Dare? NO!
.
Warn! Shonen-ai, OOC, Typo, AU, Non-elemental sibling, fanfic pertama yang berbau shonen-ai, dan kesalahan-kesalahan lainnya
Boboiboy milik Animonsta studio saya hanya meminjam charanya saja
Enjoy~
.
~o0o0o0o~
.
Hari berikutnya, Gempa menatap cermin yang ada di ruang tamu dan melihat pantulan dirinya yang sudah berpenampilan perempuan lagi. Ia menghela nafas.
'Hah…hari ini sampai seminggu kedepan aku harus pakai baju ini terus, saat berangkat dan pulang, benar-benar merepotkan,' batin Gempa dengan murung sambil menatap dirinya. "Semangat Gempa! Ayo semangat!" teriaknya menyemangati diri sendiri dan mulai menuju pintu depan rumahnya. Membuka pintu dan tak lupa menguncinya lagi.
Ia berjalan menuju sekolah dengan sedikit terburu-buru. Tidak mau ada orang yang melihatnya dengan penampilan seperti ini, terutama anak-anak kelas dan sekolahnya. Saat sudah dekat dengan sekolahnya ia melihat kiri dan kanan. Sepi. Gempa langsung melangkah masuk.
'Yey! Aman!' batinnya bersorak senang. Disekitar sekolahnya masih sepi, tidak ada murid dan guru yang lewat karena ia datang pukul enam pagi sedangkan sekolah akan dimulai pukul tujuh pagi. Ia menghela nafas lega saat sudah masuk ke dalam gedung sekolah. Sepertinya tidak ada yang datang pagi hari seperti ini dan itu membuat ia senang, Gempa langsung saja menuju toilet. Saat ingin mengecek masuk ia tanpa sadar bertemu pandang dengan seseorang didepan pintu masuk toilet laki-laki.
"GYAAA!" teriak Gempa refleks saat melihat ada orang yang keluar. Sedangkan pemuda yang ditemuinya langsung terperanjat kaget.
"Oi, kecilkan suaramu." ujar pemuda itu dengan datar dan langsung saja Gempa menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Gempa melihat wajah pemuda itu, ia baru sadar jika yang ia temui adalah pemuda yang baru saja ia tembak kemarin.
"Ha-Halilintar?!" teriak Gempa terkejut dan Halilintar juga sepertinya sedikit terkejut saat menyadari bahwa yang berteriak tadi ternyata adalah gadis jadi-jadian yang baru ia temui kemarin.
"Oh, kau rupanya," seru Halilintar datar dan seketika ia menaikkan sebelah alisnya, "mau apa kau didepan sini?" Tanya Halilintar.
"E-eh…i-itu…aku mau ganti baju dengan seragam biasa hehehe," balas Gempa sambil terkekeh dan Halilintar hanya bisa diam dengan wajah datarnya. Segera saja ia berjalan sedikit ke samping, mempersilahkan Gempa untuk masuk. Gempa yang melihat itu hanya tersenyum senang.
"Te-terima kasih Halilintar," seru Gempa sambil tersenyum kecil dan langsung saja masuk ke dalam toilet laki-laki. Halilintar yang melihat tingkah Gempa hanya bisa menggelengkan kepalanya dan pergi menuju kelasnya. Sedangkan Gempa yang sedang didalam toilet sedang mengganti seragamnya dengan terburu-buru.
~o0o0o0o~
"Jadi gimana hubungan mu dengan Halilintar?" pertanyaan tiba-tiba dari Gopal hampir membuat Gempa menyemburkan jus mangga miliknya.
"Uhuk-uhuk…ishh Gopal! Kau hampir membuatku menyemburkan minumanku!" Gempa menatap tajam temannya yang bertubuh gempal itu dan hanya dibalas kekehan.
"Hehehe sorry, aku penasaran sih~" cengir Gopal yang hanya membuat Gempa menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya. "Jadi bagaimana hubungan kalian?" Tanya Gopal lagi, masih penasaran.
"Yaa begitulah, 'kan baru juga satu hari." jawab Gempa seadanya. Ia tidak mau bilang ke teman-temannya kalo kemarin sudah ketahuan bahwa dia ternyata laki-laki, bisa-bisa Gempa ditertawakan habis-habisan nanti.
