BURN

PURE BLOOD OF NEMESIS

Pair HunKai

Cast EXO Member and others

Warning: BL, Typo

Bab Satu

Nemesis, sudah berulang kali Kai mendengar sebutan itu. Ia percaya namun jauh di dalam dirinya ia mulai ragu, seperti sebagian besar sejarah yang kemudian terlupakan. Tak bermakna lagi kemudian perayaan yang dimaksudkan untuk mengenang dan menghormati menjadi tak berarti. Kai ingin tahu lebih banyak tentang Nemesis, semua buku yang dia baca sama sekali tak memuaskan.

Kai penasaran siapa itu Nemesis, dia begitu dekat dengannya. Kim Jongin sang Nemesis adik dari sang kakek, mengenal Minho dan Taemin, dan Nemesis itu menahan hati dan cinta Sehun. Tidak, Kai tidak cemburu, mungkin hanya sedikit. Semua perhatian yang Sehun berikan padanya begitu menggoda, jarak usia beberapa dekade bukan masalah, toh diapun tak akan menua dan mati tanpa sesuatu yang fatal terjadi padanya.

Secara teknis dia dan Sehun seumuran,bukankah begitu? Tidak, Kai untuk saat ini tak ingin terlalu memikirkan perasaannya terhadap professor Sejarah itu. Nemesis, dia ingin mengetahui banyak hal tentang Nemesis. Karena dia merasakan sesuatu. Sesuatu datang mengancamnya. Namun, Kai tidak ingin menceritakannya kepada siapapun.

"Kau di sini!"

"Brengsek!" Kai mengumpat sambil menyembunyikan buku yang sedang ditekuninya ke balik kaos yang ia kenakan.

"Turunlah dari atas pohon, kau membolos kelas, dan berapa kali aku katakan untuk tidak menggunakan kalimat tak pantas Kai?"

Setelah memastikan buku yang tadi dia tekuni tersembunyi dengan aman, Kai melompat turun dari pohon yang tak bisa digolongkan pendek. Ia berhadapan dengan Oh Sehun. Menatap sang pemimpin sekaligus professor-nya dengan berani. "Percuma aku masuk kelas, nilaiku sudah tak tertolong. Aku akan mengulang tahun ini."

"Setidaknya kau bisa membuat beberapa guru memberimu pertimbangan, jika kau bisa memperbaiki sikapmu di sisa semester ini."

"Dan bisakah Anda berhenti mencampuri urusan saya?" suara Kai sarat akan amarah.

"Berhenti." Ucap Sehun ketika Kai sudah beberapa langkah mendahuluinya.

"Ap…," bahkan Kai belum sempat menyelesaikan kalimatnya ketika tangan Sehun bergerak cepat mengambil buku yang ia sembunyikan di balik kaosnya.

"Ini." Sehun mengangkat tinggi-tinggi buku bersampul biru tua dengan tangan kanannya. "Buku ini tidak dipinjamkan, apa kau menyelinap ke perpustakaan dan mencurinya?"

"Aku bukan pencuri!" protes Kai. "Aku akan mengembalikannya."

"Buku ini tidak dipinjamkan pada khalayak umum. Kau mencurinya." Sehun memberi penekanan pada setiap kata yang diucapkannya.

Kai mendesis menahan amarah. "Aku bukan pencuri, kembalikan buku itu padaku. Jika aku pencurinya maka akulah yang akan bertanggungjawab bukan kau." Sopan santun telah terlupakan oleh Kai sekarang.

"Pulanglah Kai."

"Tidak."

"Pulanglah atau kau akan ditahan atas tuduhan pencurian."

"Katakan semuanya tentang Nemesis padaku."

"Pulang sekarang atau aku yang akan menyeretmu sendiri ke kantor polisi."

Kai menatap Sehun sengit, mengeraskan rahangnya. "Aku membencimu." Desis Kai sebelum memutar tubuhnya dan berlari pergi meninggalkan Sehun di ladang Lavender seorang diri.

