"Honnou goto yusabutte / kyokugen kakehiki
Junsui na respect / sou sa / yeh / kuraitsuke
Zengen wa tekkai suru ze / saikou ni moe sou da
Hey!
Hey! Itsudemo matteru ze

100% wo yurusareta basho (Dive into the ZONE)
Fukanou wo nugisuteta omae wo misero yo

Kanzen na michi no naka de / masshoumen kara butsukatte
Genkai no saki de tatakaeru
Shoubu wa mou takusareta ze / kyuukyoku ga shihai shiau
Shunkan wo ubai nagara
Fumikomu ULTIMATE ZONE

Iro mo oto mo zenbu / keshi satte mukiau
Namahanka ja wari komenai / yeh / jama sun na
Tenshon wa MAX de touzen / chiimu wo seotte
Hey! Hey! Nakama no tame ni tobe

Subete wo butsuke sasete kureru you na (Get satisfaction)
Girigiri no kurosu geemu / ore ga ukete tatsu

Eien ni tsuzuki sou ni / taimu rimitto mo wasurete
Jounetsu ga kakemeguru kooto
Kecchaku wa mada shiranai / shouri dake shinjiteru n da
Saigo made akirameru na
Hibana chirasu / Light & Light

Eien ni tsuzuki sou ni / taimu rimitto mo wasurete
Jounetsu ga kakemeguru kooto

Kanzen na michi no naka de / masshoumen kara butsukatte
Genkai no saki de tatakaeru
Shoubu wa mou takusareta ze / kyuukyoku ga shihai shiau
Shunkan wo ubai nagara
Fumikomu ULTIMATE ZONE"

Temee, nani hitori de tenshon agatten da? Aho ka


KUROKO NO BASUKE FANFICTION

© FUJIMAKI TADATOSHI

ORIGINAL STORY

© RIRYZHA

-Mohon maaf bila ada kesamaan baik dari segi plot maupun lainnya. Ide dan alurnya murni hasil dari pemikiranku pribadi. Dan aku akui ini kali pertamaku menulis cerita dengan pairing Male x Male. Bila ada kekurangan mohon dimaklumi-

.

.

.

Main Cast :

- Aomine Daiki

- Kagami Taiga

Other Cast:

- Kuroko Tetsuya

- Momoi Satsuki

- Ayah dan Ibu Aomine

M/M

Language : Bahasa Indonesia

Garing, OOC, typo, de el el.

Cerita ini terjadi ketika mereka kelas 2 SMA

"…." Percakapan

'…' Bicara dalam hati

.

.

.

"AHO Mengejar BAKA"


Aomine Daiki bangun dari tidurnya dengan menghentakkan selimut berwarna biru tuanya kasar disertai deru nafas yang memburu. Tangan kanannya memijat pelipis yang bercucuran keringat sementara tangan kirinya mengurut dada bidangnya yang sedang menghasilkan dentuman keras guna menurunkan tingkat kepanikan yang melandanya. Setelah beberapa menit dalam posisi tersebut akhirnya ia berhasil mengatur nafas. Seraya menghembuskan nafas lega, ia menggeser posisinya dan bersandar pada dinding.

"Aku mimpi apa barusan?" Gumamnya pada langit-langit kamar.

Kemudian arah pandangnya jatuh menuju celana bokser yang dipakainya.

"Demi buah dada Mai-chan…"

Diliriknya jendela yang memberikan akses masuk untuk cahaya dari rembulan malam itu ke dalam kamarnya meski sudah ditutupi tirai. Yah,walau tirainya sekarang sedang berkibar karena terkena angin malam. Kemudian tangannya meraih ponsel yang berada di meja samping tempat tidurnya dan menekan tombol power. Membuat layar ponselnya mengeluarkan cahaya tepat mengenai wajahnya sehingga ia harus sedikit menyipitkan mata untuk melihat layar.

"Hebat. Aku terbangun tepat tengah malam saat bulan purnama karena mimpi basah yang nikmat namun juga mengerikan pada waktu bersamaan yang bahkan aku tidak ingat dan dalam kondisi jendela kamar yang terbuka. Apa lagi sekarang? Tiba-tiba tumbuh bulu di sekujur tubuhku dan aku berubah menjadi serigala?" Dengusnya sebal sambil meletakkan kembali ponselnya.

