She and Him

Chapter 9 : Unspoken Feelings

Disclaimer : This story is belong to me and Naruto always belong to M. Kishimoto.

Warning : OOC, EYD amburadul, Typos and absurd story.

Summary :

Uchiha Sasuke selalu mendapatkan apapun yang dia inginkan dan segalanya nampak 'biasa' baginya sampai akhirnya dia bertemu seorang gadis yang merubah hidupnya. Dalam artian yang sebenarnya.

.

Enjoy!


Sasuke membuka manik legamnya, hari ini adalah hari ke-18 nya berada di penthouse Itachi. Pemuda keturunan Uchiha itu menerima perawatan untuk lukanya selama dia berada di penthouse Itachi. Mengetahui matahari sudah meninggi, Sasuke lantas beranjak dari ranjangnya. Ingatannya kembali pada saat dia baru saja sadar dari operasinya dan Kabuto adalah orang pertama yang Sasuke lihat di rumah sakit. Alih-alih memberontak, Sasuke nyatanya hanya menurut saja saat Kabuto membawanya ke penthouse Itachi.

"Tuan Sasuke-sama sarapan sudah siap, Itachi-sama sedang menunggu anda untuk sarapan bersama."

Sasuke baru saja membasuh wajahnya ketika Kabuto mengetuk pintu kamarnya dan berseru dari balik pintu. Sasuke sudah terbiasa dengan segala sesuatu di penthouse mewah itu, pun dengan kehadiran Kabuto disana dan Itachi yang selalu menunggunya bangun untuk sarapan bersama. Ingatannya seketika kembali pada saat Sasuke baru saja berada di penthouse itu.

"Jadi setelah kau berusaha membunuhku, sekarang kau membawaku kesini? Apa Itachi yang menyuruhmu? Sebelumnya aku pikir kesetiaanmu kepada Kaa-san melampui seekor anjing."

Pada saat itu Sasuke bisa melihat Kabuto menatapnya dengan nanar. Selama ini tentu saja Sasuke tahu Mikoto mendapat bantuan dari Kabuto untuk menjalankan semua rencananya. Sebelum Sasuke kecelakaan bahkan dia sempat mendapatkan pesan singkat berisi peringatan dari Itachi soal Kabuto.

"Saya tidak dapat mengabaikan kebaikan Kaguya-sama kepada saya. hanya inilah yang saya bisa untuk menyelamatkan anda, Tuan."

Kabuto adalah seorang anak panti asuhan yang mendapatkan bantuan dari mendiang Kaguya Uchiha. Karena kebaikan hatinyalah Kabuto dapat menyelesaikan pendidikannyassampai trata dua dan akhirnya mendapatkan kepercayaan sebagai tangan kanan Fugaku karena kecerdasannya. Sasuke memang tidak tahu seperti apa hubungan Mikoto dan Kabuto, tetapi yang Sasuke tahu, keduanya memiliki kedekatan yang tidak biasa. Tentu saja. Kabuto selalu patuh kepada semua perintah Mikoto. Sasuke menyeringgai tipis ketika mengingatnya.

Setelah mengganti pakaiannya, Sasuke segera melangkahkan kakinya dimana kakaknya sudah menunggunya untuk sarapan bersama. Jujur saja, Sasuke merasa terkejut ketika mengetahui fakta bahwa Itachi lebih tahu segalanya daripada dia, Sasuke memang tidak pernah bertegur sapa dengan Itachi ketika keduanya sepakat untuk menempuh jalannya masing-masing setelah Fugaku menikahi Mikoto. Tetapi keduanya masih memiliki hubungan yang sangat baik sampai sekarang.

"Bagaimana keadaanmu, Sasuke? Sudah merasa baikan?"