Aroma wangi Lavender menyengat, kedua kaki Kai berhenti melangkah. Ada yang aneh dari aroma Lavender di sekitarnya, ia menoleh ke belakang dan dikejutkan dengan pemandangan mengerikan di belakangnya. Peperangan, darah, dan mayat. Namun, ketika dia mengedipkan matanya semua pemandangan itu menghilang.

"Kai!"

"Ah!" Kai tersentak dan mendapati salah satu teman sekelasnya berhenti di depannya dengan sepeda berwarna putih.

"Kau membolos lagi?"

"Ya." Pikiran Kai masih berkelana.

"Kau tidak akan naik kelas Kai."

"Aku tahu, kau tidak perlu memperjelasnya Minjae."

Minjae hanya mengendikan kedua bahunya. "Malam ini ada pesta di rumah Taeyong, kau ikut?"

"Pestanya aman? Maksudku tidak ada alkohol kan?"

"Kau setengah vampire alkohol tidak akan memberi pengaruh apapun."

"Tapi aku akan tetap dihukum, aku belum cukup umur."

"Aku akan menjemputmu pukul tujuh malam dengan yang lain, setelah itu terserah kau mau bergabung atau tidak." Kai hanya mengangguk pelan ia menunggu hingga Minjae pergi sebelum beranjak dari tempatnya berdiri.

Berjalan perlahan melintasi trotoar sesekali mengamati mobil dan kendaraan lain yang melintas. Ia mengamati manusia, vampire, anak-anak berdarah campur. Dan satu pertanyaan penting kembali terlintas di benaknya.

Apa darah Nemesis bisa diwariskan?

.

.

.

"Kita berada pada kedamaian semu."

"Maksud Anda?" Jaebum bertanya sopan namun siapapun bisa mengetahui ada nada ejekan dan keraguan dalam setiap ucapannya.

"Sekarang semuanya seolah setara. Manusia dan vampire. Tapi tetap saja vampire jauh lebih kuat dari manusia. Dan sekarang kita hanya menunggu bom waktu meledak. Sampai ada pemicu. Rasa ketidakpuasan."

"Jinyoung katakan dengan jelas, apa maksudmu."

"Kita harus sekuat vampire."

"Apa kau sedang membuat percobaan baru?"

"Ya." Jinyoung mengangguk pelan.

"Tapi semua percobaanmu gagal, dan kami lelah harus terus menutupi kesalahanmu." Mark mengajukan protes.

Jinyoung tersenyum miring. "Kali ini kita tidak akan gagal."

Jackson mengerutkan kening. "Berarti kau sudah menemukan jawabannya?" Jinyoung mengangguk pelan. "Apa?"

"Sesuatu yang bisa membuat manusia memiliki kekuatan setara vampire tanpa berubah menjadi penghisap darah, atau makhluk malam, atau memiliki darah campuran kotor."

"Darah Nemesis, sekarang kita harus mengerahkan semua yang kita miliki untuk mencari keberadaan Nemesis." Jinyoung menarik lengan kemeja panjangnya. "Aku harus kembali ke kampus, semua yang ingin kalian tanyakan kita bahas malam ini." Jinyoung mengakhiri pertemuan para anggota gerakan bawah tanahnya.

Jaebum masih terlihat tidak puas dan Jinyoung tidak ingin mulut Jaebum menaburkan benih keraguan pada semua orang yang sejalan dengan pemikirannya. "Jaebum dan Jackson tugas kalian mencari keberadaan Nemesis. Dan kau Mark bisakah kau mencari tahu cara membangkitkan kekuatan Nemesis?"

"Aku akan berusaha." Balas Mark sedikit keraguan terdengar dari ucapannya.