Kruyuuuk~

"Ah,sial! Aku lapar. Semoga saja masih ada makanan sisa makan malam tadi."

Aomine bangkit dari kasurnya dan berjalan menuju lemari. Dengan gerakan cepat digantinya bokser basah itu dengan yang baru dan dilemparnya celana itu ke dalam keranjang di pojok kamar tanpa perlu melihat. Lalu tangannya yang besar dan kasar karena sering bermain bola berwarna oranye itu kemudian bergerak turun untuk mengangkat sedikit kaos yang dipakainya dan menggaruk perut six packnya sambil berjalan menuju dapur. Setelah sampai di dapur, mata dan tangannya itu segera menggeledah seluruh isi lemari es dan meletakkan seluruh makanan yang didapatnya di atas meja makan.

"Satu, dua, tiga… ah,sepertinya sudah cukup. Aku tidak ingin sakit perut pagi nanti karena kebanyakan makan. Memangnya aku seperti si Bakagami itu apa? Makan banyak tapi tidak pernah sakit perut." Aomine menggelengkan kepalanya saat bermonolog pada dirinya sendiri.

Dalam sepuluh menit makanan hasil buruan malamnya tersebut sudah berpindah ke dalam perut. Aomine kemudian menepuk pelan perut yang masih datar dengan lekukan berbentuk kotak-kotak–yang selalu membuat para wanita mimisan- tersebut sambil bersendawa. Menandakan bahwa keinginan perutnya telah terpenuhi dan saatnya kembali berlayar di atas pulau kapuknya.

"Yah, seharusnya aku menghangatkan makanannya dulu… Tapi untung saja masih enak dan bisa di makan. Sayang sekali aku tidak bisa menggunakan microwave. Dan tidak ada Bakagami di sini. Biasanya kan dia selalu menghangatkan masakannya setiap aku mau makan di rumahnya…."

'BANG' 'JDUK'

"Siapa itu?! Maling?!"

"Maling? Sebentar Natsumi, aku ambil dulu pistolku!"

"Cepat Daisuke! Sebelum malingnya kabur!"

"Iya iya! Darimana asal suaranya?"

"Sepertinya dapur. Cepat Daisuke!"

Terdengar suara langkah kaki menuruni tangga.

"Angkat tangan! Atau aku akan-ASTAGA DAIKI!"

Kedua orang tua Aomine segera menghampiri Aomine yang terduduk di kursi ruang makan sementara kepalanya tergeletak di atas meja.

"Daiki! Bangun Nak! Jawab ibu!" Ibu Aomine, Aomine Natsumi, mengguncang kasar tubuh anaknya yang belum juga merespon.

"Natsumi, cepat ambil kotak obat!" Ayah Aomine, Aomine Daisuke, segera memapah tubuh anaknya ke ruang tengah dan merebahkannya di atas sofa. Sementara ibunya segera berlari mengambil kotak obat di samping lemari es dan membawanya ke ruang tengah. Disekanya darah yang mengucur dari pelipis anaknya dengan kapas hingga bersih. Kemudian dengan kapas baru yang telah diberi alkohol, di tepukkannya kapas tersebut secara perlahan di sekitar daerah luka agar tidak infeksi. Sementara itu ayahnya mencoba membangunkan Aomine dengan mendekatkan minyak kayu putih pada hidung putranya.

"Ngh!" Aomine menggeliat.

"Daiki!"

"Are?" Mendengar suara nyaring kedua orang tuanya, Aomine mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum melihat secara jelas wajah kedua orang tuanya yang nampak khawatir.

"Kau tidak apa, Nak?"

"Mhn. Kepalaku sakit sekali."

"Bagian mana lagi yang sakit?"

"Hanya kepalaku saja, Yah." Aomine meringis saat tangannya tak sengaja menyentuh bagian yang luka.

"Lalu kemana larinya pencuri itu, Daiki?"

"Pencuri?" Aomine mengerutkan kening.

"Iya. Tadi ada suara 'BANG'. Pasti pencurinya memukulmu dari belakang lalu kabur melalui halaman." Ayahnya segera memeriksa luar sementara ibunya duduk di sebelahnya.

