I'm Sorry Ahjussi, But Taeyong Hyung Is Mine!

[Jaehyun x Taeyong]

YAOI, OOC.

Twoshoot/Threeshoot.

Aku memang masih bocah, tapi tolong hargai karya abal-abal bocah yang satu ini, ya ^^

.

Fanfic ini terinspirasi dari cameraman red carpet di 2016 Asia Artist Awards yang ngasih love sign ke Ty. Dan kita semakin pengen buat ff ini setelah temen les (NCT stan, Markhyuck shipper tapi suka interaksi Jaeyong) ngasih tau postingan instagram Jaeyongprotectionsquad tentang Ty yang digodain om-om.

Kita anak UN dengan pengawasan ketat sampai rasanya terkesan lebay. Intinya, kita agak susah terhubung sama sosmed. Kita minta tolong banget, kalian para readers ku tersayang buat ngasih tau ke akun Jaeyongprotectionsquad kalau kita ngambil ide fantastis nya ^^

Terima kasih banyak udah mau nolongin kita! ^^

P.s; Minta saran dong, kira-kira siapa tokoh ahjussi yang pas buat ff ini. Dan, selamat untuk NCT 127! Dedek bangga sama kalian, para oppa :')


Happy Reading~ ^^


Bel pulang berdering kencang, membuat siswa dan siswi dengan refleks berteriak senang. Baik laki-laki maupun perempuan berhamburan keluar kelas secara bersamaan, memenuhi koridor sekolah yang tadinya hening dan sepi saat jam pelajaran berlangsung.

Seorang siswa kelas 11-1 bertubuh kurus berusaha keluar dari kerumunan siswa-siswi yang benar-benar menggila saat pulang sekolah. Ia mencoba menepi dari kerumunan yang terus merangsek menuju tangga.

"Ugh, Um—permisi."

Ia terus menggumam kata 'permisi', tidak menghiraukan tubuh kurusnya yang terasa seperti terseret arus.

"Tae!"

Doyoung menarik Taeyong—tubuh yang berusaha keluar dari kerumunan itu—untuk berdiri di bangku yang ada di koridor sekolah, memisah diri dari kerumunan yang semakin menggila ditambah dengan beberapa siswa kelas 12 yang berteriak dengan suara beratnya.

Taeyong tersenyum senang dan memeluk Doyoung dengan erat. "Terima kasih!"

"Sama-sama." Doyoung mengangguk. Ia mengguncang ke kanan dan ke kiri tubuh Taeyong yang berada di pelukannya, membuat Taeyong tertawa lepas. "Omong-omong, dimana bocah food fighter yang mengaku sahabat kita?"

Taeyong melepas pelukannya dan menggeleng. "Aku tidak tahu."

"Ayo kita ke halaman sekolah. Mungkin dia menunggumu disana."

Doyoung menarik Taeyong turun dari bangku setelah koridor sekolah tidak se-ramai tadi. Mereka berdua berjalan beriringan dengan tangan yang tertaut. Bukan apa-apa, Doyoung hanya takut jika sahabatnya yang polos ini terpisah darinya.

"Doyoung, kau ada latihan vokal, 'kan?"

Doyoung menggumam sebagai jawaban. Ia sedikit mengayunkan tangan mereka yang tertaut.

Taeyong menarik sebelah tangan Doyoung dan menahannya untuk berhenti berjalan. "Lalu kenapa kau menemaniku? Kau harus bersiap!"

Wajah cemas Taeyong terlalu menggemaskan untuk dilihat. Doyoung tertawa pelan dan mengacak poni yang menutupi dahi Taeyong.

"Ayo, kau harus pergi latihan sekarang!" Taeyong menarik kedua tangan Doyoung, walaupun hasilnya Doyoung tidak bergeser satu sentimeterpun.

"Kau harus menemukan teman pulang terlebih dahulu. Setelah itu, aku baru bisa berlatih dengan tenang."

Taeyong memiringkan kepalanya lucu. "Eh? Apa hubungannya?"

"Aku terlalu cemas padamu!" Doyoung jeda sejenak, lalu menggelengkan kepalanya. "Ah, bukan! Aku terlalu cemas dengan kepolosanmu."

"Huh?"

Taeyong masih tidak mengerti, sungguh.

"Taeyong hyung!"

Doyoung menghela nafas lega. "Akhirnya bocah food fighter kita disini."

"Hyung, kau harus membelikanku patbingsu jika kau memanggilku dengan sebutan itu lagi."

"Jaehyunnie~"

Tidak peduli dengan Doyoung dan Jaehyun—siswa kelas 10-2—yang tampaknya akan memulai perang adu mulut, Taeyong memeluk tubuh tegap Jaehyun.