Karena Itachi bertanya, seketika Sasuke merasa nyeri disekujur dada bagian bawahnya. Selama di penthouse, Itachi melakukan apa saja untuk mempercepat pemulihan Sasuke. Jemari pemuda bersurai raven itu kemudian menggeser kursinya untuk diduduki, sementar Itachi masih menatap Sasuke dengan seulas senyum pada parasnya—masih menunggu adiknya untuk menjawab pertanyaannya.

"Cepat selesaikan sarapanmu lalu pergi. Dewan direksi tidak suka menunggu, apalagi menunggumu Itachi."

Sasuke hanya berujar sekenanya sembari memasukkan potongan pancake madunya kedalam mulutnya tanpa repot-repot membalas pertanyaan Itachi. Itachi seketika terkekeh pelan, Sasuke sama sekali tidak berubah, adiknya itu tetap saja bersikap sok keren begitu.

"Kau harus banyak beristirahat, setelah kau sehat, kau bisa kembali ke kantor."

Itachi mengingatkan Sasuke. Selama Sasuke menghilang, Itachi lah yang mengambil alih posisinya untuk sementara. Keduanya sepakat untuk menyusun rencana untuk mendepak Mikoto dan juga Sai dari sisi Ayahnya. Walau keduanya tidak mengatakannya secara gamblang, baik Sasuke maupun Itachi, keduanya merasa ini adalah saatnya mengembalikan semuanya pada posisinya masing-masing, termasuk posisi Mikoto dan juga Sai.


Hari ini Hinata bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Setelah menyiapkan sarapan dan juga mandi, Hinata segera berdandan. Gadis bersurai indigo itu tengah mengaplikasikan eyeliner legamnya ketika sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, Hinata lantas meraih ponselnya dan melihat siapa yang mengiriminya pesan. Setelah mengetahui kalau Gaara yang mengiriminya pesan, Hinata sedikit merasa kecewa. Alih-alih membalas pesan Gaara, Hinata justru mengetikkan pesan baru untuk pemuda bermanik legam dengan seringgai khasnya yang tiba-tiba menghilang dari hidupnya. Rasanya setengah dari dirinya masih tidak percaya kalau Sasuke tiba-tiba berada diluar jangkauannya. Manik lavendernya terasa berair setelah mengingat bagaimana sebuah mobil ford begitu saja menabraknya dengan kecepatan tinggi. Sedikitpun Hinata masih belum bisa melupakannya. Manik lavendernya lantas beralih pada pantulan cermin yang ada dihadapannya, ada coretan eyeliner dipipi putihnya. Gadis bersurai indigo itu teringat pada saat Sasuke memberikannya sebuah tissue untuk menghapus noda eyeliner dipipinya. Sebelumnya Hinata mengira kalau absennya Sasuke dari hidupnya tidak akan memberikan dampak apapun padanya, tetapi gadis itu salah. Apalagi ketika gadis bersurai indigo itu mendapati air matanya menetes begitu saja. Hinata benar-benar salah.


Suasana di ruangan yang didominasi warna putih dan juga cokelat itu terasa begitu tegang karena kehadiran Itachi di tengah-tengah rapat yang sudah berjalan hampir setengah jam yang lalu. Pemuda bersurai panjang yang diikat rapi itu tiba-tiba saja menginterupsi rapat dan duduk begitu saja di kursi yang seharusnya diduduki oleh Sasuke. Semuanya memang tahu kalau posisi Sasuke digantikan oleh Itachi tetapi hampir semua yang ada disana tidak mengira kalau Itachi akan mengikuti rapat ini mengingat dulu saat Sasuke masih belia, Itachi yang digadang-gadang menjadi pengganti Fugaku kelak, justru bertingkah semaunya dan tidak pernah muncul di rapat-rapat penting saat ini.

"Baiklah, mungkin saya harus mengulangi apa yang tadi saya sampaikan mengingat mungkin saja Itachi-sama tidak familiar dan mengerti karena beliau baru akhir-akhir ini bergabung di perusahaan ini."