"Tapi tidak ada pencuri, Bu." Aomine menatap Ibunya.

"Lalu tadi suara apa, Daiki?"

"Tadi aku pergi ke dapur mengambil makanan. Lalu setelah makan... Tunggu…" Aomine diam sambil berpikir.

"Sepertinya pencuri itu sudah kabur, Natsumi." Ayah Aomine kembali ke ruang tengah dan duduk di sofa seberang.

"Tapi kata Daiki tidak ada pencuri, Daisuke."

"Lalu tadi suara apa?"

"Tadi Daiki turun mencari makanan di dapur. Dan setelah makan, aku tidak tahu. Aku sendiri sedang menunggu Daiki selesai menjelaskan." Natsumi menunjuk anaknya yang masih berpikir.

"Jadi, Daiki?"

"Sebentar, Yah…. Ah!"

"Jadi?"

"….."

"Daiki?"

"Ini nikmat atau musibah?"

"Nikmat? Musibah?"

"Tidak!"

"Tidak?"

"Gak! Gak mungkin banget!" Aomine menggebrak meja.

"Apanya yang tidak mungkin?"

"Gak mungkin banget!"

"Ya tapi apa, Daiki?"

"Gak! Ini gila!"

"Siapa yang gila?"

"Aku pasti sudah gila!" Aomine menjambak rambutnya kasar.

"Oh Kami-sama…. Daisuke! Pasti karena kepalanya terbentur keras anak kita jadi seperti ini!"

"Tenang, Natsumi." Daisuke mengusap puncak kepala istrinya.

"Tapi-" Ucapan Natsumi terputus oleh teriakan Aomine.

"GAK MUNGKIN BANGET KAN SEKARANG MIMPINYA NAIK SATU TINGKAT KALO SI KAGAMI JADI ISTRI GUA!?"

"Eh? Daiki, coba kau ulangi lagi?" Kedua orang tuanya memandang Aomine bingung.

"GAK! KALO PACARAN GUA MASIH MAU! TAPI NIKAH?! TRUS GIMANA CARANYA BAKAGAMI NGELAHIRIN ANAK GUA SAMA DIA NANTINYA?!"

"Aomine Daiki! Kau bicara apa barusan?!"

-Aho Mengejar Baka-

Pagi harinya…
"Kuroko, sepertinya aku mau flu deh." Kagami mengusap kedua telapak tangannya lalu memeluk tubuhnya sendiri. Padahal pagi ini ia sudah mandi dengan air hangat, meminum kopi panasnya setelah sarapan dan memakai jaket sebelum keluar apartemen. Ia tidak ingin mati konyol karena kedinginan dan tidak bisa mengikuti babak akhir Winter Cup nanti.

"Memangnya orang bodoh bisa terkena flu, Kagami-kun?" Kuroko menatap datar dari balik buku light novel yang entah sudah keberapa kali dibacanya.

"Hey! Kau mengataiku bodoh?!" Kuroko mengabaikan ucapan Kagami.

"Memangnya Kagami-kun bisa tahu akan terkena flu darimana?"

"Semalam tiba-tiba sekujur tubuhku menggigil. Padahal jendela kamar tertutup dan aku menyalakan pemanas ruangan." Kagami meletakkan jari telunjuknya di dagu sementara bola matanya melirik ke arah atas seraya mengingat.

'Lucunya…' Batin Kuroko.

"Mungkin ada yang bermimpi tentang Kagami-kun."

"Apa hubungannya antara mimpi dan menggigil?" Kedua alis cabangnya menekuk sementara bibirnya tanpa sadar dimajukan beberapa senti.

-Cekrek-

"Apa itu?" Kagami menengok ke kanan dan ke kiri begitu mendengar suara.

"Apanya Kagami-kun?"

"Ah, tidak tidak. Sepertinya hanya perasaanku saja. Jadi apa hubungannya antara mimpi dan menggigil, Kuroko?" Kagami kembali fokus pada Kuroko sementara Kuroko sendiri menghela nafas dari balik buku ketika berhasil menyembunyikan ponsel yang dipakainya untuk mengambil gambar.