"Kau harus mengerahkan seluruh kemampuanmu!" bentak Jinyoung. "Kalian semua harus mengerahkan seluruh kemampuan kalian! Masa depan manusia bergantung pada keberhasilan kita!" Jinyoung menatap satu persatu keenam orang kepercayaannya. Dia trsenyum puas ketika enam kepala itu mengangguk menurut.

Jinyoung menarik napas dalam-dalam kemudian tersenyum tipis. "Pertemuan tiga hari lagi, kuharap kalian sudah membawa hasil." Ucapnya sebelum berlalu meninggalkan ruang perpustakaan kediaman keluarga Jackson.

.

.

.

"Kai kau pulang terlambat?"

"Bukan ursanmu."

"Kai minta maaf sekarang." Ucap Taemin yang entah darimana berdiri di belakang tubuh Gikwang sekarang.

"Apa itu harus? Dia bukan orangtua kandungku."

"Minta maaf sekarang." Tegas Taemin pada cucunya yang pembangkang.

"Maaf." Ucap Kai kemudian berlalu setelah melempar sepatunya ke sembarang arah. "Semua orang bertingkah menyebalkan hari ini." Gerutu Kai sebelum melintasi ruang tamu dan melihat Yeri, adik tirinya yang seratus persen vampire.

Tatapan mereka saling bertemu, Yeri tersenyum namun Kai memilih untuk mengacuhkannya dan pergi menuju kamar. mengurung diri di sana, sampai Minjae dan teman-temannya tiba untuk menjemputnya. Melempar tubuhnya ke atas ranjang tempat tidur, Kai berbaring telentang mengamati langit-langit kamar, di tengah kesunyian seperti ini, seluruh pertanyaan di dalam benaknya nampak begitu jelas.

"Siapa yang bisa menjawabnya? Sehun…, dia tidak akan pernah bersedia dan justru memarahiku. Kyungsoo haraboji, ya kurasa beliau bisa menjawabnya." Kai langsung bangkit dan berlari meninggalkan kamarnya.

"Aku tidak ikut makan malam! Jika Minjae datang katakan padanya aku langsung ke rumah Taeyong, mengerti?" Yeri mengangguk pelan.

"Kai sudah berapa kali Kakek peringatkan untuk berbicara sopan pada adikmu!" Minho berteriak hilang kesabaran.

"Dia bukan adikku." Balas Kai keras kepala.

"Tunggu anak muda." Minho mendesis pelan menahan lengan kanan Kai. "Minta maaf."

"Kenapa selalu aku yang harus meminta maaf?"

"Karena kau salah."

"Aku sudah mengatakan pada Ayah aku tidak butuh pengganti Ibu, aku tidak meminta mereka hadir di hidupku!" Kai berteriak menunjuk Yeri dan Gikwang, tatapan keduanya tampak terluka, dan Kai merasa bersalah tapi dia benar-benar tidak menginginkan mereka sebagai anggota keluarga. Yeri dan Gikwang sangat baik sebagai tetangga dan teman, bukan sebagai anggota keluarga.

"Kai…," Minho berucap pelan, melepaskan tangannya dari lengan sang cucu. "Kakek kecewa padamu."

Kai tersentak, apapun kesalahannya Minho tidak pernah mengatakan kekecewaan padanya. Tapi sekarang karena Gikwang dan Yeri, Minho kecewa padanya. Dada Kai penuh sesak oleh amarah, ia menoleh ke belakang menatap Yeri dan Gikwang. Semua amarah yang terkumpul itu membuat tanpa sadar mengeluarkan taring, dan keduanya matanya berwarna merah darah.

PLAK!

Sebuah tamparan di pipi kanannya mengejutkan Kai, ia menoleh dan mendapati tatapan kekecewaan lain. Kali ini dari Taemin. "Apa kau binatang buas?! Bagiamana bisa kau mengancam anggota keluargamu sendiri?!"

"A—aku…," Kai terbata menyadari kesalahannya.

"Masuk kamar, kau dihukum selama satu minggu." Taemin berucap tegas.