Itachi hanya tersenyum mendengar salah satu Dewan Direksi akhirnya mengeluarkan suaranya. Sementara Danzo menyeringgai tipis sebelum akhirnya meneruskan penjelasannya mengenai proyek baru perusahaan.

"Jadi untuk proyek ini kita harus bekerja sama dengan perusahaan asing di Eropa. Aku mengusulkan untuk mengutus Itachi-sama karena beliau pernah beberapa kali tinggal di luar negeri, pasti beliau memiliki koneksi disana yang dapat memudahkan proyek ini."

Danzo mengakhiri penjelasannya dengan merekomendasikan Itachi sebagai delegasi dari perusahaan. Seketika ruangan rapat yang terlihat mewah dan cukup luas itu menjadi gaduh, banyak pro-kontra yang disuarakan oleh beberapa Dewan Direksi yang lain. Itachi tentu saja tahu apa tujuan dari rapat ini. Pemuda bersurai legam itu bahkan merasa salut kepada Sasuke. Bagaimana bisa adik kecilnya itu dapat bertahan sejauh ini di tempat seperti ini?

"Sementara Itachi-sama menjadi delegasi di Eropa, Sai-sama dapat memimpin perusahaan disini. Dengan begitu bukankah perusahaan ini dapat semakin maju? Saya rasa Sai-sama sudah memiliki banyak pengalaman, bukan?"

Ruangan rapat itu seketika kembali gaduh namun sepersekian detik kemudian menjadi sunyi karena Itachi yang tiba-tiba saja tertawa keras sekali. Tentu saja beberapa Dewan Direksi merasa bingung, begitu pula dengan Sai dan juga Ino yang berada disana.

"Aku tidak setuju. Kau sendiri mengakui kalau aku tidak familiar bahkan tidak mengerti dengan sistem perusahaan karena aku baru saja bergabung. Bukankah itu akan membawa suatu kemunduran kalau aku yang menjadi delegasi perusahaan?"

Pemuda bersurai panjang itu lantas bersandar pada kursinya, manik legamnya menatap Danzo dengan intens.

"Bukankah seharusnya Sai-sama yang pergi mengingat dia punya banyak pengalaman yang mumpuni? Ditambah catatan kalau dia sering menangani banyak proyek perusahaan. Dia punya banyak peluang dibanding aku."

Itachi lagi-lagi tersenyum sementara Sai seketika menengang. Sai tidak pernah membayangkan kalau Itachi akan ikut campur dengan urusan perusahaan sebelumnya, tetapi nyatanya sekarang Itachi disini, berada beberapa meter darinya dan dengan kepercayaan diri yang luar biasa berusaha untuk mendepaknya ke luar negeri. Kalau Mikoto dan Sai menganggap bahwa Sasuke adalah orang yang berbahaya bagi mereka, tentu saja mereka salah. Itachi justru lebih berbahaya ketimbang Sasuke.

"Tenang saja, Sasuke-sama akan segera kembali ke kantor kalau dia sudah sehat."

Itachi menambah argumennya. Seluruh orang diruangan itu mungkin memang meremehkan kemampuannya tetapi tidak dengan Sasuke. Hampir semua yang ada disana menaruh hormat pada adiknya itu.

Kebanyakan dari peserta rapat lantas menyetujuinya, memang seharusnya orang yang memiliki track record yang bagus yang seharusnya menjadi delegasi perusahaan. Dan akhirnya rapat berakhir dengan keputusan Sai yang akan menjadi delegasi perusahaan ke luar negeri.

Danzo hendak pergi dari ruang rapat itu ketika Itachi tiba-tiba mendekatinya. Setelah tersenyum simpul, Itachi lantas mulai berbicara.

"Melihatmu begitu bekerja keras untuk menjadikan perusahaan ini maju, aku jadi ingin menceritakanmu sedikit kepada Presdir."

"Anda tidak perlu begitu, Itachi-sama."

