semua perlakuan halus dari Jungkook. Sebuah kebiasaan yang diterapkan Jungkook untuk memberi efek tenang pada anak yang menangis setidaknya seminggu dua kali itu. Ibu Jungkook selalu memperlakukannya dengan cara itu tiap kali Jungkook menangis dan Jungkook rasa hal ini juga bekerja pada Taehyung melihat bagaimana Taehyung selalu tampak lebih tenang dan bernafas lebih teratur setelahnya.

"Apa aku perlu membawamu ke rumah sakit?" Jungkook melonggarkan cengkraman telapak tangan Taehyung di baju seragamnya dan balik menggenggamnya halus. Membawa tangan itu kearahnya dan memeriksa luka lecet disana. Ada luka goresan yang tidak begitu parah terukir ditangan pucat Taehyung. Debu dan tanah ikut melekat disana.

Jungkook meniupnya pelan lalu menautkan jari-jari mereka menjadi satu. Ia tersenyum halus pada anak yang lebih tua. Meyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia disini.

Dengan sisa-sisa air mata dan setitik kecil rasa perih dikaki dan tangannya Taehyung menggeleng. "Tidak perlu. Hanya luka begini mana mau dokter memperdulikannya."

Sebuah tawa kecil yang halus lolos dari bibir Jungkook. "Semua dokter pasti akan memperdulikan pasiennya sekecil apapun luka yang ia dapat."

Untuk beberapa detik Taehyung menatapnya tanpa menjawab apapun. Ada secercah kekaguman memancar di kedua bola mata Taehyung setiap kali melihat anak yang lebih muda datang kepadanya seperti ini. Kuat dan lebih dewasa dari umur sebenarnya. Membuat Taehyung selalu ingin bergantung padanya. Kookie kesayangannya. Kookie miliknya.

"Kookie seperti Namjoonie-hyung ya?"

"Apanya?"

"Cara bicaranya!" Tidak ada lagi suara serak sehabis menangis yang terdengar dari Taehyung dan Jungkook bersyukur akan itu.

"Kookie selalu terdengar keren kalau bicara. Pintar dan bijaksana. Seperti Namjoonie-hyung." Taehyung tersenyum sembari menyeka hidungnya yang memerah. Memandangi Jungkook seperti orang nomor satu yang dikaguminya. Dan memang seperti itu.

"Namjoon-hyung itu sudah besar, sudah SMA, sudah tau banyak hal daripada aku. Jangan samakan aku dengan dia. Aku ini hanya bocah bodoh yang tidak tau apa-apa, terkadang aku minder jika berdiri disamping Hyung. Hyung sangat tinggi! Sepertinya aku harus minum lebih banyak susu. Hyung juga sangat tampan, apa aku harus mengambil krim wajah hyung diam-diam, Hyung juga—" Jungkook berhenti ketika ia tiba-tiba merasakan sentuhan hangat dipipi kirinya.

"Jungkookie juga tinggi, bahkan lebih tinggi dari aku! Jungkookie juga tampan, tampaaan sekali, aku suka Kookie, Jiminnie suka Kookie, semua orang suka Kookie!" Senyuman itu melebar hingga hampir menutup mata Taehyung. Ada banyak hal yang Jungkook tidak mengerti di umurnya yang sekarang dan itu termasuk senyuman Taehyung. Setiap kali anak itu melebarkan mulutnya seperti itu, Jungkook akan merasa beribu-ribu mahluk bersayap terbang didalam perutnya. Menggelitik dan tak nyaman namun juga menyenangkan disaat yang sama.

"Jangan berkata yang tidak-tidak. Ayo pulang, ahjumma pasti sangat khawatir kau belum pulang sampai sekarang. Apalagi terluka seperti ini." Jungkook menyembunyikan wajahnya yang menghangat karena perkataan Taehyung dengan menunduk kebawah. Jari-jari mereka masih bertautan. Masih terduduk diatas tanah, didepan ayunan taman, dibawah matahari yang mulai tenggelam.

"Mmm!" Sahut Taehyung ceria. "Piggy-back!" Serunya sambil meraih pundak Jungkook.

Jungkook tidak mengeluh. Sejujurnya, ia tidak pernah mengeluh.

-BREATHE-

Langit di Busan tampak lebih tinggi dari biasanya. Mulai dari semilir sejuk disenja hari, jalanan yang sepi pengendara, rumah-rumah yang tenang disana-sini, semua terlihat lebih mengagumkan dari sudut pandang kedua anak kecil yang tengah berjalan dengan tubuh yang satu diatas punggung yang satu. Taehyung memeluknya begitu erat hingga terkadang Jungkook harus menegurnya untuk melonggarkan pelukan Taehyung di lehernya.