"Itu tidak adil!" Kai berteriak marah sebelum berlari meninggalkan rumahnya dengan kecepatan vampire yang mustahil dapat Minho dan Taemin kejar.

"Biar saya…,"

"Tidak Gikwang." Taemin menolak halus tawaran Gikwang. "Temani Yeri membuat PR, maafkan sikap Kai." Gikwang hanya tersenyum mendengar kalimat Taemin.

.

.

.

Melangkah pelan melewati trotoar yang sama, matahari telah tenggelam. Kegelapan menyelimuti kota ada banyak perubahan di sini berdasarkan buku Sejarah yang ia baca. Teknologi berkembang pesat, ada banyak obat yang dibuat agar vampire tak bergantung pada darah manusia, dan mereka bisa berjalan di bawah sinar matahari. Langkah kaki Kai terhenti pada sebuah toko pakaian yang telah tutup.

Memutar tubuhnya menghadap jendela, mengamati dirinya sendiri. Dia berdarah campuran, hal yang dulu dianggap tabu. Manusia dan vampire, semua benar-benar berubah sekarang. Aturan melunak. "Kau memikirkan apa yang aku pikirkan."

Kai terkejut ia hendak berbalik namun tangan seseorang menahan punggungnya. Mereka saling menatap lewat pantulan jendela toko. "Ya, aku bisa mendengar suara di dalam kepalamu dengan sangat jelas."

"Yoo Ki Hyun."

Bayangan di dalam pantulan kaca jendela nampak terkejut, kemudian diapun menghilang. Kai menoleh menatap vampire yang kini melompat dari atap gedung ke atap gedung yang lain dengan cepat. Mengabaikan semua pertanyaan di dalam benaknya, Kai memutuskan untuk mempercepat langkah kakinya menuju tempat tinggal Taeyong.

Kai menautkan kedua alisnya mendengar suara musik yang mengalun sangat keras dari dalam rumah Taeyong. Vampire, manusia, dan campuran memenuhi setiap sudut rumah Taeyong. Bahkan hingga halaman depan dan halaman belakang rumah Taeyong. Melangkah masuk melewati kerumunan, Kai mencoba mencari keberadaan Minjae. Seseorang yang dia kenal cukup baik.

"Kai!" Taeyong berlari menghampiri Kai. Kai mencoba tersenyum, hubungannya dengan Taeyong berubah cukup baik setelah Kai membantu Taeyong dalam sebuah perkelahian. Perkelahian yang membuatnya dihukum membersihkan toilet sekolah selama sebulan penuh.

"Hai." Kai membalas secukupnya. Taeyong tersenyum kemudian mengisyaratkan Kai untuk berjalan mengikutinya.

Mereka menuju lantai dua tempat yang lebih sepi, Kai melihat hanya teman-teman dekat Taeyong yang berada di sana termasuk Minjae. "Wah ternyata kau datang juga."

Kai melirik tajam Monkyoo seseorang yang pernah dia hajar, darah murni. Menyebalkan, bertindak keras kepala seolah dia memiliki darah keturunan kerajaan. Kai memilih bungkam. "Taeyong kenapa kau mengundang darah campuran seperti dia?"

"Monkyoo sudah!" bentak Taeyong. "Aku tidak menginginkan keributan malam ini. Jika kau bersikap menyebalkan dengan membeda-bedakan darah murni, manusia, dan campuran, kau akan mendapat masalah."

Monkyoo menyeringai. "Aku harap dia tidak membawa masalah ke sini." Semua orang memandang Monkyoo malas. "Aku serius, professor Sehun selalu mengikuti pantatnya, dan kita akan mendapat masalah jika beliau mengetahui pesta ini."

"Sehun tidak pernah bermasalah dengan pesta atau kalian…," Jongin menghentikan ucapannya, melihat Ten keluar dengan sesuatu di tangannya. Kantung darah.