Gopal yang merasa tidak puas oleh jawaban Gempa hanya bisa memutar matanya jengkel, "yang jelas dong jawabannya," desak Gopal. Gempa hanya menghela nafas.
"Ish kan sudah ku bilang kalo hubungan kita biasa-biasa aja," balas Gempa dan kembali meminum jusnya. Gopal hanya bisa berdecak kesal saja dan kembali memakan nasi lemaknya. Taufan yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara.
"Ngomong-ngomong Gempa, topi kau mana?" Taufan menunjuk kepala Gempa yang sekarang tidak tertutupi oleh topi yang biasa ia gunakan. Gempa memegang kepalanya yang tidak tertutupi topi.
"Ohh ini, karena aku sekarang akan sering pakai wig jadinya aku tinggalkan topiku di rumah biar ngga repot," balas Gempa sambil merapihkan rambut hitamnya, "aneh, ya?" lanjut Gempa dengan malu.
"Engga kok, hanya belum terbiasa." balas Taufan dan lanjut memakan rotinya. Api yang baru selesai menghabiskan nasi lemak dan tehnya langsung tersenyum jail ke Gempa.
"Gempa, kau sudah pernah kirim pesan ke Halilintar?" Gempa mengerjap bingung mendengar pertanyaan Api.
"Pesan?" Tanya Gempa dengan bingung dan dibalas anggukan semangat dari Api.
"Yup! Pesan! SMS atau chat gitu," Gempa menggelengkan kepalanya dan membuat Api sedikit kecewa.
"Kenapa? Kau tak minta nomornya?" Gempa kembali menggelengkan kepalanya. "Eh? Kenapa?" pekik Api terkejut.
"Memang perlu, ya?" Gempa malah balik bertanya pada Api dan Api malah berdecak kesal, membuat Gempa tambah bingung dan tidak mengerti.
"Tsk, setidaknya kau mintalah nomor Halilintar untuk jaga-jaga," Api menatap Gempa yang malah dibalas dengan wajah bingung.
"Api benar Gempa, setidaknya mintalah nomor dia, mungkin berguna," Taufan ikut menimpali sambil meminum jus jambunya. Gempa terlihat masih kurang yakin untuk meminta nomor Halilintar.
"Nanti pas pulang kau minta nomornya bagaimana? Sekalian coba kirim pesan," Fang juga ikut memberi saran dan akhirnya Gempa hanya bisa mengangguk pasrah. Hah…satu lagi tugas yang harus ia selesaikan.
~o0o0o0o~
"Hah? Minta nomorku?" Halilintar mengernyit bingung saat Gempa meminta nomornya.
"Iya, aku disuruh untuk meminta nomormu, katanya untuk jaga-jaga," balas Gempa sambil meremas ujung cardigannya cemas. "Err…kalo tak mau juga tak apa hehehe,"
"Boleh aja."
"Eh?"
Gempa langsung memandang Halilintar cepat, sedangkan Halilintar sudah mengeluarkan ponsel hitamnya dan menunjukkan nomornya. Gempa hanya bisa diam mematung, masih mencerna perkataan Halilintar tadi.
"Hei! Kau jadi minta atau tidak?" bentak Halilintar dengan kesal, membuat Gempa kembali pada dunia nyata. Segera Gempa mengeluarkan ponselnya dengan terburu-buru dan mengetik nomor Halilintar cepat. Setelah mengsave nomor tersebut, Gempa tersenyum kikuk ke arah Halilintar.
"Te-terima kasih Halilintar, padahal kau tak perlu repot-repot memberikan nomormu," Gempa menunduk. Entah kenapa Gempa merasa seperti memaksa Halilintar untuk berbuat begini.
"Hm, tak perlu sungkan, 'kan sudah ku bilang akan membantu," Gempa segera mengangkat wajahnya dengan ekspresi terkejut dan melihat Halilintar masih berwajah datar. Tadi Halilintar bilang tidak keberatan? Halilintar yang dingin dan ditakuti ini mau menolongnya lagi?! Apa Gempa bermimpi?!
"Lagi pula temanmu 'kan yang menyuruh? Agar hukuman kau berjalan lancar aku harus melakukannya 'kan?" lanjut Halilintar sambil berjalan.
"Hm…benar juga," Gempa menjawab sambil menganggukkan kepalanya, seketika dipikiran Gempa ada rasa syukur karena orang yang melewati koridor kelas adalah Halilintar. "Sekali lagi makasih ya, Halilintar."