"Jaga Taeyong baik-baik, Jae. Aku harus latihan sekarang." Doyoung melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu menangkup pipi tirus Taeyong. "Bye, cutie~"

Taeyong tertawa. "Doyoung, kau juga imut!"

"Sama-sama uke. Yeah." Jaehyun berkata dengan santai, pura-pura tidak tahu dengan tatapan tajam Doyoung.

"Jika terjadi sesuatu dengan sahabat polos kita, aku akan membuat hidupmu tidak tenang." Doyoung mendesis saat melihat Taeyong mulai berjalan.

Jaehyun memutar bola matanya. "Ayolah, hyung. Kau harusnya percaya padaku! Kita bertiga sudah bersahabat selama berapa tahun?"

"Hm? Lalu bagaimana denganmu? Sudah berapa lama kau memendam perasaan pada Taeyong?"

Balasan dari Doyoung membuat Jaehyun ingin mengeluarkan sumpah serapahnya. Sayang sekali Taeyong masih berada di sekitar mereka. Doyoung benar-benar berusaha menjaga kepolosan Taeyong dengan baik, ia bahkan tidak segan menghujani cubitan untuk siapapun yang mengumpat atau mengeluarkan kalimat kotor di dekat Taeyong.

Taeyong membalikkan tubuhnya, menatap dua sahabatnya yang saling memandang tajam. "Jaehyun? Kita pulang bersama, 'kan?"

"Iya, hyung."

Jaehyun berlari kecil menghampiri Taeyong.

"Bye, Doyoung yang manis dan baik hati! Jangan lupa banyak minum air setelah latihan!" Taeyong melambaikan tangannya.

Jaehyun juga ikut melambaikan tangannya pada Doyoung. Tepat setelah Taeyong membalikkan tubuhnya lagi, Jaehyun bisa melihat Doyoung menggesek jari telunjuk di lehernya secara horizontal.

Jaehyun cukup paham maksud Doyoung.

Jika terjadi sesuatu pada Taeyong, Jaehyun akan mati ditangan Doyoung.

Yah, Jaehyun cukup paham hal itu.

Lagipula, Jaehyun merasa sikap khawatir Doyoung berlebihan. Taeyong akan aman bersamanya. Ia juga ikut menjaga Taeyong dari kecil bersama Doyoung. Jaehyun juga merasa Taeyong sudah dewasa dan bisa menjaga diri. Setidaknya ia merasa Taeyong cukup tahu mana hal buruk dan harus dihindari.

"Jaehyun, aku ingin pergi ke minimarket!"

Jaehyun menoleh, melihat Taeyong dengan senyum lebarnya.

"Cemilanku di rumah sudah habis, Jaehyunnie."

Jaehyun tersenyum mendengarkan Taeyong.

"Kau tahu aku tidak bisa hidup tanpa cokelat juga!"

"Makan makanan manis secara berlebihan tidak baik untuk kesehatan, hyung."

Taeyong menggembungkan pipinya dan cemberut. "Kau sama saja seperti eomma dan Doyoung."

"Aku berkata benar, 'kan?" Jaehyun dengan usil menusuk pipi Taeyong dengan telunjuknya.

"Aish, iya! Kau membuatku kesal Jaehyunnie."

Jaehyun tertawa. "Maaf, hyung."

"Sebagai gantinya, kau harus mau menemaniku ke minimarket!"

Jaehyun mengangguk. Tanpa diminta, Jaehyun dengan senang hati menemani sosok imut disampingnya ini.


Jaehyun dan Taeyong sudah memasuki minimarket terdekat dari sekolah mereka, dan sudah hampir 20 menit mereka berada disana. Melihat Taeyong memasukkan makanan dalam keranjang belanja tanpa perhitungan membuat Jaehyun tergoda untuk membeli sesuatu juga.

"Jaehyunnie, lebih enak potato chips rasa sour cream & onion atau barbecue?"

"Dua-duanya enak, hyung."

"Pilih salah satu, Jaehyun! Aku tidak mungkin membeli dua-duanya."

Jaehyun yang masih memunggungi Taeyong mengangkat sebelah alisnya. "Bisa lihat keranjang belanjamu terlebih dahulu, hyung? Kau seperti membeli semua isi minimarket ini, dan kau berkata jika tidak mungkin membeli dua potato chips yang berbeda rasa?"

"Jaehyun~ Ayolah!" Taeyong menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.

Jaehyun menghela nafas. Sifat kekanakan Taeyong terkadang bisa merepotkan. Ia membalikkan badannya dan melihat Taeyong yang membawa dua bungkus potato chips di kedua sisi wajahnya.