Kantung darah seperti narkotika, terlarang, tidak bisa bebas didapat. Harus melalui izin. Vampire dan darah campuran mengkonsumsi pil merah untuk menekan insting liar dan napsu akan darah manusia segar. Vampire dan darah campuran diizinkan meminum darah sebulan sekali di bawah pengawasan pemerintah.

"Darimana kalian mendapatkan kantung-kantung darah itu?"

"Kai sebaiknya kau pulang saja." Monkyoo mengibaskan tangannya dengan gerakan mengusir.

Kai tidak peduli dia beralih menatap Taeyong dan Minjae. Terutama Minjae, dia tidak ingin teman dekatnya itu tersandung masalah serius. "Kalian bisa masuk penjara." Ketakutan tergambar jelas pada kedua mata Kai.

Monkyoo berdiri dan menyerahkan segela darah segar kepada Kai, atau lebih tepatnya mendorong gelas kristal itu dengan paksa. "Apa kau pernah mencicipi darah di luar jadwal? Coba saja, kau tidak akan bisa menolak sensasinya." Monkyoo menyeringai.

Menelan ludah kasar, Kai tahu jika mereka meminum darah saat ini. Insting vampire yang berusaha ditekan akan lepas, napsu untuk menjadi pemenang tidak akan terbendung lagi. Kai memandang ke sekeliling. "Di sini ada banyak manusia, jika kita meminum darah ini, akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kita bisa menyerang mereka."

"Monkyoo!" Kai berteriak panik ketika Monkyoo menjadi yang pertama menghabiskan darah di dalam gelas kristalnya.

Dengan cepat kedua bola mata Monkyoo yang tadinya berwarna cokelat teduh berubah merah. Kedua taring tajam muncul, dia melompati pagar pembatas lantai dua dengan cepat. Menuju kerumunan teman-teman mereka. Kai melompat menyusul, mengejar Monkyoo.

"Hentikan!" Kai berteriak ketika Monkyoo berusaha meraih lengan Rose. Teman sekelas mereka, manusia. "Monkyoo!" Kai menarik pinggang Monkyoo berusaha menjauhkan Monkyoo dari Rose.

BRAK!

Tubuh Kai terlempar dan membentur dinding dengan keras. Kekuatan vampire setelah meminum darah tidak bisa diremehkan. Kai merasa tubuhnya lumpuh dan dia tak berdaya ketika Monkyoo menarik lengan kanan Rose, mencoba menancapkan taringnya pada leher gadis malang itu.

"Aaaaaa!" lengkingan suara ketakutan Rose membuat semua orang membeku dan sebagain berlarin pergi.

"Tidak..," Kai berbisik tak berdaya.

BRAKK!

Tubuh Monkyoo terlempar keras membentut dinding, Kai melihat Monkyoo tak bergerak tapi Kai yakin Monkyoo hanya pingsan. Sehun muncul memeluk Rose, mendudukan gadis yang ketakutan itu pada salah satu sofa di ruang tamu kediaman Taeyong.

"Hentikan pesta ini, dan kalian yang di lantai dua jangan mencoba menyentuh darah!" Sehun berteriak, amarah terdengar jelas dari suaranya.

Sehun melompat ke lantai dua dengan mudah. Menatap wajah-wajah ketakutan di sana tanpa peduli. Ia membawa kantung-kantung darah di atas meja dengan cepat. "Ada yang lain?" Sehun menatap Taeyong tajam. "Katakan jika masih ada yang lain?" semua membisu.

Tak lama dua orang lain masuk, pengawal Sehun. Kevin dan Junyoung. "Bereskan semua kekacuan di sini." Sehun melempar kantung darah di tangannya yang segera ditangkap oleh Kevin.

Kai menatap Junyoung kemudian menundukkan kepalanya. "Ayah..," gumamnya. Junyoung melangkah melewati putranya untuk melaksanakan tugas.

TBC