"Kau itu hobi banget ya bilang makasih." seru Halilintar sarkas, dan Gempa hanya bisa tertawa mendengar hal itu.
~o0o0o0o~
Malamnya Gempa memandang ponsel coklat miliknya. Merasa aneh dan asing dengan nomor baru yang telah ditambahkan ke dalam ponselnya.
Rasanya aneh jika mendapatkan nomor seseorang dengan cara tadi.
'Kenapa orang-orang bilang Halilintar berbahaya, ya? Dia baik kok…' pikir Gempa sambil menatap nomor milik sang berandalan sekolah. "umm…ku kirim pesan aja gitu, ya? Ah buat apa, ngga usah! Jangan ngerepotin lagi!" Gempa menggelengkan kepalanya dan segera matikan ponsel coklat miliknya dan menguncinya didalam laci. Gempa sempat bingung kenapa ia mengunci ponselnya didalam laci, refleks mungkin.
Gempa pun membaringkan diri diatas kasur, menatap langit-langit kamarnya. Mengingat pertanyaan-pertanyaan yang ia terima dari teman-temannya tadi dan memperkirakan apa yang akan teman-temannya tanyakan besok, "ARRRGGGHHH MENYEBALKAN! KENAPA AKU HARUS MENJALANI HUKUMAN INI SIH!" Gempa berteriak frustasi, "AWAS KAU TAUFAN! API! GOPAL! FANG!" lanjutnya berteriak, ia melepas rasa frustasinya karena menyadari bahwa teman-temannya terlihat menikmati masa-masa sulit dirinya.
'Huh…minggu depan cepatlah datang,'
~o0o0o0o~
Hari kedua untuk Gempa dalam menjalankan hukumannya. Ia datang ke sekolah seperti sebelumnya, yaitu pukul enam pagi. Gempa berjalan keluar dari kamar mandi lengkap dengan seragam laki-lakinya.
Ia berjalan menuju kelasnya yang berada dekat dengan lapangan. Saat sampai didepan kelasnya, ia melihat seseorang sedang bermain bola di lapangan sendirian. Gempa mengernyit bingung, siapa yang bermain bola di pagi hari gini?
Pemuda beriris emas itu segera meletakkan tasnya dimejanya dan keluar untuk menghampiri orang yang sedang bermain bola itu, "Hei! Boleh aku ikut bermain?" serunya saat sudah disamping murid itu.
Murid yang ternyata adalah seorang siswa segera berbalik menatap Gempa dengan wajah yang terlihat mengantuk, "Umm…boleh saja tapi akan ada yang main lagi, mungkin kau akan takut nanti…"
Gempa mengernyit bingung mendengar perkataan pemuda didepannya, "Takut? Buat apa aku takut?"
Pemuda dengan wajah mengantuk itu hanya menatap Gempa datar, "Kau akan tau nanti. Hm? Hali! Sini!" teriak pemuda itu yang membuat Gempa langsung membalikkan badan untuk melihat siapa orang yang sedang dipanggil.
Dan ya Gempa terkejut sekarang.
"Tumben mengajakku main sepak bola, Air." seru Halilintar, orang yang tadi dipanggil, sambil menatap bola yang ada di bawah kaki pemuda berwajah mengantuk itu.
"Yaa hari ini ada tes bermain sepak bola jadi aku ingin latihan," jawab Air, sepertinya nama pemuda berwajah mengantuk ini, sambil menggiring kecil bola yang ada dikakinya. "Oh ya ada yang mau ikut main juga," Air menunjuk Gempa. Halilintar sedikit terkejut melihat Gempa.
"Temanmu?" Tanya Halilintar pada Air.
"Ngga, aku aja ngga tau dia siapa tapi dia ingin main bola jadi aku iyain aja," jawab Air. Air menatap Gempa yang sedari tadi diam, "jadi tetap mau ikut main?"
Gempa mengangguk, "Iya, aku mau main." Dan sekarang Gempa paham apa maksud dari perkataan Air tadi. "oh ya, aku Gempa dari kelas 11-C," ucap Gempa memperkenalkan diri.
