.
.
Unsolved Riddle
.
17 © Pledis Entertainment
Kim Mingyu x Jeon Wonwoo. Yaoi.
.
1
Jeon Wonwoo adalah sebuah teka-teki.
Kalau ada yang bertanya "bagaimana Jeon Wonwoo itu di mata Mingyu?", itu adalah satu-satunya jawaban yang menyinggahi kepala si pemuda tan. Bukan tanpa alasan dia menyebut pemuda Jeon yang terpaut usia setahun dengannya itu sebagai teka-teki. Atau untuk lebih kerennya, Mingyu suka memanggil Wonwoo "Mr. Riddle".
Berapa lama Kim Mingyu sudah mengenal si pemilik nama? Sebulan, dua bulan, setengah tahun, setahun, ah tepatnya setahun dan empat bulan. Mingyu menghitungnya dengan pasti. Karena memorinya sama sekali tidak bisa melupakan saat pemuda yang lebih tua mengetuk pintu apartemennya dan menyapa Mingyu berbekal sebuah iklan di forum mahasiswa yang dipasang oleh Mingyu sendiri. Iklan Mingyu yang mencari teman sekamar.
Pertanyaan ketiga. Berapa lama Mingyu jatuh cinta dengan pemuda yang sama? Untuk bagian ini, sekali lagi Mingyu menjawab dengan percaya diri. Setahun, empat bulan, tiga hari, empat belas jam, dan dua puluh satu menit. Untuk keakuratan waktu itu, hanya Mingyu seorang yang bisa memvalidasinya. Lagipula itu hanya segelintir fakta minor yang tidak penting.
Intinya adalah bahwa Mingyu jatuh cinta pada detik yang sama dia membuka pintu apartemennya dan berhadapan dengan sosok Jeon Wonwoo yang berdiri tepat di hadapannya dengan kaus lengan panjang bergaris ―yang tidak berhenti membuat Mingyu khawatir akan membuat pemuda itu kedinginan― dan kepala ditutup beanie warna merah. Menatap Mingyu dan langsung menyodorkan ponselnya yang masih memuat screenshot iklan yang dipasang Mingyu dan berkata dengan suara yang berat, "Kau yang memasang iklan ini?"
Percaya atau tidak, pada detik itu juga Mingyu sudah mendedikasikan seluruh hati kepada Jeon Wonwoo. Dan terhitung sejak itu pulalah pemuda bermarga Kim itu sudah terjebak dalam kubangan nelangsa bernama "cinta bertepuk sebelah tangan".
Karena Jeon Wonwoo adalah manusia dengan tingkat kepekaan zero. Nol. Kosong. Dan kalau itu belum cukup buruk pemuda itu juga seakan mati rasa dengan hal yang bertajuk romansa. Itu yang berhasil Mingyu pelajari pada berapa periode waktu yang dia habiskan sebagai roommate Wonwoo.
"Hyung, kau sama sekali tidak berkencan ya?" begitu Mingyu bertanya suatu waktu.
Dijawab oleh Wonwoo dengan dua suku kata. "Ti-dak."
"Kenapa?"
"Karena membuang waktu?" Wonwoo membalas sambil mengedik. Kemudian memasukkan sepotong potato chip ke mulutnya dan memfokuskan matanya ke layar televisi. Berpura-pura tuli dengan suara Mingyu yang keluar selanjutnya.
Mingyu hanya bisa menghela napas.
.
.
Tapi bertolak belakang dengan pengakuan Wonwoo. Faktanya Mingyu pernah melihatnya suatu waktu saat keluar dari bar bersama seorang wanita. Berjalan bersisian dengan lengan melingkari pinggang satu sama lain dan masuk ke dalam taksi yang membawa mereka entah kemana. "Melelahkan pantatku!" umpat Mingyu ketika melihat itu.
Malam itu Mingyu menunggu Wonwoo kembali ke apartemen mereka hingga pukul dua pagi sebelum kantuk mengambil alih kesadarannya. Dan saat dia bangun keesokan harinya karena mendengar pintu yang dibanting, saat itu sudah pukul delapan. Dia melihat Wonwoo berjalan hendak memasuki kamarnya.
Mingyu segera bangkit dari posisinya di sofa, menghadang Wonwoo dan bertanya, "Yaaa Jeon Wonwoo dari mana saja kau?"
Wonwoo membalas pandangannya dengan malas. Dan sangat jelas disaksikan oleh Mingyu lingkar hitam di bawah mata pemuda itu. Itu terlihat seperti Wonwoo sama sekali tidak tidur kemarin malam. Apa yang dilakukannya sepanjang malam? Mingyu sama sekali tidak ingin membayangkannya.
"Kemana kau semalam? Kenapa baru pulang pagi?" cecar Mingyu sekali lagi.