Itachi seketika tertawa pelan sembari mengibaskan jemarinya ketika pria yang seumuran dengan Ayahnya itu mencoba bersikap rendah diri.

"Apa maksudmu tidak perlu begitu? Aku sudah membaca profilemu, kau sudah cukup lama berada di perusahaan ini. Jadi sekali lagi aku sangat mengapresiasi kerjamu, terima kasih Danzo Shimura."

Itachi dapat melihat Danzo terkesiap ketika Itachi memanggilnya dengan nama keluarga yang sudah selama ini dia tutupi bagaimana pun caranya. Danzo lantas menatap Itachi yang kini berubah serius. Sepersekian detik kemudian, Itachi melangkahkan kakinya, membuat posisinya berdiri sejajar disamping Danzo.

"Jangan harap kau bisa membuat anakmu menjadi seorang Presdir, Shimura."

Sontak Danzo merasa terkejut. Melihat ekspresi Danzo, Itachi menyeringgai tipis. Dengan sekali lihat saja, siapapun juga pasti akan langsung tahu kalau Sai sama sekali tidak tahu mengenai ayah kandungnya. Bukankah ini menarik?


Hinata memang belum pernah memiliki hubungan spesial dengan laki-laki manapun, perasaan tidak menyenangkan yang selalu membuat dadanya terasa nyeri ini membuatnya memahami kalau dia merasa sangat kehilangan Sasuke. Padahal mereka bahkan tidak berada dalam suatu hubungan spesial.

"Aku mau satu gelas lagi."

Dengan tingkat kesadaran yang sangat minim, Hinata menyodorkan gelas kosongnya kepada bartender bar yang ada dihadapannya. Gadis bersurai indigo itu juga tahu persis harus kemana setelah hatinya merasa dicampakkan. Setelah pulang kerja, Hinata melangkahkan kakinya menuju bar, tempat dimana dia pertama kali bertemu dengan Sasuke. Keinginan Hinata kesini tidak muluk-muluk, dia juga tidak berharap secara magis dapat bertemu lagi dengan Sasuke disini. Dia hanya ingin melupakan pemuda bersurai raven itu sejenak dari kepalanya yang terus-terusan menawarkan berbagai kenangan yang bisa dia ingat kapan saja. Hinata tidak menyukai sensasi ketika dirinya kembali teringat dengan Sasuke. Dia sangat tidak menyukainya.

"Kau sudah sangat mabuk, Nona. Apa kau sendirian?"

Hinata tersenyum simpul sembari mengangguk kecil sebagai balasan, jemarinya masih memegangi gelas kosong miliknya. Sang bartender merasa sedikit iba karena gadis ini sudah terlihat sangat berantakan, lipsticknya bahkan sudah memudar. Tanpa bertanya lebih jauh sang bartender segera memesan sebuah taksi untuk gadis ini. Setelah sekian tahun bekerja di bar ini, sang bartender—Kiba tidak pernah membiarkan pengunjung wanitanya pulang dalam keadaan mabuk sendirian. Biar bagaimanapun, Kiba adalah pemuda yang sangat gentleman.

Kiba terkesiap ketika tiba-tiba saja Hinata berdiri sembari memegangi kepalanya. Kiba dapat dengan jelas melihat gadis itu tidak dapat berdiri dengan benar, langkah kakinya terlihat sempoyongan ketika gadis bersurai indigo itu berusaha untuk berjalan. Dan ketika segerombolan orang berjalan menyenggol bahu Hinata gadis itu nyaris saja kehilangan keseimbangannya kalau sebuah lengan tidak segera menarik pinggangnya dengan erat. Hinata lantas menubruk dada seorang pemuda. Seketika gadis bersurai indigo itu merasa sangat familiar saat aroma musk dan mint tiba-tiba memenuhi paru-parunya, kepalanya mendongak untuk melihat siapa pemuda baik hati yang menolongnya itu.

"Kau terlihat sangat berantakan."