"Aku Air dari kelas 11-B, kau tau dia kan?" Air memperkenalkan diri dan bertanya sambil menunjuk Halilintar. Gempa hanya mengangguk singkan sebagai jawaban. "kau tidak takut?" Tanya Air lagi dan hanya dibalas senyuman dan gelengan singkat oleh Gempa.
Air terlihat kagum, "Wow Hali, ada yang tidak takut sama kamu tuh," serunya sambil menatap Halilinta yang sudah berwajah masam mendengar ocehan Air.
"Jadi mainnya ngga?" Tanya Halilintar tajam, sudah lelah dengan sifat Air. Air hanya terkekeh dan mengangguk.
"Iya iya kita main,"
~o0o0o0o~
Jam sudah menunjukkan setengah tujuh pagi. Gempa dan Halilintar duduk dipinggir lapang setelah bermain bola sepak, sedangkan Air sedang pergi ke kantin untuk membeli minuman.
"Kau hebat juga main bolanya, padahal tubuh kau kecil gitu," seru Halilintar sambil melirik Gempa. Gempa yang mendengar hal itu hanya tertawa kecil.
"Aku sering main bola sama teman-teman, jadi yaa cukup bisa," Halilintar hanya bergumam tidak jelas dan Gempa kembali menatap lapangan. "Oh ya, ternyata Halilintar punya teman juga ya," seru Gempa tanpa sadar.
"Hah?" entah kenapa rasanya Halilintar tersinggung mendengar perkataan pemuda disebelahnya ini.
Gempa terdiam beberapa detik dan sadar bahwa ia baru saja mengatakan hal yang tidak sopan, "Eh maaf, maksudku bukan begitu hanya saja…" Gempa tidak tau harus mengatakan apalagi. Halilintar yang melihat itu hanya bisa menghela nafas kasar.
"Air itu mungkin salah satu orang yang berani dekat denganku di sekolah ini," seru Halilintar sambil melihat Air yang sedang menuju kearahnya dan Gempa. "Dia bahkan berani mengajakku berteman, padahal sifat kami berbeda,"
Gempa menatap Halilintar kemudian menatap Air yang sudah ada didepan mereka dan menyerahkan botol air mineral pada mereka berdua.
"Ini," seru Air sambil memberikannya pada Gempa dan Halilintar.
"Makasih," Gempa menerimanya dan meneguknya hingga tersisa setengah lagi, sedangkan Halilintar sudah menghabiskannya.
Air duduk didepan Halilintar dan Gempa, kemudian menatap Gempa. "Kau beneran ngga takut sama Hali?" Tanya Air tiba-tiba. Gempa terdiam mendengar pertanyaan Air dan ia melirik Halilintar sekilas.
"Ya awalnya aku takut tapi ternyata Halilintar itu orang yang baik ya," jawab Gempa sambil tersenyum senang. Halilintar yang medengar itu tiba-tiba terbatuk dan Air hanya bisa menatap Gempa tidak percaya.
"Uhuk Uhuk—" Halilintar menepuk-nepuk dadanya untuk meredakan batuknya, setelah merasa batuknya mereda ia menatap Gempa tajam. "Awas kau nanti…" gumam Halilintar dengan nada rendah.
Gempa yang mendengarnya seketika merinding dan hanya bisa kebingungan, memangnya ia salah bicara ya?
Air yang melihat interaksi keduanya hanya mengernyit bingung.
"Kalian udah saling kenal?" Tanya Air yang membuat Gempa bingung harus menjawab apa, tidak mungkin kan kalo ia menjawab kalo sebenarnya mereka itu jadian.
"Ha-Halilintar pernah menolong ku beberapa kali, jadinya ya mungkin jadi saling kenal," jawab Gempa seadanya, walau harus ia akui kalo jawabannya ini terdengar aneh tapi setidaknya tidak bohong. Mendengar hal itu Air menganggukkan kepalanya.
"Oh begitu…" pemuda dengan wajah malas melirik Halilintar sambil menampilkan seringaian jail. "Kau baik juga rupanya mau menolong orang,"
Halilintar yang mendengar itu langsung menendang Air, "Berisik."
Mendengarnya Air hanya bisa terkekeh dan Gempa hanya tersenyum gugup.
'Aku salah ngomong ya?' batin Gempa lagi yang masih bingung.