Wonwoo merotasikan bola matanya, kemudian menjawab, "Bukan urusanmu." kemudian mendorong Mingyu dan berjalan melewatinya.
Pemuda yang lebih tinggi sama sekali tidak membiarkan Wonwoo lepas begitu saja. Dicekalnya tangan Wonwoo dan memaksanya berbalik menghadapanya. Tubuh mereka sangat dekat, Wonwoo bisa merasakan napas Mingyu di pipinya saat dia berbicara, "Ya itu urusanku. Seharusnya kau memberitahuku kalau ingin menginap di luar."
Wonwoo membalas dengan mendecih sinis, "Maaf, aku baru tahu kalau aku tidak boleh menghabiskan waktu di luar tanpa mengabarimu." ―sarkasme.
"Aku terjaga semalaman menunggumu karena khawatir. Setidaknya kau bisa memberitahu kemana kau pergi atau kalau kau sedang bersenang-senang dengan perempuan di luar sana supaya aku tidak perlu membuang energi untuk mengkawatirkanmu."
"Kenapa kau khawatir?" balas Wonwoo dengan alis ditekuk. "Dan kenapa aku harus memberitahu? Memangnya kau itu siapa?"
Kata-katanya membuat Mingyu terperanjat. Benar memangnya Mingyu itu siapa? Selain seorang teman seatap yang sedikit terlalu jatuh cinta dengan Wonwoo? "A-aku…" ujarnya terbata, "Aku hanya…."
Wonwoo menggunakan kesempatan itu untuk menepis tangan Mingyu. "Simpan energimu," katanya dengan senyum miring. "Aku bukan pacarmu yang harus kau khawatirkan."
Oh betapa Mingyu berharap demikian.
.
.
Mingyu adalah seorang pemuda yang menyedihkan. Jeon Wonwoo membuatnya menjadi menyedihkan. Sejak kali pertama pemuda itu melangkah masuk ke dalam apartemennya, Mingyu sudah jatuh ke dalam satu agoni yang buruk bernama cinta tak berbalas. Dan jika ada hal yang lebih menyakitkan dari itu, Mingyu bersedia untuk mencari tahu apa itu.
.
.
"Kau bilang bahwa berkencan itu membuang waktu, tapi kau selalu pulang jam tujuh pagi dengan wangi parfum wanita menempel di sekujur tubuhmu," Mingyu menuding di suatu pagi. Dengan sengaja tidak menyebut bagian bahwa 'Wonwoo selalu bau seks setiap kali pulang dari berkelana di malam hari'. Meski itu yang paling ingin dia tanyakan.
'Kemana kau semalam?'
'Siapa perempuan beruntung yang menghabiskan malam denganmu?'
'Apa kau tidur di tempatnya?'
'Apa kau memeluknya dalam tidur?'
'Berapa kali kau klimaks di dalamnya?'
'Apa mereka memberimu kepuasan?'
Sederet pertanyaan yang tercekat di tenggorokan Mingyu karena tidak pernah cukup berani untuk ditanyakannya langsung.
Wonwoo melirik ke arahnya dari balik roti yang sedang diolesinya dengan selai coklat, menggunakan tatapan matanya yang tajam seperti rubah dengan penuh penghakiman kepada Mingyu. "Kenapa kau peduli?" dia bertanya.
"Bukankah itu sangat jelas? Karena aku cemburu." Mingyu tidak mengucapkannya. Sebaliknya dia berkata sekasual mungkin menggunakan nada suara yang didatar-datarkan. "Penasaran saja," sambil mengedikkan bahu.
"Aku sama sekali tidak berkencan," Wonwoo menjawab dengan santai. Meletakkan pisaunya dan melipat roti kemudian mengantarkan roti itu ke dalam mulutnya.
"Jadi kau bersama siapa setiap malam?" tanya Mingyu lagi. Menyembunyikan segala bentuk emosi yang bukan kebingungan dari wajahnya. Rasa excited mendengar Wonwoo berkata dari mulutnya sendiri kalau dia tidak berkencan, rasa kecewa karena meski pemuda itu berkata demikian tetap saja bau seks ditambah parfum yang bukan miliknya yang menguar jelas dari tubuhnya bukan sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja.
Wonwoo terlihat bersusah payah menelan rotinya. Kemudian memandang kepada Mingyu dengan senyum miring yang mengejek. "Apa kau tidak pernah dengar istilah one night stand?"
Oh.
"Oh" Mingyu bersuara sebagai satu-satunya respon. Dalam sekejap binar di matanya hilang. Sedikit rasa lega mendengar Wonwoo sama sekali tidak berkencan tadi langsung tertebas sirna. One night stand jauh lebih buruk dari berkencan.
"Kukira kau sama sekali tidak ingin berhubungan romantis."