Manik lavender Hinata membulat sempurna. Walaupun saat ini dia sedang mabuk, anehnya otaknnya berproses lebih cepat dari biasanya dan memberitahunya bahwa suara yang terdengar maskulin itu sangat familiar baginya. Keduanya masih bertatapan sampai akhirnya Hinata memanggil nama si pemuda dihadapannya ini.

"Sasuke-kun?"

Hinata dapat melihat pemuda bermanik legam dihadapannya tersenyum miring. Seketika Hinata melupakan rasa mabuknya. Gadis bersurai indigo ingin memastikan indera pengelihatannya di tempat yang minim cahaya ini tidak salah mengenlai orang. Dia ingin memastikan kalau pemuda yang tengah memeluk pinggangnya ini adalah Uchiha Sasuke. Jemari gadis itu akhirnya terulur menyentuh paras rupawan pemuda yang ada dihadapannya itu.

"Kau sungguhan Sasuke-kun?"

Gadis itu kembali bertanya. Baginya ini lebih mirip seperti mimpi disiang bolong. Bagaimana bisa ini terjadi? Apa takdir sedang mempermainkannya saat ini? Atau memang Hinata yang sedang berdelusi?

"Apa aku terlihat tidak nyata untukmu Hinata?"

Suara bariton itu kembali terdengar nyaring pada indera pendengaran Hinata. Tidak perlu memastikan lebih jauh, Hinata seketika memeluk Sasuke. Pemuda ini sungguhan Sasuke. Alih-alih bersorak gembira karena Sasuke sudah kembali, Hinata justru menangis. Gadis itu menangis keras sekali sementara Sasuke mengelus punggung Hinata pelan sembari sesekali menepuk-nepuk dengan halus.

"Kau memang brengsek, Sasuke-kun."

Mereka tengah berada di samping mobil yang Sasuke pinjam dari Itachi. Pemuda bersurai raven itu tengah memakaikan sabuk pengaman untuk Hinata ketika kalimat itu baru saja lolos dari mulut gadis bersurai indigo itu. Setelah selesai memakaikan sabuk pengaman dengan benar, Sasuke hendak melangkah menuju sisi mobilnya yang lain ketika Hinata menarik tangannya. Membuat sepasang manik legamnya kembali bertemu dengan sepasang manik lavender milik Hinata. Sasuke lantas menemukan dirinya terkejut ketika Hinata menarik kerah kaosnya dibalik sweater abu-abu yang dia pakai dan dengan cepat melumat bibir tipisnya. Sasuke sempat mengernyitkan alisnya, apa yang sebenarnya terjadi kepada Hinata selama ini sebelum akhirnya Sasuke membalas lumatan bibir Hinata dengan gairah yang sama. Keduanya saling melumat dan bertukar saliva sampai akhirnya keduanya menjauh untuk bernapas.

"Kau baik-baik saja?"

Sasuke bertanya, bukan apa-apa. Sasuke hanya penasaran mengapa Hinata tiba-tiba menciumnya. Ini tidak seperti Hinata yang biasanya. Sementara Hinata kembali menarik Sasuke ke arahnya, membuat pemuda itu ikut terduduk di kursinya. Sepersekian detik kemudian Sasuke kembali terkejut ketika Hinata berada diatasnya dan membuat sandaran kursinya menjadi sejajar 180 derajat.

"Kau brengsek Sasuke-kun."

Apa yang dikatakan Hinata kali ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan gadis itu yang tiba-tiba kembali melumat bibir Sasuke. Sasuke tentu merasa tidak keberatan ketika Hinata kembali melumat bibirnya, jujur saja Sasuke merindukan sentuhan Hinata walaupun Sasuke tidak tahu kenapa. Keterkejutan Sasuke tidak berhenti sampai disitu, pemuda keturunan Uchiha itu sontak terkesiap ketika Hinata membuka blazernya dan dengan cepat membuka kancing kemejanya. Tidak perlu menunggu lama, Hinata sudah terlihat topless diatas Sasuke. Sasuke menyeringgai, dia memang tidak suka didominasi seperti ini tetapi kalau itu adalah Hinata, mengapa tidak? Diam-diam Sasuke bersyukur karena gadis seksi yang dulu ditemuinya di bar kini kembali lagi.