"Mungkin saja saat itu ada seseorang yang tengah bermimpi tentang Kagami-kun. Atau… mungkin sedang memakan Kagami-kun bulat-bulat di dalam mimpi." Ujar Kuroko setengah berbisik sambil meremas buku di genggamannya.

'Sepertinya aku tahu siapa.' Batin Kuroko.

"Memakanku bulat-bulat? Seperti di anime Attack on Titan, begitu?" Kening Kagami kembali berkerut.

"Kagami-kun… Sebaiknya kita ke gedung olahraga sekarang." Kuroko segera berdiri kemudian diikuti Kagami.

"Aa? Sepertinya begitu. Aku tidak ingin terkena kemarahan pelatih. Bisa mati kita kalau pelatih menambah porsi latihan hari ini!"

Dan Kuroko berhasil menghindari pertanyaan yang mempertaruhkan akhir dari kepolosan seorang Kagami Taiga.

Sementara itu di Too…

"Astaga Dai-chan! Kenapa dengan wajahmu?! Kau habis berkelahi di mana?!"

"Urusai! Aku mau tidur." Aomine berjalan menjauhi pintu gerbang dan Momoi yang segera mengejarnya menuju ruang kesehatan, tempat favoritnya setiap membolos selama musim dingin.

"Tapi Dai-chan! Ini masih pagi dan kita ada latihan!"

"Kalau begitu hari ini aku libur latihan dulu."

"Dari kemarin pun kau selalu libur, Dai-chan!" Momoi menginjak kaki Aomine.

"Itte! Sakit, Satsuki! Kakimu itu terbuat dari apa, sih?!" Aomine mengusap kakinya.

"Salah Dai-chan sendiri! Lebih memilih latihan berduaan dengan Kagamin daripada dengan tim sendiri!

"…."

"…."

"…."

"Dai-chan? Kenapa wajahmu memerah?"

"…."

"Ah! Jadi Dai-chan benar-benar suka Kagamin?"

"A-! SIAPA YANG SUKA SI ALIS CABANG TAPI JAGO MASAK DAN MAIN BASKET ITU?! DAN INI MERAH KARENA DINGIN! IYA, KARENA DINGIN!"

"Dai-chan… Kau tidak bisa mengelak intuisi seorang wanita."

"WHAT THE-!"

"Ahaha, Dai-chan malu-malu mau rupanya…"

"SIAPA YANG MALU - MALU?!"

"Dai-chan jadi mirip Midorin." Momoi menyikut pelan Aomine yang sepertinya ingin melepas kepalanya sendiri.

"Jangan samakan aku dengan si Wortel Tsunderima ituuuuuuuu!"

(*nan jauh disana, remaja laki-laki dengan surai hijaunya tiba-tiba bersin.

*Haichuuh!*

"Shin-chan bersinnya lucu sekali!"

"Diam kau, Bakao!")

Kembali ke Too…

"….."

"Haaaaa… haaaah."

"Dai-chan sudah selesai teriaknya?"

"Sudah. Haah… haa…h."

"Jadi sekarang kita sudah bisa membahas tentang Kagamin?"

"SATSUKI!"

"Baiklah baiklah… Jadi ada apa dengan wajahmu itu, Dai-chan?"

"Bisa bahas yang lainnya?" Aomine memberengut.

"Kagamin kalau begitu…"

"Kenapa Kagami terus? Lagi pula dia ada kaitannya dengan lebam dan lingkar hitam di mataku." Aomine duduk bersila di atas kasur. Kedua tangannya bersedekap di depan dadanya. Wajahnya masih ditekuk.

"Eh?"

"Eh saja?"

"Kagamin memukulmu?! Dia –dia yang tidak bisa menyakiti seseorang kecuali orang tersebut memang bersalah –pasti Dai-chan yang mulai!" Momoi memukul Aomine.

"Hey! Kenapa malah aku yang salah?! Lagian aku dan dia tidak beradu jotos kemarin. KAMI CUMA MAIN BASKET!" Aomine menjauh dari Momoi.

"Terus apa hubungannya dengan wajahmu?!" Teriak Momoi.

"Satsuki, berhenti teriak-teriakannya ya. Capek." Aomine segera merebahkan diri. Sementara Momoi hanya bisa menggelengkan kepala. Padahal kan yang teriak sampe pake capslock di beberapa kata cuma dia saja.