"Aku bukannya tidak suka dengan hubungan," balas Wonwoo. Dia menatap Mingyu tepat di matanya. Dan Mingyu berusaha menerka apa arti tatapan intens itu. "Aku suka dengan hubungan yang intim, kalau kau mengerti maksudku. Tapi aku sangat buruk dengan komitmen."
Mingyu mengerti. Sangat mengerti.
"Oh." katanya lagi. Gagal menemukan respon lain untuk diucapkan.
Mingyu tidak lagi berkata-kata. Kehilangan kemampuan berbicara saking lara hatinya. Orang yang dicintai pergi setiap malam mencari kesenangan di luar sana dengan melakukan seks satu malam dengan orang-orang. Sementara Mingyu sendiri di apartemen yang seharusnya mereka bagi berdua, mendambakan pemuda itu untuk berada di pelukannya. Oh sungguh ironi.
.
.
Lebih banyak waktu yang mereka habiskan tinggal bersama, lebih banyak malam-malam dimana Wonwoo tidak kembali ke apartemen di malam hari. Dia selalu kembali keesokan harinya dengan kondisi hangover. Tubuh diselimuti aroma yang paling dia benci keluar dari pemuda itu. Dan semakin merana rasa hati Mingyu seiring waktu yang berlalu.
Mingyu tidak berhenti bertanya "kenapa dia jatuh cinta kepada Wonwoo?" Wonwoo adalah orang yang buruk. Dia pemuda paling kejam yang Mingyu tahu.
.
.
"Kau sendiri tidak pernah berkencan," Wonwoo berkata suatu hari saat libur musim panas. Mereka berdua sedang duduk di ruang tamu sambil bermain fifa berdua. "Kenapa?" tanyanya.
Itu adalah pertanyaan sederhana. Tapi Mingyu merasa jantungnya berdebar seperti mau gila hanya karena sepatah kalimat dari Wonwoo. 'Kenapa dia bertanya seperti itu?'
Mingyu tidak menjawab dan berpura-pura fokus dengan permainannya. Tapi gagal secara menyedihkan. Terbukti dari permainannya yang kacau.
"Well apa kau punya alasan spesifik?" Wonwoo bertanya lagi. Dan Mingyu tidak berhenti mengutuk pemuda yang lebih tua dalam kepalanya.
"Tidak juga," jawab Mingyu ringan. Berusaha menenangkan detak jantungnya sendiri.
"Apa tidak ada perempuan yang menarikmu?"
"Bisa dikatakan begitu."
"Bagaimana dengan laki-laki?"
Deg.
Jantungnya menghentak dengan keras sekali. Lalu serasa berhenti bekerja kemudian. Mingyu merasa dadanya menyempit. Anxiety yang keras menyerang seluruh sistemnya. Mingyu membisu. Jawaban untuk pertanyaan itu ada di ujung lidahnya. Tapi terlalu takut untuk disuarakan. Apa pendapat Wonwoo kalau tahu dia tertarik dengan laki-laki? Tepatnya kepada seorang pemuda yang sekarang menjadi teman tinggalnya? Kepada Jeon Wonwoo?
"Ah jadi benar dengan laki-laki ya," Wonwoo berkata ringan di sebelahnya tidak lama kemudian. Kata-katanya langsung mengundang Mingyu untuk memutar kepala demi memandang wajahnya saat mengatakan itu. Wonwoo mengucapkannya dengan begitu santai dan tanpa beban. Sama sekali tidak ada jejak kejijikan di rautnya. Sebaliknya ekspresi datar yang sudah menempeli wajahnya semenjak Mingyu mengenalnya bertengger di sana. Seolah dia tidak baru saja mengungkap fakta bahwa teman seapartemennya adalah gay.
"A-a.. itu…" Mingyu mencoba berkata.
Dipotong dengan cepat oleh Wonwoo. "Ada yang kau sukai saat ini?"
Mingyu tidak menjawab.
"Bagaimana dengan bocah itu? Seungkwan?"
"Tidak," kali ini Mingyu menjawab dengan cepat dan sedikit terlalu bersemangat. Sampai Wonwoo melonjak kaget. Segera pemuda itu mem-pause permainannya, meletakkan stik dan memandang Mingyu.
"Tidak perlu seheboh itu menyangkal," ujarnya sambil memutar bola mata. "Aku hanya menebak asal."
"Aku hanya…" Mingyu mencoba lagi. Dia menatap wajah Wonwoo sendu. Mendapati diri lagi-lagi tersesat dalam mata coklat pemuda itu. Oh betapa Mingyu jatuh cinta dengannya. "Aku tidak mau kau salah sangka kalau aku jatuh cinta dengannya."
"Dan kenapa begitu hm?"
"Karena nyatanya bukan dia orang yang kucintai."