Pemuda bersurai raven itu menggeram ketika pinggul Hinata tiba-tiba bergerak diatas tubuh bagian bawahnya. Keduanya bahkan tidak peduli ketika hawa dingin menembus kulit mereka mengingat mereka masih berada di area parkiran dengan udara bebas disekitarnya.

"Ssa—"

Kali ini Hinata yang mendesah ketika lidah Sasuke mengulum putingnya yang sudah menegang dengan sempurna. Sementara tangan Sasuke yang lain sibuk memelintir puting Hinata yang lain. Suasana di mobil tiba-tiba terasa sangat panas seiring dengan kegiatan yang dilakukan Sasuke dan Hinata yang semakin liar.

Sasuke kembali menggeram ketika jemari Hinata menyentuh tubuh bagian bawahnya. Sasuke berani bertaruh kalau keberanian Hinata malam ini pasti karena pengaruh alkohol. Baru saja Sasuke teringat dengan apa yg melatar belakangi Hinata menjadi seberani ini, pemuda bersurai raven itu dapat melihat Hinata mulai mual sembari memegai perutnya.

Shit!

Sasuke tentu saja tidak mau menerima resiko lebih lanjut, seperti Hinata yang mungkin saja akan mengeluarkan seluruh isi perutnya dihadapannya. Pemuda bersurai raven itu dengan segera membimbing Hinata untuk muntah diluar mobilnya setelah memakaikan sweater abu-abu yang sebelumnya Sasuke pakai sebagai penangkal udara dingin. Bisa gawat kan kalau seseorang melihat seorang gadis topless di area parkiran?


Setelah beberapa hari belakangan ini Hinata tidak pernah tidur dengan tenang, karena teringat akan kecelakaan yang menimpa Sasuke. Hari ini Hinata merasa tidur dengan sangat nyaman, maniknya lantas terbuka sesaat setelah tubuhnya merasa sudah saatnya dia bangun, gadis itu menggeliat sebentar sebelum akhirnya benar-benar sadar. Seketika dahinya berkerut, Hinata memang agak sedikit pelupa namun dia tidak akan lupa begitu saja tentang bagaimana rupa kamar Sasuke. Dia masih ingat betul kalau semalam dia bertemu dengan Sasuke dan pasti dia berada di Apartemen Sasuke mengingat Sasuke tidak akan memulangkannya dalan keadaan mabuk, bukan? Tetapi apa yang dilihatnya sangat jauh berbeda dengan Apartemen Sasuke.

"Kau sudah bangun?"

Dahi Hinata lantas semakin berkerut ketika mendapati seseorang bersurai panjang berdiri disana sembari tersenyum simpul. Tunggu. Bukankah semalam Hinata bersama dengan Sasuke? Hinata kembali memperhatikan Itachi. Sepersekian detik kemudian gadis bersurai indigo itu menutup mulut mungilnya. Jangan-jangan Hinata salah mengenali orang ini dengan Sasuke? Secara refleks Hinata buru-buru mengecek pakaiannya dan paras cantiknya memucat ketika melihat piyama dengan motif boneka beruang melekat di tubuhnya.

"Kau baik-baik saja? Tidak ingat dengan yang semalam?"

Dari sekian kalimat yang pemuda dihadapannya ini dapat katakan, Hinata sungguh merasa tidak menyukai kalimat yang satu ini. Bukankah kalimat semcam ini dapat membuatnya salah paham? Atau jangan-jangan memang semalam ada sesuatu yang dia lupakan? Hinata mencoba mengingat-ingat apa yang dia lakukan semalam. Dia mabuk, bartender bertanya kepadanya, dia mual, kemudian bertemu dengan Sasuke, lalu, apalagi?