"Pilih yang mana, Jaehyun? Kanan atau kiri?" Taeyong masih bersikeras untuk meminta pendapat Jaehyun. "Kanan rasa sour cream & onion. Kiri rasa barbecue."

Jaehyun menatap wajah manis Taeyong yang berada diantara dua bungkus potato chips.

"Aku pilih tengah."

"Huh?"

"Aku pilih wajahmu, hyung."

"Jaehyun, aku serius!"

Jaehyun tertawa ketika Taeyong memukul dadanya beberapa kali dengan jengkel. "Aku juga serius, hyung. Aku lebih memilih wajahmu daripada dua makanan itu."

"Astaga, Jaehyun. Cepat pilih! Aku tidak tahu harus membeli yang mana. Kita sudah menghabiskan banyak waktu disini."

"Baiklah." Jaehyun mengalah daripada harus merasakan pukulan yang semakin lama terasa semakin terasa sakit dari Taeyong. "Rasa sour cream & onion enak, hyung."

Taeyong memandang bungkus potato chips rasa barbecue nya dengan memelas. "Tapi barbecue juga enak."

"Kalau begitu beli rasa barbecue saja, hyung." Jaehyun membalikkan badannya lagi dan mengambil sekaleng cola.

"Tapi rasa sour cream & onion juga enak."

Jaehyun menatap Taeyong dengan wajah datarnya.

"Kalau begitu aku beli dua-duanya saja!" Taeyong memutuskan pilihannya yang sungguh terbalik dari kata-katanya beberapa menit lalu. "Aku rasa dua tidak cukup. Aku mengambil potato chips lagi, Jaehyun. Jangan tinggalkan aku, ya!"

Jaehyun menepuk dahinya melihat Taeyong yang berlari kecil menjauhinya. Apa gunanya Taeyong bertanya padanya, sampai harus memukuli dada bidangnya jika pada akhirnya Taeyong membeli dua potato chips? Ia tersenyum tipis dengan tingkah unik Taeyong.

Taeyong membawa keranjang belanjanya yang penuh dengan susah payah. Bungkus cemilan terlihat menggunung dalam keranjang belanjanya.

"Aduh,"

Laki-laki manis itu menunduk melihat cokelatnya yang tadinya berada di tumpukan paling atas jatuh. Ia ingin berteriak pada Jaehyun agar sahabatnya itu mengambilkan cokelatnya yang tergeletak di lantai, tapi akhirnya ia urungkan saat menyadari minimarket ini lumayan ramai. Sungguh, sebenarnya Taeyong malas jika harus meletakkan keranjang yang sudah susah payah ia angkat hanya untuk sebatang cokelat.

Taeyong baru saja berniat menunduk saat seorang laki-laki paruh baya mengambil cokelatnya. "Maaf, tuan. Tapi cokelat itu milikku."

Laki-laki itu tersenyum. "Aku mengambilkannya untukmu."

"Ah, begitu." Taeyong tersenyum malu dengan wajah memerah saat laki-laki itu meletakkan cokelat di keranjangnya. "Maafkan aku, tuan."

"Tidak apa-apa, manis."

Taeyong semakin memerah saat mendengar panggilan dari laki-laki asing itu.

"Siapa namamu?"

"Taeyong. Lee Taeyong."

Laki-laki paruh baya itu merebut keranjang dari tangan Taeyong dan meletakkannya di lantai. "Bukankah lebih enak jika kau berbicara tanpa susah payah mengangkat keranjang?"

Taeyong mengangguk. Senyum malu-malu yang menggemaskan masih terlihat di wajah manisnya.

"Berapa umurmu, Taeyong?" Laki-laki itu bertanya saat melihat sosok manis didepannya masih mengenakan seragam sekolah.

"Tujuh belas." Taeyong berkata dengan riang. "Bagaimana denganmu, tuan? Berapa umurmu?"

"Aku tiga puluh tujuh tahun. Bekerja sebagai fotografer."

Bibir tipis Taeyong membulat. "Wah, ahjussi fotografer?"

Laki-laki itu mengangguk dan tertawa saat Taeyong menyadari ia membawa kamera di belakang punggungnya. "Boleh aku meminta satu foto wajahmu yang manis?"

Taeyong mengangguk polos, membiarkan laki-laki asing yang bahkan ia lupa tanyakan namanya itu mengambil gambar dirinya yang tersenyum manis.

"Ahjussi, maaf jika fotoku terlihat jelek. Aku baru saja pulang sekolah dengan wajah yang berminyak dan berkeringkat seperti ini." Taeyong mengelus pipi tirusnya.