"Terus wajahmu kenapa, Dai-chan?"

"Hah,jadi….."

Beberapa menit kemudian…

"Begitulah, Satsuki. Aku langsung dihajar di tempat sama Ayah. Setelah itupun aku gak bisa tidur gara-gara keinget sama mimpi aneh tapi enak itu –AMPUN SATSUKI!"

"Dai-chan no Hentai! Bisa-bisanya mimpiin Kagamin kaya gitu! Itu namanya pelecehan!"

"Heh? Pelecehan bagaimana? Aku kan cuma mimpi, belum sampe anu-anu beneran –IYA AMPUN AKU GAK NGOMONG APA-APA!"

"Lalu sejak kapan Dai-chan mulai mimpi Kagamin?"

"Sepertinya baru semalam saja." Aomine memainkan tirai ruang kesehatan dengan kedua tangannya.

"Hm?"

"Dua kali…"

"Dai-chan… Nanti aku bakar majalah-"

"OKE OKE! HAMPIR TIAP HARI SEMENJAK BEBERAPA BULAN LALU! Puas kau, Satsuki?!" Tatap Aomine nyalang walau pipinya sendiri merah padam.

"Ahaha ternyata sekarang Dai-chan udah gak suka oppai lagi?" Momoi tertawa terpingkal-pingkal.

"Enak aja! Gua masih suka boing-boing ya, Satsuki. Cuma gak tahu kenapa tiap liat wajah lucu, abs dan bokongnya Kagami sama denger suaranya aja gua jadi turn on- SHIT! Gua kelepasan ngomong!" Aomine membenturkan kepalanya sendiri ke tembok.

"Jadi sekarang Dai-chan ngaku kalau Dai-chan hvmv dan suka sama Kagamin?" Momoi menyeringai begitu melihat ekspresi teman masa kecilnya yang seperti ikan menjelang ajalnya.

"Berarti aku harus lapor ke Tetsu-kun –"

"BENTAR!" Aomine segera merebut ponsel merah muda di tangan Momoi dan memasukkannya ke dalam saku celana.

"Mou, Dai-chan! Kembalikan ponselku!"

"Kenapa harus laporan sama Tetsu?"

"Karena kau butuh restu dari Tetsu-kun dan anak-anak Seirin lainnya sebelum memacari Kagamin, duh." Momoi mengatakan hal yang masuk akal, kan?

"Restu? Bukannya kalo minta restu itu sama orang tuanya langsung ya, Satsuki?" Aomine menggaruk tengkuknya sementara Momoi menatap Aomine seksama.

"Satsuki?" Tak mendapat jawaban, Aomine menepuk pundak Momoi.

"Dai-chan ternyata serius sama Kagamin! Kya~ Bahkan mau langsung menikahinya. Yokatta! Akhirnya Dai-chan bertaubat!" Momoi memeluk Aomine erat sementara yang dipeluk masih mencerna perkataannya.

"EH?! SIAPA BILANG GUA MAU NGELAMAR SI BAKAGAMI?! DAN APA MAKSUDNYA BERTAUBAT?!"

-Aho Mengejar Baka-

Tring!

'Hari ini aku gabisa 1 on 1. Dihajar habis-habisan sama Satsuki karena kebanyakan bolos dan teriak-teriak di ruang kesehatan.'

Baru saja Kagami mau membalas pesan tersebut, Kuroko menepuk pundaknya.

"Pesan dari siapa Kagami-kun?"

.

.

.

"ASDFGHJKL! Kuroko!" Kagami menjerit unyu.

"Ya Kagami-kun?" Kuroko memasang wajah tanpa dosa walau innerself-nya sedang tertawa nista.

"KAU-! Hah, sudahlah. Ada apa?" Bahu Kagami merosot turun. Dipandanginya layar ponsel yang masih menunjukkan isi pesan dari Aomine.

"Kagami-kun tidak membalas pesan Aomine-kun?"

"Nah, nanti saja." Kagami segera memasukkan ponsel merahnya ke dalam saku celana dan menyandarkan dagunya pada meja. Kedua tangannya bertengger malas pada meja.