"Kau sungguh tidak mengingat apa yang terjadi semalam?"

Itachi kembali bertanya sementara Hinata masih mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi. Dia mabuk, bartender bertanya kepadanya, dia mual, kemudian bertemu dengan Sasuke. Sepersekian detik kemudian Hinata meraih kepalanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Hangover. Seketika Itachi tersenyum miring, niatnya untuk menjahili gadis yang barangkali akan menjadi adik iparnya ini tiba-tiba bergejolak.

"Sayang sekali kau melupakannya. Sepertinya itu bisa kita lanjutkan kalau kau mengingatnya, Hinata."

Hinata terperanjat. Maniknya kini menatap Itachi dengan sangat intens. Apa katanya tadi? Melanjutkan yang semalam? Melanjutkan apa? Apa yang dia lupakan? Siapa laki-laki ini? Baru saja Itachi hendak melancarkan aksinya yang lain Sasuke memukul bahu Itachi.

"Idiot. Jangan membuatnya salah paham."

Dan di detik itu juga Hinata merasa jantungnya sudah kembali pada tempat yang seharusnya dan mulai berdetak lagi. Sasuke berjalan mendekati Hinata. Tangannya membawa baki yang berisi beberapa butir aspirin dan juga segelas air putih kemudian meletakannya di meja kecil disebelah ranjangnya. Pemuda bersurai legam itu lantas menyentuh puncak surai Hinata.

"Kau baik-baik saja?"

Hinata mengangguk malu-malu. Seketika Hinata merasa kalau hidupnya sempurna karena melihat Sasuke nyata ada dihadapannya.

"Setelah kau mandi dan sarapan, aku ingin menyampaikan beberapa hal kepadamu, Hinata."

Itachi baru saja berangkat ke kantor ketika Hinata selesai mandi. Sejurus kemudian Hinata menemui Sasuke di dapur. Sasuke melambaikan tangannya agar Hinata mendekat.

"Aku ingin kau berteman dengan Ino dan bertanya soal Sai kepadanya. Akhir-akhir ini aku merasa Ino sedikit berubah."

Sasuke membuka percakapan mereka sebelum pemuda itu akhirnya membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol besar jus tomat dari dalam kulkas itu. Sementara Hinata mengerutkan dahinya tidak mengerti.

"Kau kan bosnya, Sasuke-kun. Kenapa kau tidak bertanya langsung kepadanya?"

Hinata segera mengambil sebuah gelas yang kemudian dia letakkan disebelah gelas Sasuke sesaat setelah Sasuke menuangkan jus itu kedalam gelasnya. Sasuke hanya menghela napas dan menuangkan jus tomat kesukaannya ke dalam gelas Hinata juga.

"Kau tahu kan? Girly things. Laki-laki tidak melakukan hal semacam itu."

Ini hal yang lumayan berat mengingat Ino terlihat sangat glamor dan cantik sementara dirinya hanya sebatas rakyat jelata walaupun sebenarnya Hinata tahu soal beberapa merek fashion terkenal untuk dibicarakan. Tetapi karena Sasuke sudah membantunya maka dia juga akan membantu Sasuke. Setidaknya begitu perjanjian mereka pada awalnya. Setelah meminum jus tomatnya, Hinata lantas bertanya kepada Sasuke.

"Oh iya, Sasuke-kun. Ada yang ingin aku tanyakan."

Hinata meletakkan gelas beningnya yang nyaris tandas. Sasuke mengerutkan dahinya, sepersekian detik kemudian pemuda bersurai raven itu meminum jus tomatnya. Walaupun sebenarnya Sasuke sedang tidak ingin ditanya, dia tetap menyuruh Hinata untuk melanjutkan ucapannya.

"I-itu...kalau semalam kita tidak sengaja bertemu. Apa kau akan mencariku?"