Teng…Teng…Teng…
Bel bunyi tanda masuk sekolah terdengar, tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Wah sudah masuk," seru Air sambil menguap, "Aku duluan ya, sekalian mau balikin bola ke guru," ia melambaikan tangannya dan langsung mengambil bola dan menuju ruang guru.
Gempa bangkit dari duduknya dan melirik Halilintar takut-takut, "A-aku juga duluan ya,"
Halilintar menganggukkan kepalanya dan seketika teringat sesuatu, "Oh ya, hari ini aku harus ikut ulangan susulan, kau pulang duluan saja."
Gempa mengangguk paham, "Ok, se-semangat mengerjakannya ya," setelah berucap begitu Gempa langsung masuk ke kelasnya yang dekat dengan lapangan.
Gempa memikirkan perkataan Halilintar tadi, ternyata Halilintar memang baik padahal hukuman yang ia jalani tidak mengatakan bahwa Halilintar harus pulang bersama dengannya. Kemarin mereka pulang bersama karena Gempa hanya ingin meminta nomornya, sehingga membuat Gempa menunggu Halilintar selesai dari klub karatenya. Mungkin karena Halilintar melihat Gempa menunggu dirinya membuat pemuda berandalan itu berpikir bahwa mereka harus pulang bersama. Memikirkan itu membuat Gempa merasa bersalah pada Halilintar.
'Maaf ya Halilintar, aku membuat mu kerepotan,' batin Gempa merasa bersalah.
~o0o0o0o~
Hari ini Gempa pulang sendiri dan rasanya lebih menakutkan, mungkin karena Gempa takut bahwa ada orang yang ia kenal berpapasan dengannya dan menyadari Gempa yang sedang berpakaian perempuan. Ia tidak menurunkan sedikit pun pertahanannya dan dengan cemas melirik kanan dan kirinya, takut ada orang yang ia kenal.
"DOR!"
"HUAA!"
Gempa membalikkan badannya dan menatap dengan wajah terkejut ke arah orang yang baru saja mengagetkannya. Sedangkan sang pelaku hanya bisa tertawa melihat reaksi Gempa.
"Hahahahaha wajahnya ngga santai banget," gelaknya sambil memegang perut. Gempa hanya bisa berwajah masam melihat respon sang pelaku.
"Ya kenapa kamu ngagetin aku juga, Taufan!" Seru Gempa sedikit kesal. Siapa juga yang mau dikagetin begitu saat dirinya sedang was-was begini.
Taufan, sang pelaku, masih tertawa mendengar omongan Gempa. "Hahahaha kamu lucu sih, mau pulang tapi ekspresi wajah tegang gitu, kayak mau melakukan transaksi gelap aja," ucap Taufan dengan nada geli. Gempa cemberut mendengar ucapan temannya ini.
"Memangnya ini salah siapa?"
"Waduh jangan cemberut dong, nanti cantiknya hilang loh~"
BUAK!
Gempa memberikan tinju kecil di perut Taufan. "Hah! Tadi kamu bilang apa?" tanya Gempa dengan aura yang tidak enak.
Taufan memegang perutnya dan merintih kesakitan. "Adududuh—a-aku ngga bilang apa-apa," balas Taufan sambil menggelengkan kepalanya, cukup ia ditinju oleh Gempa sekali.
Gempa tersenyum puas, enak saja ia dibilang cantik. Gempa membalikkan badannya dan kembali berjalan menuju rumahnya.
"Oi! Bareng pulangnya!" teriak Taufan, setelah rasa sakitnya mereda. Ia berlalu untuk mensejajarkan langkahnya dengan Gempa. "Kamu takut kalo ada yang curiga, ya?" Taufan bertanya, mencari topik untuk dibicarakan.
"Pasti! Bisa-bisa reputasi aku dimata yang lain jadi rusak!" Gempa cukup dikenal di sekolah karena ia selalu berada si rangking lima teratas dan memiliki pribadi yang baik dikalangan guru dan siswa, walau tentu tidak seterkenal Yaya. Gempa bukan tipe yang gila popularitas, tapi jika ada anak sekolahnya yang lain tau tentang Gempa yang memakai seragam perempuan, bisa-bisa muncul gosip yang bisa mengganggu kehidupan tenangnya.