"Ada apa, Kuroko?"

"Sejak kapan Aomine menggunakan kata 'aku' pada Kagami-kun?"

"Aku… tidak ingat. Mungkin setengah tahun yang lalu. Memangnya ada yang salah ya, Kuroko?" Tatap Kagami bingung. Kuroko hanya menggeleng.

'Pendekatan yang bagus, Aomine-kun. Padahal dia bilang tidak mau dekat-dekat apa lagi akrab dengan Kagami-kun. Tapi malah pakai aku-kamu. Dasar licik.' Batin Kuroko.

"Kupikir kalian bukan teman?"

"Nah… memang bukan teman. Tapi Aho bilang pakai aku-kamu biar lebih sopan saja kalau di dengar Natsumi-san dan Daisuke-san. Dan sepertinya jadi kebiasaan." Kagami memandang keluar jendela.

'Si dekil ini ternyata pintar modus juga. Mana bawa-bawa nama orang tua pula.' Terdengar bunyi seperti penggaris yang patah.

"Errr… Kau sehat, Kuroko?" Tubuh Kagami bergetar saat melihat gumpalan hitam menyelimuti teman 'bayangan'-nya itu.

"Aku baik-baik saja, Kagami-kun. Jadi Kagami-kun sudah kenal dengan orang tuanya Aomine-kun?"

"I-iya. Dan s-sekitar dua bulan lalu Aomine mengajakku main games di rumahnya. Iya." Kagami bergerak mundur begitu gumpalan itu makin pekat dan muncul beberapa kilatan petir di sana.

"Cuma main games?"

"I-iya… C-cuma main games dan makan malam."

"Syukurlah kalau begitu." Tiba-tiba semua gumpalan itu menghilang berganti dengan matahari terbit.

'Kuroko sekarang bisa ngendaliin cuaca dan iklim? Hebat! Kapan-kapan aku mau request angin puting beliung buat nerbangin semua prku ah.' Kagami menghembuskan nafas lega.

"K-kuroko… Kalau begitu sebaiknya kita pulang. Kelas juga sudah sepi." Dengan cepat Kagami merapikan alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas. Keduanya lalu berdiri dan berjalan menyusuri koridor kelas.

Tring!

"Sebentar, Kagami-kun. Sepertinya ada pesan masuk." Kagami berhenti dua langkah di depan Kuroko yang sedang membuka pesan.

'Tetsu-kun! Temui aku di Majiba! Ada yang ingin aku diskusikan! Aku tunggu ya! Jaa~ 33'

"Ada apa Kuroko?"

"Sepertinya Kagami-kun pulang duluan saja. Aku ada keperluan sebentar." Kuroko memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berjalan di sebelah Kagami. Keduanya kemudian berjalan dalam keheningan hingga depan pintu gerbang.

"Souka… Kalau begitu aku duluan ya! See ya, Kuroko!" Kagami berlari menjauhi area sekolah sambil melambaikan tangan ke arah Kuroko yang masih diam di tempat.

"Nah, saatnya memberi pelajaran pada Aomine-kun. Khukhukhu!~"

.

.

.

"Satsuki, mau sampai kapan kita menunggu Tetsu? Gara-gara kau aku harus membatalkan 1 on 1 dengan Bakagami. Padahal kan aku mau menendang bokongnya-FUCK! Tetsu, sakit!" Aomine meringis sambil mengusap pinggangnya yang di ignite pass oleh Kuroko.

"Tetsu-kun~"

"Doumo, Momoi-san, Aomine-kun." Kuroko berojigi kemudian duduk di samping Aomine. Tak lupa vanilla milkshake yang dipesannya sebelum datang ke meja tempat Momoi dan Aomine menunggu sudah tergenggam manis di tangannya.

"Tetsu! Kalau menyapa itu yang benar. Masa datang-datang kau main pukul saja?!" Aomine mengomel sambil melanjutkan makan.

"Aku tidak akan memukul Aomine-kun kalau bukan karena Aomine-kun sedang membicarakan hal yang tidak pantas."

"Hey! Kan aku cuma bilang bokong- OH KAMI-SAMA! LAMA – LAMA TULANGKU RETAK SEMUA!"