Dari sekian pertanyaan yang mungkin ditanyakan oleh Hinata, pertanyaan yang satu ini tentu tidak Sasuke prediksi akan ditanyakan oleh Hinata. Sasuke berhenti meminum jusnya, kemudian menatap manik lavender milik Hinata.

"Dan kenapa kau ingin tahu?"

Tentu saja Hinata ingin tahu. Semenjak Sasuke menghilang, dia sudah berusaha menghubungi dan mencari Sasuke sampai datang ke Apartemenya berkali-kali. Tetapi Hinata tidak menemukannya. Dia sudah mencoba segala hal tetapi nihil. Apalagi Sasuke juga tidak menghubunginya. Dan tiba-tiba semalam mereka bertemu. Itu pasti sebuah kebetulan. Jadi Hinata ingin tahu apakah Sasuke benar-benar tidak mempedulikannya?

Sepersekian detik kemudian Sasuke meletakkan gelasnya. Pemuda bersurai raven itu memangkas jarak yang ada diantara keduanya. Manik legamnya menatap manik lavender dihadapannya. Sasuke tidak begitu yakin dengan perasaannya, tetapi alasannya selama ini untuk tidak menghubungi siapapun adalah bagian dari rencananya. Dan juga, kedatangannya semalam tentu saja bukan sebuah kebetulan. Gaara yang memberitahunya kalau Hinata sedang berada di bar sendirian. Sasuke juga terkejut ketika tiba-tiba Gaara menghubunginya, selama ini Gaara tahu dimana keberadaan Sasuke dan tidak memberitahu Hinata. Gaara bilang dia tahu kalau Sasuke pasti punya rencana jadi dia tidak ingin mengacaukannya. Sasuke mungkin perlu mentraktir Gaara minum lain kali.

Hinata terkesiap ketika akhirnya Sasuke menciumnya sebagai jawabannya. Sasuke memang belum yakin dengan perasaannya, yang dia tahu Hinata adalah satu-satunya gadis yang membuatnya nyaman berada didekatnya meskipun terkadang Hinata adalah sumber masalah itu sendiri. Jadi, sebelum Sasuke yakin dengan perasaannya, pemuda bersurai legam itu memutuskan untuk tidak akan melepaskan Hinata.

.

.

.

TBC


Halo readers! Terima kasih sudah membaca She and Him chapter 9 ini.

Terima kasih atas segala cinta yang ditujukan untuk fiksi ini, Shou sangat berterima kasih sudah setia dan menantikan fiksi ini.

╰(*´︶`*)╯

Ah iya selamat merayakan Imlek bagi yang merayakan yaa. Hope that in this year of Fire Roaster would be as tasty as KFC ya wkwk.

Baru aja ada satu orang yang ngasih review soal kemiripan cerita dengan The Legend of The Blue Sea. Saya tekankan, cerita ini murni dari ide pemikiran saya, maaf kalau saya kelihatan sensi karena saya juga pribadi yang nggak suka plagiator. Konflik rebutan kekuasaan itu memang sudah biasa dan sangat familiar, saya mengakui hal itu karena saya sengaja mengangkat tema itu karena saya berpikir karakter Sasuke sangat cocok dengan kata 'kekuasaan' itu sendiri. Saya tipe orang yang sangat open minded tetapi perlu digaris bawahi, saya tidak suka jika seseorang menuduh saya begitu saja. Author lain pun saya yakin akan melakukan hal demikian. Kalau dalam statement saya menyinggung siapa saja yang membaca maka saya dengan rendah hati meminta maaf. Tetapi saya tidak akan meminta maaf apalagi sampai mengubah cerita tentang isu seperti yang sudah saya sampaikan diatas. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Jangan lupa RnR ya! Mari bantu Shou menjadi Author yang lebih baik lagi kedepannya!

see ya in the next chapter!

╰(*´︶`*)╯