Taufan tersenyum kecil mendengar hal tersebut. "Yah udah biar kamu ngga ketahuan, nih pakai topi," Taufan memakaikan topi biru putih miliknya ke kepala Gempa dengan posisi normal, lidah topi menghadap depan. "Nah kalo gini wajah kamu ngga akan begitu keliatan,"
Gempa memegang topi yang diberikan oleh Taufan dan menatap sang pemiliki. "Kamu gimana?"
"Aku? Aku biasa aja, malah tanpa topi aku tetap ganteng~" ucap Taufan dengan percaya diri, tidak lupa dengan gayanya. Gempa hanya bisa tertawa geli melihat kelakuan temannya ini.
Gempa tidak bertanya lagi, malah sebenarnya bersyukur Taufan meminjamkan topinya. Selama perjalanan pulang Taufan tidak pernah kehabisa topik menarik untuk dibicarakan, terima kasih untuk hal tersebut sehingga selama perjalanan menuju rumahnya Gempa tidak terlihat tegang maupun gugup lagi. Setelah 20 menit berjalan, akhirnya Gempa sampai didepan rumahnya. Ia menatap Taufan sambil memberikan topinya.
"Makasih, aku masuk dulu, dah," ucap Gempa sambil melambaikan tangannya. Taufan balas mengangguk dan melambaikan tangannya juga.
Di dalam rumah, Gempa segelra melepaskan rambut palsu sebahunya dan berjalan ke kamar mandi, hendak membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan baju yang lebih nyaman. Setelah mandi dan berpakaian dengan lebih santai, Gempa berjalan ke arah dapur dan mengambil sekotak cemilan rasa coklat. Saat membuka kemasan, Gempa melihat sebuah bungkus plastik transparan yang berisi sebuah kertas didalamnya. Bingung dengan bungkus tersebut, Gempa mengambilnya dan memperhatikan dengan seksama.
"Kertas apa ini?" gumamnya bingung sekaligus penasaran.
Tanpa berpikir dua kali Gempa langsung membuka plastik tersebut dan melihat isinya. Diatas kertas tersebut terdapat kata-kata yang membuatnya terkejut.
'Selamat! Anda mendapatkan 2 tiket bermain sepuasnya di arcade Pusat Kota! Tukarkan kode di kasir dan anda boleh bermain sepuasnya dalam satu hari! Selamat bermain!
Kode : 1X3HG
Batas penukaran : 31 Januari 20xx'
Gempa terkejut membacanya, rasanya tak percaya kalo ia baru memenangkan sebuah hadiah. Gempa menatap kotak cemilan tersebut dan menemukan tulisan 'Temukan hadiah menarik didalamnya!' pada bagian belakang kotak. Padahal Gempa mengambil cemilan ini karena hanya penasaran akan rasanya saja, tidak terpikirkan bahwa ada hadiah didalamnya. Rasanya mood Gempa menjadi lebih bagus daripada biasanya.
"Oh aku ajak siapa ya nanti? Taufan? Blaze? Atau Gopal, ya?" Gempa bergumam sendiri memikirkan siapa yang akan ia ajak untuk bermain di arcade besok. "Semoga besok cepat datang," ucap Gempa sambil memakan cemilannya dengan bahagia.
TBC(?)
A/N :
Hai hai apa kabar~
Wahh lama sekali ya aku tidak menyentuh fanfic ini, sekitar 3 tahun? Oh maaf kan aku para pembaca sekalian *sujud*
Selama tiga tahun terakhir ini yaa seperti biasa sibuk dengan kehidupan RL dimana aku mulai memasuki kuliah dan sibuk dengan kehidupan perkuliahan 2 tahun terakhir ini dan ya aku sempat kehilangan minat menulis ditambah laptop ku yang berisi file fanfic susah sekali untuk dinyalakan, jadi karena beberapa hal tersebut aku sempat hiatus dalam menulis.
Ok ok cukup dengan alasan aku, semoga para pembaca masih ada yang ingat dengan fanfic ini ya hahaha dan aku senang karena walau fanfic ini sudah lamaaaa sekali hiatusnya tapi masih ada beberapa review yang muncul, terima kasih banyak aku sayang kalian~~ ^3^)/ /plak
Semoga chapter ini memuaskan ya dan semoga chapter berikutnya bisa lebih cepat upnya :"). Akhir kata sampai berjumpa lagi~
Pstt- ada yang tahu arti dari kode yang didapat Gempa? Simpel sih sebenarnya hahahaha