"Dai-chan jangan berisik!" Momoi mendesis melihat kelakuan Aomine yang berteriak-teriak seperti di hutan.

Kuroko mengabaikan Aomine yang hampir menangis karena tulang keringnya di tendang dari bawah meja dan menatap Momoi.

"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan Momoi-san?" Momoi segera menarik Kuroko untuk duduk di sebelahnya.

"Nah! Begini Tetsu-kun… pssssst psssssttt pssstttt pssssst. Kau tahu kan. Nah lalu blablablabla blablabla blablablabla." Momoi berbisik pada Kuroko yang… entah memahaminya atau tidak. Karena tatapan Kuroko datar. Yah, memang biasanya datar juga sih.

"Oi Satsuki. Kau bicara atau merapal mantra?" Aomine yang sudah selesai makan menatap heran duo iblis itu.

"Dai-chan diam saja deh! Ini juga demi kelangsungan hubunganmu dengan Kagamin." Momoi mendelik.

"Maaf memotong, Momoi-san. Tapi sepertinya kita tidak perlu sampai melakukan hal itu." Kuroko menggenggam tangan Momoi sebentar.

"Kau bisa mengerti apa yang penyihir itu bisikkan, Tetsu?" Aomine berbisik. Terperangah dengan Kuroko yang bisa mencerna apa yang dijabarkan oleh gadis dengan surai merah muda di hadapan mereka. Sementara penyihir yang di maksud Aomine tengah bertualang di lalaland karena tangannya baru saja digenggam oleh Kuroko sambil ber-kya! ria.

"Sebenarnya tidak semuanya, Aomine-kun. Dan jangan sampai Momoi-san mendengar apa yang kau katakan tentangnya." Kuroko menggeleng pelan.

"Heh, biar saja. Kau tidak merasakan bagaimana rasanya jadi aku yang diusik setiap hari olehnya."

"Itu urusanmu, Aomine-kun."

"Tetsu-teme!"

"Baiklah. Sampai di mana kita?" Momoi sudah kembali dari perjalanan panjangnya dan kembali bergabung dengan wajah yang sumringah.

"Sepertinya kita tidak perlu melakukan apa-apa, Momoi-san."

"EEHH?! Terus gimana hubungan Dai-chan dan Kagamin?!" Ujar Momoi panik.

"Percayakan saja dengan Aomine-kun."

"Dengan ganguro bodoh mesum pecinta oppai besar ini?!" Momoi menunjuk tepat di wajah Aomine.

"Hey! Oppai itu anugerah dari Tuhan!" Ujar Aomine sambil membuat isyarat boing-boing dengan kedua tangannya.

'BUAGH!'

"Aomine-kun, Momoi-san… sebaiknya kalian memelankan suara sebelum kita dilempar keluar dari sini."

"Oops! Gomenne Tetsu-kun.."

"Kenapa cuma aku yang dipukul, Tetsu-teme!?"

"Mana mungkin aku memukul perempuan, Aomine-kun."

"Benar kata Tetsu-kun, Dai-chan!"

"Urusai! Aku mau pulang saja. Bisa habis badanku kalau aku berlama-lama di sini." Aomine berjalan keluar dengan menghentakkan kaki.

"Padahal aku belum membuat perhitungan dengan Aomine-kun." Keduanya melihat bayangan Aomine hilang di kegelapan dari balik kaca.

"Tenang saja, Tetsu-kun! Serahkan saja padaku."

"Aku tunggu kabarnya kalau begitu, Momoi-san." Ujarnya sedikit membungkukkan badan.

"Oh ya Momoi-san…" Kuroko berhenti sejenak untuk meminum vanilla milkshake-nya hingga tetes terakhir.

"Ada apa, Tetsu-kun?" Alis Momoi terangkat sedikit.

"Apa Momoi-san tahu kalau Aomine-kun sendiri tanpa sadar sudah melakukan pendekatan pada Kagami-kun sejak enam bulan lalu?"

"Eh?"

"…."

"EH?! Serius?! Tetsu-kun tahu dari mana?!" Momoi menjerit tertahan.