"Jadi siapa?"
'Kau.' Mingyu ingin berkata. Tapi tidak melakukannya. Dia menggigit bibirnya keras-keras. Menahannya agar tidak sampai keceplosan menyebut nama Wonwoo. Tidak ada hal baik yang akan dihasilkan jika dia sampai menyebut nama pemuda yang lebih tua. Dia tahu itu dan Mingyu masih cukup waras menahan diri dari menumpahkan seluruh isi hatinya.
"Aku tidak ingin membicarakannya," ujar Mingyu sebagai gantinya.
Wonwoo menyatukan alisnya sebagai indikasi bahwa dia bingung dengan tingkah Mingyu. Ditelengkan kepalanya dan melempar tanya dalam pandangannya. "Apa itu sesuatu yang buruk?"
"Bukan, bukan begitu," jawab Mingyu. Lagi-lagi dia menggigit bibirnya dengan nervous kemudian berkata, "Aku hanya…." Membuang napas berat. "Kurasa aku jatuh cinta dengan seseorang yang salah."
"Salah bagaimana?"
"Dia… dia tidak sepertiku. Kami terlalu berbeda."
Wonwoo kemudian memasang senyum miring mengejeknya. Lalu kembali berbicara dengan suara bassnya, "Apa kau bercanda? Perbedaan bukan sesuatu yang ilegal dalam cinta."
"Kau tidak mengerti."
"Buat aku mengerti kalau begitu."
Mingyu membuang napasnya dengan susah payah. Berharap rasa cintanya kepada manusia di hadapannya ikut terbuang bersama karbon dioksida yang keluar. Seandainya dia tahu. "Itu adalah cinta yang tidak terbalas. Dia tidak sepertiku."
"Tidak sepertimu bagaimana?"
Mingyu menutup matanya. Menjalankan tangannya untuk meraih pelipis dan melakukan gerakan memutar di sana. Mencoba menghilangkan migrain yang menyerang tiba-tiba. Apa Wonwoo tidak akan berhenti dengan pertanyaan-pertanyaannya? "Dia menyukai perempuan. Dan kesempatanku untuk bersamanya sekitar minus empat persen, jadi ya… lebih baik melupakannya."
"Jadi apa kau sudah melupakannya?"
Sayangnya tidak.
"Sudah berapa lama kau mencintainya?"
Selama aku mengenalmu. Sekali lagi Mingyu hanya menjawab dalam hati.
Pada akhirnya Wonwoo berhenti bertanya. Karena Mingyu tidak sekali pun lagi menjawab. Hanya menghindarkan matanya secara aktif dari Wonwoo. Dan melihat penderitaan yang sangat jelas dalam pandangan Mingyu saat membicarakan orang yang dia cintai, WAonwoo jadi tidak tega mendorongnya lebih jauh. Dia tersenyum miring untuk terakhir kali sebelum mengembalikan fokusnya kepada permainan mereka.
"Semangatlah sobat," kata Wonwoo seraya menekan tombol play kembali.
Mereka sama sekali tidak membicarakannya. Tapi pukul tiga pagi saat keduanya sudah lelah bermain, Wonwoo memandang Mingyu dengan tersenyum. Mereka berdua sama-sama berbaring di lantai dengan tubuh berhadapan.
"Cinta memang seperti itu. Dia adalah sesuatu yang aneh. Kau tidak bisa mengendalikan dengan siapa jatuh cinta," Wonwoo berkata. Dan Mingyu mengamini kalimatnya dalam hati. "Karena itu kurasa kau adalah seseorang yang paling beruntung di dunia ini jika kau mencintai seseorang, dia mencintaimu kembali, dan dia membiarkanmu mencitainya."
Betapa akurat kata-kata Wonwoo.
Mingyu mencintai Wonwoo. Dan tidak ada yang lebih diinginkannya dari pada Wonwoo untuk mencintainya kembali dan membiarkan Mingyu mencintainya. Jika itu benar terjadi, maka Mingyu bersumpah dia adalah manusia paling bahagia di muka bumi.
Sayangnya terkadang harapan tak seindah kenyataan.
.
.
Jeon Wonwoo adalah sebuah teka-teki. Yang paling sulit yang pernah dikerjakan Mingyu. Dan dia tidak tahu jika lebih baik berusaha menyelesaikan teka-teki itu tahap demi tahap hingga selesai atau meninggalkannya tak terjawab.
.
.
TBC/END?
a.n. halo saya penulis baru di fandom seventeen ^^ Mohon bimbingannya, senpai-tachi :) /bow 90 derajat/ bagaimana ff di atas? mian kalau kurang bagus, saya sudah cukup berusaha walau kurang berbakat :( apakah ini harus end atau dilanjutkan? tinggalkan pendapat kalian di kolom review ya^^