"Tidak, Taeyongie. Kau sempurna." Laki-laki itu tersenyum miring. "Boleh aku meminta nomor ponselmu? Yah, agar kita bisa berkomunikasi dan berkenalan lebih jauh."

Seharusnya Taeyong mengingat nasehat eommanya agar selalu tidak mudah percaya dengan orang asing. Seharusnya Taeyong juga mengingat kata-kata Doyoung dan Jaehyun yang melarangnya untuk memberikan kontak pribadi Taeyong baik nomor ponsel maupun media sosialnya dengan orang asing, bukannya dengan polos menyebutkan nomor ponselnya yang dicatat di selembar kertas oleh ahjussi tampan didepannya ini.

"Maaf, Taeyongie. Aku hanya mempunyai sedikit waktu di sini." Laki-laki asing itu mengacak poni Taeyong dengan gemas. "Tapi aku berharap kita bisa bertemu lagi. Jawab pesanku, okay?"

Taeyong mengangguk. "Okay, ahjussi!"

Taeyong mengangkat keranjang belanjanya lagi saat laki-laki itu menjauh.

"Taeyong hyung!"

Jaehyun merebut keranjang belanjanya dan membawanya. "Kau lama sekali! Aku hampir lumutan menunggumu!"

"Maaf, Jae." Taeyong mengelus lengan berotot Jaehyun. "Aku baru saja bertemu dengan ahjussi yang baik hati."

Jaehyun meletakkan keranjang Taeyong di meja kasir, membiarkan pelayan kasir menghitung barang belanjaan miliknya dan Taeyong. "Baik bagaimana, hyung?"

"Ia mengambilkan cokelatku yang jatuh! Baik sekali, 'kan?"

Jaehyun memutar bola matanya. Menurutnya itu hal yang biasa.

"Ahjussi itu seorang fotografer, Jaehyun." Taeyong bergaya seolah-olah ia sedang mengambil gambar, membuat Jaehyun ingin menghentikan aksi memalukan Taeyong. "Ia memfotoku juga!"

Jaehyun reflek mengepalkan tangannya. Ia sangat kesal. "Hyung, apa yang sering kukatakan tentang orang asing?"

"Tapi ahjussi itu baik, Jaehyun. Aku yakin dia orang yang baik." Taeyong menggumamkan terima kasih setelah membayar dan mengambil barang belanjaannya.

Jaehyun membukakan pintu keluar untuk Taeyong dan berjalan beriringan di trotoar.

"Siapa nama ahjussi itu, hyung?"

Taeyong terlihat kaget, lalu menepuk dahinya. "Aku lupa menanyakannya, Jae!"

Sial.

"Tenang saja, Jaehyun. Aku akan menanyakannya nanti."

Jaehyun mengangkat sebelah alisnya. "Nanti?"

Taeyong mengangguk. "Ya. Ahjussi itu meminta nomor ponselku, dan memintaku untuk membalas pesannya."

Damn.

Fuck.

Shit.

Jaehyun mengacak rambutnya kasar. Ia yakin akan mati ditangan Doyoung jika sahabatnya itu mendengar kejadian yang baru saja dialami Taeyong.

Taeyong benar-benar polos. Jaehyun gagal menjaganya karena kelalaiannya sendiri. Laki-laki bermarga Jung itu merasa dirinya sangat payah. Bagaimana bisa ia lalai menjaga Taeyong? Bahkan tadi ia dan Taeyong dalam satu bangungan!

Jaehyun menggigit bibirnya cemas, tidak memperdulikan gumaman Taeyong yang meyakinkan dirinya sendiri akan baik-baik saja. Entah kenapa Jaehyun merasa akan terjadi sesuatu yang membahayakan Taeyong.

Jaehyun menggelengkan kepalanya. Tidak, ia harus berfikir positif. Taeyong berkata ia akan baik-baik saja dan beberapa kali meyakinkan jika ahjussi itu baik hati. Seharusnya Jaehyun percaya pada Taeyong, tapi kenapa rasanya sulit sekali.

Jaehyun hanya cemas. Sangat cemas. Ia khawatir sosok yang diam-diam dicintainya ini celaka.

Untuk saat ini, Jaehyun hanya bisa memaki dirinya sendiri dan berharap Taeyong baik-baik saja dengan ahjussi asing itu. Mungkin untuk kedepannya, Jaehyun harus benar-benar melindungi Taeyong sebagai ganti atas kelalaiannya.

Dalam otak Jaehyun sekarang seakan-akan memutarkan tayangan berita yang memuat tentang perilaku ahjussi pedofil.

Tuhan, Jaehyun tidak tahu harus memarahi dirinya sendiri atau memarahi kepolosan Taeyong.


TBC


Love, Fafa & Nabila (Vava)