"Dari Kagami-kun. Kagami-kun bilang Aomine-kun memintanya untuk berbicara dengan panggilan aku-kamu. Bukan lu-gua seperti sebelumnya." Sementara Momoi masih mengolah informasi yang didapatnya, Kuroko tengah memandangi antrian di depan kasir yang mulai menyusut.

"Dan apa Momoi-san juga sudah dengar kalau Aomine-kun mengajak Kagami-kun ke rumahnya sejak dua bulan lalu?"

Satu menit.

Dua menit.

Tiga menit.

'BOOM'

Dan bom pun meledak.

Momoi menjerit kesetanan di tempat duduknya setelah Kuroko selesai membayar vanilla milkshake dan melenggang pergi keluar Majiba. Meninggalkan Momoi yang dikira orang gila oleh para staff dan pengunjung restoran cepat saji tersebut.


Hai minna!

Apa kabarnya?

Semoga baik dan tidak stress sepertiku sekarang ;-; *hiks

Betewe… Aslinya aku mau buat ini jadi one-shot. Sumpah! Demi dakinya bang Aho dan alis cabangnya Aa Gami! (Aomine: Hey! Ini bukan daki! | Kagami: Apa salah alisku, Tuhan!?)

Tapi berhubung aku merasa tidak sanggup –(Aomine: Alah,bilang saja author males! *kemudian Aomine mati dicipok gunting)- makanya aku putuskan jadi beberapa chapter.

Dan untuk informasi bila ada yang bertanya:

-Thor, apa hubungannya lagu pembuka di depan dengan cerita ini?

Maka jawabanku simpel:

-Sepertinya gak ada. Hehehe *garuk tembok

Boong ding! Aku masih belum tahu apa ada hubungan di antara keduanya. Malah masih mikir juga kenapa bisa nyantumin itu lagu? (Aomine/Kagami : *sweatdrop*)

Erm, adasih. Lagu ini sebagai pengiring selama aku menulis cerita ini. Tepatnya jadi mood booster tersendiri apalagi nulis ini sambil bayangin mereka nganu-anu karena suara mereka yang sekseeh –Authornya hentai!-

-Kenapa Aomine di sini sangat dinistakan?

(Aomine: Iya! Gua gak terima! Masa cuma gua yang tersakiti?!

Kagami: Yang sabar ya, Aho. Semua pasti ada hikmahnya. *ngelus kepala Aomine

Aomine: Kau memang malaikatku, Kagami! *menerjang Kagami

*uhuk* jangan bermesraan di sini kalian berdua!)

Jawaban Author:

-Karena Author tidak terima mengapa chemistry kalian sangat klik di lagu itu!? *ROAR

*ROAR

*ROAR

Aomine/Kagami: Author! Cepat padamkan api yang keluar dari mulutmu itu!

Kuroko: Maaf readers, sepertinya sesi ini dicut dulu guna menunggu hingga Authornya tenang

AAAAND CUT!

.

.

.

.

.

.

-Author-san? *SLURP

-Iya. Kuroko? *CKRIS

-Kenapa aku sangat OOC tadi? *SLURP

-EH?! SERIUS? Padahal aku sudah berusaha agar tidak terlalu lebay menulis bagian peranmu tadi. *CKRIS

-Begitukah? Sepertinya aku hanya bisa pasrah. *SLURP

-Author-chan! Kenapa aku seperti orang gila di situ?! *BA-DUMP

-Satsuki kan memang sinting. *OM TELOLET OM!

-Dai-chan! *BA-DUMP

-Apa nenek sihir? *OM TELOLET OM!

*Ganguro mesum! *BA-DUMP

-Woi itu siapa yang teriak OM TELOLET OM?! *CKRIS

-Gua! Masalah? *OM TELOLET OM!

-Gak sih *CKRIS

-A-ano… Author?

-Iya Kagami? *CKRIS

-Kenapa ada backsoundnya setiap kalian ngomong daritadi?

-Lagi kepengen. *CKRIS

-E-eh… Terserah kalian saja kalau begitu.

.

.

.

Kagami: Baiklah… Karena tidak ada yang mau mengakhiri sesi hari ini, biar aku sendiri saja.

Yosh! Minna! Terima kasih telah membaca cerita gaje ini! *membungkuk *lalu kasih senyum 1000000watt