"Kookie, pakai sabun apa?" Taehyung tiba-tiba bertanya.

"Aveeno yang lemon, edisi Iron Man. Kenapa memangnya?"

"Harum sekali." Kepala Taehyung bersandar lebih dalam dilekukan leher Jungkook. Menghirup aroma tubuh Jungkook yang menenangkan. Tidak maskulin dan menusuk seperti parfum Yoongi-hyung, tapi sangat lunak dan mampu membuatnya tertidur bila terlalu lama berada didekat tubuh yang menguarkan bau lembut itu.

"Benarkah?" Jungkook meneruskan jalannya. Begitu berhati-hati agar kedua tangan yang sedang membopong tubuh Taehyung tidak mengenai lututnya yang tengah terluka. Dalam hati ia tersenyum. Iron man tidak pernah mengecewakan.

"Hmm.." gumam Taehyung lembut di lehernya. "Pakai ini terus ya? Aku suka."

Ada banyak hal yang Jungkook tidak mengerti di umurnya yang sekarang. Rute bus yang merepotkan untuk di ingat, membaca not balok saat kelas musik, pekerjaan rumah fisika yang sampai sekarang masih sulit untuk dipahaminya, kenapa orang tuanya harus membayar pajak, dan masih banyak lagi. Tapi satu hal yang Jungkook berhasil mengerti di umurnya yang sekarang. Bahwa pertemanannya, waktu yang dihabiskannya, dan tiap bekal makanan yang ia bagi bersama dengan seorang bocah lelaki bernama Kim Taehyung membuatnya tidak akan pernah bisa menolak permintaan anak itu. Pada titik ini, Jeon Jungkook mungkin akan menyetujui hal segila apapun jika itu Kim Taehyung yang meminta. Bahkan bila suatu saat nanti Taehyung memaksanya memberikan figura Iron Man kesayangannya, Jungkook akan memenuhi permintaan itu.

Maka dalam pikirannya Jungkook membuat sebuah catatan kecil. Ingatkan Eomma untuk membeli sampo ini setidaknya sepuluh botol di super market. Jangan sampai kehabisan. Kalau Eomma menolak, gunakan taktik mencuci piring dan membawa Ro-ro keluar berjalan-jalan di taman anjing.

-BREATHE-

Pertama kali Taehyung sadar bahwa ia mencintai Jungkook adalah saat ia menginjak usia ke lima belas tahun dan Jungkook tiga belas tahun. Ia masih sangat muda dan tak jarang salah memutuskan hal yang benar untuknya. Tau apa dia tentang cinta? Tau apa dia tentang perasaannya? Melihat Jungkook yang tertawa membuatnya ingin ikut tertawa. Senyum Jungkook menyejukkan sesuatu dalam dirinya. Classic, but true. Alis Jungkook yang bertautan ketika dalam keadaan tidak nyaman membuatnya bertanya sekaligus khawatir. Apa yang membuat Jungkook memasang wajah seperti itu? Aku ingin memukul siapapun yang bertanggung jawab akan ini. Kedua bola mata yang besar dan berbinar tiap kali mereka membicarakan tokoh marvel favorit mereka dan bibir tipis yang terkadang kering dan pecah karena udara dingin. Seluruh unsur tentang Jungkook, kelebihan, talenta, maupun kegagalannya dalam pelajaran fisika. Kesemuanya itu dicintai Taehyung teramat dalam. Ia tidak perlu menunggu lima tahun lagi untuk mengerti apa yang sedang dirasakannya terhadap dongsaeng nya itu. Tak perlu menjelajahi internet untuk menemukan tanda-tanda awal seseorang jatuh cinta. Hanya dengan melihat Jungkookie-nya dari jendela kelas di lantai dua yang sedang bermain Lacrosse bersama tim nya di lapangan, ia yakin benar, bahwa ia mengagumi Jeon Jungkook lebih dari sekedar adik dan sahabat yang cemerlang.

Kim Taehyung baru berumur lima belas tahun ketika ia jatuh cinta untuk pertama kalinya. Pada sahabatnya sendiri. Dan ia baru akan menuju umurnya yang ke enam belas tahun ketika Jungkook memberitahunya bahwa ia menyukai seorang perempuan bernama Jieun.

To Be Continued...

Haiii! Salam kenal! saya penulis baru di dunia per-taekook-an ini dan ini fanfiction pertama juga sih :")

come yell at me at instagram lauralaoo !

any kind of reviews are welcomed and going to update this story soon! Thankyou for reading! :)